V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Struktur Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia
Dalam penelitian ini, analisis struktur industri logam dasar besi dan baja di Indonesia dilakukan dengan menggunakan perhitungan rasio konsentrasi empat
perusahaan terbesar yang menguasai pangsa pasar dalam industri tersebut, yang dikenal dengan indikator CR4. Hasil perhitungan CR4 untuk industri logam dasar
besi dan baja di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1. CR4 Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia, Tahun 1995- 2004
CR4 Industri Logam Dasar Besi dan Baja Subsektor
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Rata2 Isic 27101
98,74 96,42 96,28 92,90 66,03 68,93 86,24 81,66 75,79 71,33 83,43 Total
∑ Firm
16 12 17 27 21 16 22 16 19 24 Isic 27102
82,52 88,45 83,52 61,64 84,91 85,98 77,56 74,30 64,11 60,74 76,37 Total
∑ Firm
59 57 60 47 48 44 62 54 48 50 Isic 27103
47,92 54,60 56,83 67,18 53,73 51,57 60,68 40,92 53,98 49,03 53,64 Total
∑ Firm
62 55 61 32 38 38 44 49 42 45 CR4 Industri
Total
∑ Firm
76,39 137
79,82 124
78,88 138
73,91 106
68,22 107
68,83 98
74,83 128
65,63 119
64,63 109
60,37 119
71,15
Sumber : Diolah dari data BPS, 1995-2004 Keterangan : Isic 27101 = Industri Besi dan Baja Dasar
Isic 27102 = Industri Penggilingan Baja Isic 27103 = Industri Pipa dan Sambungan dari Besi dan Baja
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata struktur pasar industri logam dasar besi baja Indonesia dari tahun 1995 sampai tahun 2004 berbentuk oligopoli ketat
dengan nilai rasio konsentrasi sebesar 71,15 persen. Pada tahun 1995, rata-rata rasio konsentrasi industri besi baja sebesar 76,39 persen sedangkan tahun 2004
mengalami penurunan rasio konsentrasi menjadi 60,37 persen. Penurunan ini bukan dikarenakan meningkatnya jumlah perusahaan dalam industri tersebut
tetapi justru karena banyak perusahaan yang keluar dalam industri. Perusahaan yang keluar itu merupakan perusahaan dengan skala produksi yang rendah.
Penurunan rasio konsentrasi juga karena perusahaan-perusahaan yang bertahan
dalam industri ini tidak mampu berproduksi menyamai atau melebihi produksi pada saat sebelum krisis ekonomi dan akibat permasalahan eksternal lainnya yang
menghambat aktifitas produksi industri besi baja di Indonesia. Permasalahan eksternal terberat bagi industri besi baja nasional yaitu adanya serbuan produk
impor besi baja yang menggunakan harga dumping atau impor ilegal, selain itu juga kendala bahan bakar gas dan pasokan listrik dengan harga yang semakin
meningkat dan kurang mencukupi untuk produksi sehingga industri mengalami kendala untuk meningkatkan penjualan output produksinya.
Subsektor yang mempunyai rasio konsentrasi terbesar adalah industri besi baja dasar dengan nilai CR4 sebesar 83,43 persen dan struktur pasarnya berbentuk
oligopoli ketat. Subsektor industri penggilingan baja memiliki nilai CR4 sebesar 76,37 persen, industri ini juga termasuk tipe oligopoli ketat sedangkan industri
pipa dan sambungan pipa dari besi baja memiliki nilai CR4 lebih rendah dibandingkan kedua subsektor industri tersebut. Industri pipa dan sambungan pipa
dari besi baja termasuk tipe struktur pasar oligopoli moderat dengan nilai CR4 sebesar 53,64 persen. Tingginya rasio konsentrasi yang terdapat pada industri besi
baja menunjukkan bahwa pangsa pasar yang dihasilkan perusahaan-perusahan pada industri ini cukup besar sehingga keuntungan perusahaan yang dapat
diperoleh juga besar. Tingginya rasio konsentrasi perusahaan juga mengindikasikan adanya
hambatan masuk yang besar bagi perusahaan-perusahaan baru untuk masuk dalam industri tersebut. Begitu pula yang terjadi pada industri logam dasar besi baja di
Indonesia yang mempunyai rasio konsentrasi cukup besar, ini berarti ada
hambatan masuk bagi perusahaan pada industri besi baja Indonesia. Hambatan masuk yang besar pada industri besi baja ini bukan disebabkan oleh adanya
larangan atau adanya kebijakan pemerintah yang membatasi masuknya perusahaan-perusahaan dalam industri ini tetapi hambatan masuk itu lebih
disebabkan karena adanya skala ekonomi yang besar untuk membangun perusahaan tersebut agar perusahaan dapat berproduksi dengan efisien, juga
hambatan dari besarnya modal yang harus dimiliki untuk mendirikan industri ini. Perusahaan-perusahaan yang ingin masuk dalam industri ini mengalami kendala-
kendala tersebut karena bila tidak memiliki skala ekonomi yang besar atau modal yang besar, perusahaan akan tidak efisien dalam berproduksi sehingga perusahaan
