Sistem Pemilikan Tanah Lapisan Sosial Masyarakat

2.1.3 Sistem Pemilikan Tanah

Ada empat sistem pemilikan tanah di Jawa, menurut Koentjaraningrat 1984, yaitu sistem pemilikan umum atau komunal dengan pemakaian beralih norowito, sistem milik dengan pemakaian bergilir norowitogilir, sistem komunal dengan pemakaian tetap bengkok, dan sistem individuyasan. Tidak diketahui dengan pasti kapan keempat sistem itu mulai berlaku, demikian juga tentang ketersebarannya di daerah pedesaan Jawa. Ciri khas struktur pemilikan tanah di Jawa Tengah R őll, 1983 ialah adanya hubungan yang sangat erat antara struktur pemilikan tanah dengan keadaan sosial, ekonomi, dan kebudayaan dari masyarakat pedesaan. Karena itu, dalam susunan masyarakat agraris yang kurang dinamis dan tradisional, hak-hak penguasaan tanah yang berbeda-beda menentukan keadaan ekonomi seseorang, yang sejak dahulu kala merupakan ukuran tingkat kedudukan sosial seseorang, dan hingga kini masih merupakan suatu ciri yang representatif bagi kedudukan sosial seseorang. Hak milik, menurut pasal 20 UUPA Tahun 1960 adalah hak turun- temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan pasal 6, hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak pakai menurut pasal 41 UUPA Tahun 1960, adalah hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dengan perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolah tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini.

2.1.4 Lapisan Sosial Masyarakat

Soekanto 2006 menyebutkan bahwa selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat pasti mempunyai suatu yang dihargainya, maka hal itu akan menjadi potensi yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. Mengenai hal ini Pitirim A Sorokin dalam Soekanto 2006 menggunakan sistem pelapisan masyarakat dengan istilah social stratification stratifikasi sosial. Sorokin menjelaskan stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat secara hirarkis. Menurut Weber dalam Soekanto 2006 konsep stratifikasi sosial meliputi class kelas, status kelompok status, dan partai-partai. Kelas merupakan stratifikasi sosial yang berdimensi ekonomi berupa produksi dan penguasaan. Status merupakan perwujudan stratifikasi sosial yang berkenan pada prinsip- prinsip yang dianut pada masyarakat bersangkutan dalam mengkonsumsi “harta- benda”, menyangkut gaya hidup life style, kehormatan honour dan hak-hak istimewa privileges. Partai merupakan perkumpulan sosial yang berdimensi pada penggunaan kekuasaan yang mempengaruhi tindakan masyarakat. Berdasarkan teori stratifikasi Weber, maka dasar menentukan kelas lapisan masyarakat pada suatu masyarakat diantaranya dapat berdasarkan ukuran pemilikan yang berkaitan dengan produksi. Maksud Weber, kelas itu mencakup orang yang memiliki peluang kehidupan yang sama dipandang dari sudut ekonomis, antara lain melalui pemilikan dan penguasaan tanah. Sajogyo 1982 dalam Penny 1990 membedakan struktur sosial pedesaan Jawa berdasarkan luas penguasaan tanah pertanian. Struktur sosial pedesaan Jawa dibedakan menjadi tiga lapisan sosial yaitu: 1 Lapisan atas atau “orang kaya” di desa, bila menguasai tanah lebih dari satu hektar; 2 Lapisan tengah, bila menguasai tanah antara 0,5 sampai 1 hektar tanah; 3 Lapisan bawah, adalah masyarakat yang menguasai tanah kurang dari 0,5 hektar atau tidak mempunyai tanah sama sekali. Sementara Breman 1986 membagi masyarakat desa pertanian menjadi tiga lapisan berdasarkan modal yang dikuasai yakni berupa akses terhadap tanah disamping kepemilikan modal di luar sektor pertanian. Tiga lapisan masyarakat menurut Breman adalah: 1 Lapisan atas, yaitu pemilik atau penggarap lahan pertanian lebih dari satu hektar, pedagang atau pemilik toko besar, pimpinan dan guru; 2 Lapisan menengah, yaitu pemilik atau penyewa lahan pertanian paling sedikit 0,25 hektar, pedagang dengan modal kecil, pemilik warung, penarik ojek, tukang ahli dan buruh dengan pekerjaan tetap, pegawai rendah seperti hansip dan penjaga pintu air; 3 Lapisan bawah, yaitu buruh tani, pemilik dan penyewa lahan marginal, pekerja kasar dan pekerja tidak tetap, pekerja transport tanpa milik, pedagang asongan, dan pembantu rumahtangga.

2.1.5 Konsep Kelembagaan: Perspektif Kelembagaan

Dokumen yang terkait

Relasi Geder dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria (Kasus Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

0 16 375

Analisis kinerja kelembagaan pangan local terhadap peningkatan ketahanan pangan rumahtangga miskin di Kasepuhan Sinar Resmi Kabupaten Sukabumi

1 6 241

Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

2 18 275

Kelembagaan Lokal Dalam Pemanfaatan Aren dan Peranan Hasil Gula Aren Bagi Pendapatan Rumahtangga Masyarakat Kasepuhan (Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

0 20 196

Analisis konflik sumberdaya hutan di kawasan konservasi: studi Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

0 21 260

Kepemimpinan Adat Dalam Kepatuhan Masyarakat Pada Norma Adat (Studi Kasus Di Kasepuhan SRI Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi Jawa Barat).

8 67 147

PEWARISAN PENGETAHUAN LOKAL ETNOBOTANI KEPADA GENERASI SELANJUTNYA DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI KABUPATEN SUKABUMI.

2 8 27

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA.

3 19 36

SIKAP KONSERVASI SISWA KAMPUNG TRADISIONAL CIKUPA DAN KAMPUNG ADAT SINAR RESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI.

0 4 32

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA - repository UPI S BD 1004549 Title

0 0 4