Pendekatan Semiotik Dalam Film Kuntilanak 2006

2.1.10 Pendekatan Semiotik Dalam Film Kuntilanak 2006

Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural and Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu komunikasi. Perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transisi pesan. Sedangkan perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi perspektif yang kedua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Metode studinya yang utama adalah semiotika ilmu tentang tanda dan makna, Fiske, 2006:9 Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada bagaimana sebiuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peran teks dalam buadaya kita. Perspektif ini sering sekali menyababkan kegagalan dalam berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikasinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk itulah pendekat yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik. \ Definisi semiotik yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda Chandler, 2002: www.aber. ac.uk studi ini tidak hanya mengarah pada “tanda” dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut. Bentuk-bentuk tanda disini antara lain berupa kata-kata, image, suara, gesture, dan objek. Bila kita mempelajari tanda tidak biasa memisahkan tanda yang satu dengan tanda yang lain membentuk suatu sistem, dan kemudian disebut sistem tanda. Lebih sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah makna, Menurut John Fiske dan John Hardye, konsentrasi semiotik adalah pada hubungan yang timbul antara sebuah tanda dan makan yang dikandungya. Juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode Chandler, 2002: www.aber.ac.uk Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti dikemukakan Van Zoest 1993:109 dalam Sobur, Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 2004:128 , Film dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalm film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu menurut Van Zoest, bersamaan dengan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda menggambarkan sesuatu Van Zoest, 1993: 109 dalam Sobur 2004:128. Memang ciri gambar-gambar film adalah persamaanya dengan realitas yang ditunjukanya. Gambar-gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikan. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda ini termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang digunakan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara, kata yang diucapkan ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiring gambar-gambar Sound effect dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu Sobur, 2004 : 128 Pada penelitian ini untuk mempermudah pemotongan gambar film yang bergerak diperlukan teori John Fiske. Analisi yang dilakukan pada cinema atau film layar lebar menurut Fiske disetarakan dengan analisis film yang ditayangkakan. Analisis yang dilakukan pada film Kuntilanak 2006 dapat terbagi menjadi beberapa dua level yaitu: 1. Level Realitas reality Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make-up yang digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture, ekspresi, suara, dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang diungkap secara elektronik melalui kode-kode teknis http: www. questia.com Kode- kode sosial yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat berupa : a. Penampilan, kostum, dan make-up yang digunakan oleh pemain di film “ Kuntilanak 2006. Dalam penelitian ini pemeran yang menjadi objek penelitian ialah Samanta. Bagaimana pakaian dan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. tata rias yang digunakan, serta apakah kostum dan make-up yang ditampilkan tersebut memberikan signifikasi tertentu menurut kode sosial dan kultural. b. Lingkungan atau setting yng ditampilkan dari cerita pemeran Samanta tersebut, bagaimana simbol-simbol yang ditonjolkan serta fungsi dan makna didalamnya. c. Dialog, berupa apa makna dari kalimat-kalimat yang diucapkan dalam dialog. 