Analisis Struktur, Kinerja dan Kluster Industri Logam Dasar Besi Dan Baja Di Indonesia

(1)

INDUSTRI LOGAM DASAR BESI DAN BAJA DI INDONESIA

OLEH

MEGA DARMAYANTI H14103044

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

RINGKASAN

MEGA DARMAYANTI. Analisis Struktur, Kinerja dan Kluster Industri Logam Dasar Besi dan Baja di Indonesia (dibimbing oleh BUNGARAN SARAGIH).

Industri logam dasar besi dan baja merupakan industri strategis karena sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi suatu negara dan sebagai bahan baku vital bagi industri-industri secara keseluruhan. Permasalahan yang paling utama terjadi pada industri besi baja Indonesia yaitu industri ini memiliki ketergantungan impor bahan baku yang sangat tinggi. Hal ini karena industri besi baja nasional belum mampu menciptakan atau mengembangkan teknologi untuk pengolahan bijih besi lokal menjadi bahan mentah yang digunakan sebagai bahan baku untuk industri besi baja tersebut. Saat ini mulai terjadi krisis baja dunia akibat adanya permintaan besi baja yang sangat besar dari negara-negara seperti China, Irak, dan Rusia. Industri besi baja nasional ini pun masih menggunakan sumber energi gas yang harganya semakin meningkat dalam proses produksinya menyebabkan teknik pengolahannya pun menjadi kurang efisien. Berdasarkan permasalahan ini mencerminkan bahwa industri besi baja Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar baja internasional sehingga sedikit saja terjadi guncangan perekonomian yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga bahan baku baja sangat berpengaruh buruk terhadap struktur dan kinerja industri besi baja Indonesia.

Guncangan perekonomian seperti yang terjadi di pertengahan tahun 1997 yaitu adanya krisis ekonomi yang melanda beberapa negara Asia termasuk juga Indonesia yang menyebabkan kenaikan harga-harga yang tajam, termasuk kenaikan harga bahan baku baja. Hal ini tentu berdampak pada struktur pasar besi baja dan juga mempengaruhi kinerja industrinya. Pada akhirnya dapat berdampak pula pada daya saing produk yang dihasilkan industri ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa struktur pasar dan juga kinerja industri logam dasar besi dan baja di Indonesia, serta mengidentifikasi kabupaten-kabupaten yang merupakan kluster (pengelompokan) industri besi baja di Indonesia.

Untuk menganalisa struktur pasar industri besi baja dilakukan analisis struktur industri dengan menggunakan rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4). Untuk menganalisa kinerja industrinya maka dilakukan analisis kinerja yang dilihat berdasarkan pertumbuhan output dan nilai tambah; kontribusi industri besi baja terhadap industri manufaktur dari sisi tenaga kerja, unit usaha, dan nilai tambah yang dihasilkan; efisiensi; serta keuntungannya. Untuk melihat daya saing industri dilakukan dengan melihat kluster-kluster yang ada pada industri tersebut. Maka dalam penelitian ini dilakukan analisis kluster industri untuk melihat bagaimana kluster atau sebaran geografis industri logam dasar besi dan baja. Analisis kluster ini menggunakan alat analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), skala, dan indeks spesialisasi. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series tahun 1995-2004, sumber data Badan Pusat Statistik.


(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur industri logam dasar besi dan baja Indonesia adalah oligopoli ketat dengan CR4 sebesar 71,15 persen. Krisis ekonomi telah melemahkan struktur industrinya karena sejak krisis ekonomi nilai rasio konsentrasinya terus mengalami penurunan sehingga keuntungan yang diperoleh semakin menurun. Saat krisis ekonomi, terjadi pertumbuhan output dan nilai tambah yang negatif pada industri besi baja Indonesia. Ini karena adanya kenaikan biaya input produksi yang sangat besar akibat kenaikan harga bahan baku baja impor. Pertumbuhan output dan nilai tambah yang negatif juga terjadi setelah krisis ekonomi, dimana pada tahun 2002 pertumbuhan negatif tersebut karena industri besi baja nasional menghadapi serangan dari produk-produk baja impor dimana hampir sebagian besar produk baja impor tersebut adalah produk dengan harga dumping dan ilegal sehingga hal ini mematikan perusahaan-perusahaan baja dalam negeri karena adanya persaingan yang tidak sehat. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan terpaksa menutup usahanya sehingga menurunkan output industri besi baja.

Isu terjadinya kelangkaan bahan baku besi baja yang menyebabkan kenaikan harga bahan baku dunia pada tahun 2003 menyebabkan pertumbuhan output dan nilai tambah yang negatif pula. Kondisi-kondisi yang mengancam industri besi baja Indonesia tersebut menyebabkan kinerja industri besi baja nasional sangat terganggu sehingga menurunkan kontribusi industri besi baja terhadap industri manufaktur dalam penyerapan tenaga kerja, nilai tambah,dan jumlah unit usahanya; menurunkan efisiensi dan juga keuntungan yang diperoleh perusahaannya. Dari analisis sebaran geografis dapat disimpulkan bahwa sampai tahun 2004 diindikasikan terdapat satu kluster terbesar industri logam dasar besi dan baja di Indonesia yaitu terletak di kabupaten Cilegon Propinsi Banten. Hal ini terbukti karena industri logam dasar besi dan baja di Cilegon memberikan sumbangan cukup besar baik pada penyerapan tenaga kerja maupun nilai tambahnya.Kabupaten-kabupaten dengan nilai indeks spesialisasi lebih dari satu cukup potensial untuk dibangun dan dikembangkan menjadi kluster-kluster industri logam dasar besi baja yang kuat sehingga dampaknya dapat meningkatkan daya saing industrinya.

Berdasarkan penelitian ini, peran pemerintah dapat membuat kebijakan yang mengatur dan mengontrol terlaksananya program pengolahan bijih besi lokal dengan memprioritaskan dana-dana untuk tujuan tersebut agar ketergantungan impor bahan baku baja dapat berkurang. Untuk meningkatkan daya saing produk yang tinggi, peran yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan kebijakan pengembangan kluster-kluster industri terutama kluster industri besi baja Indonesia yang kuat.


(4)

INDUSTRI LOGAM DASAR BESI DAN BAJA DI INDONESIA

Oleh

MEGA DARMAYANTI H14103044

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Mega Darmayanti

Nomor Registrasi Pokok : H14103044 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Struktur, Kinerja dan Kluster

Industri Logam Dasar Besi dan Baja di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Mega Darmayanti H14103044


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Mega Darmayanti lahir pada tanggal 31 Juli 1985 di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang berada di Provinsi Banten. Penulis anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Dharma Sastra dan Rani Susanti. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari menamatkan sekolah di TK dan SD Mardi Yuana Labuan, kemudian melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 1 Labuan dan lulus pada tahun 2000. Setelah itu, kembali melanjutkan sekolah ke SMU Mardi Yuana Serang dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), akhirnya penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Keluarga Mahasiswa Buddhis Adhithana (KMBA) serta berperan aktif dalam kepanitiaan-kepanitiaan acara di kampus.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Struktur, Kinerja dan Kluster Industri Logam Dasar Besi dan Baja di Indonesia”. Topik struktur, kinerja dan kluster terutama terhadap industri logam dasar besi dan baja di Indonesia sangat menarik untuk dianalisis. Selain karena masih sedikitnya analisis ekonomi yang dilakukan kepada industri logam dasar besi dan baja Indonesia, hal ini juga karena ada beragam permasalahan yang terjadi pada industri tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang struktur, kinerja dan kluster pada industri ini. Di samping hal tersebut, penulisan skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, penulis sampaikan kepada :

1. Papa (Dharma Sastra) dan Mama (Rani Susanti) atas kasih sayang, doa, semangat dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Ko Ahaw, Ko Cun-cun, Ko Ayong yang selalu membantu dan melindungiku. Semoga selalu berbahagia.

2. Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. yang banyak membantu dalam membimbing penulis baik secara teknis dan teoritis serta baik moril dan materil dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan. 3. Ir. Tanti Novianti, M.Si yang telah bersedia menguji dan memberikan

masukan yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Widyastutik, M.Si sebagai penguji dari komisi pendidikan yang juga telah memberikan masukan dalam perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.

4. Syamsul Hidayat Pasaribu, S.E, M.Si sebagai pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan bimbingan dalam proses akademik selama perkuliahan.


(9)

5. Bapak Marsel sebagai guru di SMU. Mardi Yuana serang yang telah memperkenalkan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB kepada penulis. Terima kasih kepada keluarga besar Departemen Ilmu Ekonomi yang banyak membantu. Guru-guru tercinta di SMU Mardi Yuana Serang, SLTP. N. 1 Labuan, TK/SD Mardi Yuana Labuan atas bekal pendidikan yang penulis dapatkan.

6. KMBA 40 (Linda, Hudar, Beni, Hansen, Rika, Herni, dan Hendri) sebagai teman yang selalu membawa keceriaan dan semangat. KMBA 39 (Ci Fany, Ko Edi.C, Ko Pocil, Ko Andi, Ko Edi. S) yang telah memberikan semangat luar biasa bagi penulis. KMBA 41, 42, 43, dan 44. Semoga kalian berbahagia.

7. Ci Hanie (IE 39) yang selalu meminjamkan buku-buku perkuliahan dan juga memberikan segala masukan yang bermanfaat dalam proses akademik. Teman-teman IE 40, terutama Ria Lubis, Dewi Sondari, dan Mukti Asih atas persahabatan yang telah terjalin selama ini. Rina, Erni, Dian Timor, dan Winsih atas bantuan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, tetapi semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

Mega Darmayanti H14103044


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1. Tinjauan Teori ... 9

2.1.1. Definisi Industri ... 9

2.1.2. Struktur Pasar ... 10

2.1.3. Kinerja Industri ... 13

2.1.4. Teori Lokasi ... 15

2.1.5. Kluster Industri ... 18

2.2. Penelitian Terdahulu ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Analisis ... 25

3.2.1. Analisis Struktur Industri ... 26

3.2.2. Analisis Kinerja Industri ... 26

3.2.3. Analisis Kluster Industri ... 27

IV. GAMBARAN UMUM ... 32

4.1 Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 32

4.2 Sejarah Perkembangan Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 33


(11)

INDUSTRI LOGAM DASAR BESI DAN BAJA DI INDONESIA

OLEH

MEGA DARMAYANTI H14103044

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(12)

RINGKASAN

MEGA DARMAYANTI. Analisis Struktur, Kinerja dan Kluster Industri Logam Dasar Besi dan Baja di Indonesia (dibimbing oleh BUNGARAN SARAGIH).

