Perumusan Masalah Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Kentang di Kabupaten Wonosobo (Kasus: Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah)

menganalisis dayasaing kentang terlebih dahulu untuk meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki.

1.2 Perumusan Masalah

Sektor hortikultura merupakan salah satu penggerak utama prime mover perekonomian daerah dan nasional. Produksi kentang di Indonesia cenderung mengalami peningkatan selama tahun 2005 – 2010 Tabel 2. Adanya perdagangan bebas membuka peluang untuk menembus pasar internasional. Namun, untuk dapat bersaing dalam pasar Internasional, petani atau produsen dituntut untuk menghasilkan tanaman kentang yang memiliki kualitas dan kuantitas yang baik agar mampu bersaing dengan produk sejenis yang ada di pasar internasional. Dalam kurun rentang waktu yang sama impor kentang juga meningkat tajam. Impor kentang masih dilakukan untuk memenuhi permintaan beberapa konsumen yang membutuhkan kentang dengan karakterstik tertentu karena produsen dalam negeri belum bisa memenuhi karakteristik yang diminta Sailah, 1999. Kentang merupakan salah satu komoditi hortikultura unggulan Kabupaten Wonosobo yang memiliki angka produksi yang cukup tinggi selain bawang merah, kubis, cabai, dan wortel. Kentang biasanya diperdagangkan dalam bentuk segar ke beberapa wilayah di Indonesia. Produksi kentang di Kabupaten Wonosobo pada tahun 2010 mencapai 48,17 ton dengan produktivitas sebesar 15,11 ton per hektar Lampiran 1. Namun pada tahun 2009 produksi kentang sempat mengalami penurunan sebesar 44,47 ton meskipun pada saat itu terjadi peningkatan luas panen Tabel 5. Berfluktuatifnya produksi dan produktivitas kentang disebabkan beberapa kendala diantaranya rendahnya kualitas dan kuantitas bibit kentang, yang merupakan issue utama dalam usaha peningkatan produksi kentang, teknik budidaya yang masih konvensional, faktor topografi yakni daerah dengan ketinggian tempat dan temperatur yang sesuai untuk penanaman kentang, dan Indonesia merupakan daerah tropis yang sangat mendukung perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman kentang Kuntjoro, 2000. Selain itu perbedaan dalam penggunaan input usahatani juga akan berpengaruh terhadap produktivitas dan produksi kentang. Penggunaan input pada musim hujan juga akan berbeda dengan penggunaan input pada musim panas. Dalam penelitian ini juga melihat pengaruh penggunaan input pada musim hujan terhadap produksi dan produktivitas kentang yang akan berpengaruh terhadap dayasaing kentang. Pemerintah memiliki peran penting dalam mengembangkan pengusahaan kentang melalui kebijakan-kebijakan yang nantinya akan menentukan apakah kebijakan tersebut bermanfaat atau memberikan dampak negatif terhadap dayasaing kentang. Terdapat tiga kebijakan yang mempengaruhi dayasaing sektor pertanian yaitu, kebijakan harga, kebijakan makroekonomi, dan kebijakan investasi publik Pearson, 2005. Kebijakan harga yang diterapkan pemerintah melalui intervensi pemerintah berdasarkan peraturan menteri keuangan No.241PMK.0112010 tentang kenaikan pajak impor sebesar lima persen atas bahan baku produksi pertanian seperti pupuk, bibit, dan obat-obatan menyebabkan biaya produksi yang harus dikeluarkan petani menjadi lebih tinggi. Kebijakan ini mengisyaratkan bahwa akan adanya subsidi yang diberikan pemerintah kepada petani untuk mengurangi beban biaya produksi petani, seperti subsidi pupuk. Namun kebijakan subsidi pupuk ini kenyataannya tidak menguntungkan petani. Hal ini didukung oleh Falatehan 2012 yang menyebutkan bahwa kebijakan subsidi pupuk hasilnya belum optimal, dikarenakan di lapangan harga pupuk terjadi di atas harga eceran tertinggi. Tingginya produksi kentang di Kabupaten Wonosobo seharusnya mampu menyejahterahkan masyarakat khususnya petani kentang. Akan tetapi peningkatan produksi ini tidak diiringi dengan meningkatnya pendapatan para petani. Petani masih harus dihadapkan dengan kebijakan pemerintah yang seringkali merugikan petani, seperti kebijakan pemerintah tentang penurunan tarif bea masuk impor kentang. Pada Juni tahun 2011, kentang impor yang beredar di Indonesia mencapai 50 ribu ton yang berasal dari Cina dan India dengan harga di bawah standar 5 . Dengan banyaknya jumlah kentang yang beredar di pasaran dengan harga yang jauh lebih murah mengakibatkan kentang lokal tidak mampu bersaing dengan kentang impor. Kebijakan makroekonomi seperti ini sangat erat kaitannya dengan kebijakan harga. Contoh lain seperti kebijakan nilai tukar, secara tidak 5 Impor Kentang, Menteri Pertanian Akui Tak Koordinasi Dengan Mendag www.tempo.co 17 November 2011 langsung akan berpengaruh terhadap biaya produksi terutama untuk faktor produksi yang masih diimpor dan secara langsung akan berpengaruh terhadap harga kentang yang akan diekspor. Masalah permodalan dan karakteristik komoditas pertanian yang mudah rusak perishable juga membutuhkan penanganan yang baik agar tidak menurunkan kualitas dari produk pertanian itu sendiri. Permasalahan yang sudah dikemukakan semestinya ditanggulangi oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat dengan membuat rumusan dan implementasi kebijakan yang mampu menciptakan kondisi yang sesuai bagi keberlangsungan kegiatan produksi kentang di Kabupaten Wonosobo. Sementara itu di luar konteks kebijakan yang dibuat pemerintah, Molua 2005 menyebutkan bahwa terdapat beberapa karakteristik dalam sosial ekonomi pertanian yang mempengaruhi maksimalisasi pendapatan usahatani antara lain, yakni tenaga kerja terampil, sumber kredit pertanian, jumlah tanaman per luas lahan, agro-ekologi jenis tanah dataran tinggi atau dataran rendah, dan curah hujan. Sebagian besar keadaan georafis Kabupaten Wonosobo adalah dataran tinggi. Tingkat ketinggian dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya distorsi pasar atau kegagalan pasar. Semakin tinggi suatu daerah maka tingkat distorsi pasar atau kegagalan pasarnya akan semakin tinggi. Dengan kata lain, semakin tinggi suatu daerah maka akan semakin jauh dari pasar dan pada akhirnya pasar cenderung menjadi tidak sempurna. Pasar yang tidak sempurna merupakan salah satu jenis kegagalan pasar atau distorsi pasar yang akan berpengaruh terhadap keunggulan kompetitif dan komparatif kentang. Untuk membuktikan hal diatas, pada penelitian ini akan dilihat daerah mana yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif yang lebih besar satu sama lain. Dengan asumsi untuk usahatani kentang pada ketinggian diantara 1500 – 1800 meter dpl di atas permukaan laut merupakan daerah dengan ketinggian rendah dan dekat dengan pasar dan usahatani kentang pada ketinggian lebih dari 2200 meter dpl di atas permukaan laut merupakan daerah tinggi dan semakin jauh dari pasar. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh tingkat ketinggian usahatani kentang terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif di Kabupaten Wonosobo? 2. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas kentang di Kabupaten Wonosobo? 3. Bagaimana keunggulan kompetitif dan komperatif kentang apabila terjadi perubahan nilai mata uang, harga output, harga pestisida, dan harga pupuk di Kabupaten Wonosobo?

1.3 Tujuan Penelitian