PENDEKATAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Perkembangan Sistem Politik Indonesia: Tinjauan Teoritis
Studi mengenai perilaku politik
4
elit beretnis Tolaki pada pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2007, dapat diawali dengan tinjauan literatur
mengenai teori dan fakta empiris tentang perilaku politik dalam sistem pemilihan langsung yang terjadi di Indonesia saat ini. Tinjauan ini nantinya berguna sebagai
landasan teoritis serta menjadi acuan meletakkan sikap peneliti dalam studi-studi yang telah ada.
Studi-studi perilaku politik pilkada sebelumnya lebih mengarah pada perilaku politik masyarakat atau mengenai perilaku masyarakat sebagai pemilih,
meskipun telah banyak pula studi mengenai perilaku politik elit dalam upayanya memobilisasi massa. Studi ini sendiri berada pada jalur perilaku elit politik
sebagai bagian dari aktor politik pilkada, oleh karenanya, dengan tidak mengesampingkan pentingnya literatur mengenai studi perilaku politik yang
dilakukan oleh masyarakat sebagai pihak pemilih, maka bagian literatur ini akan lebih banyak mengulas mengenai perilaku elit politik dalam sistem pemilihan
langsung kepala daerah yang terjadi di Indonesia saat ini. Perkembangan studi-studi periaku politik didasari oleh perubahan sistem
politik yang berlaku di Indonesia saat ini, dimana sistem pemilihan langsung oleh masyarakat telah membuka peluang bagi lahirnya sistem politik yang lebih
demokratis atau corak “demokrasi deliberatif” yakni demokrasi yang melibatkan pertimbangan masyarakat secara memadai Soetarto dan Shohibuddin, 2004.
Lebih lanjut dikatakan oleh keduanya, meskipun telah dihadapkan pada sebuah
4
Dalam pandangan sosiologi, politik lebih terarah pada masalah kekuasaan. Istilah kekuasaan disini diartikan sebagai kesanggupan seorang individu atau suatu kelompok
sosial guna melanjutkan suatu bentuk tindakan membuat dan melaksanakan keputusan, dan secara lebih luas lagi, menentukan agenda pembuatan keputusan jika perlu
menentang kelompok kepentingan, dan bahkan oposisi serta individu lainnya Bottomore, 1983.
sistem yang lebih menjamin berkembangnya nilai-nilai demokrasi, kondisi transisi demokrasi di Indonesia saat ini lebih mengarah pada pembaruan struktur politik
secara formal semata melalui pelembagaan infrastruktur politik dan hukum, di samping itu, elit di berbagai level pemerintahan dan ranah sosial belum
mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan keadaban civility yang sebenarnya. Salah satu perangkat sistem politik demokrasi seperti partai politik
misalnya. Sebagai instrumen politik untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, partai politik belum mampu menjadi keterwakilan suara masyarakat dan partai
politik ditengarai tidak lebih sebagai kendaraan politik bagi para elit. Keputusan pemerintah pun melalui berbagai Undang-Undang yang dikeluarkan turut
mendukung mandegnya perkembangan sistem demokrasi yang dicita-citakan. Dijelakan oleh Amin 2005, dibandingkan RUU yang diajukan pemerintah, UU
No.32 Tahun 2004 jauh mengalami kemunduran. Dalam RUU yang diajukan pemerintah, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah bukan hanya berasal
dari partai politik, tetapi bisa juga diajukan oleh perseorangan, organisasi kemasyarakatan atau keagamaan, organisasi profesi dan organisasi okupasi. Jadi,
ada kesempatan bagi calon independen untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. Namun, ayat 2 pasal 56 menegaskan, bahwa “pasangan calon
sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh partai politik atau gabungan dari partai politik” artinya, UU No. 32 tahun 2004 menutup peluang
bagi calon independen nonpartai untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Dalam masa transisi sistem politik Indonesia saat ini, selain penting
melihat partai politik sebagai salah satu instrumen pada sistem politik demokratis, penting juga untuk melihat bagaimana sumber-sumber kekuatan politik pilkada di
akomodir menjadi basis kekuatan dalam sistem politik yang melibatkan masyarakat sebagai pihak penentu kemenangan
5
. Telaah terhadap pola mobilisasi massa melalui berbagai sumber kekuatan politik juga akan memperlihatkan
5
Dalam konteks pemilihan kepala daerah, politik bermain dalam penerimaan dan penolakan pemilih terhadap pasangan calon kepala daerah. Kultur Indonesia, penolakan
dan penerimaan ini lebih banyak disebabkan oleh hubungan yang bersifat emosional ketimbang rasional Amin, 2005.