pasangan calon yang digugurkan oleh KPU karena tidak memenuhi persyaratan administratif, dan pada tahap penetapan pemenang sudah pasti hanya satu
pasangan calon yang dinyatakan sebagai pemenang, yakni pengumpul suara terbanyak Rachim, M. Djufri, 2008. KPU Sultra sebagai pihak penyelenggara
pemilihan Gubernur Sultra juga menerima dua gugatan dari dua tahapan yang paling dianggap rawan tersebut. Pertama, dari tahapan penetapan pasangan calon,
KPU menerima gugatan dari pasangan bakal calon yang tidak diloloskan sebagai calon peserta pilkada yaitu Laode Ida dan Andi Kaharuddin, kedua gugatan
berkaitan dengan hasil perhitungan suara oleh kubu AZIMAD. Dalam proses pemilu baik pemilu presiden maupun pilkada, ada tiga upaya
penggagalan pemilu yang wajib diwaspadai semua pihak baik penyelenggara, peserta pemilu, pemerintah, masyarakat dan pihak keamanan. Upaya penggagalan
tersebut adalah permintaan judicial review Undang-Undang pemilihan umum, bentrokan antar massa parpol serta money politics yang melibatkan petugas
perhitungan suara. Di Sulawesi Tenggara, penyelenggaraan pemilu yang terdiri dari KPU provinsi dan Panwaslu sudah menyatakan kesiapannya untuk
mensukseskan penyelenggaraan pemilu disertai pula dua unsur penting lain yakni Pemerintah provinsi Sultra dan Polda Sultra.
4.2 Karakteristik Kubu NUSA
Empat kubu pasangan calon Gubernur yang akan memperebutkan kursi pemegang kekuasaan Sultra periode 2008-2013 masing-masing adalah kubu
MAHASILA yaitu pasangan Mahmud Hamundu dan Yusran Silondae, kubu MMA yaitu pasangan Mashur Massie dan Azhari, kubu AZIMAD yaitu pasangan
Ali Mazi dan Abd. Samad serta kubu NUSA yaitu pasangan Nur Alam dan Saleh Lasata. Latar belakang pasangan calon Gubernur dan Wakilnya pun memiliki
perbedaan masing-masing. Kubu NUSA yaitu kolaborasi pasangan Nur Alam dengan Saleh Lasata
merupakan kolaborasi antara calon Gubernur berlatar belakang pengusaha dan legislator sedangkan pasangannya Saleh Lasata berlatar belakang TNI meskipun
juga pernah menjadi orang nomor satu di wilayah Kabupaten Muna. Kolaborasi
antara legislator-TNI ini hanya dimiliki kubu NUSA sedangkan kubu lain dimonopoli oleh kolaborasi birokrat-birokrat seperti pasangan Azimad dan MMA.
Sedangkan kolaborasi unik lainnya adalah pasangan MAHASILA dimana terjadi kolaborasi antara akademisi dan birokrat.
Kolaborasi antara Gubernur dan wakilnya juga diwarnai dengan penggabungan keterwakilan dua wilayah Sultra yaitu antara wilayah daratan dan
wilayah kepulauan. Kolaborasi dua wilayah ini juga terjadi dalam kubu NUSA. Kubu NUSA dengan Nur Alam sebagai Gubernurnya merupakan sosok figur
calon gubernur dari etnis Tolaki yang merupakan etnis dominan di wilayah daratan Sultra sedangkan pasangannya Saleh Lasata merupakan sosok calon wakil
Gubernur beretnis Muna dari wilayah kepulauan Sultra. Dukungan partai politik merupakan hal krusial bagi sistem pemilihan
kepala daerah maupun pilpres di Indonesia. Partai politik semakin menunjukkan kekuatan dan wewenangnya dalam menetukan figur kepala daerah manakala
sistem calon independen tidak diberlakukan. Hal ini serupa yang terjadi di Sulawesi Tenggara. Dengan berbagai alasan administrasi, maka terdapat calon
figur pasangan kepala daerah yang maju dengan sistem perseorangan terhenti upayanya karena KPU sebagai pihak penyelenggara tidak memberlakukan sistem
calon independem tersebut. Seperti misalnya yang dialami oleh Laode Ida yang upayanya menjadi kepala daerah Sultra terpaksa terhenti dikarenakan tidak
didukung oleh satu partai politik pun dan KPU tidak memberlakukan sistem calon independen.
Kubu NUSA merupakan kubu yang dudukung oleh dua partai besar yang memiliki kursi di fraksi DPRD Sultra yaitu PAN dan PBR. Meskipun dukungan
penuh yang diberikan PAN kepada kubu ini melebihi dari persyaratan yang ada yaitu partai politik yang memiliki 15 suara di DPRD, namun dukungan dari
partai politik alternatif menjadi penting untuk menambah kekuatan kubu ini. Hal ini sama seperti yang dialami oleh kubu lain. Kubu AZIMAD misalnya, meskipun
telah mendapatkan dukungan dari partai Golkar yang memiliki lebih dari 15 suara di DPRD, namun kubu ini tetap saja meminta dukungan dari partai alternatif
lainnya seperti PKS dan PKB. Bagi setiap kubu, dukungan partai politik menjadi
penting karena adanya UU yang mengatur kewenangan Parpol dalam memilih calon figur kepala daerah, dan juga jaringan partai politik yang ada mulai dari
wilayah Provinsi hingga Kelurahan atau Desa menjadikan semakin mudah membangun jaringan tim sukses hingga ke daerah-daerah.
4.3 Isu Strategis dan Kondisi Sosial Masyarakat Sultra