Penyimpangan-penyimpangan seksual para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami kajian struktur dan psikologi sastra.

(1)

ABSTRAK

Permata. Paulina Eka Vianti. 2011. “ Penyimpangan-Penyimpangan Seksual Para Tokoh dalam Novel Saman Karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra”. Skripsi Sastra 1 (S1) Yogyakarta: Prodi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra. Penelitian ini bertujuan pertama, memaparkan kajian struktural yang meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan alur. Kedua, menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.

Penelitian ini menggunakan pendekatan struktur dan psikologi sastra. Pendekatan struktur digunakan untuk menganalisis tokoh penokohan dalam Novel Saman guna mengetahui pribadi-pribadi para tokoh, memahami latar tempat dan latar waktu kejadian yang terdapat dalam cerita pada novel. Psikologi sastra dengan menggunakan teori Sigmun Freud sebagai ladasan teori tentang penyimpangan-penyimpangan seksual serta teori penyimpangan seksual secara sosial. Pendekatan psikologi sastra tersebut digunakan untuk menganalisis tentang penyimpangan-penyimpangan seksuali para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.

Hasil kajian struktural, menunjukkan bahwa tokoh utama dalam novel

Saman ini adalah tokoh Saman. Tokoh tambahan adalah Laila, Sihar, Yasmin,

Shakuntala dan Upi. Latar terbagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat terbagi menjadi tiga lokasi yaitu Pantai Laut Cina Selatan, Prabumulih, dan New York. Latar waktu terbagi menjadi dua, yang pertama latar waktu pada periode Saman sebelum keluar dari biara dan latar waktu pada periode setelah Saman keluar dari biara. Latar sosial dalam novel Saman karya Ayu Utami yaitu latar sosial agama Katolik, latar dunia mistik latar budaya Jawa dan latar kehidupan seks. Alur yang digunakan dalam novel Saman adalah alur flashback.

Hasil kajian psikologi menunjukkan bahwa permasalahan utama para tokoh dalam novel Saman adalah permasalahan seksual. Para tokoh dalam novel

Saman mengalami penyimpangan-penyimpangan seksual yang berbeda-beda.

tokoh Shakuntala dalam memperoleh tujuan sesualnya mengalami penyimpangan seksualitas inverse (pembalikan). Penyimpangan seksual yang dialami Shakuntala yaitu penyimpangan pribadi yang terbalik dalam dua arah (amphigenouslly

inverted) dan pribadi yang hanya kadang-kadang memperlihatkan inversi (occasionally inverted). Penyimpangan yang berhubungan dengan tujuan

seksual.Tokoh Upi mengalami penyimpangan seksual yang tidak lazim yang disebut fetitisme. Tokoh Saman dan Laila mengalami penyimpangan seksual secara sosial dalam bentuk perzinahan. Tokoh Sihar dan Yasmin mengalami penyimpangan seksual secara sosial dalam bentuk perselingkuhan.


(2)

ABSTRACT

Permata, Paulina Eka Vianti. 2011. "Deviations Sexuality in Novel Saman

Ayu Utami Work". Thesis Literature 1 (S1) Yogyakarta: Indonesian

Literature Department, Faculty of Arts, University of Sanata Dharma.

This study analyzes the distortions of sexuality of the characters in the novel Saman masterpiece Ayu Utami study of the structure and Psychology Literature. The first aim of this study, explain structural studies that include character and characterization, setting, and plot. The second goal, analyze deviations sexuality of the characters in the novel Saman materpiece Ayu Utami.

This research approach and structure of psychology literature. Approach used to analyze the structure of the characters in the novel Saman characterization to determine of the personalities of the character, to understand the background of the place and time occurrence background contained in the story of the novel. Psychology literature using Sigmund Freud’s theory as the theoretical basis of sexual deviations and social theory of sexual deviation. The psychology approach is to analyze the literature about sexual deviation of the characters in the novel

saman masterpiece Ayu Utami.

The structural study result showed that the main character in saman novel is the character saman. Additional characters are Laila, Sihar, Yasmin, Shakuntala and Upi. A background divided into three location, place setting, time setting, and social background. A background place is divided into three locations: the South China Sea, Prabumulih, and NewYork. Setting time is divided into two, the first background on the period of time before exiting te abbey summons and setting a second period of time after the wrant out of the convent. Social background in the novel Saman masterpiece Ayu Utami ,Catholic religion is the background, the background of the mystical world Javanese cultural background and foreground sex life. Groove used in novel Saman is flashback groove.

Psychology study results showed that the main problem of the characters in the novel saman is a sexual problem. The characters in the novel saman experiencing sexual deviations vary. Figure Shakuntala in obtaining the irregularities sexuality sexual purposes inversion (reversal). Shakuntala experienced sexual deviationis a deviation personal reversed in two directions (amphigenously inverted) and private shows only occasional inversion (occasionally inverted). Irregularities related to sexual purposes. Figure Upi experience unusual sexual perversion called fetitisme. Saman figures and Laila socially experienced sexual perversion in the form of adultery. Sihar figures and Yasmin suffered sexual deviation socially in the form of infidelity.


(3)

PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN SEKSUAL PARA TOKOH DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

KAJIAN STRUKTUR DAN PSIKOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Strata 1 (S-1) Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Paulina Vianti Eka Permata 114114027

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,31 Agustus 2015 Penulis


(7)

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Paulina Vianti Eka Permata

NIM : 114114027

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “ Penyimpangan-penyimpangan Seksual Para Tokoh dalam Novel Saman karya Ayu Utami Kajian Struktural dan Psikologi Sastra”.

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalam data, mendistribusi secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta,

Pada tanggal, 31 Agustus 2015 Yang menyatakan,


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan kasihnya untuk menuntun penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalahPenyimpangan-penyimpangan Seksualitas Para Tokoh dalam Novel Saman Karya Ayu Utami, ditulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, karena itu penulis mau mengucapkan limpah terima kasih kepada:

1. Dr. Yosep Yapi Taum, M.Hum., yang berkenan menjadi pembimbing I penulis dalam menyusun skripsi ini. Beliau telah memberikan banyak masukan, pinjaman buku referensi, teori-teori yang digunakan dalam skripsi ini, dan terus memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Peni Adji S.S, M. Hum, yang berkenan menjadi pembimbing II, selaku

dosen pembimbing akademik penulis. Beliau juga memberikan masukan dan terus memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Para dosen Program Studi Sastra Indonesia USD yang belum disebut: Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., Drs. Hery Antono, M.Hum., dan Drs. F.X. Santosa, M.S., serta dosen-dosen pengampu mata kuliah tertentu yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Pengabdian mereka untuk dunia pendidikan sangat berharga dan patut dihormati.

4. Bapak Yohanes Suparlan dan ibu Siti Rohani, keluargaku tercinta yang telah membiayai dan selalu mendoakan penulis setiap saat.

5. Yoseph Charolus Leba yang selalu memotivasi dan selalu membantu serta dengan sabar menemani penulis untuk mencari buku referensi dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Staf secretariat fakultas Sastra dan BAAK yang selalu mempermudah urusan administrasi.

7. Karayawan/i perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah mempermudah peminjaman buku-buku referensi.


(9)

8. Anggota keluarga besar yang selalu memberi dukungan doa dan dorongan semangat kepada penulis.

9. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2011, yang selalu membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman kos Cantik, atas kebersamaannya selama ini, yang telah mengajarkan begitu banyak hal kepada penulis dalam pergaulan Terima kasih atas dukungan dan doanya.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun telah banyak memberikan dukungan dan perhatian sampai selesai skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis menerima segala bentuk kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, terima kasih.

Yogyakarta, 31 Agustus 2015 Penulis


(10)

MOTTO

Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.

Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. (Amsal 3:5-6)

Pergilah dan jadilah bijak dengan berpijak pada kegagalan masalalumu Sebagai cambuk dan bergurulah pada keberhasilan untuk terus maju mengukir


(11)

ABSTRAK

Permata. Paulina Eka Vianti. 2011. “ Penyimpangan-Penyimpangan Seksual Para Tokoh dalam Novel Saman Karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra”. Skripsi Sastra 1 (S1) Yogyakarta: Prodi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami kajian Struktur dan Psikologi Sastra. Penelitian ini bertujuan pertama, memaparkan kajian struktural yang meliputi tokoh dan penokohan, latar, dan alur. Kedua, menganalisis penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.

Penelitian ini menggunakan pendekatan struktur dan psikologi sastra. Pendekatan struktur digunakan untuk menganalisis tokoh penokohan dalam Novel Saman guna mengetahui pribadi-pribadi para tokoh, memahami latar tempat dan latar waktu kejadian yang terdapat dalam cerita pada novel. Psikologi sastra dengan menggunakan teori Sigmun Freud sebagai ladasan teori tentang penyimpangan-penyimpangan seksual serta teori penyimpangan seksual secara sosial. Pendekatan psikologi sastra tersebut digunakan untuk menganalisis tentang penyimpangan-penyimpangan seksuali para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.

Hasil kajian struktural, menunjukkan bahwa tokoh utama dalam novel Saman ini adalah tokoh Saman. Tokoh tambahan adalah Laila, Sihar, Yasmin, Shakuntala dan Upi. Latar terbagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat terbagi menjadi tiga lokasi yaitu Pantai Laut Cina Selatan, Prabumulih, dan New York. Latar waktu terbagi menjadi dua, yang pertama latar waktu pada periode Saman sebelum keluar dari biara dan latar waktu pada periode setelah Saman keluar dari biara. Latar sosial dalam novel Saman karya Ayu Utami yaitu latar sosial agama Katolik, latar dunia mistik latar budaya Jawa dan latar kehidupan seks. Alur yang digunakan dalam novel Saman adalah alur flashback.

