Analisis Keunggulan Kompetitif Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Kentang di Kabupaten Wonosobo (Kasus: Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah)

Untuk memudahkan pembahasan maka hasil matriks PAM juga akan disajikan dalam tabel-tabel yang lebih sederhana untuk menjelaskan secara rinci pembahasan. Tabel-tabel pembahasan tersebut terdiri dari: indikator dayasaing yang dilihat dari keunggulan kompetitif dan komparatif, sedangkan dampak kebijakan pemerintah dapat dilihat dari dampak kebijakan output, dampak kebijakan input, dan dampak kebijakan input-output.

6.2 Analisis Keunggulan Kompetitif

Analisis keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan finansial usahatani. Analisis keunggulan kompetitif dari kedua desa, Desa Sigedang dan Desa Dieng, dapat dilihat dari Keuntungan Privat KP yang dihitung berdasarkan harga yang berlaku di pasar harga aktual, dan Rasio Biaya Privat PCR yang merupakan indikator yang menunjukkan bahwa komoditi yang dihasilkan efisien dalam menggunakan sumberdaya dan menguntungkan. Tabel 19 menunjukkan besarnya nilai Keuntungan Privat KP dan Rasio Biaya Privat PCR di kedua sistem usahatani kentang. Keuntungan privat yang positif di Desa Sigedang menunjukkan bahwa petani yang menjalankan usahatani kentang memperoleh keuntungan diatas nol. Sebaliknya keuntungan privat di Desa Dieng yang negatif atau lebih kecil dari nol tersebut memiliki arti bahwa usahatani kentang yang dilakukan oleh petani mengalami kerugian. Tabel 19. Keuntungan Privat KP dan Rasio Biaya Privat PCR Komoditas Kentang di Kecamatan Kejajar No Uraian Keuntungan Privat PCR 1. Desa Sigedang Rphektar 1.274.378,55 0,97 2. Desa Dieng Rphektar 49.256,11 1,00 Berdasarkan Tabel 19, keuntungan privat yang diperoleh dari usahatani kentang di Desa Sigedang sebesar Rp 1.274.378,55 per hektar. Artinya, bahwa keuntungan yang diterima petani dengan ada kebijakan pemerintah pada saat penelitian adalah sebesar Rp 1.274.378,55 per hektar. Penerimaan petani berdasarkan nilai rpivat lebih besar dari pengeluaran biaya input tradable dan input domestik. Sedangkan keuntungan privat yang diperoleh petani di Desa Dieng bernilai negatif atau kurang dari nol yakni Rp 49.256,11 per hektar. Dengan kata lain pengusahaan kentang di Desa Dieng merugikan petani sebesar Rp 49.256,11 per hektar. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan harga yang diterima oleh petani di kedua desa. Disisi lain adanya perbedaan dalam penggunaan bibit kentang dan perbedaan perlakuan dalam pemeliharaan tanaman kentang di lokasi penelitian juga mempengaruhi besarnya penerimaan atau keuntungan yang diperoleh petani. Perbedaan dalam penggunaan bibit akan berpengaruh terhadap produksi kentang pada saat panen, dan perlakuan dalam pemeliharaan tanaman akan berpengaruh terhadap nilai biaya-biaya yang dikeluarkan biaya tradable dan faktor domestik. Keunggulan kompetitif juga dapat dilihat dari nilai Rasio Biaya Privat PCR yang merupakan indikator bagaimana alokasi sumberdaya diarahkan untuk mencapai efisiensi dalam usahatani kentang. Rasio biaya privat merupakan rasio antara biaya input non tradable atau faktor domestik dengan selisih antara penerimaan dan biaya input tradable pada tingkat harga aktual. Nilai PCR yang kurang dari satu PCR1 menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan efisien secara finansial. Semakin kecil nilai PCR yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat keunggulan kompetitif yang dimiliki. Nilai aktual PCR di kedua desa, Desa Sigedang dan Desa Dieng, masing- masing sebesar 0,97 dan 1,00. Hal ini berarti bahwa untuk mendapatkan nilai tambahan output sebesar satu satuan diperlukan tambahan biaya faktor domestik masing-masing sebesar 0,97 dan 1,00. Namun untuk usahatani kentang di Desa Dieng tidak layak secara finansial karena nilai PCR yang dimiliki sama dengan satu. Nilai PCR di Desa Sigedang yakni 0,97 lebih kecil dibandingkan dengan nilai PCR di Desa Dieng yakni 1,00, ini menunjukkan bahwa pengusahaan kentang di Desa Sigedang lebih efisien dan memiliki keunggulan kompetitif. Namun nilai PCR di kedua desa yang mendekati satu dan bernilai satu menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan relatif tidak efisien. Hal ini disebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk usahatani kentang, terutama dalam biaya pupuk, peralatan, dan tenaga kerja.

6.3 Analisis Keunggulan Komparatif