yang diberikan oleh informan H.S yang merupakan pengamat politik dan berdomisili di wilayah Lepo-Lepo.
“…sudah jauh hari memang kami disini sudah prediksi kalo suara akan terpecah antara kubu NUSA dengan kubu AZIMAD.
Bagaimana tidak, dua-duanya familiar untuk masyarakat sini. A.M adalah Gubernur periode sebelumnya ditambah pasangannya
A.S orang tua disini, N.A meskipun pasangannya tidak terlalu familiar tapi dia pegangannya kuat disini melalui kroni-kroni dan
konco-konconya”.
Tanggapan atas perolehan suara juga diberikan oleh informan Ibu DMT yang merupakan Lurah Lepo-Lepo. Berikut tanggapannya:
“…wajar saja kalo perolehan suara hasilnya terpecah dua hampir sama besar antara kubu NUSA dengan kubu AZIMAD. Dua-
duanya dari etnis Tolaki dimana masyarakat Lepo-Lepo juga mayoritas beretnis Tolaki. Sedangkan etnis Bugisnya banyak
yang sudah kawin dengan orang Tolaki, kadang masyarakat juga memegang dua etnis antara Tolaki dengan Bugis. Jadi ya…jangan
heran kalo orang Bugis juga dukungannya jatuh sama orang Tolaki apalagi Tolakinya masih orang sini-sini juga”.
Demikian penuturan informan DMT yang menuturkan kedekatan antara N.A dengan A.S dimana masyarakat menganggap keduanya adalah masyarakat
Lepo-Lepo juga. Keduanya juga dekat dengan masyarakat Lepo-Lepo melalui acara-acara kekeluargaan ataupun pesta-pesta pernikahan yang mereka hadiri. Hal
ini semakin mendekatkan mereka dengan masyarakat Kelurahan Lepo-Lepo.
4.5 Ikhtisar
Pada bab ini telah dibahas mengenai sistem pemilihan yang berlaku pada pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2007. Bahasan mengenai sistem
pemilihan yang berlaku pada pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2007 ini berguna sebagai jalan untuk mengetahui kondisi politik yang terjadi selama
masa pemilihan Gubernur. Hal ini juga dimaksudkan sebagai jalan pembuka untuk mengetahui situasi dan kondisi politik selama masa pemilihan Gubernur
berlangsung, sehingga diharapkan akan lebih mudah memahami topik-topik yang akan dibahas selanjutnya. Selain membahas sistem pemilihan yang berlaku pada
pemilihan Gubernur Sultra Tahun 2007, bab ini juga membahas mengenai karateristik kubu NUSA sebagai fokus kajian dan juga membahas karateristik
kubu lain sehingga membantu memahami kekhasan karateristik kubu NUSA sebagai fokus kajian. Isu strategis yang diangkat oleh kubu NUSA dan kubu-kubu
lain juga menjadi salah satu bahasan dalam bab ini. Pada akhirnya, pembahasan mengenai hasil pemilihan secara umum dilakukan untuk mengetahui hasil yang
telah diperoleh setelah melewati serangkaian tahapan dalam pemilihan Gubernur Sultra tahun 2007. Bahasan mengenai satu kasus mikro, yaitu mengangkat kasus
Kelurahan Lepo-Lepo, menjadi satu ilustrasi yang menarik untuk menggambarkan bagaimana kekhasan kubu NUSA sebagai kubu yang dilekatkan dengan identitas
etnis Tolaki bermain dalam tataran masyarakat akar rumput sebagai bagian dari masyarakat Sultra secara umum.
Hasil pembahasan mengenai sistem pemlihan Gubernur Sulra Tahun 2007 menunjukkan bahwa pemilihan Gubernur Sultra periode 2008-2013 yang
berlangsung pada tahun 2007 diikuti oleh empat kubu kandidat calon pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur masing-masing kubu MAHASILA, MMA,
AZIMAD dan kubu NUSA. Sistem pemilihan yang digunakan adalah sistem ”plurality majority system” yaitu sistem pemilihan dengan satu kali putaran saja
jika hasil diperoleh terdapat suara terbesar lebih dari 25 suara yang ada. Kewenangan partai politik dalam menetukan kandidat bakal calon yang diatur
oleh UU No.32 Tahun 2004 Pasal 59 dimana parpol dan gabungan parpol mendaftarkan pasangan calon jika memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya 15
dari faraksi yang ada di DPRD setempat. Berdasarkan kewenangan partai politik tersebut serta kondisi administratif yang dihadapi KPU Sultra, KPU Sultra
sebagai pihak penyelenggara pilkada Sultra meloloskan empat pasangan calon Gubernur dan tidak meloloskan calon independent dalam pilkada 2007 lalu,
meskipun dalam UU yang sama juga telah diatur mengenai calon perseorangan. Kubu NUSA yang merupakan salah satu kubu yang ikut dalam Pilkada
Sultra merupakan obyek penelitian dengan mengambil anggota tim suksesnya sebagai subyek penelitian. Kubu NUSA mencalonkan dua figur pemimpin dari
dua latar belakang berbeda yaitu Politikus-pengusaha sebagai Gubernurnya serta mantan anggota TNI sebagai wakil Gubernurnya. Kekhasan kolaborasi latar
belakang fugur pemimpin ini hanya dimiliki oleh kubu NUSA dimana kubu lainnya tidak memiliki figur berlatar belakang mantan anggota TNI.
Visi, misi serta isu strategis merupakan hal penting dalam proses pilkada dengan sistem pemilihan langsung oleh masyarakat karena merupakan
serangkaian program kerja dan janji yang ditawarkan kepada masyarakat sebagai pihak pemegang suara. Bagi kubu NUSA, pemilihan atas serangkaian visi, misi
serta isu strategis didasarkan atas latar belakang kondisi sosial masyarakat Sultra. Misalnya pemilihan atas program pembangunan okonomi dan peningkatan iklim
investasi di Sultra didasarkan atas kondisi kemiskinan yang terjadi di Sultra. Hasil pemilihan yang dilakukan pada tanggal 2 Desember 2007
menempatkan kubu NUSA sebagai pemenang pilkada Sultra dengan perolehan suara sebanyak 42,78. Meskipun terdapat gugatan atas hasil perolehan suara
oleh kubu lainnya khususnya kubu AZIMAD, namun KPU Sultra sebagai pihak penyelenggara tetap menetapkan kubu NUSA sebagai pemenang pilkada Sultra.
Kelurahan Lepo-Lepo adalah sebuah kelurahan yang berbatasan langsung dengan Ranomeeto sebagai wilayah domisili Abd.Samad salah satu figur wakil
Gubernur dari kubu AZIMAD dan juga berbatasan dengan wilayah Konda dan Wua-Wua sebagai wilayah domisili dan pusat kekerabatan dari Nur Alam figur
dari kubu NUSA. Di kelurahan Lepo-lepo juga terdapat beberapa elit politik yang merupakan pendukung dua kubu berbeda yaitu kubu Azimad dan NUSA.
Masyarakat lepo-Lepo sendiri memiliki kedekatan emosional terhadap dua figur calon pemimpin tersebut. Hasil pemilihan di kelurahan ini memperlihatkan
adanya signifikansi antara pilihan masyarakat dengan kedekatan emosional sebagai sumber pemilihan masyarakat.
Setelah mengetahui sistem politik yang terjadi pada pemilihan Gubernur Sultra tahun 2007 serta mengenal karateristk kubu NUSA sebagai fokus kajian,
pada bahasan berikutnya, akan dijelaskan bagaimana etnis Tolaki, melalui elit politik beretnis Tolaki di kubu NUSA memiliki serangkaian motif perilaku politik
yang bersumber dari nilai-nilai adat yang dimiliki dan sejarah perjalanan peta politik Sultra dan kemudian menjadi dorongan kekuatan untuk melangsungkan
berbagai aksi strategis pada pemilihan Gubernr Sultra untuk mencapai tujuan
politiknya. Bahasan ini menarik untuk mengetahui motivasi-motivasi di balik serangkaian manuver politik yang terjadi selama masa pemilihan Gubernur Sultra
berlangsung.
V. ETNIS TOLAKI DAN PEMILIHAN GUBERNUR SULTRA 2007
5.1 Nilai Kepemimpinan