akan kalah bersaing dan sulit mempertahankan keberlanjutan proses produksinya. Krisis ekonomi yang melanda beberapa negara Asia termasuk juga
Indonesia menyebabkan harga-harga meningkat dengan tajam terutama untuk harga bahan baku baja di pasar internasional sehingga memberikan dampak
negatif bagi proses produksi industri besi baja nasional sebab industri ini masih menggunakan bahan baku yang sebagian besar adalah impor. Adanya
ketergantungan impor bahan baku besi baja yang sangat tinggi membuat industri besi baja nasional sangat dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi di pasar
internasional seperti saat terjadi krisis ekonomi tersebut. Dampaknya, telah mempengaruhi struktur pasar industri besi baja nasional yang ditunjukkan dengan
menurunnya rasio konsentrasi industrinya. Menurunnya rasio konsentrasi pada saat terjadi krisis ekonomi ini, bukan
karena meningkatnya jumlah perusahaan yang masuk dalam industri ini atau
meningkatnya persaingan. Hampir semua subsektor industri besi baja di Indonesia terkena pengaruh krisis ekonomi yang diperkirakan terjadi dari tahun 1997 sampai
1999, yaitu berupa penurunan jumlah unit usaha terutama perusahaan-perusahaan dengan skala usaha yang kecil. Hal ini karena unit usaha yang berskala kecil
kurang memiliki efisiensi sehingga banyak unit usaha tidak mampu bertahan dalam persaingan ketika terjadi kenaikan harga bahan baku atau kenaikan biaya
input produksinya. Meningkatnya biaya input produksi tersebut juga berdampak pada penurunan output produksi perusahaan-perusahaan terbesarnya. Jadi,
menurunnya rasio konsentrasi pada saat krisis ekonomi disebabkan oleh dua hal yaitu karena penurunan output produksi empat perusahaan terbesar dalam industri
tersebut dan juga karena banyaknya jumlah unit usaha berskala kecil dengan kapasitas produksi yang rendah keluar dalam industri tersebut.
Walaupun bentuk struktur pasar pada industri besi baja di Indonesia adalah oligopoli ketat dengan rasio konsentrasi yang tinggi tetapi persaingan antar
perusahaan-perusahaan pada industri ini cukup besar, selain itu persaingan juga terjadi dengan produk-produk impor besi baja yang masuk dari negara lain. Ada
beberapa negara yang diindikasikan melakukan praktek dumping dalam memasarkan produknya atau adanya produk baja ilegal sehingga dapat
menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini tentu saja sangat mengancam kondisi industri besi baja dalam negeri. Namun, beberapa perusahaan
pada industri besi baja nasional yang memiliki efisiensi baik dalam berproduksi masih mampu bertahan dalam persaingan tersebut sehingga masih mendapatkan
pangsa pasar yang besar di pasar domestiknya walaupun pangsa pasar cenderung
menurun. Justru, yang menjadi kekhawatiran bagi keberlanjutan industri besi baja nasional adalah karena industri ini sangat bergantung terhadap impor bahan baku
besi bajanya. Ditambah lagi, muncul permasalahan bahwa telah terjadi krisis baja dunia atau kelangkaan bahan baku baja di dunia akibat besarnya permintaan besi
baja dari negara seperti China, Rusia, dan Irak pada tahun 2003. Hal ini tentu saja mempengaruhi struktur pasar pada industri besi baja Indonesia dan juga
berpengaruh pula terhadap kinerja industrinya sebab adanya kelangkaan tersebut menyebabkan kenaikan harga bahan baku di dunia.
Kondisi tersebut menyebabkan pada tahun 2003 sampai 2004, struktur pasar industri ini semakin memiliki rasio konsentrasi yang rendah. Penurunan ini
terjadi akibat naiknya harga bahan baku baja dunia sehingga dengan adanya kenaikan harga bahan baku baja ini menyebabkan banyak perusahaan besi baja
Indonesia yang mengurangi output industrinya dan banyak perusahaan dengan skala produksi kecil terpaksa keluar dari industri besi baja karena tidak mampu
berproduksi dengan efisien. Penurunan pangsa pasar industri besi baja Indonesia diperkirakan masih akan terus terjadi karena China telah mengalami kelebihan
produksi besi bajanya di tahun 2006. Hal ini menyebabkan membanjirnya produk- produk besi baja China di negara-negara berkembang, salah satunya ke pasar
Indonesia mengingat proteksi untuk bea masuk impor dan hambatan non tarif besi baja Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya seperti
Malaysia atau Thailand. Oleh karena itu, adanya permasalahan baik internal dan eksternal yang terjadi pada industri besi baja Indonesia menyebabkan lemahnya
struktur industri besi baja Indonesia karena pangsa pasar yang diraih industri ini semakin berkurang sehingga mengganggu pula kinerja industrinya.
5.2. Analisis Kinerja Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia