Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Studi Empiris Dayasaing

2. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas kentang di Kabupaten Wonosobo? 3. Bagaimana keunggulan kompetitif dan komperatif kentang apabila terjadi perubahan nilai mata uang, harga output, harga pestisida, dan harga pupuk di Kabupaten Wonosobo?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif komoditas kentang di Kabupaten Wonosobo. 2. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas kentang di Kabupaten Wonosobo. 3. Menganalisis keunggulan kompetitif dan komperatif kentang apabila terjadi perubahan nilai mata uang, harga output, harga pestisida, dan harga pupuk di Kabupaten Wonosobo.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini merupakan analisis dayasaing komoditas kentang dengan mempertimbangkan kebijakan pemerintah baik dalam produksi maupun pemasaran. Analisis dayasaing ini dihasilkan dari kegiatan usahatani kentang yang dilakukan di salah satu Kecamatan sentra produksi kentang di Kabupaten Wonosobo. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi petani kentang maupun bagi para peneliti yang selanjutnya dijadikan bahan perbandingan. Sementara hasil dampak kebijakan dapat dijadikan acuan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah pusat ataupun daerah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang lebih efektif dan efisien bagi pengembangan komoditas kentang khususnya maupun pertanian pada umumnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan dan tujuan penelitian serta adanya keterbatasan sumberdaya menimbulkan beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu : 1 Komoditas yang dianalisis adalah kentang yang merupakan salah satu komoditas unggulan Kabupaten Wonosobo di wilayah Kecamatan Kejajar, 2 Analisis dilakukan pada tingkat usahatani, 3 Penelitian ini terbatas pada data yang tersedia dari berbagai aspek ekonomi pada usahatani kentang yang ada di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Empiris Dayasaing

Pada dasarnya cakupan dayasaing tidak hanya pada suatu Negara, melainkan dapat diterapkan pada suatu komoditas, sektor atau bidang, dan wilayah. Pengembangan komoditas di daerah sesuai dengan kondisi sumberdaya alam untuk meningkatkan dayasaing memberikan banyak manfaat, selain dapat meningkatkan efisiensi, menjaga kelestarian sumberdaya alam, juga dapat meningkatkan aktivitas pertanian dan perdagangan sehingga mampu meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat. Banyak penelitian yang berkaitan dengan penetapan komoditas di daerah tertentu untuk meningkatkan dayasaing karena banyak manfaat yang dihasilkan, terutama untuk meningkatkan perekonomian daerah berbasiskan sumberdaya lokal. Seperti daerah Sukabumi yang memiliki potensi alam dalam sektor perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya Fadillah, 2011, atau daerah Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara yang memiliki potensi tanaman pangan jagung Mantau, Bahtiar, Aryanto, 2009. Adapun metode yang dapat digunakan untuk menghitung maupun menilai dayasaing suatu komoditas pertanian antara lain Revealed Competitive Adventage RCA, Berlian porter, dan Policy Analysis Matrix PAM. Revealed Competitive Adventage RCA dapat digunakan untuk mengukur keunggulan kompetitif suatu komoditas dalam kondisi perekonomian aktual. Berbeda dengan metode Revealed Competitive Adventage RCA, metode Berlian Porter digunakan untuk mengukur dan menganalisis keunggulan kompetitif suatu komoditas. Sedangkan Policy Analysis Matrix PAM merupakan metode yang menggunakan tiga analisis ukuran yakni keuntungan privat, keuntungan sosial atau ekonomi, dan analisis dayasaing berupa keunggulan komparatif dan kompetitif serta analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas. Pendekatan untuk meningkatkan dayasaing suatu komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungannya dapat dilihat dari dua hal, yakni keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sedangkan efisiensi perusahaan dilihat dari dua indikator yakni keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Dengan analisis perbedaan harga harga finansial dan ekonomi dapat diketahui nilai dayasaing suatu komoditas dan bagaimana dampak kebijakan yang dilakukan pemerintah terhadap penerimaan petani. Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya dayasaing pada umumnya terdiri dari teknologi, produktivitas, harga, biaya input, struktur industri, kualitas permintaan domestik dan ekspor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi 1 faktor yang dikendalikan oleh unit usaha, seperti strategi produk, teknologi, pelatihan, riset dan pengembangan, 2 faktor yang dikendalikan oleh pemerintah, seperti lingkungan bisnis pajak, suku bunga, exchange rate, kebijakan perdagangan, kebijakan riset dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, dan regulasi pemerintah, 3 faktor semi terkendali, seperti kebijakan harga input, dan kualitas permintaan domestik, dan 4 faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti lingkungan alam Feryanto, 2010. Penelitian tentang dayasaing bukanlah yang pertama kali, Dewanata 2011 melakukan penelitian tentang Analisis Dayasaing dan Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Jeruk Siam di Kabupaten Garut Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini antara lain menganalisis pengaruh teknologi terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif jeruk siam di Kabupaten Garut, Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing pengusahaan jeruk siam di Kabupaten Garut, Menganalisis keunggulan kompratif dan keunggulan kompetitif jeruk siam apabila terjadi perubahan nilai tukar rupiah, harga jual jeruk siam domestik, dan kenaikan harga pupuk di Kabupaten Garut. Penelitian ini menggunakan alat analisis PAM Policy Analysis Matrix untuk mengukur keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif serta dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas jeruk siam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas jeruk siam memiliki keunggulan kompetitif dengan menggunakan teknologi tradisional dibandingkan menggunakan teknologi modern. Hal ini ditunjukkan oleh nilai PRC dengan teknologi tradisional 0,80 lebih kecil dibandingkan nilai PRC dengan teknologi modern 0,84. Akan tetapi penggunakan teknologi tradisional tidak mempunyai keunggulan komparatif jika dibandingkan dengan teknologi modern, karena nilai DRC teknologi modern 0,71 lebih kecil dibandingkan dengan DRC teknologi tradisional 0,76. Kebijakan pemerintah juga belum mendukung dalam hal pengembangan dan peningkatan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif pengusahaan jeruk siam di Kabupaten Garut. Pemerintah tidak memberikan proteksi terhadap sistem produksi sehingga harga jual jeruk berada di bawah harga efisien. Selain itu kebijakan terhadap faktor input-output menyebabkan petani kehilangan keuntungan. Pupitasari 2011 meneliti tentang Analisis Dayasaing dan Dampak Kebijakan Permerintah terhadap Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok. Dengan tujuan antara lain, manganalisis dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok, menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas belimbing dewa di kota depok, dan menganalisis dampak perubahan harga buah belimbing, upah tenaga kerja, harga pupuk, dan jumlah output belimbing yang dihasilkan terhadap dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Penelitian ini juga menggunakan PAM Policy Analysis Matrix sebagai alat analisis untuk mengukur dayasaing belimbing dewa melalui indikator kompetitif dan komparatif serta dampak kebijkan pemerintah pada suatu sistem komoditas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengusahaan komoditas belimbing dewa di kota depok memiliki keunggulan kompetif dan komparatif. Hal ini ditunjukkan dengan nilai keunggulan privat dan sosial yang bernilai positif. Selain itu komoditas belimbing dewa juga memiliki peluang ekspor yang cukup besar serta mampu bersaing di pasar internasional dan pasar domestik yang dipenuihi oleh produk impor sejenis. Kebijakan output yang dilakukan pemerintah mampu meningkatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki komoditas belimbing dewa, sedangkan kebijakan input berpengaruh negatif terhadap keunggulan komparatif belimbing dewa. Kebijakan