Industri logam dasar besi dan baja merupakan industri strategis karena sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi suatu negara dan sebagai bahan baku vital bagi industri-industri secara keseluruhan. Permasalahan yang paling utama terjadi pada industri besi baja Indonesia yaitu industri ini memiliki ketergantungan impor bahan baku yang sangat tinggi. Hal ini karena industri besi baja nasional belum mampu menciptakan atau mengembangkan teknologi untuk pengolahan bijih besi lokal menjadi bahan mentah yang digunakan sebagai bahan baku untuk industri besi baja tersebut. Saat ini mulai terjadi krisis baja dunia akibat adanya permintaan besi baja yang sangat besar dari negara-negara seperti China, Irak, dan Rusia. Industri besi baja nasional ini pun masih menggunakan sumber energi gas yang harganya semakin meningkat dalam proses produksinya menyebabkan teknik pengolahannya pun menjadi kurang efisien. Berdasarkan permasalahan ini mencerminkan bahwa industri besi baja Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar baja internasional sehingga sedikit saja terjadi guncangan perekonomian yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga bahan baku baja sangat berpengaruh buruk terhadap struktur dan kinerja industri besi baja Indonesia.

Guncangan perekonomian seperti yang terjadi di pertengahan tahun 1997 yaitu adanya krisis ekonomi yang melanda beberapa negara Asia termasuk juga Indonesia yang menyebabkan kenaikan harga-harga yang tajam, termasuk kenaikan harga bahan baku baja. Hal ini tentu berdampak pada struktur pasar besi baja dan juga mempengaruhi kinerja industrinya. Pada akhirnya dapat berdampak pula pada daya saing produk yang dihasilkan industri ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa struktur pasar dan juga kinerja industri logam dasar besi dan baja di Indonesia, serta mengidentifikasi kabupaten-kabupaten yang merupakan kluster (pengelompokan) industri besi baja di Indonesia.

Untuk menganalisa struktur pasar industri besi baja dilakukan analisis struktur industri dengan menggunakan rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4). Untuk menganalisa kinerja industrinya maka dilakukan analisis kinerja yang dilihat berdasarkan pertumbuhan output dan nilai tambah; kontribusi industri besi baja terhadap industri manufaktur dari sisi tenaga kerja, unit usaha, dan nilai tambah yang dihasilkan; efisiensi; serta keuntungannya. Untuk melihat daya saing industri dilakukan dengan melihat kluster-kluster yang ada pada industri tersebut. Maka dalam penelitian ini dilakukan analisis kluster industri untuk melihat bagaimana kluster atau sebaran geografis industri logam dasar besi dan baja. Analisis kluster ini menggunakan alat analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), skala, dan indeks spesialisasi. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series tahun 1995-2004, sumber data Badan Pusat Statistik.


(13)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur industri logam dasar besi dan baja Indonesia adalah oligopoli ketat dengan CR4 sebesar 71,15 persen. Krisis ekonomi telah melemahkan struktur industrinya karena sejak krisis ekonomi nilai rasio konsentrasinya terus mengalami penurunan sehingga keuntungan yang diperoleh semakin menurun. Saat krisis ekonomi, terjadi pertumbuhan output dan nilai tambah yang negatif pada industri besi baja Indonesia. Ini karena adanya kenaikan biaya input produksi yang sangat besar akibat kenaikan harga bahan baku baja impor. Pertumbuhan output dan nilai tambah yang negatif juga terjadi setelah krisis ekonomi, dimana pada tahun 2002 pertumbuhan negatif tersebut karena industri besi baja nasional menghadapi serangan dari produk-produk baja impor dimana hampir sebagian besar produk baja impor tersebut adalah produk dengan harga dumping dan ilegal sehingga hal ini mematikan perusahaan-perusahaan baja dalam negeri karena adanya persaingan yang tidak sehat. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan terpaksa menutup usahanya sehingga menurunkan output industri besi baja.

Isu terjadinya kelangkaan bahan baku besi baja yang menyebabkan kenaikan harga bahan baku dunia pada tahun 2003 menyebabkan pertumbuhan output dan nilai tambah yang negatif pula. Kondisi-kondisi yang mengancam industri besi baja Indonesia tersebut menyebabkan kinerja industri besi baja nasional sangat terganggu sehingga menurunkan kontribusi industri besi baja terhadap industri manufaktur dalam penyerapan tenaga kerja, nilai tambah,dan jumlah unit usahanya; menurunkan efisiensi dan juga keuntungan yang diperoleh perusahaannya. Dari analisis sebaran geografis dapat disimpulkan bahwa sampai tahun 2004 diindikasikan terdapat satu kluster terbesar industri logam dasar besi dan baja di Indonesia yaitu terletak di kabupaten Cilegon Propinsi Banten. Hal ini terbukti karena industri logam dasar besi dan baja di Cilegon memberikan sumbangan cukup besar baik pada penyerapan tenaga kerja maupun nilai tambahnya.Kabupaten-kabupaten dengan nilai indeks spesialisasi lebih dari satu cukup potensial untuk dibangun dan dikembangkan menjadi kluster-kluster industri logam dasar besi baja yang kuat sehingga dampaknya dapat meningkatkan daya saing industrinya.

Berdasarkan penelitian ini, peran pemerintah dapat membuat kebijakan yang mengatur dan mengontrol terlaksananya program pengolahan bijih besi lokal dengan memprioritaskan dana-dana untuk tujuan tersebut agar ketergantungan impor bahan baku baja dapat berkurang. Untuk meningkatkan daya saing produk yang tinggi, peran yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan kebijakan pengembangan kluster-kluster industri terutama kluster industri besi baja Indonesia yang kuat.


(14)

INDUSTRI LOGAM DASAR BESI DAN BAJA DI INDONESIA

Oleh

MEGA DARMAYANTI H14103044

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Mega Darmayanti

Nomor Registrasi Pokok : H14103044 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Struktur, Kinerja dan Kluster

Industri Logam Dasar Besi dan Baja di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. NIP. 130 350 045

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Mega Darmayanti H14103044


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Mega Darmayanti lahir pada tanggal 31 Juli 1985 di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang berada di Provinsi Banten. Penulis anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Dharma Sastra dan Rani Susanti. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari menamatkan sekolah di TK dan SD Mardi Yuana Labuan, kemudian melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 1 Labuan dan lulus pada tahun 2000. Setelah itu, kembali melanjutkan sekolah ke SMU Mardi Yuana Serang dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), akhirnya penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Keluarga Mahasiswa Buddhis Adhithana (KMBA) serta berperan aktif dalam kepanitiaan-kepanitiaan acara di kampus.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Struktur, Kinerja dan Kluster Industri Logam Dasar Besi dan Baja di Indonesia”. Topik struktur, kinerja dan kluster terutama terhadap industri logam dasar besi dan baja di Indonesia sangat menarik untuk dianalisis. Selain karena masih sedikitnya analisis ekonomi yang dilakukan kepada industri logam dasar besi dan baja Indonesia, hal ini juga karena ada beragam permasalahan yang terjadi pada industri tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang struktur, kinerja dan kluster pada industri ini. Di samping hal tersebut, penulisan skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, penulis sampaikan kepada :

1. Papa (Dharma Sastra) dan Mama (Rani Susanti) atas kasih sayang, doa, semangat dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Ko Ahaw, Ko Cun-cun, Ko Ayong yang selalu membantu dan melindungiku. Semoga selalu berbahagia.

2. Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec. yang banyak membantu dalam membimbing penulis baik secara teknis dan teoritis serta baik moril dan materil dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan. 3. Ir. Tanti Novianti, M.Si yang telah bersedia menguji dan memberikan

masukan yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Widyastutik, M.Si sebagai penguji dari komisi pendidikan yang juga telah memberikan masukan dalam perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.

4. Syamsul Hidayat Pasaribu, S.E, M.Si sebagai pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan bimbingan dalam proses akademik selama perkuliahan.


(19)

5. Bapak Marsel sebagai guru di SMU. Mardi Yuana serang yang telah memperkenalkan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB kepada penulis. Terima kasih kepada keluarga besar Departemen Ilmu Ekonomi yang banyak membantu. Guru-guru tercinta di SMU Mardi Yuana Serang, SLTP. N. 1 Labuan, TK/SD Mardi Yuana Labuan atas bekal pendidikan yang penulis dapatkan.

6. KMBA 40 (Linda, Hudar, Beni, Hansen, Rika, Herni, dan Hendri) sebagai teman yang selalu membawa keceriaan dan semangat. KMBA 39 (Ci Fany, Ko Edi.C, Ko Pocil, Ko Andi, Ko Edi. S) yang telah memberikan semangat luar biasa bagi penulis. KMBA 41, 42, 43, dan 44. Semoga kalian berbahagia.

7. Ci Hanie (IE 39) yang selalu meminjamkan buku-buku perkuliahan dan juga memberikan segala masukan yang bermanfaat dalam proses akademik. Teman-teman IE 40, terutama Ria Lubis, Dewi Sondari, dan Mukti Asih atas persahabatan yang telah terjalin selama ini. Rina, Erni, Dian Timor, dan Winsih atas bantuan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, tetapi semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2007

Mega Darmayanti H14103044


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1. Tinjauan Teori ... 9

2.1.1. Definisi Industri ... 9

2.1.2. Struktur Pasar ... 10

2.1.3. Kinerja Industri ... 13

2.1.4. Teori Lokasi ... 15

2.1.5. Kluster Industri ... 18

2.2. Penelitian Terdahulu ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Analisis ... 25

3.2.1. Analisis Struktur Industri ... 26

3.2.2. Analisis Kinerja Industri ... 26

3.2.3. Analisis Kluster Industri ... 27

IV. GAMBARAN UMUM ... 32

4.1 Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 32

4.2 Sejarah Perkembangan Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 33


(21)

4.2.2. Periode Antara 1960-1965 ... 34

4.2.3. Periode Antara 1965-1997 ... 35

4.2.4. Periode Antara 1997-2007 ... 36

4.3. Regulasi Pemerintah Terhadap Industri Logam Dasar Besi dan Baja ... 38

4.4. Produksi Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 41

4.5. Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

5.1. Analisis Struktur Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 45

5.2. Analisis Kinerja Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 50

5.2.1. Pertumbuhan Output Produksi dan Nilai Tambah Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 50

5.2.2. Kontribusi Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia terhadap Industri Manufaktur ... 54

5.2.3. Efisiensi Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 58

5.2.4. Keuntungan Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 62

5.3. Analisis Kluster Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 66

5.4. Rekomendasi Kebijakan ... 77

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1. Kesimpulan ... 81

6.2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Sektor

Tahun 1993 dan 2006 Triwulan I (persen) ... 2 1.2. Nilai Ekspor dan Impor Industri Logam Dasar Besi dan Baja

Indonesia Tahun 2001-2004 (US $ juta) ... 3 2.1. Contoh Tipe Pasar mulai dari Monopoli Murni sampai

Persaingan Murni ... 10 3.1. Prosedur dan Aktifitas Utama dalam SIG ... 28 4.1. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Indonesia

Tahun 1996-2000 ... 37 4.2. Perkembangan Volume Produksi Beberapa Produk Besi Baja

Indonesia Tahun 2002-2004 (ribu ton) ... 42 4.3. Perkembangan Ekspor Industri Logam Dasar Besi dan Baja

Indonesia Tahun 2000-2005 ... 43 4.4. Perkembangan Impor Industri Logam Dasar Besi dan Baja

Indonesia Tahun 2000-2005 ... 44 5.1. CR4 Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

Tahun 1995-2004 ... 45 5.2. Pertumbuhan Output dan Nilai Tambah Industri Logam Dasar

Besi dan Baja Indonesia Tahun 1995-2004 (persen) ... 51 5.3. Kontribusi Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

terhadap Industri Manufaktur 1995-2004 (persen) ... 55 5.4. Tingkat Efisiensi Industri Logam Dasar Besi dan Baja di Indonesia

Tahun 1995-2004 (persen) ... 59 5.5. Efisiensi Industri Penggilingan Baja Indonesia, tahun 1998 ... 60 5.6. Keuntungan Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia ... 63 5.7. Rasio Skewness dan Kurtosis Industri Logam Dasar Besi dan Baja


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Konsumsi Baja Dunia Tahun 2003 ... 4 2.1. Kerangka Pemikiran ... 24 5.1. Peta Sebaran Geografis Industri Logam Dasar Besi dan Baja

Pulau Jawa ... 67 5.2. Peta Sebaran Geografis Industri Logam Dasar Besi dan Baja

Pulau Kalimantan ... 68 5.3. Peta Sebaran Geografis Industri Logam Dasar Besi dan Baja

Pulau Sumatera ... 68 5.4. Histogram Distribusi Tenaga Kerja dan Nilai Tambah Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Tahun 1995 ... 70 5.5. Histogram Distribusi Tenaga Kerja dan Nilai Tambah Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Tahun 1995 ... 70


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Nilai Tambah, Output, Tenaga Kerja, dan Input Industri Logam Dasar Besi dan Baja Per Kabupaten Indonesia Tahun 1995 ... 87 2. Data Nilai Tambah, Output, Tenaga Kerja, dan Input Industri Logam

Dasar Besi dan Baja Per Kabupaten Indonesia Tahun 2004 ... 89 3. Keuntungan Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

Tahun 1995-2004 ... 91 4. Peringkat Kabupaten/Kota Menurut Jumlah Tenaga Kerja dan

Nilai Tambah Industri Logam Dasar Besi Baja Indonesia Tahun 1995 .... 92 5. Peringkat Kabupaten/Kota Menurut Jumlah Tenaga Kerja dan

Nilai Tambah Industri Logam Dasar Besi Baja Indonesia Tahun 2004 .... 93 6. Daerah Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Berdasarkan

Subsektor Tahun 2004 ... 94 7. Indeks Spesialisasi Industri Logam Dasar Besi dan Baja

Indonesia 2004 ... 95 8. Indeks Spesialisasi Industri Logam Dasar Besi dan Baja

Indonesia 1995 ... 96 9. Hasil Analisis Frequencies Industri Logam Dasar Besi dan Baja

IndonesiaTahun 1995 ... 97 10. Hasil Analisis Frequencies Industri Logam Dasar Besi dan Baja


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa perubahan yang sangat cepat bagi dunia perekonomian. Dampak yang sangat dirasakan yaitu semakin ketatnya persaingan sektor industri di berbagai negara. Oleh karena itu, agar sektor industri ini mampu berkembang dalam ketatnya persaingan dunia pada saat ini maka industri harus mampu meningkatkan perekonomian yang berdaya saing tinggi. Hal ini juga yang hendaknya dimiliki oleh sektor industri di Indonesia agar mampu bertahan dalam perekonomian dunia. Dengan demikian, banyak tantangan yang harus dihadapi bangsa Indonesia dalam membangun sektor industrinya.

Adanya industrialisasi mengakibatkan transformasi struktural di Indonesia, ditandai dengan terjadinya penurunan kontribusi sektor pertanian (sektor primer) dan peningkatan di sektor sekunder atau tersier. Kinerja suatu industri, dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 1993 sampai 2006, sektor industri manufaktur atau industri pengolahan telah menjadi penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB dibandingkan sektor-sektor lainnya. Pada tahun 1993, kontribusi sektor-sektor industri pengolahan terhadap PDB sebesar 22,30 persen, dan pada tahun 2006, kontribusi industri pengolahan telah mencapai 28,72 persen (Tabel 1.1). Bila dibandingkan dengan sektor pertanian bahwa pada tahun 1993, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB sebesar 17,88 persen dan di tahun 2006, kontribusi sektor pertanian menurun


(26)

menjadi 13,36 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri telah menggeser sektor pertanian dalam pembangunan.

Tabel 1.1. Kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) menurut Sektor Tahun 1993 dan 2006 Triwulan I (persen)

Kontribusi PDB Sektor / Lapangan Usaha

1993 2006

1. Pertanian 17,88 13,36

2. Pertambangan 9,55 10,51

3. Industri Pengolahan 22,30 28,72

4. Listrik, Gas, Air bersih 1,00 0,87

5. Konstruksi 6,83 6,43

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 16,77 14,97

7. Pengangkutan dan Komunikasi 7,05 7,04

8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 8,51 8,32

9. Jasa-jasa 10,30 9,78

PDB 100,00 100,00

Sumber : BPS, Pendapatan Nasional Indonesia, 1993 dan 2006 (Triwulan I)

Perkembangan ekspor industri nasional menunjukkan adanya ketergantungan ekspor andalan pada sepuluh komoditi industri. Kesepuluh industri andalan tersebut adalah tekstil dan produk tekstil; pengolahan kayu; kulit, barang kulit, dan sepatu/alas kaki; pengolahan karet; elektronika; logam dasar besi dan baja; mesin dan automotif; pengolahan kelapa/kelapa sawit; pulp dan kertas; makanan dan minuman; pengolahan tembaga dan lainnya. Dari sepuluh komoditas andalan tersebut, terdapat tiga komoditas andalan yang padat modal yaitu industri elektronika, industri logam dasar besi dan baja serta industri mesin dan automotif. Pada tahun 1995, kontribusi kesepuluh komoditas ekspor andalan tersebut terhadap nilai total ekspor nonmigas yakni sebesar 72,08 persen (ElektoIndonesia,2006).

Kasus yang menarik terjadi pada industri logam dasar besi dan baja adalah walaupun industri logam dasar besi dan baja menjadi salah satu ekspor andalan


(27)

tetapi penerimaan industri ini masih tetap defisit karena nilai impornya masih lebih besar daripada nilai ekspor (Tabel 1.2). Industri logam dasar besi dan baja nasional mempunyai ketergantungan yang sangat besar pada impor bahan bakunya. Padahal, Indonesia dikenal kaya akan sumber daya alamnya tetapi masih harus mengimpor hampir 100 persen pellet (bahan baku baja) dan 60 sampai 70 persen scrap (potongan) baja untuk keperluan industri bajanya (Ikhsan,2005). Sementara itu, untuk mendapatkan impor baja ini pun, Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain yang juga mengkonsumsi baja lebih banyak daripada Indonesia seperti China, Irak dan Rusia.

Tabel 1.2. Nilai Ekspor dan Impor Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Tahun 2001-2004 (US $ juta)

Tahun Nilai Ekspor Nilai Impor

2001 451 1.547

2002 476 1.695

2003 578 1.738

2004 883 3.400

Sumber : Departemen Perindustrian, 2001-2004

Pada tahun 2003, konsumsi baja China sebesar 246,5 juta ton atau sebesar 28,5 persen dari konsumsi baja dunia (Gambar 1.1). Namun, China juga merupakan salah satu produsen baja terbesar di dunia dengan produksi 220 juta ton pada tahun 2003. Produksinya terus meningkat hingga menjadi 300 juta ton pada 2004. Pada tahun 2005, angkanya meningkat menjadi 350 juta ton tetapi hal ini tetap belum mampu memenuhi peningkatan kebutuhan baja negara tersebut (Ikhsan,2005). Meningkatnya jumlah permintaan baja oleh negara-negara seperti China, Irak, Rusia, dan negara-negara lainnya dalam jumlah cukup besar, dapat menyebabkan terjadinya peningkatan harga baja di pasar internasional. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya eksploitasi besi baja terutama eksploitasi bijih


(28)

besi sebagai bahan baku pembuatan besi baja untuk memenuhi permintaan yang besar terhadap besi baja tersebut.

Gambar 1.1 Konsumsi Baja Dunia Tahun 2003

Sumber : Warta Ekonomi, 2006

Eksploitasi besi baja saat ini menduduki peringkat pertama diantara barang tambang logam lainnya, melingkupi hampir 95 persen dari produk berbahan logam (Rochman,2003). Dengan adanya eksploitasi ini, dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat menyebabkan kelangkaan besi baja di dunia. Hal ini juga sangat mengkhawatirkan keberlanjutan aktivitas produksi industri logam dasar besi baja di Indonesia yang sebagian besar bahan bakunya diimpor. Permasalahan lainnya pada industri besi baja nasional adalah industri ini masih menggunakan teknologi pengolahan baja yang kurang efisien karena masih menggunakan sumber energi gas yang harganya semakin meningkat dan kondisi mesin produksi yang sudah tua pada beberapa pabrik sehingga memberikan skala produksi yang terbatas dan tingkat efisiensi rendah.

Pokok permasalahan bagi industri besi baja nasional adalah adanya ketergantungan impor bahan baku yang tinggi, ini menunjukkan bahwa aktivitas


(29)

produksi industri besi baja nasional sangat dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi di pasar internasional sehingga sedikit saja terjadi guncangan perekonomian di pasar internasional sangat mempengaruhi kondisi industri besi baja nasional. Guncangan perekonomian seperti krisis ekonomi yang melanda beberapa negara Asia termasuk juga Indonesia di pertengahan tahun 1997 menyebabkan fluktuasi kenaikan harga-harga yang tajam, begitu pula dengan kenaikan harga bahan baku baja yang meningkat. Kenaikan harga bahan baku baja selain akibat pengaruh krisis ekonomi juga akibat kelangkaan baja di dunia dapat mempengaruhi output produksi besi baja Indonesia. Selain itu, tantangan lain bagi industri besi baja Indonesia yaitu masuknya produk-produk baja impor dengan harga dumping atau ilegal, inefisiensi produksi, hingga tidak kondusifnya iklim persaingan di dalam negeri. Semua ini akan berpengaruh pada struktur pasar dan kinerja industri besi baja nasional serta berpengaruh pula pada daya saing produknya.

Dengan demikian, baja dengan nilai ekonomi tinggi dan berfungsi vital dalam pembangunan industri perlu mendapatkan perhatian yang baik agar produk-produk industri besi baja nasional mampu berkompetisi dengan produk-produk dari negara lain baik dalam hal harga, jumlah produksi, kualitas, dan ketepatan waktu penyebaran karena besi baja merupakan bahan baku vital untuk industri-industri keseluruhan. Porter (1990) berpendapat bahwa derajat pengelompokan industri secara geografis dalam suatu negara memainkan peranan penting dalam upaya meningkatkan daya saing produk yang berkelanjutan. Porter (1990) mengatakan bahwa kluster industri yang ditandai dengan konsentrasi geografis dari perusahaan-perusahaan, lembaga dan industri-industri yang saling berkaitan satu


(30)

sama lain pada suatu bidang tertentu lebih produktif untuk meningkatkan daya saing produk suatu industri.

1.2. Perumusan Permasalahan

Banyaknya permasalahan pada industri logam dasar besi dan baja di Indonesia seperti ketergantungan impor bahan baku industri yang sangat tinggi, adanya permintaan besi baja yang sangat besar dari negara-negara di dunia menyebabkan industri besi baja nasional harus bersaing untuk mendapatkan bahan baku tersebut dengan harga bahan baku yang tinggi pula, dan adanya teknologi pengolahan baja yang kurang efisien, serta masuknya berbagai produk baja impor dengan harga dumping dan ilegal sangat mengganggu kondisi industri besi baja nasional.

Adanya permasalahan ini juga sangat mengkhawatirkan keberlanjutan proses produksi industri ini kedepannya. Apalagi dipicu oleh kondisi perekonomian yang kacau dan tidak menentu, seperti yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yaitu saat terjadi krisis ekonomi yang melanda beberapa negara Asia termasuk Indonesia yang menyebabkan kenaikan harga bahan baku baja di pasar internasional. Hal ini tentu saja mempengaruhi struktur industri dan kinerja industri besi baja Indonesia. Berdampak pula pada daya saing produk industri besi baja tersebut. Salah satu pendekatan yang dikemukakan oleh Porter (1990) untuk melihat daya saing industri adalah dengan menciptakan dan mengembangkan kluster-kluster yang kuat pada industri tersebut. Bila suatu industri memiliki kluster-kluster industri yang kuat maka diharapkan industri tersebut mampu menciptakan produk yang berdaya saing tinggi.


(31)

Berdasarkan uraian tersebut, ada beberapa perumusan masalah yang akan di jawab dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur pasar industri logam dasar besi dan baja di Indonesia ? 2. Bagaimana kinerja industri logam dasar besi dan baja yang dihasilkan ? 3. Apakah terdapat pengelompokan (pengklusteran) industri logam dasar besi

dan baja di suatu area tertentu ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisa kondisi yang terjadi pada industri baja di Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian internasional. Berdasarkan pada perumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan spesifik dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisa struktur pasar industri logam dasar besi dan baja di Indonesia.

2. Menganalisa kinerja industri logam dasar besi dan baja yang dihasilkan. 3. Mengidentifikasi pengelompokan (pengklusteran) industri logam dasar

besi dan baja di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah agar dapat memberikan informasi mengenai kondisi pada industri logam dasar besi dan baja di Indonesia. Manfaat penelitian ini secara lebih khusus adalah sebagai berikut :

1. Merekomendasikan wilayah-wilayah yang potensial untuk dibangun dan dikembangkan kluster industri besi baja berdasarkan analisis kluster


(32)

industri agar industri mampu menghasilkan daya saing produk yang berkelanjutan.

2. Bagi para pelaku pasar, semoga penelitian ini bisa memberikan tambahan informasi atas kondisi yang terjadi pada industri logam dasar besi dan baja Indonesia sehingga menjadi motivasi untuk meningkatkan kinerja industrinya dan mencari solusi untuk mengurangi ketergantungan impor bahan bakunya.

3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai proses belajar dalam menganalisa suatu permasalahan yang ada dan tentunya memberikan tambahan ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui serta membuka pemahaman untuk mencari jawaban atas perumusan masalah.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1. Definisi Industri

Dumairy (1995) mengatakan ada dua pengertian industri. Pertama, industri adalah himpunan perusahaan sejenis. Kedua, industri diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.

Industri logam dasar besi dan baja merupakan salah satu dari berbagai macam industri manufaktur yang ada. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) (1999), industri manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar menjadi barang jadi atau setengah jadi dan barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir secara mekanis, kimia, atau dengan tangan.

Menurut BPS (1999), sektor industri digolongkan menjadi empat golongan berdasarkan banyaknya pekerja, yaitu :

1. Industri Besar, dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih.

2. Industri Sedang, dengan tenaga kerja antara 20 sampai 99 orang. 3. Industri Kecil, dengan tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang.

4. Indusri Rumah tangga, dengan tenaga kerja satu sampai empat orang.

BPS mempunyai sistem klasifikasi standar industri yang terperinci yang biasa dikenal sebagai International Standard Industrial Classification (ISIC) atau


(34)

Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Sistem penggolongan ISIC ini ditetapkan oleh Organisasi Industri pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIDO).

2.1.2. Struktur Pasar

Salah satu ukuran yang digunakan untuk mengetahui struktur pasar suatu industri adalah rasio konsentrasi. Nilai rasio konsentrasi ini merupakan intensitas kompetisi yang terjadi diantara perusahaan-perusahaan dan industri (BPS,1999). Kondisi utama dari tipe struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Contoh Tipe Pasar mulai dari Monopoli Murni sampai Persaingan Murni

Tipe Pasar Kondisi Utama Contoh Sehari-hari Monopoli Murni

Perusahaan yang dominan (dominant firm)

Oligopoli ketat

Oligopoli longgar

Persaingan monopolistik

Persaingan murni

Suatu perusahaan memiliki 100 persen dari pangsa pasar

Suatu perusahaan yang memiliki 50-100 % dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat.

Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar 60-100 %. Kesepakatan di antara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah.

Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki 40% atau kurang, kesepakatan di antara mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin.

Banyak pesaing yang efektif, tidak satupun yang memiliki lebih dari 10 % pangsa pasar.

Lebih dari 50 pesaing yang mana tidak satu pun yang memiliki pangsa pasar yang berarti.

PLN, Telkom, PAM.

Surat kabar lokal/nasional, film kodak, batu bateray. Perbankan lokal, siaran TV, bola lampu, sabun, toko buku, rokok kredit dan semen.

Kayu, pekakas rumah, mesin-mesin kecil, perangkat keras, majalah, batu bateray, obat-obatan.

Pedagang eceran, pakaian.

Sapi dan unggas

Sumber : Stepherd dalam Jaya, 2001

Menurut Shaw dan Sutton (1976) dalam Jaya (2001), ada dua pengertian struktur industri. Pertama, struktur menggambarkan karakteristik dan komposisi


(35)

pasar atau industri di suatu ekonomi. Kedua, struktur juga berarti jumlah dan ukuran distribusi perusahaan di suatu ekonomi secara keseluruhan.

Struktur industri juga berhubungan dengan karakteristik dan pentingnya pasar tertentu (individual) di dalam ekonomi. Dalam hal ini, struktur pasar menggambarkan lingkungan dimana suatu pasar beroperasi. Elemen-elemen struktur pasar antara lain pangsa pasar (market share), konsentrasi, dan hambatan untuk memasuki pasar (barrier to entry).

a. Pangsa Pasar (market share)

Menurut Jaya (2001), yang menjadi landasan posisi pasar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya. Pangsa pasar dalam praktek bisnis merupakan tujuan atau motivasi perusahaan. Perusahaan dengan pangsa pasar yang besar akan menikmati keuntungan dari penjualan produknya. Peranan pangsa pasar, seperti halnya elemen struktur pasar yang lain adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan.

Jika skala ekonomi besar, maka tingkat keuntungan yang diraih akan semakin tinggi karena pangsa pasar yang naik. Pangsa pasar yang kuat biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar, sebaliknya pangsa pasar perusahaan yang kecil berarti perusahaan tidak mampu bersaing dalam tekanan persaingan.

b. Konsentrasi

Konsentrasi (pemusatan) merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan “oligopolis” dan adanya saling ketergantungan. Kelompok perusahaan ini terdiri dari 2 sampai 8 perusahaan. Kombinasi pangsa pasar ini akan membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Bain dalam Jaya (2001)


(36)

mengatakan bahwa antara tingkat konsentrasi dengan penghasilan terdapat tingkat korelasi yang rendah. Penerimaan rata-rata industri yang terkonsentrasi akan lebih tinggi daripada penghasilan jenis industri yang kurang terkonsentrasi. Weiss dalam Jaya (2001) dengan mengunakan suatu regresi berganda mendapatkan suatu hubungan yang positif antara keuntungan (profit) dengan produk-produk yang berkonsentrasi tinggi. Ada hubungan positif antara keuntungan dengan tingkat konsentrasi mengindikasikan adanya halangan masuk yang besar bagi perusahaan baru, karena dengan keuntungan yang besar maka perusahaan tersebut akan terus berusaha untuk meningkatkan lagi konsentrasinya (Jaya, 2001).

c. Hambatan Untuk Masuk (Barrier to entry)

Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya penurunan, kesempatan atau kecepatan masuknya pesaing baru merupakan hambatan untuk masuk. Hambatan-hambatan ini mencakup seluruh cara dengan menggunakan perangkat tertentu yang sah seperti paten, hak mineral, dan franchise.

Ada beberapa hal umum mengenai hambatan memasuki suatu pasar. Pertama, hambatan-hambatan timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat yang legal atau dalam bentuk kondisi-kondisi yang berubah dengan cepat. Kedua, hambatan dibagi dalam tingkatan mulai dari tanpa hambatan sama sekali (bebas masuk), hambatan rendah, sedang sampai tingkatan tinggi di mana tidak ada lagi yang masuk. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks.


(37)

2.1.3. Kinerja Industri

Menurut Caves (1982) dalam Marbun (2004), kinerja adalah seberapa baik hasil yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan perekonomian dimana tujuan perekonomian adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan ekonomi yang meliputi :

1. Penggunaan faktor produksi secara efisien, dimana efisiensi ini dapat diukur melalui return (profit) yang dihasilkan atau dari struktur biayanya.

2. Progresifitas yang meliputi peningkatan kualitas produksi, jenis produk dan peningkatan teknik produksi.

3. Tingkat tenaga kerja penuh (full employment) dan kestabilan harga. 4. Pemerataan.

Menurut Shepperd (1990) bahwa kinerja didefinisikan dan diakibatkan dari nilai yang dihasilkan oleh perilaku pasar. Kinerja berhubungan dengan pencapaian atau hasil akhir dari fungsi pasar. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kinerja berhubungan dengan seberapa baik (how well) pasar berfungsi. Menurut Jaya (2001) dikatakan bahwa kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek, namun hanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi, kemajuan teknologi dan keseimbangan dalam distribusi.

