Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Logam Dasar Besi dan

tahun 2002. Selain itu, KADI juga menangani kasus anti dumping besi beton wire rod impor dari India dan Turki pada tahun yang sama Kompas,2003.

4.5. Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Logam Dasar Besi dan

Baja Indonesia Hasil produksi industri logam dasar besi dan baja Indonesia tidak hanya dimanfaatkan oleh industri-industri hilir di dalam negeri, tetapi juga telah diekspor ke negara-negara yang membutuhkan besi dan baja. Berdasarkan data tahun 2000 sampai tahun 2002, volume ekspor baik untuk industri besi dan baja dasar ISIC 27101, industri penggilingan baja ISIC 27102, dan industri pipa dan sambungan dari besi dan baja ISIC 27103 mengalami penurunan. Khususnya untuk industri besi dan baja dasar ISIC 27101 penurunan ekspor cukup besar dimana pada tahun 2000 ekspornya sebanyak 101.270.174 kg per tahun menurun menjadi 73.709.135 kg per tahun. Namun, di tahun 2003 mulai mengalami peningkatan kembali terhadap volume ekspornya dan peningkatan ekspor terus terjadi hingga tahun 2005 tersebut Tabel 4.3. Tabel 4.3. Perkembangan Ekspor Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Tahun 2000-2005 Perkembangan Ekspor Industri Logam Dasar Besi dan Baja ISIC 27101 ISIC 27102 ISIC 27103 Tahun Volume Nilai US Volume Nilai US Volume Nilai US 2000 101.270.174 113.963.142 807.875.285 256.611.100 230.584.229 128.548.116 2001 79.709.135 65.863.368 686.150.984 181.845.563 245.334.502 136.817.237 2002 73.674.224 50.282.896 824.193.810 241.031.791 155.751.826 126.154.922 2003 110.168.960 94.289.174 828.552.068 285.342.201 178.791.972 135.966.610 2004 160.566.415 119.357.741 979.573.659 519.536.515 139.321.988 145.719.347 2005 202.424.282 130.772.275 777.960.641 486.347.622 200.049.819 246.528.236 Sumber : BPS, 2000-2005 Dari data tahun 2001 sampai tahun 2005 baik volume atau nilai ekspor industri ini mengalami peningkatan tetapi secara keseluruhan ternyata besarnya ekspor diperkirakan hanya sebesar 4 persen saja dari total produk impor yang masuk. Jadi, pendapatan dari ekspor yang diperoleh tidak sebanding dengan nilai impornya. Impor tidak selalu berdampak negatif bagi suatu industri, selama daya saing produk domestik yang dihasilkan lebih baik daripada produk impor atau apabila produsen dalam negeri tidak sanggup memenuhi kebutuhan baja dalam negeri. Tabel 4.4. Perkembangan Impor Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia Tahun 2000-2005 Perkembangan Impor Industri Logam Dasar Besi dan Baja ISIC 27101 ISIC 27102 ISIC 27103 Tahun Volume Nilai US Volume Nilai US Volume Nilai US 2000 2.989.830.445 460.682.992 1.618.969.328 783.948.179 517.402.410 365.997.038 2001 2.848.024.786 385.774.627 1.305.634.402 555.427.436 234.622.110 299.568.303 2002 2.878.498.324 413.118.128 1.496.507.379 647.087.516 281.372.849 328.053.090 2003 2.528.721.686 455.257.576 1.500.107.832 697.032.757 239.814.910 254.487.652 2004 3.637.273.905 1.237.303.450 2.101.234.818 1.250.376.271 252.442.382 328.373.007 2005 3.414.466.303 1.232.139.609 2.646.018.785 1.837.219.778 560.628.108 760.205.898 Sumber : BPS, 2000-2005 Bila melihat perkembangan impor industri logam dasar besi dan baja Indonesia dari tahun 2000 sampai 2005, nilai impornya cenderung mengalami trend yang meningkat terutama untuk subsektor industri penggilingan baja ISIC 27102, pada tahun 2005 mengalami kenaikan nilai impor yang begitu melonjak dari tahun 2004. Untuk volume impor yang sangat tinggi kapasitasnya dialami oleh industri besi dan baja dasar ISIC 27101 Tabel 4.4. Masuknya produk besi baja impor ke Indonesia terutama produk baja impor dengan harga dumping atau ilegal menyebabkan industri besi baja Indonesia harus bersaing dalam merebut pangsa pasarnya. Namun, dalam hal ini persaingan menjadi tidak sehat sehingga mematikan perusahaan-perusahaan besi baja dalam negeri.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Struktur Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

Dalam penelitian ini, analisis struktur industri logam dasar besi dan baja di Indonesia dilakukan dengan menggunakan perhitungan rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar yang menguasai pangsa pasar dalam industri tersebut, yang dikenal dengan indikator CR4. Hasil perhitungan CR4 untuk industri logam dasar besi dan baja di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1. CR4 Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia, Tahun 1995- 2004 CR4 Industri Logam Dasar Besi dan Baja Subsektor 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Rata2 Isic 27101 98,74 96,42 96,28 92,90 66,03 68,93 86,24 81,66 75,79 71,33 83,43 Total ∑ Firm 16 12 17 27 21 16 22 16 19 24 Isic 27102 82,52 88,45 83,52 61,64 84,91 85,98 77,56 74,30 64,11 60,74 76,37 Total ∑ Firm 59 57 60 47 48 44 62 54 48 50 Isic 27103 47,92 54,60 56,83 67,18 53,73 51,57 60,68 40,92 53,98 49,03 53,64 Total ∑ Firm 62 55 61 32 38 38 44 49 42 45 CR4 Industri Total ∑ Firm 76,39 137 79,82 124 78,88 138 73,91 106 68,22 107 68,83 98 74,83 128 65,63 119 64,63 109 60,37 119 71,15 Sumber : Diolah dari data BPS, 1995-2004 Keterangan : Isic 27101 = Industri Besi dan Baja Dasar Isic 27102 = Industri Penggilingan Baja Isic 27103 = Industri Pipa dan Sambungan dari Besi dan Baja Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata struktur pasar industri logam dasar besi baja Indonesia dari tahun 1995 sampai tahun 2004 berbentuk oligopoli ketat dengan nilai rasio konsentrasi sebesar 71,15 persen. Pada tahun 1995, rata-rata rasio konsentrasi industri besi baja sebesar 76,39 persen sedangkan tahun 2004 mengalami penurunan rasio konsentrasi menjadi 60,37 persen. Penurunan ini bukan dikarenakan meningkatnya jumlah perusahaan dalam industri tersebut tetapi justru karena banyak perusahaan yang keluar dalam industri. Perusahaan yang keluar itu merupakan perusahaan dengan skala produksi yang rendah. Penurunan rasio konsentrasi juga karena perusahaan-perusahaan yang bertahan