Aturan Adat, Sanksi, dan Monitoring Terhadap Aturan

11. Ngurus leuit adalah seseorang yang bertugas untuk mengurus lumbung komunal masyarakat adat kasepuhan yang disebut leuit sijimat. 12. Ema’ beurang adalah seseorang yang bertugas menolong ibu-ibu saat melahirkan. 13. Tukang bebersih adalah seseorang yang tugasnya membersihkan lingkungan kasepuhan. 14. Dukun hewan adalah seseorang yang mempunyai tugas mengobati hewan atau tugasnya layaknya dokter hewan. 15. Canoli adalah seseorang yang bertugas untuk mengambil beras dari tempat penyimpanan beras untuk dimasak pada upacara adat. Canoli juga bertugas dalam membantu memasak beras tersebut. 16. Tukang para adalah seseorang yang bertugas untuk mengurus upacara besar kasepuhan serta mengurus berbagai jenis kue yang digunakan dalam ritual upacara tersebut. 17. Kasenian adalah seseorang yang bertugas dalam hal kelestarian kesenian kasepuhan. 18. Tukang dapur adalah orang yang bertugas untuk mengurus kegiatan memasak di rumah Abah. 19. Panday adalah seseorang yang bertugas untuk membuat peralatan tani seperti cangkul dan arit. 20. Incu putu adalah masyarakat kasepuhan Sinar Resmi baik yang tinggal di Desa Sinar Resmi maupun yang tidak. 21. Kokolot lembur adalah perwakilan abah di setiap wilayah tertentu yang ditunjuk oleh Abah. Tugas yang harus dijalankan oleh kokolot lembur adalah mewakili incu putu. Berbeda dengan pengurus kasepuhan yang lain, kokolot lembur dipilih berdasarkan syarat-syarat seperti: 1 dipercaya oleh incu putu, 2 mampu mewakili incu putu untuk menghadap Abah, dan 3 memiliki pengetahuan dan kecakapan yang baik.

4.4 Aturan Adat, Sanksi, dan Monitoring Terhadap Aturan

Kehidupan masyarakat adat kasepuhan Sinar resmi tidak terlepas dari filosofi hidup, “tilu sapamulu, dua sakarupa, hiji eta-eta keneh”, yang berarti “tiga sewajah, dua serupa, satu yang itu juga”. Filosofi tersebut mengandung nilai bahwa hidup dapat berjalan dengan tenteram dan baik apabila tiga syarat dapat dipenuhi, yaitu: 1 tekad, ucap, dan lampah niat, ucapan, dan tindakan yang selaras dan dapat dipertanggungjawabkan kepada incu putu masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi dan sesepuh orang tua dan nenek moyang; 2 jiwa, raga, dan perilaku yang selaras dan berakhlak; 3 kepercayaan adat sara, nagara, dan mokaha harus selaras, harmonis, dan tidak saling bertentangan satu dengan lainnya. Kehidupan masyarakat kasepuhan tidak terlepas dari berbagai aturan adat. Semua aturan adat selalu dikaitkan dengan adanya perintah dari leluhur yang terus dipelihara oleh masyarakat kasepuhan. Perintah leluhur tersebut berupa wangsit yang diberikan melalui Abah selaku ketua adat. Pelanggaran terhadap aturan adat tidak mendapatkan sanksi secara sosial tetapi akan mendapatkan hukuman dari leluhur berupa “kabendu”. Kabendu berasal dari kata bendu yang artinya marah. Menurut kepercayaan masyarakat kasepuhan, kabendu merupakan sanksi berupa penyakit yang tidak dapat disembuhkan secara medis akibat dari kemarahan leluhur. Seseorang yang diberikan kabendu, maka hidupnya selalu gelisah dan merasa bersalah. Untuk menghilangkan kabendu tersebut maka seseorang harus ingat kesalahan atau pelanggaran yang diperbuat. Lalu, ia harus memohon ampunan kepada leluhur lewat Abah dan dilakukan ritual yang bertujuan untuk pembersihan diri. Kepercayaan terhadap leluhur, wangsit, dan ketakutan terhadap kabendu membuat tradisi tetap terpelihara dengan baik. Meskipun demikian, pengaruh globalisasi mengubah gaya hidup masyarakat terutama dalam bidang komunikasi. Masyarakat telah mengenal televisi, parabola, dan menggunakan handphone untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Beberapa rumah penduduk sudah mulai menggunakan beton. Bahkan pupuk kimia telah digunakan oleh sebagian masyarakat kasepuhan. Perubahan gaya hidup tersebut dapat dilakukan atas restu dari Abah. Selama Abah merestui maka leluhur dianggap merestui juga. Aturan tidak hanya dalam sistem pola kehidupan masyarakat tetapi juga dalam aksitektur rumah memiliki aturan sendiri, seperti: 1. Rumah adat berupa rumah panggung yang dipercaya bahwa rumah panggung tersebut memenuhi prinsip tilu sapamulu siku penyangga rumah berbentuk segitiga. Selain itu, rumah panggung ditujukan untuk menghindari aliran udara dingin dan binatang agar tidak masuk ke dalam rumah. 2. Atap rumah terbuat dari ijuk pohon aren dengan bentuk segitiga dan bulat. Bentuk segitiga memiliki arti sebagai kesatuan agama, negara, dan adat yang harus berjalan selaras sedangkan bentuk bulat merupakan tanda bahwa manusia berasal dari lubang tanah dan akan kembali lagi ke lubang. Menurut penuturan sekretaris adat alasan penggunaan ijuk daripada genteng adalah sebagai berikut: “genteng kan terbuat dari tanah, masa kita masi hidup teh uda di timbun pake tanah”. Jadi alasan tersebut menjadi dasar pemilihan atap rumah menggunakan ijuk pohon aren. 3. Berdasarkan aturan adat kasepuhan dinding rumah terbuat dari bambu. Hal tersebut ditujukan apabila masyarakat ingin berpindah rumah mereka tidak harus membangun kembali. Menurut sejarah kasepuhan, masyarakat hidup berpindah-pindah sehingga mereka menggunakan bahan rumah yang mudah dibongkar pasang. 4. Waktu pengambilan kayu dihitung berdasarkan hari dan tanggal yang baik. Masyarakat kasepuhan memiliki tanggal terlarang untuk mengambil kayu yaitu tanggal 1 Bulan Safar sampai tanggal 15 Bulan Maulid. 5. Menghitung permukaan pintu keluar dan pintu masuk didasarkan pada hari lahir. Meskipun masyarakat kasepuhan beragama Islam tetapi mereka masih menganut sistem keparcayaan terhadap lelulur. Misalnya, dalam sistem pertanian masyarakat menggunakan ritual atau upacara adat dari persiapan penanaman hingga perayaan hasil panen atau seren taun. Menurut masyarakat kasepuhan, padi dimaknai sebagai Dewi Sri atau Nyi Pohaci ibu sehingga terdapat tata cara khusus sebagai bentuk penghormatan. Masyarakat dilarang untuk menjual beras tetapi mereka diperbolehkan untuk menerima beras. Padi pun harus ditumbuk menggunakan lesung dan memasaknya harus menggunakan kayu bakar.

