Perkembangan Sistem Politik Indonesia: Tinjauan Teoritis
sistem yang lebih menjamin berkembangnya nilai-nilai demokrasi, kondisi transisi demokrasi di Indonesia saat ini lebih mengarah pada pembaruan struktur politik
secara formal semata melalui pelembagaan infrastruktur politik dan hukum, di samping itu, elit di berbagai level pemerintahan dan ranah sosial belum
mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan keadaban civility yang sebenarnya. Salah satu perangkat sistem politik demokrasi seperti partai politik
misalnya. Sebagai instrumen politik untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, partai politik belum mampu menjadi keterwakilan suara masyarakat dan partai
politik ditengarai tidak lebih sebagai kendaraan politik bagi para elit. Keputusan pemerintah pun melalui berbagai Undang-Undang yang dikeluarkan turut
mendukung mandegnya perkembangan sistem demokrasi yang dicita-citakan. Dijelakan oleh Amin 2005, dibandingkan RUU yang diajukan pemerintah, UU
No.32 Tahun 2004 jauh mengalami kemunduran. Dalam RUU yang diajukan pemerintah, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah bukan hanya berasal
dari partai politik, tetapi bisa juga diajukan oleh perseorangan, organisasi kemasyarakatan atau keagamaan, organisasi profesi dan organisasi okupasi. Jadi,
ada kesempatan bagi calon independen untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. Namun, ayat 2 pasal 56 menegaskan, bahwa “pasangan calon
sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh partai politik atau gabungan dari partai politik” artinya, UU No. 32 tahun 2004 menutup peluang
bagi calon independen nonpartai untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Dalam masa transisi sistem politik Indonesia saat ini, selain penting
melihat partai politik sebagai salah satu instrumen pada sistem politik demokratis, penting juga untuk melihat bagaimana sumber-sumber kekuatan politik pilkada di
akomodir menjadi basis kekuatan dalam sistem politik yang melibatkan masyarakat sebagai pihak penentu kemenangan
5
. Telaah terhadap pola mobilisasi massa melalui berbagai sumber kekuatan politik juga akan memperlihatkan
5
Dalam konteks pemilihan kepala daerah, politik bermain dalam penerimaan dan penolakan pemilih terhadap pasangan calon kepala daerah. Kultur Indonesia, penolakan
dan penerimaan ini lebih banyak disebabkan oleh hubungan yang bersifat emosional ketimbang rasional Amin, 2005.
kecenderungan perilaku politik dari elit politik dalam upaya mencapai tujuan politiknya.
Bachtiar Effendi dalam Sitepu 2005 menyatakan banyak aspek yang potensial yang dapat ditransformasikan menjadi kekuatan politik yakni aspek
formal maupun aspek non-formal. Aspek formal adalah kekuatan politik yang mengambil bentuk ke dalam partai-partai politik sedangkan aspek non-formal
adalah merupakan bangunan dari civil society yaitu 1. Dunia usaha, 2. Kelompok professional dan kelas menengah, 3. Pemimpin agama, 4. Kalangan cerdik pandai
intelektual, 5. Pranata-pranata masyarakat, 6. Media massa dan yang lainnya. Partai politik sebagai sumber kekuatan politik formal, lebih memiliki
kekuatan formal setelah dikeluarkannya UU No. 32 pada pasal 56 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan sumber-sumber kekuatan politik yang
lain sebagai kekuatan non-formal mendapatkan tempatnya sebab kultur masyarakat Indonesia dimana masyarakat sebagai pihak pemilih, cenderung
memilih berdasarkan aspek-aspek emosional dan lebih dekat kepada sumber- sumber kekuatan non-formal tersebut. Seperti misalnya media massa. Melalui
media massa, kekuatan figur politik sebagai salah satu dasar pilihan masyarakat dapat terbentuk. Mengenai kekuatan figure politik, Qodari dalam Soetarto dan
Shohibuddin 2004 menyatakan bahwa lima kategori latarbelakang calon anggota DPD yang berpeluang besar terpilih dalam kompetisi pemilu. Pertama, mantan
pejabat karena namanya telah dikenal luas oleh masyarakat, kedua pengusaha besar karena memiliki dana dan dukungan karyawan yang besar, ketiga tokoh
organisasi agama, figure tokoh etnis dan yang kelima adalah veteran pengurus partai karena selain berpengalaman dalam membina konstituen dan menggalang
dukungan, ia juga dapat memanfaatkan jaringan partainya untuk memobilisasi dukungan politik.