Kultural REPRESENTASI BUDAYA MISTIS KUNTILANAK DALAM FILM “ KUNTILANAK ( 2006 ) “ ( Studi Analisis Semiotik Representasi Budaya Mistis Yang Ada Dalam Film “ Kuntilanak 2006 “ ).

2. Kultural

Adalah salah satu jenis peng-kodean dalam klasifikasi Roland Barthes, dimana cultural merupakan acuan akan adanya kesinambungan hubungan terbentuknya budaya atau sebuah budaya pada teks atau benda. Dan adapun cultural yang tampak pada dialog film Kuntilanak 2006 adalah :

a. Scene 25 ““ lingsir wengi sliramu tumeking sirno ojo tangi nggonmu guling, awas

jo ngetoro aku lagi bang wingo wingo,jin setan kang tak utusi jin setan kang tak utusi, dadyo sebarang, wojo lelayu sebet…” merupakan durma jawa yang dipakai untuk memanggil kuntilanak dan juga memeliharanya, tak sembarang orang dapat men-durma yang bisa memanggil kuntilanak, tembang durma ini secara tak sadar Sam nyanyikan saat dia terdesak oleh perilaku kasar teman satu kosnya. Dialog ini peneliti anggap merupakan bagian dari peng-kodean cultural dikarenakan dialog ini adalah durma Jawa yang diangkat Sutradara sebagai bagian dari film Kuntilanak 2006. Durma Jawa merupakan salah satu jenis tembang Macapat Jawa namun mengandung unsur kesuraman, kesedihan, dan ke angkeran. Dialog ini jelas merupakan unsur perilaku mistis yang berhubungan dengan Durma Jawa.

b.Scene 17

“Kenapa tidak pindah aja sih dari rumah angker itu? “ adalah kali- mat pertanyaan dari Agung kepada Sam. Dialog ini dipilih peneliti sebagai bagian dari cultural karena kata ‘ rumah angker’ dalam dialog scene 17 ini merupakan acuan akan adanya kesinambungan hubungan terbentuknya buda- ya atau sebuah budaya pada teks atau benda. Dialog ini mengarah kepada perilaku mitos kuntilanak, dikarenakan dialog ini mengarah pada rumah keluarga Mangkujiwo yang terkenal angker akibat beredarnya berita kebe- radaan kuntilanak didalam rumah tersebut.

c.Scene 18

“Kuntilanak itu hidupnya memang di pohon-pohon besar seperti beringin, tapi untuk keluar mereka perlu media, biasanya melalui benda- benda antik atau tua yang di keramatkan. “ Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Merupakan dialog antara Iwang dan Agung, terdapat kesinambungan hubu- ngan terbentuknya budaya atau sebuah budaya pada teks atau benda pada dialog ini. Dan mengarah pada perilaku mistis mitos kuntilanak karena dialog ini adalah penjelasan Iwang kepada Agung mengenai metode keluar masuknya kuntilanak di dunia manusia.

d. Scene 19

“Di depan rumah kosnya ada pohon tua yang gede banget “ dialog antara Agung kepada Iwang ini merupakan kode cultural, kata ‘ pohon tua yang gede banget’ merupakan acuan terbentuknya pemikiran bahwa pohon tua yang besar pasti angker. Dialog ini termasuk dalam mistis yang berhu- bungan dengan mitos kuntilanak dalam film ini.

e. Scene 45

“Ada cermin antik didalam kamar kos Sam “ adalah kalimat yang disampaikan Agung kepada Iwang saat Agung berkonsultasi mengenai hu- bungan keanehan mimpi buruk Sam dengan tempat kos baru Sam. ‘ cermin antik ‘ merupakan acuan yang mengarahkan pada pemikiran akan hal-hal yang tua, kuno, dan mistis. Dan dalam film ini cermin antik adalah benda yang dipakai kuntilanak untuk keluar dari sarangnya. Dialog ini termasuk mistis mitos kuntilanak.

f. Scene 62 “ lingsir wengi sliramu tumeking sirno ojo tangi nggonmu guling, awas jo

ngetoro aku lagi bang wingo wingo,jin setan kang tak utusi jin setan kang tak utusi, dadyo sebarang, wojo lelayu sebet…” Merupakan tembang durma ‘pemanggil kuntilanak’ yang dinyanyikan oleh Rr. Sukma Ayu ketika berperang durma dengan Sam. Dialog ini peneliti anggap merupakan bagian dari peng-kodean cultural dikarenakan dialog ini adalah durma Jawa yang diangkat Sutradara sebagai bagian dari film Kun- tilanak 2006. Durma Jawa merupakan salah satu jenis tembang Macapat Ja- wa namun mengandung unsur kesuraman, kesedihan, dan ke angkeran. Dialog ini jelas merupakan unsur perilaku mistis yang berhubungan dengan Durma Jawa. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3. Proaretik