Periode Antara 1997-2007 Sejarah Perkembangan Industri Logam Dasar Besi dan Baja Indonesia

250.000 ton bajatahun. Berbagai penyelidikan dilaksanakan dan beberapa pengusaha swasta melakukan survey terhadap kemungkinan pembangunan sebuah pabrik baja. Pada bulan april 1969, pemerintah memulai Repelita pertama dimana difokuskan pada produksi pangan terutama produksi beras, meningkatkan ekspor dan membangun fasilitas-fasilitas infrastruktur yang harus saling menunjang. Akibatnya pemakaian baja meningkat secara mencolok sehingga terjadi perkembangan yang pesat di pasaran baja. Hal ini menarik perusahaan-perusahaan untuk menanamkan modalnya pada sektor ini. Banyaknya jumlah perusahaan yang bergerak dalam bidang ini dari tahun ke tahun semakin meningkat. Proyek- proyek pembangunan di dalam telah berjalan dengan baik sehingga terdapat peningkatan konsumsi besi baja. Oleh karena itu, kondisi industri besi baja nasional menunjukkan hasil yang baik. Pada tahun 1985, industri besi baja nasional mulai melakukan ekspor perdana yang dilakukan oleh PT. Krakatau Steel ke beberapa negara seperti Jepang, Amerika, Inggris, India, China, Timur Tengah, dan Korea. Hingga tahun 1995, industri besi baja Indonesia terus mengadakan proyek-proyek perluasan industrinya.

4.2.4. Periode Antara 1997-2007

Tahun 1997 merupakan tahun awal terjadinya krisis ekonomi yang melanda beberapa negara Asia yang juga melanda Bangsa Indonesia. Krisis ekonomi berdampak buruk terhadap perkembangan sektor industri terutama perkembangan industri manufaktur karena kebanyakan berbahan baku impor yang tinggi sehingga menyebabkan industri ini cukup sulit untuk mempertahankan produksinya. Krisis ekonomi menyebabkan fluktuasi nilai tukar yang tajam, hal ini mengakibatkan industri mengalami pertumbuhan negatif. Tabel 4.1. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Indonesia Tahun 1996- 2000 Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Subsektor 1996 1997 1998 1999 2000 Makanan, Minuman, dan Tembakau 17,2 14,9 -3,1 5,3 0,7 Tekstil, Barang kulit dan alas kaki 8,7 -4,4 -14,0 8,0 10,5 Barang kayu dan hasil hutan lainnya. 3,2 -2,1 -26,0 -13,7 6,1 Kertas dan barang cetakan 6,9 9,0 -5,4 3,2 10,2 Pupuk Kimia dan Barang dari Karet 9,0 3,4 -15,0 9,8 12,8 Semen dan barang galian Non Logam 11,0 4,5 -30,5 5,3 7,3 Logam Dasar Besi dan Baja 8,0 -1,4 -25,6 -1,1 16,2 Alat angkut, Mesin dan peralatan 4,6 -0,4 -52,6 -10,3 51,5 Barang lainnya 9,7 6,0 -34,7 -2,8 8,1 Total 11,7 7,4 -14,4 3,8 7,2 Sumber : BPS, 1996-2000 Krisis ekonomi berdampak kurang baik bagi kondisi industri besi baja di Indonesia karena dengan krisis ekonomi menyebabkan adanya kenaikan biaya- biaya input produksi yang sangat besar sehingga dengan krisis ekonomi jumlah perusahaan dan tenaga kerja industri besi baja di Indonesia mengalami penurunan. Sejak terjadinya krisis ekonomi hingga tahun 1999, kondisi industri besi baja belum menunjukkan perbaikan yang baik. Di tahun 2000, walaupun terjadi penurunan jumlah unit usaha akan tetapi kondisi industri besi baja nasional secara keseluruhan sudah menunjukkan adanya perbaikan ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik seiring dengan berjalannya proyek-proyek pembangunan kembali infrastruktur yang rusak. Pada tahun 2001 hingga saat ini, industri besi baja nasional sangat terancam dengan masuknya produk-produk baja ilegal dan produk baja dengan harga dumping karena menyebabkan adanya persaingan usaha yang tidak sehat. Berbagai kasus mengenai adanya produk baja dumping dan ilegal ini telah ditangani oleh Komite Anti Dumping Indonesia KADI. Pada tahun 2003, beberapa negara seperti China, Irak, dan Rusia sedang giat-giatnya dalam melakukan pembangunan sehingga hampir sebagian besar bahan baku baja terserap untuk keperluan pembangunan negara tersebut. Menurut laporan Komite Studi Ekonomi Internasional Iron and Steel Institute IISI bahwa pada tahun 2003, impor besi baja China mencapai 257 juta tontahun atau naik hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2000 yang mencapai 142 juta tontahun. China menyerap sepertiga dari total impor besi baja dunia. Hingga tahun 2004, konsumsi baja China meningkat kembali menjadi 290 juta tontahun warta ekonomi, 2006. Hal ini menyebabkan telah terjadi kelangkaan bahan baku baja untuk keperluan produksi industri besi baja Indonesia. Besarnya permintaan bahan baku baja menyebabkan terjadinya kenaikan harga bahan baku baja tersebut sehingga dapat berpengaruh pada aktifitas produksi industri besi baja dalam negeri yang sebagian besar bahan bakunya impor. Barulah diawal tahun 2006, China mengalami kelebihan pasokan besi baja hasil produksi yang berlebihan sehingga banyak produk-produk baja China yang masuk ke Indonesia dan diketahui ada beberapa produk disalurkan dengan harga dumping. Tahun 2006, dikabarkan bahwa China mengalami kelebihan pasokan sebanyak 116 juta ton Kompas, 2006.

4.3. Regulasi Pemerintah Terhadap Industri Logam Dasar Besi dan Baja