1. Efisiensi dalam Pengalokasian Sumber Daya

Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output maksimum dengan menggunakan sejumlah input tertentu, secara kuantitas fisik maupun nilai ekonomis (harga). Dengan kata lain, sejumlah input yang boros dapat dihindarkan sehingga tidak ada sumber daya yang tidak digunakan dan terbuang. Efisiensi


(38)

digolongkan dalam dua kategori yaitu efisiensi internal dan efisiensi pengalokasian.

a. Efisiensi Internal

Efisiensi Internal diperoleh melalui pengelolaan yang baik dalam perusahaan. Para manager menggunakan segala macam cara untuk memacu para pekerja, menekan segala macam biaya dan mengawasi pelaksanaan-pelaksanaan yang menyimpang.

b. Efisiensi Alokasi

Alokasi yang efisien terjadi pada saat output berada pada tingkat dimana

marginal cost (MC) sama dengan harga (P) dari masing-masing produk setiap perusahaan di dalam perekonomian secara keseluruhan.

2. Kemajuan Teknologi

Melalui penemuan dan pembaharuan teknologi, seseorang dapat membuat suatu karya yang baru serta dapat meningkatkan produktivitas suatu produksi barang yang telah ada. Jika kemajuan teknologi bekerja dengan baik, produksi-produksi baru ditawarkan, biaya-biaya menurun dan harga-harga yang turun akan memperbesar keuntungan konsumen.

3. Keadilan (equity)

Keadilan adalah keseimbangan dalam distribusi. Keadilan memiliki tiga dimensi yaitu kesejahteraan, pendapatan, dan kesempatan (oportunity). Kesejahteraan dan pendapatan berhubungan dengan nilai uang sedangkan kesempatan berhubungan dengan keinginan atau kemampuan seseorang untuk memperoleh kesejahteraan, pendapatan dan kedudukan ekonomi lainnya di masa


(39)

depan. Keseimbangan mempengaruhi etika dan terdapat kriteria etika yang harus dikombinasikan yaitu equity (kesamarataan), effort (upaya), dan contribution

(kontribusi) atau produktivitas (Sheppred, 1990).

2.1.4. Teori Lokasi

Menurut Djojodipuro (1992) bahwa dalam usaha untuk meminimumkan biaya, maka suatu perusahaan berusaha untuk memilih lokasi yang tepat. Barang yang diproduksi memerlukan bahan mentah dan tenaga kerja yang tidak jarang harus diperoleh dari berbagai tempat yang berbeda, yang memerlukan biaya angkutan untuk mendatangkannya. Pada umumnya biaya angkutan bagi bahan mentah akan makin rendah bila ia menentukan tempat usahanya mendekati tempat bahan mentah tersebut, sebaliknya akan makin tinggi bila menjauhi lokasi maupun pasar tempat menjual hasilnya. Oleh karena itu, penting untuk menentukan lokasi sehingga diperoleh biaya angkutan total yang minimum.

Djojodipuro (1992) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lokasi industri. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah sebagai berikut :

1. Factor endowment

Tersedianya faktor produksi secara kualitatif maupun kuantitatif di suatu negara atau daerah. Factor endowment meliputi tanah, tenaga kerja dan modal. Makin banyak factor endowment yang dimiliki suatu negara atau daerah maka makin banyak pula yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi suatu industri.


(40)

2. Pasar dan Harga

Suatu daerah yang berpenduduk banyak secara potensial merupakan pasar yang perlu diperhatikan pengusaha. Bila daerah ini disertai pendapatan per kapita yang tinggi, maka pasar tersebut akan menjadi efektif. Gejala ini makin meningkat, bila distribusi pendapatan merata.

3. Bahan baku dan Energi

Proses produksi merupakan usaha untuk mentransformasikan bahan baku ke dalam hasil akhir yang mempunyai nilai lebih tinggi. Proses transformasi ini terjadi dengan mempergunakan energi dalam berbagai bentuk. Bahan baku yang dipergunakan dapat merupakan bahan mentah atau barang setengah jadi. Minyak bumi, biji besi, dan kayu gelondongan merupakan bahan mentah, sedangkan besi baja, kayu lapis dan bebagai sekrup atau baut merupakan barang setengah jadi.

4. Aglomerasi, Kaitan antar Industri dan Penghematan Ekstern

Kota-kota besar biasanya sering dijadikan sebagai lokasi industri sehingga kota mudah terjadi gejala aglomerasi. Berkumpulnya berbagai jenis industri mengakibatkan timbulnya penghematan eksternal, dalam hal ini merupakan penghematan aglomerasi. Penghematan ini terjadi karena faktor-faktor luar yang dinikmati oleh semua industri yang ada di kota tersebut. Terdapat dua jenis penghematan aglomerasi, yaitu :

1. Penghematan yang diperoleh industri sejenis atau industri yang mempunyai hubungan satu sama lain.


(41)

2. Penghematan yang diperoleh perusahaan individual yang berlokasi di daerah perkotaan. Penghematan ini terutama didapat karena adanya infrastruktur di daerah perkotaan yang telah berkembang pesat. Infrastruktur meliputi jalan yang lebar dan licin, pelabuhan laut dan udara, sarana telekomunikasi, daerah pertokoan, lembaga pendidikan dan latihan, lembaga penelitian dan jasa lainnya.

5. Kebijaksanaan Pemerintah

Pemerintah dapat menentukan lokasi industri, kebijakan ini dapat merupakan dorongan atau hambatan dan larangan untuk industri berlokasi di tempat tertentu.

6. Kebijakan Pengusaha

Dalam hal ini menyangkut penentuan lokasi cabang suatu perusahaan oleh pusat perusahaannya. Lokasi cabang ini ditentukan sesuai dengan fungsinya sebagai unit produksi, unit distribusi atau unit penjualan. Bila cabang berfungsi sebagai unit produksi maka masalah bahan baku maupun pasar akan masuk dalam pertimbangan, sebaliknya bila cabang berfungsi sebagai unit distribusi maka lokasi persimpangan jalan raya akan menarik karena memungkinkan penggunaan sarana angkutan ke berbagai arah. Cabang yang berfungsi sebagai unit pemasaran akan berlokasi mendekati konsumen yaitu di kota-kota besar.


(42)

2.1.5. Kluster Industri

Kluster (pengelompokan) menurut teori lokasi tradisional terjadi karena adanya minimisasi biaya transportasi atau biaya produksi. Pemilihan lokasi suatu industri merupakan upaya dari industri tersebut untuk menguasai areal pasar terluas melalui maksimisasi penjualan. Kluster industri pada dasarnya merupakan kelompok aktifitas produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan biasanya berspesialisasi pada satu atau dua industri saja (Kuncoro,2002).

Perusahaan-perusahaan atau industri tersebut memiliki persamaan kebutuhan terhadap tenaga kerja, teknologi dan infrastruktur. Perusahaan-perusahaan atau industri yang termasuk dalam kluster tersebut saling berkompetisi antar sesama anggota kluster, membeli bahan baku, atau bergantung pada layanan jasa sesama anggota untuk mengoperasikan bisnisnya masing-masing. Kluster industri yang dikelola atau terorganisir dengan baik akan memberikan sumbangan kesejahteraan bagi daerah tersebut karena dapat meningkatkan sumber daya manusia melalui pelatihan terprogram atau tidak terprogram bagi tenaga kerjanya, pembangunan infrastruktur yang diperlukan daerah tersebut dan penelitian di berbagai universitas.

Porter (1990) telah meneliti tentang kluster industri di tingkat kota atau kabupaten, propinsi, dan internasional. Berdasarkan penelitiannya, ia mengembangkan “diamond of advantage”, yaitu suatu model yang menawarkan pemahaman tentang apa yang terjadi di dalam kluster maupun tentang persaingan yang terjadi didalamnya. Porter (1990) berpendapat bahwa daerah akan mengembangkan suatu keunggulan kompetitif berdasarkan kemampuan inovasi,


(43)

dan vitalitas ekonomi yang merupakan hasil langsung dari persaingan industri lokal.

Berbagai faktor yang memicu inovasi dan pertumbuhan kluster diantaranya :

1. Faktor : misalnya tenaga kerja terampil yang dibutuhkan, infrastruktur khusus yang tersedia dan hambatan-hambatan tertentu.

2. Permintaan sektor rumah tangga, atau pelanggan-pelanggan lokal yang mendorong perusahaan-perusahaan untuk berinovasi.

3. Dukungan industri terkait, industri-industri pemasok lokal yang kompetitif yang menciptakan infrastruktur bisnis dan memacu inovasi.

4. Strategi, struktur, dan persaingan. Tingkat persaingan antar industri lokal lebih memberikan motivasi dibanding persaingan dengan pihak luar negeri, dan “budaya” lokal yang mempengaruhi perilaku masing-masing industri dalam melakukan persaingan dan inovasi.

Porter (1990) juga menyertakan peran pemerintah dan peluang. Peristiwa historis dan campur tangan pemerintah cenderung berperan pula secara signifikan dalam pembangunan kluster industri.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai analisis struktur, kinerja dan kluster telah dilakukan oleh Sumarno dan Kuncoro (2003). Penelitian ini dilakukan terhadap industri rokok kretek di Indonesia pada periode 1996-1999. Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui apakah struktur dan kinerja industri rokok kretek Indonesia mengalami perubahan pada periode sebelum dan selama krisis ekonomi


(44)

serta untuk mengetahui dimana lokasi kluster industri rokok Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa industri rokok kretek Indonesia merupakan industri yang berstruktur oligopoli dimana pada saat krisis ekonomi industri ini tidak mengalami perubahan secara drastis. Kinerja industrinya juga mengalami pertumbuhan walaupun kondisi perekonomian mengalami krisis. Daerah kluster industri rokok kretek Indonesia terdapat di Kudus, Kediri, Surabaya dan Malang.

Terdapat penelitian lain yaitu dilakukan pada industri elektronika Indonesia oleh Kuncoro dan Salamun (2005). Tujuan dari penelitian yang dilakukannya adalah untuk mengetahui struktur kinerja industri elektronika di Indonesia pada periode 1990 hingga 1999; dan untuk mengetahui kluster industri elektronika yang digunakan alat analisis SIG, skala industri, keanekaragaman industri, dan spesialisasi serta melihat apakah variabel tersebut mampu mempercepat pertumbuhan industri pada suatu wilayah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa struktur industri elektronika di Indonesia dari tahun 1990 hingga 1999 secara umum berbentuk oligopoli dengan tingkat konsentrasi tergolong tinggi. Tingginya rasio konsentrasi berdampak buruk bagi kinerja ekspornya. Jabotabek EIA dan Bandung EIA dapat diindikasikan sebagai kluster industri elektronika di Indonesia.

Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian yang membahas tentang analisis struktur, perilaku, dan kinerja terhadap berbagai jenis industri. Salah satunya oleh Safitri (2006), ia melakukan penelitian mengenai struktur, perilaku, dan kinerja industri besi baja Indonesia. Hasil dari penelitiannya bahwa struktur pasar pada industri besi baja adalah oligopoli ketat, namun tetap ada persaingan


(45)

dalam merebut pangsa pasar antara perusahaan. Analisis kinerja dilakukan dengan melihat kemampuan industri besi baja dalam meminimumkan biaya input produksi. Hasil yang didapatkan bahwa industri besi baja menerima margin keuntungan atas biaya langsung (PCM) rata-rata sebesar 36,68 persen dan efisiensi-X yang dicapai (XEF) rata-rata sebesar 71,70 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa adanya kemampuan industri besi baja dalam meminimumkan biaya input produksinya. Selain itu, ia melakukan penelitian tentang adanya hubungan struktur pasar dengan kinerja pada industri tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh nyata pada taraf 10 persen dari seluruh variabel bebas yang digunakan, dimana CR4 dan XEF berhubungan positif terhadap PCM, sedangkan variabel lain (MES, GROWTH, dan DUMMY) berpengaruh negatif terhadap PCM.

Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Safitri terhadap industri besi baja Indonesia, penelitian ini menggunakan konsep analisis yang telah dilakukan oleh Sumarno dan Kuncoro (2003) terhadap industri rokok kretek Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Safitri (2006) yaitu pada analisis kinerja dan kluster industrinya. Analisis kinerja yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan indikator kinerja yaitu pertumbuhan output dan nilai tambah, kontribusi industri besi baja terhadap industri manufaktur, efisiensi, dan tingkat keuntungan, sedangkan analisis kinerja yang dilakukan Safitri adalah dengan melihat kemampuan industri besi baja dalam meminimumkan biaya produksi dan tingkat efisiensi yang dihasilkan, serta menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industrinya. Safitri tidak melakukan analisis kluster


(46)

melainkan analisis perilaku industrinya, sedangkan penelitian ini melakukan analisis kluster industri. Dalam penelitian ini dilakukan pada industri logam dasar besi dan baja (ISIC 271), juga terhadap subsektor industri lima digitnya yaitu industri besi dan baja dasar (ISIC 27101), industri penggilingan baja (ISIC 27102), dan industri pipa dan sambungan dari besi dan baja (ISIC 27103).

2.3. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan yang terdapat pada Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia, antara lain yang disebabkan oleh meningkatnya harga bahan baku baja dan kelangkaan baja di pasar internasional akibat banyaknya permintaan yang sangat besar dari negara-negara yang sedang melakukan program pembangunan negaranya seperti China, Rusia dan Irak. Di lain pihak, industri besi baja Indonesia masih memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap impor bahan baku bajanya. Hal ini tentu akan berdampak pada kondisi industri logam dasar besi dan baja Indonesia. Masalah lainnya dari industri ini yaitu adanya teknologi pengolahan baja yang kurang efisien karena masih menggunakan sumber energi gas yang harganya semakin meningkat serta penggunaan mesin-mesin produksi yang sudah tua .

Adanya krisis ekonomi dipertengahan tahun 1997 juga dipastikan turut mempengaruhi struktur dan kinerja industri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa struktur industri logam dasar besi dan baja Indonesia masih rapuh karena industri besi baja sangat dipengaruhi oleh pasar baja di pasar internasional dan akan berdampak kepada kinerja industrinya sehingga dapat melemahkan daya saing produk industri logam dasar besi dan baja.


(47)

Berdasarkan latar belakang tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terkait dengan industri logam dasar besi dan baja Indonesia dengan melihat struktur, kinerja dan juga kluster industri tersebut pada periode 1995 sampai 2004. Analisis struktur dilakukan dengan melihat rasio konsentrasi industri, menggunakan salah satu metode yakni metode CR4 (rasio konsentrasi empat perusahaan besar). Dari analisis struktur ini akan dilanjutkan dengan analisis kinerja industrinya karena struktur industri mempunyai pengaruh terhadap kinerja suatu industri.

Analisis kinerja industri dilakukan dengan melihat bagaimana kontribusi tenaga kerja, nilai tambah, dan jumlah unit usaha industri logam dasar besi dan baja Indonesia terhadap total industri manufaktur di Indonesia; menganalisa pertumbuhan output produksi dan nilai tambah; efisiensi; serta melihat kinerjanya dari sisi profit (keuntungan) yang diperoleh industri tersebut.

Struktur industri yang lemah dapat menyebabkan lemahnya daya saing industrinya sehingga mengacu pada pendekatan yang dikemukakan oleh Porter (1990) bahwa untuk melihat daya saing industri dilakukan dengan melihat kluster yang ada pada industri tersebut. Bila suatu industri memiliki kluster-kluster industri yang kuat maka diharapkan industri tersebut mampu menciptakan produk yang berdaya saing tinggi maka dalam penelitian ini dilakukan analisis kluster industri untuk melihat bagaimana kluster atau sebaran geografis industri logam dasar besi dan baja yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Analisis kluster ini dilakukan dengan alat analisis yang dikenal dengan Sistem Informasi Geografis (SIG), skala, dan indeks spesialisasi. Dengan analisis kluster, hasilnya


(48)

dapat dijadikan suatu rekomendasi kepada pemerintah untuk menunjukkan daerah-daerah mana saja yang potensial untuk dikembangkan menjadi kluster industri besi baja di Indonesia sehingga dapat memperkuat daya saing produknya.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

(Isic 271):

• Industri Besi dan Baja Dasar (Isic 27101) • Industri Penggilingan Baja (Isic 27102) • Industri Pipa dan Sambungan Pipa dari Besi

Baja

Bahan baku vital yang menunjang industri-industri secara

keseluruhan dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

•Ketergantungan impor bahan baku tinggi. •Teknologi pengolahan baja kurang efisien. •Permintaan bahan baku baja dunia meningkat. •Masuknya produk dengan harga dumping dan

ilegal

Struktur industri terganggu

Penurunan kinerja Daya saing

menurun

Analisis Kinerja Analisis Struktur Analisis Kluster

• Pertumbuhan output dan nilai tambah.

• Kontribusi Industri besi baja terhadap industri menufaktur. • Efisiensi

• Keuntungan.

Metode : Rasio Konsetrasi (CR4)

Metode : SIG, skala, dan indeks spesialisasi. Keterangan : Analisis Metode Analisis Pengaruh Rekomendasi Kebijakan


(49)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series dari tahun 1995 sampai 2004. Data ini berupa data industri logam dasar besi dan baja Indonesia yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS). Data ini menggunakan sistem penggolongan industri, yang disebut dengan nama

International Standard Industrial Classification (ISIC). Data yang digunakan adalah nilai output, nilai input atau biaya antara, jumlah tenaga kerja, nilai tambah, dan daerah kabupaten maupun propinsi yang mempunyai industri logam dasar besi dan baja.

3.2. Metode Analisis

Penelitian ini menganalisa struktur, kinerja dan kluster industri logam dasar besi dan baja Indonesia. Analisis struktur industri akan digunakan metode rasio konsentrasi empat (CR4). Analisis kinerja hanya melihat bagaimana kontribusi tenaga kerja, nilai tambah, dan jumlah unit usaha industri baja nasional terhadap total industri manufaktur di Indonesia; menganalisa pertumbuhan output produksi dan nilai tambah; dan efisiensi industri besi baja, serta melihat kinerjanya dari sisi profit (keuntungan) yang diperolah industri baja tersebut. Analisis kluster akan digunakan metode SIG (Sistem Informasi Geografi), skala, dan indeks spesialisasi.


(50)

3.2.1. Analisis Struktur Industri

Struktur industri digunakan untuk menganalisa seberapa jauh konsentrasi perusahaan terbesar dalam industri logam dasar besi dan baja Indonesia. Untuk mengetahui struktur industri ini digunakan metode analisis rasio konsentrasi. Rasio konsentrasi yang umum digunakan adalah CR4, yang menunjukkan pangsa pasar empat perusahaan terbesar dalam industri (Church dan Ware, 2000 dalam Kuncoro dan Salamun,2005), yang dirumuskan sebagai berikut :

= = 4

1

4

t MSi

CR ;

Ot Oi

MSi= ...(1)

Dimana : CR4 = Rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar dalam industri MSi = Pangsa pasar perusahaan ke-i

Oi = Nilai output perusahaan ke-i

Ot = Nilai output seluruh perusahaan dalam industri

Berdasarkan analisis struktur dalam ekonomi industri, struktur industri dikatakan berbentuk oligopoli bila empat perusahaan terbesar menguasai minimal 40 persen pangsa pasar penjualan dari industri yang bersangkutan (Kuncoro,2002).

3.2.2. Analisis Kinerja Industri

Analisis kinerja industri dalam penelitian ini dapat diamati dari kontribusi tenaga kerja, nilai tambah, dan jumlah unit usaha industri logam dasar besi dan baja Indonesia terhadap total industri manufaktur; dan menganalisa pertumbuhan output produksi dan nilai tambah; efisiensi industri besi baja; selain itu kinerja industri ini juga dilihat dari sudut profit (keuntungan) yang diperoleh.


(51)

3.2.3. Analisis Kluster Industri

Analisis kluster dilakukan untuk melihat daerah sebaran geografis industri logam dasar besi dan baja yang ada di seluruh wilayah kabupaten atau kota di Indonesia. Analisis dilakukan pada daerah industri logam dasar besi dan baja, apakah industri mengelompok di suatu area atau tidak, mengukur besarnya skala kluster industri, dan konsentrasi kluster industrinya. Lokasi wilayah sebaran industri dianalisis dengan mengaplikasikan Sistem Informasi Geografi (SIG), konsentrasi kluster industri dianalisis dengan melihat spesialisasi industri, dan besarnya skala industri dianalisis dengan melihat skala tenaga kerja dan nilai tambah pada lokasi sebaran (Kuncoro,2002)

Sistem Informasi Geografi (SIG)

Dalam menganalisa sebaran geografis dan kluster industri baja di Indonesia, digunakan metode analisis Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG

merupakan alat analisis yang bermanfaat untuk mengidentifikasi lokasi industri dan untuk mengidentifikasi di daerah mana mereka cenderung mengelompok secara spasial (Kuncoro,2002).

Menurut Kuncoro (2002), SIG dapat mentransformasikan data menjadi informasi dengan mengintegrasikan sejumlah data yang berbeda, menerapkan analisis fokus, dan menyajikan output dalam rangka mendukung pengambilan keputusan. Kemampuan SIG dalam penyimpanan, analisis, pemetaan dan membuat model mendorong aplikasi yang luas dalam berbagai disiplin ilmu, dari teknologi informasi hingga sosial ekonomi maupun analisis yang berkaitan dengan populasi. Beberapa prosedur standar dalam merancang dan menggunakan


(52)

SIG, yaitu pengumpulan data, pengolahan data awal, konstruksi basis data, analisis dan kajian spasial, dan penyajian grafis. Prosedur dan aktivitas utama dalam Sistem Informasi Geografi dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Prosedur dan Aktivitas Utama dalam SIG

Prosedur Aktivitas Memperoleh data • Pemberian keterangan pada peta-peta dan dokumen-dokumen

termasuk juga pengkodean data, verifikasi data, dan pengkoreksian kesalahan.

• Menjelaskan sekumpulan data yang telah ada, khususnya yang berasal dari survey industri yang dipublikasikan tahunan oleh BPS.

Persiapan Pengolahan data • Menginterpretasikan atau mengklasifikasikan data yang dapat dari survey

• Menyusun struktur data digital untuk memilih model-spasial/ ruang (berdasarkan objek, jaringan, dan lapangan)

• Mentransformasikan atau mengubah menjadi koordinat biasa/ umum.

Pengkontruksian data dasar

atau database (penyimpanan data dan

pemanggilan kembali data)

• Membuat mode dari konsep data • Menetapkan struktur data base • Menetapkan prosedur terbaru • Mengirim data ke database Penelitian

spasial/lokasi/wilayah beserta analisanya

• Pemanggilan data berdasarkan lokasi

• Pemanggilan data berdasarkan kelas atau atribut

• Menemukan lokasi yang paling cocok berdasarkan kriteria • Mencari pola, kelompok, jalur dan interaksi

• Membuat model dan menstimulasikan pada fenomena fisik dan sosial.

Tampilan secara grafik (visualisasi dan interaksi)

• Menciptakan peta • Menggali data

• Menciptakan tampilan tiga dimensi • Membuat laporan

Sumber : Jones dalam Kuncoro, 2002

SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk mengidentifikasikan dimana suatu industri cenderung mengumpul atau membentuk kluster. SIG pada dasarnya adalah suatu tipe sistem informasi, yang memfokuskan pada penyajian dan analisis realitas geografis. Titik beratnya adalah mengelola dan menganalisa data spasial dengan suatu sistem informasi.


(53)

Indikator Skala (size)

Menurut Kuncoro (2002), indikator skala (size) sangat penting karena tidak hanya untuk memahami perbedaan skala kluster industri secara spasial, namun juga dapat digunakan untuk membedakan antara kluster dan aglomerasi. Pada pembahasan indikator ini, industri logam dasar besi dan baja dikelompokkan dalam daerah industri utama yang diperluas (EIA atau Extended Industrial Areas). Indikator skala menggunakan data penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah. • Indeks Spesialisasi

Spesialisasi digunakan untuk mengukur tingkat konsentrasi industri di suatu kluster industri. Mengikuti metode yang dirintis oleh Glaeser, et all. (1992) dalam Kuncoro (2002), indeks spesialisasi menunjukkan seberapa jauh spesialisasi industri dalam suatu kluster dibandingkan apabila industri tersebut tersebar secara random di seluruh Indonesia. Perhitungan indeks spesialisasi, sebagai berikut :

Ѕirt =

Eit Eir

...(2)

Dimana : Sirt = rasio indeks spesialisasi suatu industri

Eir = tenaga kerja yang diserap industri i dibagi dengan total

penyerapan tenaga kerja dalam daerah tersebut.

Eit = tenaga kerja yang diserap industri i untuk seluruh daerah di

Indonesia dibagi dengan total penyerapan tenaga kerja untuk seluruh daerah di Indonesia.

Dengan ketentuan bahwa jika Sirt lebih dari 1, artinya industri tersebut memiliki pangsa yang lebih besar dalam penciptaan kesempatan kerja di daerah


(54)

tersebut daripada pangsa industri itu di Indonesia. Sebaliknya, bila nilai Sirt lebih kecil daripada 1, artinya suatu daerah tidak memiliki spesialisasi atas suatu industri karena industri itu memiliki pangsa tenaga kerja yang lebih rendah di daerah tersebut daripada rata-rata pangsa industri tersebut di Indonesia. Bila terdapat kenaikan Sirt untuk suatu daerah maka hal ini mencerminkan adanya kenaikan spesialisasi industri tersebut di daerah itu. Hal ini didasarkan atas suatu asumsi bahwa spesialisasi yang tinggi pada suatu industri di suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan industri tersebut di daerah itu.

Analisis frequencies

Analisis frequencies dengan menggunakan SPSS versi 13.0 merupakan analisis yang digunakan untuk memberikan deskripsi statistika data tentang prosentase, prosentase kumulatif, rata-rata, median, sum, standar deviasi, variasi,

range, minimum dan maksimum, sesatan rata-rata, skewness dan kurtosis,kuartil, serta diagram dalam berbagai bentuk. Dalam penelitian ini melihat nilai skewness

dan kurtosis yang dihasilkan dari industri logam dasar besi dan baja dengan menggunakan data tenaga kerja dan nilai tambah untuk melihat distribusi sebarannya.

Skewness merupakan ukuran kemencengan suatu data. Untuk mengukur kenormalan distribusi data maka akan digunakan rasio skewness (RS) dengan

rumus sebagai berikut : RS =

s darskewnes s

sesa

Skewness

tan

tan ... (3) Dianggap mengikuti distribusi normal jika memenuhi syarat bahwa -2<RS<2.


(55)

Kurtosis merupakan ukuran keruncingan suatu data. Untuk mengukur kenormalan distribusi data maka akan digunakan rasio kurtosis (RK) dengan

rumus sebagai berikut : RK =

s darkurtosi s

Sesa

Kurtosis

tan

tan ... (4) Dianggap mengikuti distribusi normal jika memenuhi syarat bahwa -2<RK<2.


(56)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Industri Logam Dasar Besi dan Baja

Industri logam dasar besi dan baja biasa dikenal dengan sebutan industri besi baja merupakan industri yang memfokuskan dalam memproduksi besi baja. Besi baja digunakan sebagai bahan baku dasar bagi industri-industri lainnya, mulai dari industri peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik, kerangka gedung, dan juga jembatan semuanya menggunakan bahan dasar baja.

Besi pertama kali ditemukan dalam bentuk pasir-pasir besi dan besi ini tidak digunakan dalam keadaan murni tetapi biasanya digunakan dalam bentuk persenyawaan atau campuran, salah satunya yang disebut Cast Iron. Cast Iron

merupakan suatu campuran Fe (besi) dengan C sebanyak 3-4 persen dan beberapa elemen seperti Si, Mn dan sebagainya tetapi bila C sebanyak 2 persen, inilah yang dinamakan baja. Dengan kata lain, baja merupakan paduan logam yang tersusun dari besi sebagai unsur utama dan karbon sebagai unsur penguat. Unsur karbon ini berperan dalam peningkatan performan. Adanya perlakuan panas terhadap baja dapat mengubah baja dari lunak seperti kawat menjadi baja keras seperti pisau karena perlakuan panas mengubah struktur mikro besi yang berubah-ubah dari susunan kristal berbentuk kubik berpusat menjadi kubik berpusat sisi atau heksagonal.

Menurut Rochman (2003), saat ini dalam proses pembuatan baja bahwa besi kasar diproduksi dengan menggunakan blast furnace (dapur bijih besi) yang berisi kokas pada lapisan paling bawah kemudian batu kapur dan bijih besi. Kokas terbakar dan menghasilkan gas CO yang naik ke atas sambil mereduksi oksida


(57)

besi. Besi yang telah tereduksi melebur dan terkumpul dibawah tanur menjadi besi kasar yang biasanya mengandung C, Si, Mn, P, dan S. Kemudian leburan besi dipindahkan ke tungku lain (converter) dan diembuskan gas oksigen untuk mengurangi kandungan karbon. Melalui cara ini dapat diproses besi kasar menjadi baja sebanyak kurang lebih 300 ton dalam waktu 15 sampai 20 menit. Untuk menghilangkan kandungan oksigen dalam baja cair dapat ditambahkan Al, Si, dan Mn, proses ini dinamakan dioksidasi. Setelah dioksidasi, baja cair dialirkan dalam mesin cetakan kontinu berupa slab atau dicor dalam cetakan berupa ingot. Slab

dan ingot diproses dengan penempaan panas, rolling panas, penempaan dingin, perlakuan panas, pengerasan permukaan dan lain-lain untuk dibentuk menjadi sebuah produk atau kerangka dasar dari sebuah produk.

4.2. Sejarah Perkembangan Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

4.2.1. Periode Antara 1950-1960

Perkembangan industri masih berat sebelah karena perindustrian masih berorientasi pada barang-barang konsumsi yang sebagian besar bahan baku atau penolong masih harus di impor dari luar negeri. Pertumbuhan industri di sektor pembuatan barang-barang modal (capital goods atau mesin-mesin) atau perindustrian kimia dasar dilakukan untuk membantu mengurangi ketergantungan dari luar negeri, namun hal ini kurang mendapat perhatian yang semestinya. Akibatnya pertumbuhan industri tidak terarah dan tidak seimbang sehingga impor bahan baku, penolong atau mesin-mesin masih dirasakan sebagai beban yang berat (kurang lebih 35 persen dari devisa untuk impor).


(58)

Bahan baku atau penolong yang diperlukan untuk aktivitas industri besi baja masih harus di impor dari luar negeri. Hal ini akan mengganggu kontinuitas produksi karena membutuhkan stok bahan baku atau penolong yang sangat banyak sedangkan devisa Indonesia masih terbatas. Dengan demikian, pada tahun 1955 pemerintah mulai memikirkan untuk membangun industri besi baja dengan menunjuk sebuah firma dari Jerman Barat yang bergerak dalam bidang

Engineering dan Consulting untuk mengadakan survey dan mempelajari kemungkinan didirikannya industri besi baja yang didasarkan pada bahan baku dalam negeri yang bisa diperoleh.

Hasil yang diperoleh dari penyelidikan-penyelidikan tersebut memberikan saran-saran untuk mendirikan tiga buah pabrik yang mempunyai keseluruhan hasil produksi 300.000 ton/tahun dan sebuah tanur tinggi (Blast Furnace) di Lampung dengan kapasitas produksi 35.000 ton/tahun. Pada periode 1950-1960 telah didirikan sebuah Reroller (1956) yang mempunyai kapasitas permulaan sebesar 5.000 ton/tahun.

4.2.2. Periode Antara 1960-1965

Setelah pemerintah menerima hasil survey sebuah Firma Jerman Barat yang bergerak dalam bidang Engineering dan Consulting yang ditunjuk pemerintah untuk survey dalam mendirikan industri besi dan baja di Indonesia. Maka pada tahun 1960, terdapat tiga proyek yang direncanakan untuk direalisir yakni tanur tinggi di Lampung, pabrik baja di Cilegon dan sebuah pabrik integrasi yang terletak di Kalimantan Selatan dengan menggunakan bahan baku dari dalam negeri.


(59)

Tanur tinggi di Lampung, direncanakan untuk menghasilkan 35.000 ton setiap tahunnya dengan memakai biji besi lokal serta double coke dari batu bara Bukit Asam sebagai bahan baku. Persiapan telah diadakan pada awal 1960 akan tetapi proyek ini tidak terealisasikan. Pada tahun 1962, realisasi pembangunan pabrik besi baja tersebut dilaksanakan dan direncanakan akan selesai pada tahun 1968 tetapi pembangunannya terhenti pada tahun 1965 karena meletusnya pemberontakan G30S PKI.

4.2.3. Periode Antara 1965-1997

Tahun 1965 merupakan sejarah baru bagi negara dan bangsa Indonesia karena tumbangnya orde lama dan digantikan oleh orde baru. Tahun 1966 pemerintah menitikberatkan pada rehabilitasi ekonomi, stabilisasi moneter, produksi pangan dan pembangunan fasilitas-fasilitas infrastruktur untuk mendukung produksi pangan nasional. Pada tahun 1967, Undang-Undang Penanaman Modal Asing dikeluarkan dan tahun 1968 dilanjutkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri. Kedua Undang-Undang tersebut sebagai perangsang bagi pemilik modal untuk berinvestasi di Indonesia.

Untuk melanjutkan program pembangunan tersebut maka pada tanggal 20 Desember 1967 dikeluarkan Instruksi Presiden untuk merubah Proyek Baja Trikora menjadi bentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan nama PT Krakatau Steel yang diresmikan pada tanggal 27 Oktober 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tanggal 31 Agustus 1970. Proyek baja Kalimantan yang telah diintegrasikan direncanakan untuk memberikan hasil produksi permulaan sebesar


(1)

Lampiran 5. Peringkat Kabupaten/Kota Menurut Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Tambah Pada Industri Logam Dasar Besi Dan Baja Indonesia Tahun 2004.

Kelas Propinsi Kabupaten Unit Usaha TK Kelas Propinsi Kabupaten Nilai Tambah (000 Rupiah) Tinggi Banten Cilegon 7 7915 Tinggi Banten Cilegon 574.810.459,60 Sedang Jabar Bekasi 18 4892 Riau Batam 263.374.428,50 Jatim Sidoarjo 9 4251 jabar Bekasi 244.649.826,30 Jatim Surabaya 8 3864 Jatim Surabaya 226.007.160,40 Jateng Semarang 6 2930 jatim Sidoarjo 204.230.585,50 Riau Batam 11 2313 Sedang DKI jakarta Jaktim 86.161.765,13 Sumut Medan 4 2122 Sumut Medan 84.788.645,28 Banten Tanggerang 11 1780 Jateng Semarang 81.356.437,02 Jatim Gresik 10 1352 Kalbar Pontianak 55.875.435,37 DKI Jakarta Jaktim 5 1007 DKI Jakarta Jakut 35.562.698,93 Rendah DKI Jakarta jakut 6 948 Banten serang 29.371.405,84 Jabar Bogor 3 783 Banten Tanggerang 26.943.256,01 Jabar Karawang 4 695 Jabar karawang 18.777.225,58 Banten Serang 2 682 Rendah Jatim gresik 14.465.182,63 Sulsel Ujung P 4 600 Jabar Bogor 11.121.730,25 Sumut Deli S 4 425 Sumut Deli S 8.564.121,50 Jatim Mojokerto 3 403 Jabar bandung 8.139.583,14 Jabar bandung 1 189 Sulsel Ujung P 6.213.987,72 Jateng klaten 2 145 Jatim mojokerto 2.252.111,27 Sumsel Musi B 127 DKI Jakarta Jakbar 364.996,06 Kalbar Pontianak 89 Sumsel Musi B 233.717,54 DKI Jakarta Jakbar 2 63 Jateng klaten 162.745,28 jatim Pasuruan 1 20 Jatim Pasuruan 40.863,81 Sumut Asahan 1 20 Sumut Asahan 6.902,61 Sumber : Diolah dari data BPS, 2004.


(2)

EIA TK Nilai tambah (Juta Rupiah)

27101 % 27102 % 27103 % Total 27101 % 27102 % 27103 % Total

Serang tda 0 7094 18,86 1503 3,99 8597 tda 0 419602 21,1 184579 9,30 604181

Jabotabeka 873 2,32 6992 18,59 2303 6,12 10168 7308 0,37 306037 15,4 110235 5,55 423581

Bandung tda 0 189 0,50 tda 0 189 tda 0 8139 0,41 tda 0 8139

Semarang tda 0 860 2,29 2215 5,89 3075 tda 0 31155 1,57 50363 2,54 81519

Surabaya 1911 5,08 3378 8,98 4601 12,2 9890 26009 1,31 216273 10,9 204712 10,32 446995 Medan 20 0,05 2109 5,61 438 1,16 2567 6,9 0,00035 90827 4,58 2525 0,13 93359

Batam tda 0 tda 0 2313 6,15 2313 tda 0 tda 0 263374 13,27 263374

Musi B tda 0 127 0,34 tda 0 127 tda 0 234 0,01 tda 0 234

Pontianak tda 0 89 0,24 tda 0 89 tda 0 55874 2,82 tda 0 55875

Ujung P tda 0 580 1,54 20 0,05 600 tda 0 5755 0,29 458 0,023 6214

EIA (Jawa) 2784 18513 10622 31919 33318 981208 549891 1564418

Industri Baja

2804 7,45 21418 56,94 13393 35,6 37615 33325 1,68 1134901 57,19 816249 41,13 1984475


(3)

Lampiran 7. Indeks Spesialisasi Industri Logam dasar besi dan Baja Indonesia 2004. Propinsi Kabupaten TK

Industri Besi Baja

TK Industri Manufa ktur

Eir Eit Sirt

Sumut Asahan 20 14419 0,00139 0,00869 0,15995 Deli Serdang 425 49162 0,00864 0,00869 0,99425 Medan 2122 41650 0,05095 0,00869 5,86306 Riau Batam 2313 102278 0,02261 0,00869 2,60184 Sumsel Musi B 127 2442 0,05201 0,00869 5,98504 DKI

Jakarta

Jaktim 1007 97036 0,01038 0,00869 1,19448 Jakbar 63 61370 0,00102 0,00869 0,11738 Jakut 948 196314 0,00483 0,00869 0,55581 Jabar Bogor 783 164145 0,00477 0,00869 0,54891 Karawang 695 79514 0,00874 0,00869 1,00575 Bekasi 4892 272751 0,01794 0,00869 2,06444 Bandung 189 92721 0,00204 0,00869 0,23475 Jateng Klaten 145 15125 0,00959 0,00869 1,10357 Semarang 2930 82520 0,03551 0,00869 4,08631 Jatim Pasuruan 20 87916 0,00023 0,00869 0,02647 Sidoarjo 4251 149267 0,02848 0,00869 3,27733 Mojokerto 403 30436 0,01324 0,00869 1,52359 Gresik 1352 81116 0,01667 0,00869 1,91829 Surabaya 3864 156101 0,02475 0,00869 2,84810 Banten Tanggerang 1780 214752 0,00829 0,00869 0,95397 Serang 682 71740 0,00951 0,00869 1,09436 Cilegon 7915 20417 0,38767 0,00869 44,61105 Kalbar Pontianak 89 21848 0,00407 0,00869 0,46835 Sulsel Ujung P 600 19804 0,03029 0,00869 3,48562 Sumber : Diolah dari data BPS.


(4)

Lampiran 8. Indeks Spesialisasi Industri Logam dasar besi dan Baja Indonesia 1995. Propinsi Kabupaten TK

Industri Besi Baja

TK Industri Manufa ktur

Eir Eit Sirt

Sumut Dairi 574 56252 0,01020 0,01049 0,97235 Medan 4298 54531 0,07882 0,01049 7,51382 Riau Batam 1145 56483 0,02027 0,01049 1,93232 Musi B 120 20311 0,00591 0,01049 0,56339 DKI

Jakarta

Jaksel 325 20059 0,01620 0,01049 1,54433 Jaktim 7219 138671 0,05206 0,01049 4,96282 Jakbar 50 78801 0,00063 0,01049 0,06006 Jakut 1919 196999 0,00974 0,01049 0,92850 Jabar Bogor 604 223987 0,00269 0,01049 0,25643 Karawang 142 45731 0,00311 0,01049 0,29647 bekasi 2698 185930 0,01451 0,01049 1,38322 Bandung 201 256333 0,00078 0,01049 0,07436 Tanggerang 2421 178994 0,01353 0,01049 1,28979 Serang 8753 50938 0,17184 0,01049 16,38131 Jateng Klaten 274 21826 0,01255 0,01049 1,19638

Karanganyar 23 38706 0,00059 0,01049 0,05624 Pati 23 15596 0,00147 0,01049 0,14013 Tegal 45 10378 0,00434 0,01049 0,41373 Semarang 3142 43690 0,07192 0,01049 6,85605 Jatim Malang 20 34659 0,00058 0,01049 0,05434 Pasuruan 883 68047 0,01298 0,01049 1,23737 Sidoarjo 4971 180568 0,02753 0,01049 2,62440 Gresik 145 67359 0,00215 0,01049 0,20496 Surabaya 3122 159295 0,01959 0,01049 1,86749 Kalbar Pontianak 66 25898 0,00255 0,01049 0,24309 Sulut Bitung 88 5033 0,01748 0,01049 1,66635 Sulsel Ujung P 512 18095 0,02829 0,01049 2,69685 Sumber : Diolah dari data BPS.


(5)

Lampiran 9. Hasil Analisis Frequencies Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Tahun 1995.

Tenaga Kerja Nilai Tambah

Valid 27 27

N

Missing 0 0

Mean

1621.5926 175990546.79

59 Std. Error of Mean

447.68859 90333349.709

15

Median 512.0000 7697962.8900

Std. Deviation

2326.25818 469385853.94

240 Variance

5411477.097 22032307988

1231800.000

Skewness 1.830 3.879

Std. Error of Skewness .448 .448

Kurtosis 2.958 15.919

Std. Error of Kurtosis .872 .872

Range

8733.00 2252534071.2

7

Minimum 20.00 25554.73

Maximum

8753.00 2252559626.0

0

10 23.0000 36184.9680

25 88.0000 1017149.9200

50 512.0000 7697962.8900

Percentiles

75

2698.0000 117241913.10

00


(6)

Lampiran 10. Hasil Analisis Frequencies Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Tahun 2004.

Tenaga Kerja Nilai Tambah

Valid 24 24

N

Missing 0 0

Mean

1567.2917 82644802.969

6 Std. Error of Mean

400.00760 27470945.679

48 Median

739.0000 22860240.795

0 Std. Deviation

1959.62903 134579599.33

289 Variance

3840145.955 18111668556

600940.000

Skewness 1.880 2.493

Std. Error of Skewness .472 .472

Kurtosis 3.721 7.156

Std. Error of Kurtosis .918 .918

Range 7895.00 574803556.99

Minimum 20.00 6902.61

Maximum 7915.00 574810459.60

10 41.5000 101804.5450

25 156.0000 3242580.3825

50

739.0000 22860240.795

0 Percentiles

75

2265.2500 85818485.167

5