45
Dalam novel ini penulis ingin menjabarkan latar yang paling dominan yang berpengaruh pada gambaran identitas seksual yang di alami
para tokoh yaitu Laila, Saman, Shakuntala, Yasmin, dan Upi.
2.2.1 Latar Tempat
Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.Unsur tersebut yang digunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tersebut tanpa nama yang jelas. Penggunaan latar tempat
dengan nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang
bersangkutan, Nurgiyantoro, 1995: 227. Secara garis besar dalam novel Saman, terdapat tiga latar tempat
yang melatarbelakangi konflik-konflik itu terjadi. Seperti, pantai laut cina, Prabumilih dan New York.
2.2.1.1 Pantai Laut Cina Selatan
Di pabrik kilang di lepas pantai laut Cina selatan, dalam penceritaan tersebut adalah tempat awal pertemuan Laila dan Sihar di
sebuah Ring.
Lalu ia memperkenalkan orang-orang sevis itu kepada kedua tamunya. Yang pertama adalah Sihar Situmorang, Insinyur analisis kandungan
minyak, orang yang membuat Laila tertarik karena ketidakacuhannya dan posturnya yang liat Utami, 1998: 10.
46
Ring adalah tempat Sihar bekerja kepada Sarono sebagai “Company man”. Tempat inilah adalah tempat pertama kalinya Laila
dikenalkan oleh Rasono pimpinan kerja Sihar kepada Sihar. Dari awal pertemuannya di ring Laila sudah menyukai dan mengagumi Sihar.
. 2.2.1.2
Kota Perabumulih
Kota Prabumulih merupakan tempat tinggal Saman dan keluarganya sewaktu Saman masih kecil. Hal tersebut dapat dilihat pada
kutipan dibawah ini.
Wisanggeni lahir di sana. Saat umurnya empat tahun, bapaknya dipindahkan ke Perabumulih, sebuah kota sebrang yang panjang, jalan
utamanya kira-kira Cuma lima kilometer. Prabumulih masih kota minyak di tengah Sumatera Selatan yang sunyi masa ituUtami, 1998:45.
Tidak hanya itu, setelah tumbuh menjadi dewasa Saman menyerahkan sepenuh hati dan dirinya kepada Tuhan dan ia memutuskan
untuk menjadi pastor. Hingga pada akhirnya ia bersama dua temanya menerima sakramen presbiterat. Mereka mengucapkan kaulnya dan sejak
hari itu juga ia dipanggil pater Wisanggeni atau Romo Wis.
Tiga pemuda itu berjubah putih, lumen de lumine, dan Bapak Uskup dengan mitra keemasan memanggil nama mereka satu per satu. Juga
namanya Athanasius Wisanggeni.Sakramen presbiterat mencium ubin yang dingin.Mereka telah mengabulkan kaulnya.Pada mereka telah
dikenakan stola dan kasula. Sejak hari itu orang-orang memanggil ia pater. Dan namanya menjadi pater Wisanggeni atau Romo Wis Utami,
1998:41.
Setelah Saman dithabiskan menjadi seorang Romo, ia meminta kepada Romo baru agar ia di tugaskan di Perabumulih. Hal itu