Hasil kajian psikologi menunjukkan bahwa permasalahan utama para tokoh dalam novel Saman adalah permasalahan seksual. Para tokoh dalam novel Saman mengalami penyimpangan-penyimpangan seksual yang berbeda-beda. tokoh Shakuntala dalam memperoleh tujuan sesualnya mengalami penyimpangan seksualitas inverse (pembalikan). Penyimpangan seksual yang dialami Shakuntala yaitu penyimpangan pribadi yang terbalik dalam dua arah (amphigenouslly inverted) dan pribadi yang hanya kadang-kadang memperlihatkan inversi (occasionally inverted). Penyimpangan yang berhubungan dengan tujuan seksual.Tokoh Upi mengalami penyimpangan seksual yang tidak lazim yang disebut fetitisme. Tokoh Saman dan Laila mengalami penyimpangan seksual secara sosial dalam bentuk perzinahan. Tokoh Sihar dan Yasmin mengalami penyimpangan seksual secara sosial dalam bentuk perselingkuhan.


(12)

ABSTRACT

Permata, Paulina Eka Vianti. 2011. "Deviations Sexuality in Novel Saman

Ayu Utami Work". Thesis Literature 1 (S1) Yogyakarta: Indonesian

Literature Department, Faculty of Arts, University of Sanata Dharma.

This study analyzes the distortions of sexuality of the characters in the novel Saman masterpiece Ayu Utami study of the structure and Psychology Literature. The first aim of this study, explain structural studies that include character and characterization, setting, and plot. The second goal, analyze deviations sexuality of the characters in the novel Saman materpiece Ayu Utami.

This research approach and structure of psychology literature. Approach used to analyze the structure of the characters in the novel Saman characterization to determine of the personalities of the character, to understand the background of the place and time occurrence background contained in the story of the novel. Psychology literature using Sigmund Freud’s theory as the theoretical basis of sexual deviations and social theory of sexual deviation. The psychology approach is to analyze the literature about sexual deviation of the characters in the novel saman masterpiece Ayu Utami.

The structural study result showed that the main character in saman novel is the character saman. Additional characters are Laila, Sihar, Yasmin, Shakuntala and Upi. A background divided into three location, place setting, time setting, and social background. A background place is divided into three locations: the South China Sea, Prabumulih, and NewYork. Setting time is divided into two, the first background on the period of time before exiting te abbey summons and setting a second period of time after the wrant out of the convent. Social background in the novel Saman masterpiece Ayu Utami ,Catholic religion is the background, the background of the mystical world Javanese cultural background and foreground sex life. Groove used in novel Saman is flashback groove.

Psychology study results showed that the main problem of the characters in the novel saman is a sexual problem. The characters in the novel saman experiencing sexual deviations vary. Figure Shakuntala in obtaining the irregularities sexuality sexual purposes inversion (reversal). Shakuntala experienced sexual deviationis a deviation personal reversed in two directions (amphigenously inverted) and private shows only occasional inversion (occasionally inverted). Irregularities related to sexual purposes. Figure Upi experience unusual sexual perversion called fetitisme. Saman figures and Laila socially experienced sexual perversion in the form of adultery. Sihar figures and Yasmin suffered sexual deviation socially in the form of infidelity.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

KATA PENGANTAR... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... viii

ABSTRAK... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI……….... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah………..1

1.2 RumusanMasalah………..6

1.3 TujuanPenelitian………6

1.4 ManfaatPenelitian………..7

1.5 TinjauanPustaka………...7

1.6LandasanTeori………10

1.6.1 KajianStruktural………10

1.6.2 PendekatanPsikologiSastra………17

1.7 MetodePenelitian………23

1.7.1 MetodedanTeknikPengumpulan Data………. 23

1.7.2 MetodedanTeknikAanalisis Data……… 24

1.7.3 TeknikPenyajianHasilAnalisis Data……… 24

1.8 SistematikaPenyajian………..25

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, LATAR DAN ALUR PADA NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI 2.1 TokohdanPenokohan……… 26

2.1.1 TokohUtamaDalam Novel Saman………... 27

2.1.2 TokohTambahanDalam Novel Saman………... 32

2.1.2.1 TokohdanPenokohanLaila………... 32

2.1.2.2 TokohdanPenokohanSihar………...35

2.1.2.3 TokohdanpenokohanShakuntala……… 37


(14)

2.2.1 LatarTempat……….. 45

2.2.1.1 PantaiLautCina Selatan………. 45

2.2.1.2 KotaPerabumulih………... 46

2.2.1.3 Kota New York……….. 47

2.2.2 LatarWaktu………. ..48

2.2.2.1 PeriodeKehidupanSamanSebelumKeluardari Biara…..48

2.2..2.2PeriodeKehidupanSamanSetelahKeluardariBiara……...51

2.2.3 LatarSosial……… 53

2.2.3.1 LatarSosialAgama……… 54

2.2.3.2 LatarBudayaMistik……….. 54

2.2.3.3 LatarBudayaJawa………. 55

2.2..3.4LatarTentangKehidupanSeks……….. 56

2.2.4 Plot danAlur……….. 58

2.2.5 Rangkuman……… 60

BAB III PENYIMPANGAN SEKSUALITAS PARA TOKOH DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI 3.1 Pengantar……… 63

3.2 Penyimpangan yang BerhubungandenganObjekSeksual………... 65

3.2.1 PribadiMenyimpangTerbalikdalamDuaArah……… 65

3.2.2 PribadiMenyimpangyangKadang-kadangMemperlihatkaninversi……….. 67

3.3 Penyimpangan yang BerhubungandenganTujuanSeksual…………. .. 70

3.4 PenyimpanganSeksualSosial……….. 72

3.4.1 TokohSaman: HubunganSeksual diluarPernikahan/Perzinahan…73 3.4.2 TokohLaila: HubunganSeksual diluarPernikahan/Perzinahan...77

3.4.3 TokohSihar: Perselingkuhan………..79

3.4.4 TokohYasmin: Perselingkuhan………..81

3.4.5 Rangkuman……….84

BAB 1V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………..85

B. Saran………....87

DAFTAR PUSTAKA………. 89


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Karya sastra membicarakan kehidupan manusia dengan segala kompleksitas, maka karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Sastra merupakan cerminan dari kehidupan manusia yang di dalamnya tersirat sikap, tingkah laku, pemikiran, pengetahuan, imajinasi, tanggapan, serta spekulasi mengenai manusia itu sendiri. Menurut Wellek dan Warren (1989:109-110), sastra “menyajikan kehidupan” dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. Lebih jelas lagi kalau dikatakan sastra mencerminkan dan mengekspresikan hidup.

Novel sebagai karya sastra adalah sebuah dunia kecil yang diciptakan pengarang dan merupakan representasi tiruan kehidupan manusia yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan (Esten, 1989:8). Sebagai tiruan kehidupan manusia, novel akan menampilkan sebagian konflik yang dihadapi manusia dalam kehidupannya yang diwakili oleh tokoh-tokoh dalam novel tersebut.


(16)

Novel Saman karya Ayu Utami sering disebut sebagai contoh karya dengan ciri “keterbukaan baru” dalam membicarakan seksualitas. Pada bagian-bagian novel yang menceritakan tokoh-tokoh pada novel yakni Saman, Sihar, Laila, Shakuntala, Yasmin, dan Upi seks yang menjadi tema utama. Perilaku seksual yang diceritakan hampir sepenuhnya bertentangan dengan norma masyarakat (Indonesia), dalam arti bahwa yang diceritakan bukanlah hubungan heteroseksual yang disahkan oleh surat nikah. Shakuntala cenderung biseksual, Laila jatuh cinta pada seorang laki-laki yang sudah menikah, Yasmin mengkhiati suaminya dengan sekaligus “memurtatkan” seorang pastor, Sihar yang sudah mempunyai istri berselingkuh dengan Laila, dan Upi yang melakukan hubungan seksual dengan benda-benda yang tidak lazim. Kiranya tidak salah bila kita menyimpulkan bahwa dalam novel tersebut seksualitas direpresentasikan dengan cara yang provokatif. Novel Saman karya Ayu Utami (1998) menjadi titik awal trend sensasi seputar pengarang perempuan yang berlangsung sampai sekarang. Saman, dengan kalimat akhirnya “perkosalah aku” yang provokatif itu, menjadi buah bibir

terutama karena “pendobrakan” dan “keterbukaan”-nya dalam hal

seksualitas.

Berdasarkan fenomena tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai penyimpangan-penyimpangan seksualitas yang terjadi dalam novel Saman dengan kajian psikologi sastra. Ada beberapa persoalan yang ingin diungkapkan dalam novel Saman karya Ayu Utami yang penulis jadikan sebagai objek penelitian ini.Pertama, dalam novel Samanterdapat


(17)

masalah seksualitas yang merupakan problem yang dihadapi oleh para tokoh yang terdapat dalam novel tersebut. Masalah seksual yang terungkap tertuang dalam karya sastra layak untuk didalami karena telah melalui proses refleksi sastra. Kedua, kajian psikologis yang secara khusus akan membahas penyimpangan seksual belum banyak dilakukan, jadi penelitian ini untuk mengisi kelangkaan tersebut.

Justina Ayu Utami lahir di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968. Ia menamatkan kuliah di jurusan Sastra Rusia, Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ayu dikenal sebagai novelis sejak novel Saman memenangi sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dalam waktu tiga tahun Saman terjual 55.000 eksemplar. Berkat Saman pula, ia mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Novel keduanya, Larung, yang merupakan seri lanjutan dari novel Saman, terbit tahun 2001. Baru tujuh tahun kemudian, Ayu menghasilkan novel Bilangan Fu, setelah sebelumnya sempat diselingi penerbitan kumpulan esai-nya “Si Parasit Lajang” (GagasMedia, Jakarta 2003). Ayu meluncurkan novel terbarunya, seri Bilangan Fu, Manjali dan Cakrabirawa.

Seksual berasal dari kata seks dan seksualitas. Seks berasal dari kata sexus (bahasa latin) yang berarti alat kelamin. Seks dalam arti luas disebut seksualitas. Ini berarti menyangkut segala sesuatu yang ada hubunganya


(18)

perwujudan naluri seksuil, serta segala sesuatu yang ada pada manusia yang mendapatkan dayanya dari naluri dorongan seksuil itu.

Seksual diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi. Seksual berhubungan dengan bagaimana mengkomunikasikan perasaan kepada lawan jenis melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan melalui perilaku yang lebih halus, seperti isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata (Freud, 2010:45). Di antara beberapa aspek pemikiran Freud, ia memberi tempat khusus pada masalah seksualitas, dan masalah ini pula yang banyak menimbulkan kritik dan penolakan terhadap dirinya. Banyak orang memahami seksualitas berkaitan semata pada masalah alat-alat reproduksi.

Gunawan (1993:8) mendefenisikan seks sebagai keadaan anatomis dan biologis yang merupakan pengertian sempit dari apa yang dimaksudkan dengan seksualitas, yaitu keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan, keperibadian, dan sikap seseorang yang berkaitan dengan perilaku serta orientasi seksualnya. Arti seks yang dikonotasikan dengan persentuhan termaksud sebagai sex acts, yang berdasarkan tujuannya dapat dibedakan menjadi tiga macam. Pertama bertujuan untuk memiliki anak (sex as procreational), kedua; untuk sekedar mencari kesenangan (sex as recreational); dan ketiga, dimaksudkan sebagai bentuk ungkapan penyatuan


(19)

Psikologi sastra adalah suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati dan menyikapi kehidupan (Harjana dalam kutipan Sartika, 2011). Jadi, pendekatan psikologi ini adalah analisis atau kritik terhadap suatu karya sastra yang menitik beratkan pada keadaan jiwa manusia, baik terhadap pengarang, karya sastra, maupun pembaca.

Asumsi dasar pengertian psikologi sastra antara lain dipengaruh oleh beberapa hal. Pertama, adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar atau subconcius setelah jelas baru dituangkan ke dalam bentuk secara dasar (conscious). Antara sadar dan tak sadar selalu mewarnai dalam proses imajinasi pengarang. Kekuatan karya sastra dapat dilihat seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra (Endraswara 2013:96).

Kedua, kajian psikologi sastra selain meneliti perwatakan tokoh secara psikologis juga aspek-aspek pemikiran dalam perasaan pengarang ketika menciptakan karya tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya menjadi hidup (Endraswara, 2013:96).

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan


(20)

karya dalam berkarya (Endraswara, 2013:96). Aktivitas kejiwaan tersebut, terlihat pada struktur novel Saman. Oleh karena itu, analisis struktur pada novel akan diterapkan terlebih dahulu, lalu akan dilanjutkan pada kajian psikologi. Analisis struktur dalam penelitian, dibahas tentang tokoh penokohan, latar dan alur dan unsur tersebut akan memudahkan peneliti dalam mencari gagasan tentang penyimpangan-penyimpangan seksualitas yang terdapat pada novel.

Dalam novel Saman segala permasalahan dan penyimpangan mengenai seksualitas yang dialami oleh para tokoh yang ada pada novel tersebut merupakan salah satu daya tarik yang melatarbelakangi mengapa peneliti mengambil ini sebagai bahan penelitian.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas. Maka permasalahan yang di bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur novel Saman karangan Ayu Utami?

2. Bagaimana penyimpangan seksual yang dilakukan oleh para tokoh yang terdapatdalam novel Saman karya Ayu Utami.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap novel Saman Karya Ayu Utami memiliki dua tujuan pokok, yaitu:


(21)

2. Mendeskripsikan penyimpangan seksual yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami.

1.4Manfaat Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini adalah serangkaian struktur tokoh penokohan dari beberapa tokoh dalam novel, yaitu tokoh Saman, Laila, Sihar, Yasmin, Shakuntala dan Upi dan penyimpangan-penyimpangan seksual yang dialami para tokoh dari sudut pandang Sigmun Freud. Secara teoritis penelitian ini berguna untuk menambah perbehandaraan kritik sastra yang meninjau karya sastra secara psikologi sastra yang menggunakan teori psikoanalisis Sigmun Freud.

Sementara itu secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan pembaca untuk mengetahui sastra secara psikoanalisis. 1.5Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini berisi pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah seksualitas di kehidupan sosial masyarakat dalam novel Saman karya Ayu Utami. Penelitian mengenai masalah seksualitas yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami telah diteliti oleh Teguh Candra (1999), Katrin Bandel (2006), Indra Yenni Sugiarto (2007), Andri Wicaksono (2011), dan Hani Solinkha (2011).

Teguh Candra mahasiswa Universitas Sanata Dharma tahun 1999 dalam skripsinya yang berjudul “Pandangan Wanita tentang Seksualitas dalam Saman Karya Ayu Utami Suatu Tinjauan Strukturalisme Genetik” pada


(22)

fokuskan pada keempat tokoh wanita yaitu Laila, Shakuntala, Yasmin dan Cok guna untuk memahami bentuk-bentuk pandangan seksualitas keempat tokoh yang terdapat pada novel Saman. Selanjutnya Candra ingin mendeskripsikan pandangan keempat tokoh yaitu: Laila, Shakuntala, Yasmin dan Cok tentang seksualitas dalam novel Saman karya Ayu Utami menurut kajian strukturalisme Genetik.

Kartin Bandel (2006) dalam bukunya yang berjudul “Sastra, Perempuan, dan Seks,” mengatakan bahwa dalam novel Saman disamping pesan-pesan eksplisit dan provokatif yang menentang falosentrisme, diungkapkan perempuan sebagai pihak yang aktif, dan mengakui berbagai macam orientasi seksual, pada banyak adegan yang membicarakan seksualitas justru terdapat kecendrungan falosentris, hal ini dapat dilihat dalam cerita Saman, dikatakan seksulitas tokoh Upi awalnya digambarkan seperti dalam kutipan “Gadis itu terkenal di kota ini karena satu hal. Dia biasa berkeliaran di jalan-jalan dan menggosok-gosokan selangkangannya pada benda-benda seperti binatang yang merancap.Tentu saja beberapa laki-laki iseng pernah memanfatkan tubuhnya.Konon, anak perempuan ini menikmatinya juga. Karena itu, kata orang-orang, dia selalu saja kembali ke kota ini, mencari laki-laki atau tiang listrik” (Utami, 1998:68).

Indra Yenni Sugiarto mahasiswa Universitas Sanata Dharma 2007 membahas seksualitas dalam skripsinya yang berjudul “Perilaku Seksual Lima Tokoh Perempuan dalam Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan


(23)

dibahas adalah dinamika keperibadian dan struktur keperibadian tokoh serta prilaku seksualitas tokoh dalam dalam novel Cantik Itu Luka .

Andri Wicaksono (2011) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam skripsinya yang berjudul Analisis Strukturalisme Genetik Novel Saman. Andri berpendapat bahwa keberanian Ayu Utami berani melakukan aksentuasi terhadap sesuatu yang tadinya bermakna tabu. “Ini juga patut dihargai, ia telah mengaksentuasikan sesuatu nilai yang tadinya sangat tabu dikatakan oleh kaum perempuan”. Novel Saman karya Ayu Utami sangat menarik dan perlu dikaji, karena novel Saman mempunyai hubungan antara lingkungan sosial saat novel tersebut diciptakan dengan lingkungan sosial pengarang.

Hani Solinkha (2011) dalam makalahnya yang berjudul Potret Seksualitas dan Kritik Sosial dengan Kajian Semiotika, berpendapat bahwa Novel Saman adalah novel yang menggambarkan sebuah potret perilaku seksual yang di dalamnya mengkaji tentang gambaran perilaku seksual, perilaku seks menyimpang, serta yang terutama adalah keterkaitan antara seksual dengan hak-hak perempuan.

Berdasarkan kajian pustaka di atas, tampak bahwa terdapat persamaan subjek kajianya yaitu novel Saman karya Ayu Utami, tetapi dengan objek kajian yang berbeda. Ada juga persamaan objek kajiannya yaitu psikologis sastra hanya dengan subjek yang berbeda. Jadi kebaharuan peneliti ingin


(24)

novel Saman karya Ayu Utami dengan pendekatan Struktural dan Psikologi Sastra.

1.6 Landasan Teori

Dalam skripsi ini akan digunakan teori struktural, teori psikoanalisis, pengertian seksualitas dan penyimpangan-penyimpangan seksual.

1.6.1. Kajian Struktural

Menurut Teeuw (1983:61) pendekatan struktural merupakan pekerjaan pendahulu yang harus dilakukan oleh seorang peneliti sastra sebelum ia melakukan analisis lebih lanjut terhadap suatu karya sastra. Masih menurut Teeuw, karya sastra sebagai dunia, dan kata mempunyai kebulatan makna instrinsik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri.Analisis struktural juga dilakukan agar diperoleh kesistematisan pemahaman yang lebih mendalam terhadap karya sastra, sehingga analisis selanjutnya yang hendak dilakukan menjadi lebih mudah.

A.Teeuw (1984:135) berpendapat bahwa, pendekatan struktural mempunyai tujuan yaitu membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin, keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Damono, (1984:2) juga mengungkapkan bahwa dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan objektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti


(25)

karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut.Batasan ini menunjukkan bahwa pendekatan struktural akan tergantung kepada karya sastra yang hendak dianalisis. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu dari karya fiksi, misalnya peristiwa, alur, latar, tokoh, dan lain sebagainya. Akan tetapi, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antara unsur dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetika dan seluruh makna yang ingin dicapai. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan salah satu kajian yang membedakan antara karya sastra satu dengan karya sastra yang lain.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis struktural berusaha memaparkan dan menunjukkan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra. Aspek intrinsik yang dipilih dalam penelitian meliputi tiga unsur yaitu: tokoh dan penokohan, latar, plot atau alur. Ketiga unsur struktural ini dipilih karena merupakan langkah awal dalam memahami penyimpangan-penyimpangan seksualitas yang akan dibahas selanjutnya.

1.Tokoh dan Penokohan

Nurgiyantoro (2005:165) mengungkapkan bahwa tokoh cerita adalah individu orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan


(26)

kecenderungan seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Penokohan dan karakterisasi - karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjukan pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak (-watak) tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti yang dikatan oleh Jones (1968:33), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama.Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character).Tokoh datar adalah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini.

Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh tokoh utama ( central character, main character), dan tokoh tambahan ( peripheral character).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel yang bersangkutan ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.


(27)

Sedangkan tokoh tambahan dalam pemunculan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkang, dan kehadiranya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung ( Nurgiyanto, 1995 :176-177).

2. Latar

Menurut Semi (1998:46) latar atau landas tumpu cerita adalah tempat peristiwa terjadi.Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjdinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Latar waktu dan fiksi dapat menjadi dominan atau fungsional jika dianggap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah. Pengangkatan unsur sejarah dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan sangat menjadi fungsional sehingga tak dapat diganti dengan waktu lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita. Latar waktu menjadi koheren dengan unsure cerita yang lain.

Nurgiyantoro (2010: 2016) mengungkapkan bahwa latar atausetting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams,1981:175 melalui Nugiyantoro, 2010; 216). Stanton (1965) mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh, dan


(28)

plot ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika pembaca cerita fiksi. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial.

2.1 Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinyaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu, misalnya desa,sungai,jalan,hutan, kota, kecamatan, dan sebagainya (Nurgiantoro,2007:227).

2.2 Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiantoro, 2007: 230).

2.3 Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup


(29)

berbagai masalah dalam lingkup yang kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2007:233-234).

3. Plot atau Alur

Menurut Semi (1988:43), alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dari keseluruhan fiksi. (Stanton dalam Nurgiyantoro 2007:130) menyatakan bahwa plot adalah cerita berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Plot sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun emplisit.Oleh karena itu, dalam sebuah cerita, sebuah teks naratif, tentulah ada awal kejadian. Kejadian-kejadian berikutnya, dan barangkali ada pula akhirnya.Namun, plot sebuah karya fiksi sering tidak menyajikan urutan peristiwa secara kronologis dan runtut, melaikan penyajian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan kejadian yang manapun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan mengakhiri dengan kejadian awal cerita atau di bagian akhir cerita. Dengan demikian, tahap awal cerita tidak harus di awal cerita atau


(30)

di bagian awal teks, melainkan dapat terletak di bagian mana pun (Nurgiantoro, 2007:141).

Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu yang terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan. Atau lebih tepatnya, urutan penceritaan peristiwa- peristiwa yang ditampilkan. Urutan waktu, dalam hal ini, berkaitan dengan logika cerita dengan mendasarkan diri pada logika cerita itu, pembaca akan dapat menentukan peristiwa mana yang akan terjadi lebih dahulu dan mana yang lebih kemudian, terlepas dari penempatanya yang mungkin berada di awal, tengah, dan akhir teks ( Nurgiyantoro 2007: 153).

Plot atau alur dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: pertama,plot lurus adalah sebuah karya dikatakan progesif atau lurus jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa (-peristiwa) yang pertama diikuti oleh (atau: menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara runtun cerita dimulai dari tahap awal (penyesuaian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik, meningkat, klimaks) dan akhir (penyesalan), (Nurgiyantoro, 2007:153-154)

Kedua, plot sorot balik, flashback, adalah urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan dari tahap akhir baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan (Nurgiyantoro 2007: 156).


(31)

1.6.2 Pendekatan Psikologi Sastra

Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa, dan logos yang artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa (Abu Ahmadi, Psikologi Umum:2003). Pendekatan psikologi sastra adalah suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati dan menyikapi kehidupan (Harjana, dalam kutipan:2011). Jadi, pendekatan psikologi ini adalah analisis atau kritik terhadap suatu karya sastra yang menitik beratkan pada keadaan jiwa manusia, baik terhadap pengarang, karya sastra, maupun pembaca.

Psikologi sastra adalah sebuah interdisipliner antara psikolog dan sastra (Endraswara, 2008:16). Pendekatan psikologis terhadap karya sastra muncul setelah Sigmund Freud memperkenalkan teori psikoanalisis, bagi Freud cipta rasa merupakan ambisi alam tak sadar yang tidak terwujud dalam realita. Secara fiktif diaktualisasikan dalam sastra.Pendekatan secara psikologis inilah yang disebut psikologi sastra.

Psikologi sastra adalah suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiawaan dan menyangkut batiniah manusia, lewat tinjauan psikologi akan tampak bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk menghindarkan citra manusia yang seadil-adilnya dan sehidup-hidupnya atau paling sedikit untuk memancarkan bahwa karya sastra pada hakekatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia (Andrea Hardjana, 1994:66).


(32)

1. Teori Psikoanalisis dari Freud

Di antara beberapa aspek pemikiran Freud, ia memberi tempat khusus pada masalah seksualitas, dan masalah ini pula yang menimbulkan kritik dan penolakan terhadap dirinya. Banyak orang memahami seksualitas berkaitan semata pada masalah dan alat-alat reproduksi.Penolakan besar-besaran terhadap Freud terjadi ketika ia membahas masalah seksualitas pada anak-anak. Orang berpendapat, mana mungkin anak-anak memiliki pengalaman yang berhubungan dengan seksualitas. Bagi Freud, masalah seksualitas lebih jauh, lebih luas, dan lebih awal usianya daripada sekedar seksualita genetikal (Minderop, 2010:45).

Freud membedakan tiga periode kehidupan seksual infantile: pertama, periode kegiatan seksual awal. Menurutnya, pulsi seksual bersumber pada rangsangan yang datang dari bagian-bagian tubuh tertentu (daerah erogen). Pada anak-anak seluruh tubuhnya merupakan daerah erogen (daerah rangsangan) yang menjadi sumber kesenangan. Pada anak-anak, kepuasan seksual berpusat pada daerah pencernaan, selanjutnya pada organ genital.Pulsi alimentasi atau kebutuhan untuk makan/minum dan kesenangan yang terpenuhi merupakan pulsi seksual (Minderop, 2010:46).

2. Penyimpangan Seksualitas

Problem atau masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong


(33)

oleh hasrat seksual baik lawan jenis maupun sesama jenis (Sarwano, 1986:137)

Seksualitas meliputi sebuah perasaan, hubungan manusia serta konikasi antar pasangan sehingga tidak dibatasi oleh fisik seseorang. Seksualitas adalah aspek penting dalam kehidupan yang mempengaruhi cara kita memperlihatkan kasih sayang, menilai diri sendiri dan hubungan dengan orang lain.

Identitas seksual adalah jenis kelamin seseorang yang lebih tertarik secara seksual. Identitas seksual dikategorikan menjadi dua yaitu hoteroseksual (penyuka lawan jenis) dan homoseksual (penyuka sejenis). Sesama lelaki disebut gay dan sesama perempuan disebut lesbian. Dalam pembahasan di atas ada dua pemikiran yang masih tersisa; pertama, kecendrungan biseksual diasumsikan sebagai inverse meski kita tidak mengerti detailnya selain formasi-formasi yang terjadi; dan kedua, kita berhadapan dengan bentuk-bentuk gangguan yang dialami insting seksual selama proses perkembangannya (Freud, 2014:13).

Dalam penyimpangan seksual, Freud berpijak pada konsep; objek seksual (sexual object) dan tujuan seksual (sexual aim). Objek seksual berhubungan dengan arah pilihan sasaran aktivitas seksual, apakah diarahkan kepada sesama jenis (homosexual), lain jenis ( heterosexual) ataukah kombinasi antar keduanya (bisexual). Mengenai penyimpangan berdasarkan tujuan seksual, Freud berangkat dari titik pijak bahwa tujuan


(34)

seksual yang mendasar adalah penyatuan alat kelamin (sexsual union), penetrasi penis ke dalam vagina. Namun, di luar tujuan tersebut, ternyata Freud menemukan banyak kasus yang tidak lazim.Cara memperoleh tujuan seksual yang “aneh” seperti ditemui pada kasusgangguan dan penyimpangan seksual diperoleh dengan mempertontonkan alat kelamin kepada orang yang tidak menaruh curiga atau biasa disebut dengan istilahekshibionisme (Freud,20014).

3. Penyimpangan yang Berhubungan dengan Tujuan Seksual

Pertemuan (penyetuan) alat kelamin pada saat aktivitas khas persenggamaan dianggap sebagai tujuan seksual normal. Aktivitas ini bertujuan untuk mengurangi ketegangan seksual dan mematikan hasrat seksual secara temporer (sensasi kepuasaan yang biasa disamakan dengan kepuasan mengatasi rasa lapar). Meski demikian, dalam perilaku seksual paling normal sekalipun, ada aspek-aspek tambahan yang bias dibedakan. Perkembangan aspek-aspek tersebut mungkin akan menampakkan suatu kecenderungan menyimpang yang disebut perverse. Perverse adalah bentuk perilaku sksual menyimpang yang secara sosial tidak dapat diterima ( Freud, 2014:18-19).

Pada penyimpangan yang berhubungan dengan tujuan seksual akan dibahas mengnai objek seksual yang tidak lazim. Aktivitas seksual yang mengunakan “objek-objek yang tidak lazim”, misalnya dalam kasus fatisisme, atau cara memperoleh tujuan seksual yang “aneh” seperti ditemui


(35)

pada kasus fetitisme. Fetitisme adalah aktivitas seksual dengan menggunakan benda-benda yang tidak lazim. Pengganti objek lain biasanya adalah salah satu bagian tubuh yang agak tidak layak untuk menjalankan fungsi-fungsi seksual, seperti kaki, rambut, atau benda-benda mati lainnya (potongan baju, tembok, kayu, tiang listrik dan benda-benda mati lainya), yang memiliki hubungan jelas dengan pribadi seksual, terutama dengan seksualitasnya. Objek pengganti ini tidak bisa disamakan dengan fetish oleh masyarakat tempo dulu dianggap sebagai penjelmaan Tuhan. Tradisi atau peralihan ke arah fetitisme, berikut munculnya penolakan terhadap tujuan seksual normal atau tujuan seksual menyimpang, dibentuk melalui kasus-kasus yang menunjukan bahwa suatu keadaan fetisisme dibutuhkan.

4. Penyimpangan yang Berhubungan dengan Objek Seksual

Teori insting seksual popular mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kisah puitik seputar pemisahan umat manusia dalam dua bagian pria dan wanita dengan cinta akan berjuang menjadi satu. Sangat mengherankan jika kemudian kita menemukan bahwa kondisi sejumlah pria mempunyai objek seksual bukan wanita, melainkan sesama pria atau sebaliknya.Pada penyimpangan yang berhubungan dengan objek sosial akan dibahas mengenai perilaku invert atau pembalikan perilaku seksual yang dialami oleh tokoh yang terdapat pada novel Saman. Perilaku invert yang akan dibahas dalam pembahasan ini ada dua yaitu; kelompok yang terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted) dan pribadi yang hanya


(36)

1. Kelompok yang terbalik dalam dua arah (amphigenously inverted), atau secara psikoseksual hermaprodit (psychosexually hermaphroditic); objek seksual mereka mungkin ditunjukan secara umum, baik sesama jenis maupun lawan jenis. Dalam kasus ini, inversi tidak memperlibatkan karakternya yang khas.

2. Pribadi yang hanya kadang-kadang memperlihatkan inversi(occasionally inverted). Dalam kondisi tertentu, terutama jika objek seksual normal tidak dapat dijangkau, atau melalui tindakan-tindakan imitasi, kelompok ini mampu beranggapan sesama jenisnya sebagai objek seksual,dan meraih seksual bersamanya (Freud, 2014: 1-4).

5. Penyimpangan Seksual Sosial

Dari berbagai pengertian tentang defenisi penyimpangan sosial, dapat dikatakan bahwa penyimpangan sosial di pahami sebagai tindakan yang dilakuakan oleh individu atau kelompok sosial yang tidak sesuai atau melawan kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Kaidah yang berlaku di masyarakat tersebut berwujud nilai dan norma yang mengatur perbuatan mana yang baik dan yang kurang baik untuk dilakukan.

Perilaku seksual di luar pernikahan merupakan perilaku atau tindakan yang melanggar norma masyarakat atau norma agama, di katakan melanggar norma karena hubungan seksual tanpa adanya status pernikahan.


(37)

seorang yang tidak setia pada pasangannya yang terjalin dalam sebuah komitmen dalam masa pacaran atau sudah menikah. Perselingkuhan disebut suatu penyimpangan seksual sosial karena perilaku yang dilakukan tokoh merupakan perbuatan yang melanggar norma-norma agama dan masyarakat.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) metode dan teknik pengumpulan data, (ii) metode dan teknik pada tahap analisis data, dan (iii) metode penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan masing-masing tahap dalam penelitian ini.

1.7.1Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka. Teknik tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan referensi sastra dan novel Saman. Studi pustaka juga dilakukan terhadap artikel atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan objek tersebut.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Judul Buku : Saman

Pengarang : Ayu Utami Tahun Terbit : 1998

Terbitan :Kepustakaan PopulerGramedia


(38)

menyimak langsung dari data sumber tertulis yang sesuai dengan objek penelitian

Teknik lanjutan yang digunakan dari metode baca yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik catat. Teknik catat dilakukan dengan cara mencatat kembali hal-hal yang perlu dan penting dalam penelitian dari sumber tertulis.

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, langkah berikutnya adalah analisis data. Metode yang digunakan pada tahap ini antara lain adalah metode analisis isi, karena teknik ini sangat mendukung dalam memperoleh gambaran yang jelas tentang penyimpangan-penyimpangan seksualitas para tokoh yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami.

1.7.3 Tehnik Penyajian Hasil Analisis Data

Penulis menggunkan metode deskriptif untuk menyajikan hasil analisis data. Metode deskriptif bertujuan membuat pendeskripsian secara sistematis, aktual, akurat mengenai fakta-fakta yang ditemukan. berkaitan dengan penyimpangan-penyimpangan seksual para tokoh dalan novel Saman karya Ayu Utami . Metode deskriptif analisis dirasa tepat oleh penulis dalam menguraikan penelitian terhadap para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami.


(39)

1.8 Sistematika Penyajian

Hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penyajian. Latar belakang menguraikan alasan mengapa penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah menjelaskan masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian ini.Tujuan penelitian mendiskripsikan tujuan diadakan penelitian ini. Manfaat penelitian memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini.Tinjauan pustaka mengemukakan pustaka yang pernah dibahas berkaitan dengan penelitian ini. Landasan teori menyamapaikan teori yang digunakan sebagai landasan penelitian. Metode penelitian mendiskripsikan secara terperinci tahap-tahap dan teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyampaian hasil analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini. Sistematika dan penyajian menguraikan urutan hasil penelitian dalam skripsi ini.

Bab II mendiskripsikan cerita dan struktur dalam novel Samandari tokoh

penokohan, latar, dan alur. Bab III mendeskripsikan penyimpangan seksual para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami Sebuah Kajian struktur dan Psikologi Sastra. Bab IV adalah Penutup, berisi kesimpulan, dan saran dari hasil penelitian yang dibahas.


(40)

BAB II

ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, LATAR , DAN ALUR PADA NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI

Dalam analisis sebuah karya sastra, analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw,1984:135).

Analisis unsur-unsur terhadap struktur pencitraan novel Saman karya Ayu Utami akan difokuskan pada tokoh penokohan, latar, dan alur. Alasan pemilihan analisis tokoh dan penokohan, latar serta alur karena dalam pemilihan analisis ini pengarang dapat mengekspresikan dan mengungkapkan gagasan-gagasan melalui unsur-unsur struktural bagaimana keadaan para tokoh, latar dalam cerita tersebut, serta dapat mengetahui bagaimana alur tersebut dibangun.

2.1Tokoh dan Penokohan

Banyak tokoh yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami, tetapi dalam penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada tokoh Laila, Saman, Shakuntala, Yasmin, Sihar, dan Upi .Alasannya karena intesitas kemunculan para tokoh dalam novel tersebut yakni, untuk menemukan identitas seksual serta penyimpangan-penyimpangan seksual yang dialami para tokoh didalam novel tersebut. Dalam novel ini akan dibahas tentang tokoh


(41)

penokohan yang menfokuskan pada tokoh utama ( central character, main character), dan tokoh tambahan (peripheral character).

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel yang bersangkutan,ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Sedangkan tokoh tambahan dalam pemunculan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadiranya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung, atau pun tak langsung (Nurgiyanto, 1995 :176-177).

2.1.1 Tokoh utama dalam Novel Saman

Tokoh utama adalalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaanya. Dalam novel Saman karya Ayu Utami tokoh utamanya adalah Saman. Dikatakan tokoh utama karena kedua tokoh tersebut merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.Tokoh Saman juga paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, ia juga mengalami banyak permasalahan, dan tokoh Saman merupakan tokoh yang paling banyak waktu penceritaan.

2.1.1 Tokoh dan penokohan Saman

Athanasius Wisanggeni sebelum memakai nama Saman adalah seorang anak muda yang baru saja menamatkan sekolah Teologi di Driyakarya dan belajar di Institut Pertanian Bogor. Setelah Wisanggeni menamatkan sekolahnya, acara sakramen presbiterat serta mengucapkan kaul dan pelantikan


(42)

dilaksanakan. Sejak saat itu orang-orang memanggil dia Pater Wisanggeni atau Romo Wis. Tugas untuk melayani umat dimana pun dan kapan pun telah siap diemban Wis. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

“Terang yang paling kecil datang dari lilin-lilin yang dinyatakan koster

sebelum misa pentahbisan dimulai. Tiga pemuda itu berjubah putih, lumen de

lumine,dan Bapak Uskup dengan mitra keemasan memanggil nama mereka satu per satu. Juga namanya: Athanasius Wisanggeni ( Utami, 1998:40).

Sakramen presbiterat.Tiga lelaki tak berkasut itu lalu telungkap mencium ubin katedral yang dingin.Mereka telah mengucapkan kaulnya.Pada mereka telah dikenakan stola dan kasula.Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi Pater Wisanggeni, atau Romo Wis (Utami, 1998:41).

Saman adalah seorang yang mempunyai jiwa sosial yang sangat tinggi. Hatinya akan cepat tergerak jikamelihat orang yang membutuhkan bantuan. Hal tersebut terlihat ketika dia untuk pertama kali melihat kondisi penduduk dusun Sei Kumbang. Dia sangat merasakan betapa keterbelakangan serta kemiskinan sehingga untuk membeli beras saja tidak mampu sangat menggangu jiwanya untuk turut membantu.Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

“Ia merebus dua mie instan dan menyodorkan setengahnya pada Upi.Gadis itu Nampak bersemangat, tetapi tak segera makan.Ia mengulang-ulang sesuatu dengan nada pertanyaan. Wis baru bisa menduga maknanya ketika malam itu si ibu menanak nasi dengan sayur daun alas rebus dan mi instan yang ia serahkan tadi pagi. Sebungkus supermi untuk lauk berlima.Tidak dimakan sebagai menu utama karbohidrat (Utami, 1998:74).

“Malam itu ia tidur di rumah keluarga Argani yang nyaris tak bersekat. Cuma ada satu bilik disana, dua kali tiga meter, kamar tidur orang tua. Abang, adik Anson, dan Nasri, juga Wis, tidur bergeletakan di serambi, tiga kali tiga meter saja luas lantainya. (Utami, 1998:74).


(43)

“Ia memutuskan: meringankan penderitaan si gadis dengan membangun sangkar yang lebih sehat dan menyenangkan, seperti membikin kurungan besar bagi perkutut dan cacakrawa ayahnya sebab melepaskan mereka hampir sama dengan membunuh mereka,(Utami, 1998: 74).

Saman adalah seorang laki-laki yang mempunyai rasa keperdulian yang sangat tinggi dan ia juga mempunyai sifat yang ringan tangan. Ia Selalu ingin membatu siapapun yang membutuhkan bantuan tanpa membeda-bedakannya.Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

“Dia? Aduh, kasihan….” Terdengar suara salah seorang perempuan. “jadi Ibu kenal dia?” Tanya Wis antusias namun gelisah karena orang-orang itu seperti lambat mengambil keputusan.Identitas si gadis gila seperti membuat kerumunan itu jadi malas bertindak, (Utami, 1998:66).

Wis meminta selendang untuk menutup hidung dan mulutnya. “Tolong ikatkan tali ke tubuh saya.” Ia juga menyuruh salah satu menyusul Rogam, sebab pemuda itu tentu bisa mencarikan topeng gas yang biasanyadimiliki perusahaan penggalian (Utami, 1998:66).

Sekitar dua puluh meter dari mulut sumur, dilihatnya gadis itu telah terkulai dengan tubuh tertengkuk. Ia sendiri merasa lunglai. Cepat-cepat diambilnya tambang yang kedua dan dijalinnya simpul kursi terhadap perempuan itu.Ia memberi tanda pada orang-orang agar segera menarik mereka.Tetapi sentolopnya jatuh, Wis tak sadarkan diri (Utami, 1998:67)

Selain mempunyai rasa keperdulian yang tinggi terhadap sesama, Saman mempunyai sikap yang bertanggung jawab.Ia sadar telah melanggar aturan gereja karena bertindak yang tidak sesuai dengan peraturan pada tugas pelayanannya sebagai imam. Tetapi hal tersebut dapat diselesaikannya dengan rasa percaya diri dan rasa tanggung tanggung jawab. Ia pun berusaha semaksimal mungkin sehingga dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada.


(44)

Wis terdiam.Lalu meminta maaf.“Saya sama sekali tidak bermaksud menyepelekan pekerjaan gereja.Saya cuma tak bisa tidur setelah pergi ke dusun itu.Ia ingin mengatakan rasanya berdosa berbaring di kasur yang nyamandan makan rantangan lezat yang dimasak ibu-ibu umat secara bergiliran. Bahkan rasanya berdosa jika jika hanya berdoa.Ia tak tahan melihat kemunduran yang menurut dia bisa diatasi dengan beberapa

proposalnya.Dengan agak memelas ia memohon agar diberi

kesempatanmelakukan itu” (Utami,1998:81).

Jika kamu bisa mengusahakan dana sendiri, saya bersedia memberi kamu waktu tiga minggu dalam satu bulan. Satu minggu sisanya kamu harus ada di paroki.Jika saya melihat hasinya, saya berani mengusulkan agar uskup memberimu pekerjaan kategorial di perkebunan (Utami, 1998:82).

Kali ini, tak hanya berisi cerita dan kerinduan seperti biasanya, namun juga permohonan agar si ayah memberikan modal sekitar lima atau enam juta rupiah, bukan jumlah yang besar dari tabungan bapaknya (Utami,1998:83). Ayahnya memberikan jawaban setuju. Lalu wis segera kembali ke Lubukrantau. (Utami,1998:83).

Selain sikap Saman yang selalu perduli dengan lingkungan sekitar yang membutuhkanya, Ia mempunyai kisah percintaan yang dialaminya. Percintaanya dengan Yasmin hingga membuat iaakhirnya melakukan hubungan seksual dengan Yasmin.Padahal hal tersebut sangat ditentang oleh agama karena Saman adalah seorang pastor.

Sejak hari itu, orang-orang memanggil mereka pater. Dan namanya menjadi pater Wisanggeni, atau Romo Wis (Utami,1998:41)

Yasmin menangis.Aku memeluknya, hendak menenangkanya.Ia terus menangis pilu bagaikan anak kecil, sehingga aku mendekapnya erat. Namun, tanpa aku pahami akhirnya justru akulah yang menjadi seperti anak kecil, terbenam di dadanya yang kemudian terbuka, seperti bayi yang haus. Tubuh kami terhimpit. Gemetar, selesai sebelum mulai, seperti tak sempat mengerti apa yang baru saja terjadi tapi ia tak perduli, ia menggandengku ke kamar. Aku tak tau bagaimana aku akhirnya melakukanya.Ketika usai aku menjadi begitu malu.Namun ada perasaan lega yang luar biasa sehingga aku terlelap


(45)

Terjaga dini hari atau tengah malam karena ada yang menggigit dekat

ketiakku.Kulihat tanganya masturbasi.Ia naik diatasku setelah

mencapainya.Aku tahu aku tak tahu cara memuaskanya (Utami,1998:177).

23 April terbangun dengan kacau.Sejak kabur dari paroki, aku tak pernah berfikir betul-betul meniggalkan kaulku.Kini tubuhku penuh pagutan.Tak tau bagaimana Yasmin tertarik padaku yang kurus dan dekil?Ia begitu cantik dan bersih. Hari itu ia terus membuat badanku terutul, aku sering garangan yang ditangkap. Ia menghisap habis tenagaku (Utami, 1998:177).

Hubungan Yasmin dan Saman semakin terjalin lebih dekat selayaknya sepasang kekasih yang dilanda asmara. Terbukti ketika Saman selalu terbayang-bayang tentang Yasmin, bahkan ia merasa cemburu bila mendengar Yasmin berhubungan seksual dengan suaminya. Saman dan Yasmin sudah menganggap hubungan seksual tanpa pernikahan yang kerap ia lakukan itu adalah hal yang biasa. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

Yasmin, New York, 14 Mei 1994

Taukah kamu bahwa kisah ini telah menginspirasikan keputusan-keputusan yang tidak adil bagi perempuan selama berabad-abad?Kita tidak dalam kegetaranpada seks, tetapi laki-laki tidak mau dipersalahkan sehingga kami melepaskan dosa itu kepada perempuan.

Tapi, ya, kamu memang penggoda (Utami, 1998:183).

Yasmin, New York, 13 Juni 1994

Aku cemburu.Kamu bersetubuh, aku tidak.Bukankah Lukas lebih

perkasa?Aku terlalu cepat… kalaupun aku bias menghamili kamu, tentulah

aku orang efisien, yang membereskan suatu pekerjaan dalam waktu amat singkat (Utami, 1998:195).

Yasmin,New York, 21 Juni 1994


(46)

2.1.2 Tokoh Tambahan dalam Novel Saman

Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itupun dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Dalam novel Saman karya Ayu Utami ini, yang termasuk sebagai tokoh tambahan adalah tokoh Laila, Sihar, hakuntala, Yasmin, dan Upi. Ketiga tokoh tersebut disebut tokoh tambahan karena mereka hanya dimunculkan sesekali saja dalam cerita tetapi tokoh tambahan tersebut mempengaruhi terhadap cerita serta konflik dari keseluruhan peristiwa yang terjadi.

2.1.2.1Tokoh dan Penokohan Laila

Laila memilih berpenampilan yang sesuai dengan profesinya. Penampilanya menunjukan kepada kepribadiannya yang dinamis. Dia mempunyai potongan rambut bob, dan ia berprofesi sebagai seorang fotografer pada sebuah rumah produksi yang dikelola dengan seorang temannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan dibawah ini.

Perempuan itu memberi isyarat agar pilot berputar hingga sudut yang baik bagi dia untuk memotret tiang-tiang eksplorasi minyak bumi di bawah mereka.

Potonganya bob, tapi perias disalon membujuk dia agar dia juga memberibingblight bestnut. Dan iamenurut,(Utami,1998:7).

Laila juga mempunyai sifat yang perduli dengan apa yang terjadi disekitarnya. Rasa simpatinya sangat besar, terlebih jika terjadi sesuatu terhadap orang yang sangat berarti bagi dirinya.Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.


(47)

“Jangan lakukan itu lagi”

“Dia sahabat saya.kami selalu berpasangan kemana-mana”

“saya punya betadine, biar saya bersihkan dulu luka

kamu”(Utami,1998:18).

Selain sifatnya yang perduli dan simpati, Laila juga seorang yang penuh dengan alternatif pemikiran yang luas. Dia mampu memunculkan ide-ide yang masuk akal. Hal tersebut menunjukan bahwa Laila bukanlah orang yang bodoh melainkan termasuk orang yang pintar dan berpendidikan tidak rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

“kenapa kasus ini tidak diajukan ke pengadilan saja?kelalaian yang

menyebabkan kematian juga termasuk pidana”(Utami, 1998:21).

“apa salahnya usul saya dicoba? Saya punya teman pengacara. Dia pasti mau bantu. Paling tidak kalau kita bikin tekanan, Texcoil harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membungkam orang-orang.Itu membuat dosa Rosano pada Texcoil lebih besar. Kalau tidak masuk penjara, sedikitnya dia harus dipecat….” (Utami, 1998:22).

“Di samping menggugat Texcoil, kasus ini harus dibuka dan

dikampanyekan di media massa.Harus ada orang-orang yang mau mendukung keluarga korbanjika terjadi tekanan-tekanan. Harus ada LSM-LSM yang memprotes dan mengusiknya terus. dan saya punya teman yang bisa menyelesaikan itu?” (Utami,1998: 22-23).

Selain Laila seorang wanita yang cerdas dan berpendidikan, dia jugaselalu memberikan perhatian yang besar kepada laki-laki yang dicintainya, bahkan ia pun rela berkorban demi laki-laki yang dicintainya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.


(48)

“setiap kali mencintai, laila begitu penuh perhatian. Jika hari ini si pria bilang kepingin sop konro, atau toge goreng, kaset atau kompakdisk lagu baru atau lama, atau pernik lain, dia akan berusaha mampir dan membelikanya ia tak pernah alpa memberi hadiah ulang tahun . Ia suka mengirim kartu, surat dan kata-kata”(Utami, 1998:155).

Sikap keraguan Laila sering muncul ketika ia ingin mengakui sesuatu hal yang sebenarnya ia lakukan tetapi, karena dalam diri Laila selalu muncul rasa gengsi sehingga terkadang ia menyangkal dengan semua prilaku-prilaku yang ia lakukan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

“Kamu yakin akan begituan kalau betul-betul ketemu Sihar?” ia

menggeleng, ”Gak tau deh.Menurutmu gimana?”(Utami, 1998:127).

Jika sekali atau dua kali lagi kalian kencan, sanggupkan kamu tetap bertahan?.“Entah ya. Harus bias ahh,” jawabnya,(Utami. 1998:131). “Jadi apa sebetulnya yang kamu cari? Perkawinan bukan, seks bukan” “Aku cuman pengen sama-sama dia”(Utami, 1998: 131).

Laila mempunyai sikap yang sangat romantis, ia mampu merangkai kata-kata untuk mengungkapkan isi hatinya kepada laki-laki yang sangat dicintainya. Seperti pada umumnya wanita lain, Laila juga mempunyai gairah seksual kepada pasangan yang dicintainya.Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

“Kalau kekasihku muncul dari gerbang itu, saya akan katakan padanya, kita sudah tidak berjumpa tigaratus enam puluh sembilan hari lamanya. Dan ia akan tertegun akan penantian saya. Dan ia akan terharu. Ia akan mengecup dahi saya. Lembut, seperti orang yang menyanyangi, yang tak


(49)

melulu birahi. Tapi akan saya katakana bahwa kali ini saya telah siap. Dan saya telah memilihnya sebagai lelaki yang pertama,(Utami, 1998:29).

Lalu ia akan berkata, “sudah lama saya menunggu saat ini,” dan mengecup bibir saya. Dan saya akan membalasnya dengan gemas sampai ia tak sanggup menahan lagi. Barangkali kami melakukanya di taman ini, disini, di bangku sebelah gelandangan yang tidur nyenyak, di antara biji-biji kitiran yang diterbangkan angin. Kami melakukanya tanpa melepaskan seluruh pakaian, sebab hari masih terlalu dingin untuk telanjang. Setelah itu mengulanginya di kamar hotel, tanpa berlekas-lekas, di mana kulit saya bias menikmati kulitnya, dan kulitnya menikmati kulit saya, sebab kami telah menanggalkan semua pakaian. Dan kami berkeringat. Lalu, setelah usai, kami akan bercinta satu sama lain.tentang apa saja,(Utami, 1998:30).

Laila juga seorang wanita yang berusaha bersikap setia kepada kekasihnya meskipun kekasihnya sudah mempunyai istri. Sebagai seorang wanita, Laila sadar bahwa keberadaanya diantara sihar dan istrinya serta keluarga Laila merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima oleh orang-orang terdekatnya.

2.1.2.2 Tokoh dan Penokohan Sihar

Sihar adalah seorang Insyinyur analisis kandungan minyak. Ia mempunyai badan yang kekar, tidak putih, berkaca mata, beberapa helai uban telah tumbuh dan ada yang khas yaitu bau tembakau atau keringat. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan;

Lelaki itu memang selera temanku: atletis, tidak putih, berkaca mata, kalem, beberapa helai uban telah tumbuh dan odor yang khas tembakau atau keringat (Utami, 1998: 131)

Yang pertama adalah Sihar Situmorang, Insinyur analisis kandungan minyak, orang yang membuat Laila tertarik karena ketidakacuhannya dan posturnya yang liat. Juga rambutnya yang terlihat kelabu karena serat-serat putih mulai tumbuh berjarakan (Utami, 1998: 10).

Sihar yang berumur 35 tahun ini bekerja sebagai “ Compani Man” atau orang perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini;


(50)

Ia menyebut “ orang servis” mereka menyebut dia “Company Man” atau “orang perusahaan” (Utami, 1998: 9).

Keduannya sebetulnya seusia, sekitar tiga puluh lima. Barangkali Rasono lebih muda (Utami, 1998:10).

Terkadang Sihar orang yang tidak bisa menahan emosinya dan ia dapat berbicara kasar kepada atasannya dalam pekerjaan. Tetapi tidak kepada perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini;

Sihar orang yang bisa bicara dengan kasar kepada atasannya atau dalam pekerjaan, seperti pada Rasono. Tetapi dengan perempuan tak ada satu kata omongannya yang keluar. Tidak juga canda yang cabul (Utami, 1998: 25).

Tokoh Sihar sudah menikah dan mempunyai seorang istri.

Seorang laki-laki seperti dia mestinya menikah dengan perawan yang manis, tetapi dia mengawini seorang janda beranak satu, anak perempuan (Utami, 1998: 25).

Meskipun Sihar sudah menikah, Laiala masih saja mengagumi Sihar. Sehingga mereka hubungan yang lebih dari seorang teman, keduanya saling menyukai.

Hari itu kami jadi berciuman. Ketika ia mengantar saya pulang, dia bilang ingin mengecup kening saya, yang ternyata adalah pagutan (Utami, 1998: 26).

Sihar yang sudah mempunyai istri dan anak tidak merasa segan mengajak Laila untuk bertemu disebuah hotel di tepi pantai.

Akhirnya ia membawa saya ke sebuah hotel di tepi pantai. Sebab ternyata ia masih mencintai laut. Tanggal 22 April 1995 itu. Tetapi itu justru menjadi klimaks pertemuan-pertemuan kami (Utami, 1998: 27).


(51)

Suatu hari, Sihar memutuskan untuk berangkat ke Amerika. Mendengar hal itu Laila tiba-tiba memutuskan untuk kesana juga.

Suatu hari kira-kira dua bulan sebelum hari ini, saya dengar ia akan ke

Amerika. Saya memberanikan diri memutar nomornya (Utami,

1998: 27).

“Aku juga akan kesan. Aku punya teman di New York” saya memutuskan tiba-tiba. Tak saya piker, tapi putusan itu bulat (Utami, 1998: 28).

Sihar yang sudah mempunyai istri bertemu dengan Laila di New York dan mereka hubungan semakin dekat. Sehingga pada waktu itu Sihar dan Laila melakukan hubungan seksual.

Barangkali, kami melakukannya di taman ini, disini, di bangku sebelah gelandangan yang tidur nyenyak di antara biji-biji yang diterbangkan angin. Kami melakukan tanpa melepaskan seluruh pakian, sebab hari masih terlalu dingin untuk telanjang. Setelah itu, mengulanginya dikamar hotel, tanpa berlekas-lekas, dimana kulit saya bisa menikmati kulitnya, dan kulitnya menikmati kulit saya, sebab kami telah menanggalkan semua pakian, dan kami berkeringat. Lalu, setelah usai, kami akan bercerita satu sama lain, tentang apa saja (Utami, 1998: 30).

Sihar yang bekerja sebagai “company man” menjalin hubungan dengan Laila. Mereka saling mencintai satu sama lainnya. Sihar yang sudah mempunyai istri dan seorang anak tidak mempengaruhi keinginannya bersama Laila yang masih perawan telah memberikan keperawanannya kepada Sihar laki-laki yang sangat dicintainya. Hubungan percintaan yang dialami oleh Sihar hanya sebatas itu saja tanpa ada pernikahan diantara mereka.


(52)

2.1.2.3 Tokoh dan Penokohan Shakuntala

Shakuntala dilukiskan sebagai wanita yang mempunyai kehidupan sangat bebas.Ia tidak terikat dengan laki-laki karena, ia juga berhubungan erat dengan perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini;

Namaku Shakuntala. Ayah dan kakak perempuanku menyebutku Sundal. Sebab aku telah tidur dengan beberapa lelaki dan beberapa perempuan.Meski tidak menarik bayaran.Kakak dan ayahku tidak menghormatiku.Sebab bagiku hidup adalah menari dan menari pertama-tama adalah tubuh.Seperti Tuhan baru meniupkan nafas pada hari keempatpuluh setelah sel telur dan sperrma menjadi gumpalan dalam Rahim, maka roh berhutang kepada tubuh.Tubuhku menari.Sebab menari adalah eksplorasi yang tak habis-habis dengan kulit dan tulang-tulangku, yang dengannya aku rasakan perih, ngilu, gigil, juga nyaman dan kelak ajal.Tubuhku menari.Ia menuruti bukan nafsu melainkan gairah. Yang sublime. Libidinal Libirin. (Utami, 1998: 115-116)

Shakuntala yang mempunyai kebebasan dalam hidupnya, ia mempunyai pandangan tersendiri tentang suatu pernikahan. Ia tidak menganggap bahwa pernikahan itu penting bahkan, ia tidak perduli dengan pernikahan. Dalam pemikiranya ia biasa saja melakukan hubungan seksbebas tanpa adanya status pernikahan.Ia lebih bebas melakukan hubungan seks dengan laki-laki dan perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

Laila bukanlah aku atau Cok, orang-orang dari jenis yang tak perduli betul pada pernikahan atau neraka, selain berpendapat bahwa keduanya adalah himpunan yang diantaranya ada irisan ( Utami, 1998:127).


(53)

Shakuntala sosok wanita yang mempunyai keperdulian terhadap sahabat-sahabatnya. Ia sangat khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak baik tentang sahahatnya terutama perihal permasalahan percintaan yang dialami Laila. Hal tersebut terlihat pada percakpan antara Laila dengan Syakuntala;

“Kamu yakin akan begituan kalau benar-benar ketemu Sihar?” ia menggeleng. “Enggak tau, deh. Menurutmu bagaimana?” “menurutku jangan”

“ Kenapa?” “ lebih baik jangan.” (Utami, 1998:127)

Shakuntala tidak menyetujui adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang seolah-olah derajat wanita lebih rendah dari pada laki-laki. Derajat laki-lakidipandang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Maka dari itu, ia juga tidak dapat menerima adanya adat Jawa yang cenderung meninggikan laki-laki. Baginya laki-laki dan perempuan itu mempunyai derajat yang sama. Seorang wanita tak perlu mempertahankan keperawananya sebab laki-laki juga tidak dituntut untuk mempertahankan kesucianya (keperjakaan).Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.

Yasmin Monika orang Manado, tapi ia setuju saja menikah dengan adat Jawa yang rumit itu.ia juga rela mencuci kaki Lukas sebagai tanda sembah bakti istri pada suami, yang tak ada pada upacara ala Manado. “kok mau-maunya sih pakai cara begitu?” aku protes. Tapi ia menjadi ketus.“ah, Yesus juga mencuci kaki murid-muridnya. Lagipula, kamu sendiri orang jawa!” aku mau memberondongkan argumen panjang tentang Yesus-nya dan Jawa-ku. Misalnya, cuci-cucian Yesus itu adalah sebuah penjungkiran nilai-nilai, sementara yang dilakukan istri Jawa adalah kepatuhan dan ketidakberdayaan (Utami, 1998:154).


(54)

Shakuntala adalah wanita yang mempunyai kehidupan sangat bebas.Ia mempunyai sikap hidup yang jelas.Ia menganggap perbedaan genre antara laki-laki dan perempuan mempunyai derajat yang sama. Apabila laki-laki tidak menghormati perempuan ia pun sebaliknya, sekalipun itu adalah keluarganya, Ayah dan kakaknya. Laki-laki tak berbeda dengan perempun yang memiliki kewajiban yang sama.

2.1.2.4 Tokoh dan Penokohan Yasmin

Yasmin digambarkan sebagai seorang wanita yang sempurna dibandingkan teman-temannya. Secara fisik ia mempunyai daya tarik yang tinggi. Selain itu ia juga mempunyai rasa keperdulian yang tinggi kepada orang-orang yang hak ciptanya dilanggar. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.

Yasmin Monika adalah perempuan yang mengesankan banyak lelaki karena kulitnya yang bersih dan tubuhnya yang langsing (Utami, 1998:24).

Yasmin memang sering mengurusi orang-orang yang hak-haknya dilanggar.Kadang dia menyebut dirinya aktivis, (Utami, 1998:146-147).

Yasmin adalah wanita yang sangat menghargai orang tuanya.Ia selalu menuruti apa yang perintahkan orang tuanya. Keinginan orang tuannya selalu ia turuti meskipun terkadang ia merasa terpaksa. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.


(1)

memuaskan gairah seksualnya dengan benda-benda yang tidak lazim seperti;pagar tembok, pohon-pohon, balok, kayu dan binatang-binatang.

Latar yang terdapat dalam novel ini ada tiga yaitu; latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat yang terdapat pada novel Saman adalah pantai Laut Cina Selatan tempat pertemuan antara Sihar dan Laila di sebuah Ring. Kota Prabumulih adalah tempat tinggal Saman dan kelurganya, dan Kota New York adalah tempat persembunyian Saman dari Buronan. Kota New York juga merupakan tempat yang bebas untuk pertemuan Sihar dan Laila.

Latar waktu pada novel ini dibagi menjadi dua. Pertama, periode kehidupan Saman sebelum keluar dari biara. Kedua, periode kehidupan Saman setelah keluar dari biara. Latar sosial pada novel ini dibagi tiga, yaitu: Pertama, latar sosial agama Katolik menceritakan tokoh Saman yang dithabiskan menjadi seorang Romo dan ia tinggal di Biara. Kedua, latar budaya mistik diceritakan ibu Saman yang seorang Raden Ayu mempunyai kebiasaan-kebiasaan aneh dan terkadang sikap ibunya tidak bisa dijelaskan dengan akal. Ketiga, latar budaya Jawa diceritakan bahwa dalam novel ini, tokoh Shakuntala tidak menyetujui adanya ketentuan dalam adat Jawa yang menganggap derajat wanita lebih rendah daripada laki-laki. Latar tentang kehidupan seks diceritakan bahwa dalam novel ini seks adalah salah satu permasalahan utama yang dialami oleh para tokoh dalam Saman karya Ayu Utami. Plot atau alur dalam novel ini adalah alur sorot atau flashback.

Berdasarkan teori Freud tentang penyimpangan seksual, tokoh-tokoh dalam novel Saman mengalami penyimpangan seksual yang berbeda-beda. Pada


(2)

penyimpangan yang berhubungan dengan objek seksual tokoh Shakuntala mengalami inversi (pembalikan). Inversi yang ia alami yaitu amphigenously inverted atau pribadi yang terbalik dalam dua arah, yang kedua yaitu inverse

accasionally inverted atau pribadi yang hanya kadang-kadang memperlihatkan inverse (pembalikan).

Masih berdasarkan teori Freud tentang penyimpangan seksual, tokoh Upi pada novel ini mengalami penyimpangan yang disebut fetitisme. Dalam mencapai kepuasan seksualnya, ia mempergunakan objek seksual yang tidak lazim. Objek seksual yang tidak lazim seperti menggosokan selangkangannya di tembok, pagar, pohon-pohon, dan hewan.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang penyimpangan seksual secara sosial, tokoh Saman dan Laila mengalami penyimpangan seksual sosial dalam bentuk perzinahan, sedangkan tokoh Yasmin dan Sihar mengalami penyimpangan seksual sosial perselingkuhan.

B. Saran .

Studi ini menggunakan pendekatan struktural dan psikologi sastra yang membahas tentang penyimpangan seksual yang berhubungan dengan tujuan seksual dan penyimpangan seksual yang berhubungan dengan objek seksual para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami

Banyaknya penyimpangan-penyimpangan seksual yang dialami para tokoh dalam novel Saman karya Ayu Utami dapat disarankan agar peneliti selanjutnya dapat menganalisis novel Saman dengan mengunakan pendekatan


(3)

sosiologi sastra karena para tokoh dalam novel Saman berada di dilingkungan masyarakat yang mayoritas tidak menyetujui dengan perilaku penyimpangan-penyimpangan seksual yang dialami oleh para tokoh dalam novel Saman.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Albertine, Menderop. 2010. Psikologi Sastra, Karya Sastra, Metode, Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Bandel, Katrin. 2006. Sastra, Perempuan, dan Seks. Yogyakarta: Jalasutra Candra, Teguh. 1999. Pandangan Wanita Tentang Seksualitas dalam

Saman Karya Ayu Utami Suatu Tinjauan Struktur Genetik.

Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi penelitian sastra. Yogyakarta: Media Pressindom

Fananie, Zainuddin. 2002. Perspektif Idiologi Dalam Sastra Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Freud, Sigmund. 2014. Manifesto Seksualitas. Yogyakarta: Titah Surga. Harjana, Andre. 1994. Kritik Sastra Sebuah Pengantara. Jakarta:

Gramedia.

Junaedi, Didi. 2010. 17+ Seks Menyimpang. Jakarta: Semesta Rakyat Merdeka.

Minderop, Alberine. 2010. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Nurgiantoro, Burhan. 2007. Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta. Gajah Mada University Prees.

Penyimpangan Seksual. 2008. Didownload dari: http://www.diffy.com/cmm/artikel definisi. penyimpangan1.html Semi, Altar. 1988. Anatomi sastra. Jakarta: Angkasa Raya.

______________. Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Gramedia.


(5)

Solinkha, Hani. 2011. Makalah Potret Seksual dan Kritik sosial dengan Kajian Semiotika. Yogyakarta.

Sumardi, dkk. 1976. Seksualitas diantara Persoalan-persoalan Para Remaja dan pembimbingnya. Yogyakarta: Pusat bagian Publikasi Teew, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.

Utami, Ayu. 1998. Saman. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Wellek dan Waren. 1990. Teori Kesustraan. Jakarta: PT Gramedia.

Wicaksono, Andri. 2011. Makalah Potret Seksual dan Kritik Sosial dengan Kajian Semiotika. Surakarta.

Yenni, Indra. 2007. Perilaku Seksual Lima Tokoh Perempuan dalam Cantik Itu Luka. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Paulina Vianti Eka Permata lahir pada 07 Juni 1993 di desa Sindang Jaya, Bengkulu. Merupakan putrid pertama dari tiga bersaudara. Mengawali

pendidikannya semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) Negeri 30 Sindang Jaya pada tahun 1999-2005. Dilanjutkan ke tingkat menengah di Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Negeri 02 Sindang Kelinggi pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008-2011 penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah atas di Sekolah Menengah Atas (SMA) Xaverius Curup. Pendidikan terahir yang ditempuh penulis pada tahun 2011 hingga sekarang di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.