2. Level Representasi representation Level representasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik, dan suara yang ditrasmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, karakter, action, dialog, setting, casting, dan sebagainya http:questia.com Level representasi meliputi : 1. Tehnik kamera : Jarak dan sudut pengambilan. a. Long Shot :Pengambilan yang menunjukkan semua bagian dari objek, menekankan pada background. Shot ini biasanya dipakai dalam tema-tema sosial yang memperlihatkan banyak orang dalam shot ini lebih lama pada lingkungannya daripada fokus pada individunya. b. Establishing Shot : Biasanya digunakan untuk membuka suatu adegan. c. Medium Shot : Menunjukkan subjek atau aktornya dan lingkungannya dalam ruang yang sama. Biasanya digunakan untuk memperlihatkan kehadiran dua atau tiga aktor secara dekat. d. Close Up : Menunjukkan sedikit dari scene, seperti karakter wajah dalam detail sehingga memenuhi layar, dan mengaburkan objek dengan konteksnya. Pengambilan ini memfokuskan kepada perasaan dan reaksi dari seseorang dan kadangkala digunakan dalam percakapan untuk menunjukkan emosi seseorang. e. View Point : Jarak dan sudut nyata darimana kamera memandang dan merekam objek Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. f. Point of View : Sebuah pengambilan kamera yang mendekatkan posisinya pada pandangan seseorang yang ada, yang sedang memperlihatkan aksi lain. g. Selective Focus : Memberika efek dengan menggunakan peralatan optikal untuk mengurangi ketajaman dari image atau bagian lainnya. Lainnya : Wide Angle Shot, Title Angle, Angle Shot, dan Two Shot. 2. Manipulasi Waktu Macamnya Screen time, subjective time, compressed time, long take, simultaneous time, slow motion, replay, flash back, flash forward, overlapping action, universal time, ambigous time. 3. Tehnik Kamera : Perpindahan a. Zoom : Perpindahan tanpa memidahkan kamera hanya lensa difokuskan untuk medekati objek. Biasanya untuk memberikan kejutan kepada penonton b. Following pan : Kamera untuk mengikuti perpindahan objek. Kecepatan perpindahan terhadap objek menghasilkan mood tertentu yang menunjukkan hubungan penonton dengan subjeknya. c. Tracking dollying : Perpindahan kamera secara pelan maju atau menjauhi objek berbeda dengan zoom disini. Kecepata tracking mempengaruhi perasaan penonton, jika dengan cepat utamanya tracking in menunjukkan ketertarikan, demikian sebaliknya. Lainnya : Surfaying pan, tilt naik turunnya kamera , crab perpindahan kamera ke kiri atau kekanan 4. Tekhnik editing a. Cut : Perubahan secara tiba-tiba dari suatu pengambilan sudut pandang atau lokasi lainnya. Ada bermacam-macam cut yang mempunyai efek untuk merubah scene, mempersingkat waktu, memperbanyak point of view, atau membentuk kesan terhadap image atau ide b. Jump Cut : Untuk membuat suatu adegan yang dramatis Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. c. Motived Cut : Bertujuan untuk membuat penonton segera melihat adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan sebelumnya. 5. Penggunaan Suara a. Komentar Voice over Narration : Biasanya dipergunakan untuk memeprkenalkan bagian orang tertentu dari suatu program, menambah informasi yang tidak ada dalam gambar, untuk mengintepretasikan kesan kepada penonton dari suatu sudut pandang, menghubungkan bagian atau sequences dan program secara bersamaan. b. Sound effect : untuk menambahkan iluasi pada suatu kejadian c. Musik : Untuk memeprtahankan suatu kesan dari suatu fase untuk mengiringi suatu adegan, warna emosional pada musik turut mendukung keadaan emosional suatu adegan. 6. Pencahayaan : Macamnya Soft and Hard ligthning, dan backlighting. Cahaya menjadi unsur media visual karena cahayalah informasi bisa dilihat. Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsur teknis yang membuat benda bisa dilihat. Maka penyajian film juga, pada mulanya disebut sebagai “ painting withlight”, melukis dengan cahaya. Namun perkembangannya bertutur dengan gambar, ternyata fungsinya berkembang semakin banyak. Yakni mampu menjadi infiormasi waktu, menunjang mood atau atmosfir set dan bisa menunjang dramatik adegan Biran, 2006 : 43 7. Grafis Macamnya teks, diagram, animasi. 8. Gaya bercerita : Macamnya Subjective treatement, objective treatment, paralled development, invisible editiung, mise-en-scene, montage, talk to camera, dan tone. 9. Segi dan format lainnya : Macam Shot, series, serial, talking heads, vax pop dan interiextuallity. 10. Mise-en-Scene Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Kode-kode Mise-en-scene ialah alat-alat yang dipergunakan oleh pembuat film untuk merubah dan melakukan pembacaan shot yang akan kita lakukan. Mise-en-scene juga dipergunakan untuk mengungkapkan makna melalui suatu hubungan antar adegan yang terlibat dengan suatu adegan lain. Namun dalam penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada suara dan penataan musik yang ada pada level representasi, karena keduanya dianggap tidak memiliki kaitan langsung terhadap pembahasan representasi budaya mistis jawa dalam film Kuntilanak 2006

2.1.11 Kerangka Berpikir