Keuntungan Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

karena itu, tingginya rasio konsentrasi tidak selalu berpengaruh buruk atau merugikan karena ada industri yang harus berproduksi dengan skala ekonomi yang besar atau membutuhkan modal yang sangat besar untuk berproduksi dengan efisien. Bila industri tersebut dipaksa untuk mengurangi atau menurunkan rasio konsentrasinya justru akan membuat perusahaan tersebut kurang efisien. Besarnya rasio konsentrasi sering diidentikkan dengan tingkat persaingan yang rendah. Untuk industri besi baja, tingginya rasio konsentrasi yang dihasilkan bukan karena tidak ada persaingan diantara perusahaannya tetapi karena adanya kemampuan perusahaan untuk meminimumkan biaya input untuk menghasilkan output yang optimal. Persaingan yang ada pada industri ini cukup besar, baik persaingan antar perusahaan di dalam industri tersebut ataupun persaingan dengan produk-produk baja impor.

5.2.4. Keuntungan Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

Tabel 5.6 memperlihatkan kinerja industri logam dasar besi dan baja Indonesia dilihat dari sisi keuntungan profit yang dihasilkan pada tahun 1995 dan 2004. Dari Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa kinerja industri logam dasar besi dan baja dari sisi keuntungan yang diperoleh mengalami penurunan baik untuk industri besi dan baja dasar, industri pengilingan baja, dan industri pipa dan sambungan pipa dari besi dan baja. Pada tahun 1995, industri besi dan baja dasar mempunyai keuntungan per perusahaan sebesar 1,92 persen sedangkan pada tahun 2004 menurun menjadi 0,87 persen. Hal ini berarti adanya hubungan yang negatif dengan jumlah perusahaan yang masuk sehingga semakin banyak perusahaan yang masuk maka keuntungan per perusahaan menjadi semakin kecil dan memiliki korelasi positif dengan rasio konsentrasi industri. Tabel 5.6. Keuntungan Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Keuntunganoutput persen Keuntunganperusahaan persen CR4 persen Jumlah perusahaan Isic 1995 2004 1995 2004 1995 2004 1995 2004 27101 30,72 20,95 1,92 0,87 98,74 71,33 16 24 27102 48,48 12,35 0,82 0,25 82,52 60,74 59 50 27103 36,76 29,83 0,59 0,66 47,92 49,03 62 45 Sumber : Diolah dari Data BPS, 1995 dan 2004 Keuntungan per perusahaan industri penggilingan baja pada tahun 1995 sebesar 0,82 persen kemudian pada tahun 2004 menjadi 0,25 persen. Namun mempunyai korelasi yang positif dengan jumlah perusahaan yang ada. Hal ini berarti bahwa jumlah perusahaan yang keluar dari industri hanyalah perusahaan- perusahaan dengan skala usaha kecil atau sedang, juga terjadi penurunan output produksi disebagian besar perusahaan-perusahaan yang ada pada industri tersebut sehingga tidak mampu meningkatkan rasio konsentrasinya. Pada tahun 1995, industri pipa dan sambungan pipa dari besi dan baja mempunyai keuntungan per perusahaan sebesar 0,59 persen dengan jumlah perusahaan sebanyak 62 unit sedangkan pada tahun 2004 keuntungan per perusahaan sebesar 0,66 persen dengan penurunan jumlah perusahaan yang sangat besar sebanyak 17 perusahaan yang keluar dari industri ini. Penurunan jumlah perusahaan yang banyak ini hanya meningkatkan keuntungan per perusahaan sebesar 0,07 persen, kenaikannya hanya sedikit dibandingkan banyaknya jumlah usaha yang keluar. Ini juga berarti bahwa banyaknya jumlah perusahaan yang keluar tersebut merupakan perusahaan dengan skala usaha yang kecil. Begitu pula dengan rasio konsentrasi yang meningkat hanya sebesar 1,11 persen saja, seharusnya secara teori bahwa semakin banyak perusahaan yang keluar maka semakin besar rasio konsentrasinya dan keuntungan per perusahaan yang dapat diperoleh juga besar. Pada saat terjadi krisis ekonomi, jumlah perusahaan pada industri besi baja semakin sedikit dan keuntungan yang diterima perusahaan juga semakin menurun karena nilai rasio konsentrasinya juga mengalami penurunan. Jadi, pada saat krisis ekonomi terdapat korelasi yang positif baik antara jumlah unit usaha, rasio konsentrasi dengan keuntungan per perusahaannya. Saat krisis ekonomi, banyaknya perusahaan yang keluar disertai dengan penurunan keuntungan yang diterima perusahaan dalam industri tersebut dan juga menurunnya rasio konsentrasi menyebabkan penurunan keuntungannya. Dilihat dari keuntungan per output industri logam dasar besi dan baja Indonesia mengalami penurunan, dimana untuk industri besi dan baja dasar pada tahun 2004 terjadi penurunan sebesar 9,77 persen dibandingkan pada tahun 1995, industri penggilingan baja tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 36,13 persen dibanding tahun 1995, dan untuk industri pipa dan sambungan pipa dari besi dan baja mengalami penurunan sebesar 6,9 persen pada tahun 2004 bila dibandingkan tahun 1995. Dengan demikian bahwa secara teori, bertambah atau berkurangnya jumlah perusahaan mempengaruhi pangsa pasar industri logam dasar besi dan baja di Indonesia dan mempengaruhi pula nilai rasio konsentrasi industrinya serta akhirnya mempengaruhi keuntungan yang diperoleh tiap perusahaan. Adanya krisis ekonomi pada pertengahan 1997 dengan fluktuasi mata uang rupiah yang sangat tajam disertai dengan stabilitas politik dan keamanan yang sangat kacau telah membawa dampak negatif bagi kinerja industri logam dasar besi dan baja karena secara keseluruhan telah mengurangi total produksinya, juga mengurangi penyerapan tenaga kerja dan penciptaan nilai tambah serta jumlah unit usahanya. Praktek dumping dan masuknya impor besi baja yang sangat besar di pasar dalam negeri terutama pula impor baja illegal, menurut Direktur Utama PT. Krakatau Steel berdampak sangat signifikan terhadap penjualan baja nasional karena penjualan baja menurun tajam Tempointetaktif,2007. Hal ini karena, harga baja yang diproduksi dalam negeri lebih tinggi daripada baja impor yang djual dengan cara dumping tersebut sehingga keuntungan yang dihasilkan oleh industri besi baja nasional menjadi semakin menurun, berdampak pula pada penurunan kinerja industrinya. Hal pokok yang juga mempengaruhi terjadinya penurunan kinerja industri besi baja nasional sehingga mengganggu proses produksinya adalah karena adanya ketergantungan impor bahan baku baja yang sangat besar dan berpengaruh pula pada daya saing produk besi baja yang dihasilkan. Sangat sulit untuk menjadikan industri besi baja nasional tumbuh menjadi industri yang kuat jika bahan baku utamanya masih tergantung pada impor. Apalagi, adanya kenaikan gas dan energi listrik yang tinggi. Oleh karena itu, pemerintah harus menjadikan industri besi baja nasional tumbuh dan kuat dengan memanfaatkan potensi tambang bijih besi lokal dan juga membangun industri besi baja nasional menjadi kluster-kluster industri yang menghasilkan produk berdaya saing tinggi.

5.3. Analisis Kluster Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia