6.1.2 Masyarakat Tolaki dan Pemilihan Gubernur
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, pemilihan Gubernur Sultra berlangsung dengan sistem pemilihan langsung oleh masyarakat dalam bentuk
satu pasangan calon. Pemilihan secara langsung ini melibatkan peran aktif masyarakat dalam menentukan pilihan kepala daerahnya, masyarakat memiliki
suara mutlak menetukan pemenang pilkada. Meskipun figur beretnis Tolaki dalam tujuan politiknya membawa identitas etnisnya, hal ini tidak langsung menjadikan
optimalisasi kekuatan politik bermain pada ikatan-ikatan solidaritas semata. Pertimbangan atas keberagaman masyarakat Sultra yang tersebar di dua wilayah
berbeda dengan etnis yang berbeda pula menjadikan perlunya meninjau kembali keberagaman masyarakat tersebut sebagai pemilik suara. Berikut penuturan
KSRN, informan dari kubu NUSA: “…memang banyak teori yang mengatakan basis kekerabatan dan
semacamnya berperan dalam peroleh suara, tapi kasus pilgub Sultra ada keunikan. Semua kubu terdapat figur daratan jadi tidak mudah meperoleh
suara dari masyarakat daratan, kalau tidak dimobilisasi dengan baik. Selain itu, pemilih dari wilayah kepulauan tidak sedikit jumlahnya, jadi harus
menyusun strategi politik yang mampu mewadahi semua kepentingan masyarakat baik daratan maupun kepulauan”.
Dalam proses pemilihan, masyarakat memiliki beragam faktor yang akan mendorong masyarakat untuk menentukan pilihannya. Konsep faktor rasional
versus emosional Amin 2005 atau faktor ikatan solidaritas tradisional Soetarto dan Shohibuddin 2004 merupakan beragam faktor yang menjadi bahan
petimbangan masyarakat dalam memilih. 1.
Faktor-faktor rasional Faktor-faktor rasional pemilih meliputi kemampuan intelektual, wawasan,
penguasaan, pengalaman pribadi, program kerja, visi dan misi. Secara kontekstual, dalam proses pemilihan Gubernur, beragam faktor ini menjadi
landasan acuan menyusun aksi-aksi politik para elit politik. Konteks pemilihan kepala daerah Sultra memperlihatkan kecenderungan faktor rasional pemilih
dalam menyusun program kerja dan visi misi yang ditawarkan kepada masyarakat.
Selain itu, kemampuan, pengalaman serta wawasan yang dimiliki para elit menjadi tawaran menarik yang diberikan. Para elit politik meyodorkan
pengalaman-pengalaman pribadi dalam memimpin organisasi, pekerjaan yang sebelumnya digeluti, pengalaman pendidikan atau bahkan menyodorkan
pengalaman memimpin seminar-seminar tertentu. Visi dan misi yang ditawarkan juga meliputi isu-isu yang strategis menjadi kebutuhan masyarakat.
Hal menarik yang terjadi dalam konteks pemilihan Gubernur Sultra adalah menggunakan faktor-faktor emosional pemilih dengan bentuk-bentuk rasional.
Hal ini terlihat pada penggunaan media kelompok pengajian masyarakat sebagai wadah pemberian bantuan atau santunan. Secara emosional, wadah kelompok
pengajian merupakan satu bagian religiusitas masyarakat dimana wadah ini membangun keterikatan dan kedekatan terhadap tuhan dan mengandung beragam
nilai dalam menjalankan kerukunan sosial. Di lain sisi, pemberian bantuan melalui wadah ini memberikan pesan rasionalitas dimana masyarakat akan selalu
mengingat berbagai bentuk bantuan yang diberikan dan menimbang ingatan akan bantuan tersebut dalam menetukan pilihannya. Hal ini terkait dengan adanya
rasionalitas pemilih menganai keuntungan yang didapatkan dalam menetukan pilihan.
Gambaran lain yang menggambarkan penyatuan dua faktor pilihan masyarakat, faktor rasionalitas dan emosional, terlihat dalam upaya kubu NUSA
sebagai fokus kajian dalam membangun pesan terhadap pemilih mengenai keunggulan-keunggulan rasionalitasnya. Kubu NUSA melalui tayangan adzan
magrib yang ditayangkan setiap menjelang berbuka puasa dapat dikaji sebagai sebuah upaya membangun figur pemberi perhatian masyarakat, mengerti
kebutuhan masyarakat dan memiliki beragam kemampuan dan keahlian seperti mampu menjadi pemimpin dan pembawa pesan keagamaan dimana dalam
tayangan ditunjukkan dengan kemampaun memberikan ceramah dan siraman rohani.
2. Faktor emosional
Faktor-faktor emosional masyarakat seperti kedekatan ikatan solidaritas lokal, tempat tinggal, kelompok etnis, figur ketokohan, keturunan pasangan
calon, latar belakang organisasi keagamaan serta garis ideologis juga menjadi landasan para elit politik dalam melakukan beragam aksi strategis. Baron dan
Byrne 2004 menyatakan bahwa emosi memiliki pengaruh langsung maupun tak langsung terhadap ketertarikan. Lebih lanjut dijelaskan keduanya, seseorang akan
menyukai orang-orang yang membuat orang merasa baik dan tidak menyukai orang-orang yang membuat seseorang merasa buruk
Dalam konteks pemiliahan Gubernur Sultra, NUSA melakukan pendekatan kepada masyarakat sebagai kelompok pemilih dari sudut kedekatan emosionalitas
melalui beragam tindakan seperti menghadiri beragam acara-acara kelompok masyarakat, membangun kedekatan terhadap kelompok etnis pemuda, serta
membangun figur ketokohan dengan beragam gambar yang memberikan pesan emosional calon “pemimpin gaul” tetapi berwibawa, sensitif terhadap kebutuhan
masyarakat dan bergaul dengan semua lapisan masyarakat.
6.2 Optimalisasi Beragam Aspek Strategis Pilkada