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

5.1 Pola Pemilikan Lahan

Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan yang semakin kompleks dan semakin tipisnya batasan antara kota dan desa menyebabkan proses transformasi ini semakin cepat sehingga berpengaruh terhadap pola pemilikan lahan yang ada di pedesaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian BAPPENAS-PSE-KP 2006 dalam Mardyaningsih 2010 yang menyebutkan bahwa proses dan mekanisme perubahan lahan di pedesaan merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor yang menentukan keputusan baik perorangan, kelompok maupun pemerintah melakukan perubahan kepemilikan lahan yang didorong oleh kekuatan eksternal pasar, sistem administratif yang dikembangkan pemerintah dan kepentingan politik. Saat ini masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang berada di Kampung Sinar Resmi berada di Kawasan Tanaman Nasional Gunung Halimun-Salak TNGHS. Bahkan sebagian besar hutan yang berada di sebelah selatan Gunung Halimun dianggap sebagai hutan adat masyarakat. Oleh karena itu sejarah penguasaan tanah di masyarakat Kampung Sinar Resmi tidak bisa terlepas dari keberadaan TNGHS sebagai pengelola kawasan pada saat ini. Menurut Pakpahan et al. 1992 dalam Mardyaningsih 2010 pemilikan lahanstatus pemilikan lahan diartikan sebagai lahan yang dikuasai atau dimiliki oleh perorangan, sekelompok orang atau lembagaorganisasi. Hak milik ini pada umumnya secara formal dibuktikan dengan sertifikasi terhadap kepemilikan lahan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Jika sertifikat lahan belum ada minimal pemilik memiliki nomor girig atau diakui status kepemilikan berdasarkan kesepakatan tertentu. Dalam pengelolaan lahan pertanian terutama lahan pertanian padi sawah, belum tentu produksi pertanian dengan hasil pertanian yang cukup tinggi disebabkan oleh kepemilikan lahan yang luas. Dalam usahatani yang modern kadang-kadang petani tidak harus memiliki lahan sendiri namun dapat mengolah lahan dengan cara lain.

Dokumen yang terkait

Relasi Geder dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria (Kasus Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

0 16 375

Analisis kinerja kelembagaan pangan local terhadap peningkatan ketahanan pangan rumahtangga miskin di Kasepuhan Sinar Resmi Kabupaten Sukabumi

1 6 241

Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

2 18 275

Kelembagaan Lokal Dalam Pemanfaatan Aren dan Peranan Hasil Gula Aren Bagi Pendapatan Rumahtangga Masyarakat Kasepuhan (Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

0 20 196

Analisis konflik sumberdaya hutan di kawasan konservasi: studi Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

0 21 260

Kepemimpinan Adat Dalam Kepatuhan Masyarakat Pada Norma Adat (Studi Kasus Di Kasepuhan SRI Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi Jawa Barat).

8 67 147

PEWARISAN PENGETAHUAN LOKAL ETNOBOTANI KEPADA GENERASI SELANJUTNYA DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI KABUPATEN SUKABUMI.

2 8 27

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA.

3 19 36

SIKAP KONSERVASI SISWA KAMPUNG TRADISIONAL CIKUPA DAN KAMPUNG ADAT SINAR RESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI.

0 4 32

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA - repository UPI S BD 1004549 Title

0 0 4