pemerintah terhadap input output dinilai mampu mendukung pengembangan dan peningkatan dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok yang ditunjukkan oleh nilai transfer bersih yang bernilai positif. Penelitian Dewanata 2011 dan Pupitasari 2011 menggunakan metode analisis PAM, berbeda dengan Fadillah 2011 yang menggunakan metode Teori Berlian Porter untuk menganalisis Dayasaing Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap di Kabupaten Sukabumi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi komoditas-komoditas unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi, menganalisis kondisi sistem agribisnis komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi, dan Menganalisis kondisi dayasaing komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi. Selain menggunakan Metode Berlian Porter yang digunakan untuk analisis deskriftif kualitatif, peneliti juga menggunakan Analisis Location Quotient LQ untuk menganalisis data secara kuantitatif. Hasil perhitungan nilai LQ menunjukkan bahwa ikan Kuwe, Tembang, Lisong, Cakalang, Albaroka, Madidihang, Tuna Mata Besar, Layu Kakap Putih, dan Belanak memiliki keunggulan secara komparatif di Kabupaten Sukabumi. Sedangkan berdasarkan Teori Berlian Porter disimpulkan bahwa komoditas unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi belum memiliki dayasaing yang optimal karena masih terdapat kendala dalam tiap komponen dayasaing. Kendala tersebut dapat di atasi dengan adanya peran pemerintah dan faktor kesempatan yang mendukung kemajuan sektor perikanan. Berdasarkan analisis keterkaitan antar komponen utama disimpulkan bahwa sebagian keterkaitan antar komponen utama saling mendukung dan sebagian tidak mendukung. Sedangkan pemerintah memiliki peran yang mendukung semua komponen utama dan peran kesempatan juga mendukung semua komponen utama kecuali tidak terkait dengan struktur pasar, persaingan, dan strategi perusahaan. Dalam penelitian yang dilakukan Oguntade 2009 dengan judul penelitian Assessment Of Protection and Comparatif Advantage In Rice Processing in Nigeria, memiliki tujuan untuk menentukan seberapa besar nilai tambah teknologi pengolahan padi menjadi beras giling dan pengaruhnya terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif pengolahan beras di Nigeria dengan menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix PAM. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan yang dilakukan pemerintah sangat baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai EPC lebih besar dari satu, dengan kata lain, bahwa kebijakan untuk melindungi produsen sangat baik. Namun dari segi keunggulan bersaingnya, bahwa teknologi pengolahan padi di Nigeria ini hanya memiliki keunggulan kompetitif, karena memiliki keuntungan privat yang lebih besar dari nol, yakni 9,445 dan didukung dengan nilai PCR yang kurang dari satu, yakni 0,78. Namun pengolahan padi ini tidak memiliki keunggulan komparatif, karena nilai keuntungan sosial yang dimiliki bernilai negatif, -26,256 dengan DRC mencapai 4,88, dengan kata lain untuk memberikan nilai tambah sebesar satu satuan dibutuhkan sumberdaya ada faktor input tambahan sebesar 4,88. tidak memiliki keunggulan komparatif. Bermula dari masalah yang terjadi yakni pasar-pasar sekunder kekurangan infrastruktur dan tidak sistematisnya pemasaran, sehingga pemasaran domba dan kambing dihadapkan dengan distorsi pasar berupa infrastruktur dan transportasi. Babiker et.al 2010 menggunakan Policy Analysis Matrix PAM sebagai alat analisis untuk memeriksa dayasaing domba yang dijual hidup berasal dari Sudan di Pasar Internasional. Hasil analisis PAM berdasarkan nilai NPCO domba lebih dari satu, yakni 1,023 yang menunjukkan bahwa harga pasar lebih besar daripada harga perbatasannya atau harga ekspornya. Hal ini didukung dengan Keuntungan Private KP domba yang bernilai lebih dari nol dan nilai Coefficient In International Competitiveness CIC ekspor domba hidup yang kurang dari nilai tukar 1 US = 256 SD, yakni sebesar 46196,74 US Dollar, dan 249, 83. Hal ini mengisyaratkan bahwa ekspor domba dan hidup menguntungkan dan kompetitif secara internasional. Policy Analysis Matrix PAM juga dapat menganalisis dari segi yang berkaitan dengan sumberdaya domestik. Penelitian yang dilakukan oleh World Bank 2005 dan Yao 1997 menganalisis permasalahan dari segi Faktor Sumberdaya Domestik DRC untuk mengetahui keunggulan komparatif. World Bank 2005, menuangkan hasil penelitiannya dalam catatan kebijakan policy paper agar dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan fungsi pasar pertanian untuk meningkatkan kontribusi sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus mengentaskan kemiskinan di Moldova. Peningkatan kinerja perdagangan internasional dan investasi langsung dijadikan dasar untuk memperkuat keunggulan komparatif pertanian agar terciptanya pertumbuhan ekonomi yang signifikan, pendapatan meningkat, dan kemiskinan berkurang. Dengan tersedianya sumberdaya domestik dan tingkat ekonomi pada saat itu, berberapa komoditas pertanian dijadikan unggulan agar dapat bersaing, seperti Gandum, Jagung, Bunga matahari, Tomat, Apel, dan Anggur. Nilai Domestic Resource Cost DRC dalam Policy Analysis Matrix PAM dijadikan dasar untuk menghitung dampak kebijakan yang berkaitan dengan sumberdaya domeestik. Tingginya distorsi pasar akibat biaya transportasi, pemerintah Moldova memutuskan untuk menanggung semua biaya transportasi dan pemasaran hingga sampai dijual di luar negeri. Hasil dari Analisis PAM yang dilakukan bahwa nilai DRC untuk Gandum, Jagung, Bunga matahari, Tomat, Apel, dan Anggur pada tahun 2004 bernilai kurang dari satu, yakni 0,34, 0,37, 0,39, 0,23, 0,21, dan 0,19. Dengan rendahnya biaya input yang harus dikeluarkan, keuntungan sosial yang diterima bernilai positif dan memiliki keunggulan komparatif. Sedangkan, Yao 1997 menggunakan matriks PAM untuk menganalisis keunggulan komparatif produksi beras dibandingkan dengan tanaman kedelai dan kacang hijau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab penurunan produksi padi secara ekonomis dan menganalisis dampak kebijakan pemerintah yang menyarankan untuk mengganti tanaman beras yang tidak menguntungkan secara ekonomis dengan tanaman kedalai dan kacang hijau. Analisis PAM digunakan untuk melihat keunggulan komparatif yang dimiliki masing-masing komoditas. Penelitian dilakukan di dua lokasi yang merupakan sentra produksi padi, serta kedelai dan kacang hijau, yakni Nakonsawan dan Phitasanulok. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa padi tidak menghasilkan keuntungan ekonomis karena terjadi penurunan produksi. Penurunan produksi itu disebabkan beberapa faktor, antara lain perubahan harga yang terjadi, kelangkaan air yang meningkat, kesuburan tanah, dan efek produksi terhadap lingkungan. Sedangkan hasil analisis PAM menunjukkan bahwa padi masih memiliki keunggulan komparatif, ini dibuktikan dengan nilai Keuntungan Sosial yang lebih besar dari nol, yakni 2050,0 bath. Hal ini juga dibuktikan dengan nilai DRC padi yang lebih kecil daripada satu daripada kedelai dan kacang hijau. DRC padi di daerah Nakonsawan sebesar 0,856, lebih kecil dari DRC kedelai dan kacang hijau yang masing-masing sebesar 1,204 dan 1,1811. Hal yang sama juga terjadi di daerah Phitasanulok, DRC padi kurang dari satu, yakni 0,915, dan DRC untuk kedelai dan kacang hijau masing-masing sebesar 1,454 dan 1,162. Hal ini menunjukkan bahwa padi masih memiliki keunggulan komparatif. Berdasarkan perbandingan terhadap penelitian terdahulu yang menganalisis dayasaing diperoleh kesimpulan bahwa pengukuran dayasaing dapat menggunakan PAM, selain itu dapat mengidentifikasi dampak kebijakan pemerintah terhadap sistem usahatani. Kebijakan masih sangat dibutuhkan para petani maupun konsumen domestik dan juga mengingat bahwa komoditas pertanian memiliki karakteristik yang unik dan memiliki peran yang sangat penting bagi perekonomian nasional. Dayasaing sangat erat kaitannya dengan kualitas dan produktivitas yang tidak lepas dari peranan pemerintah. Untuk menunjukkan hal tersebut, maka penelitian tentang dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah khususnya pada komoditi kentang penting untuk dilakukan. Hasil studi empiris dayasaing yang berkaitan dengan penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

2.2 Studi Empiris Kentang