Catatan Penutup INDONESIA DAN ORANG ASING
78
Anna Feliciano
1
adalah seorang perempuan keturunan Australia dan Denmark yang lahir di Canberra, Australia. Pertama kali ia datang ke Indonesia pada tahun 1975
karena mengikuti tugas sang ayah yang bekerja sebagai diplomat. Setelah menjalani kehidupan di banyak negara, seperti di Rusia, Malaysia, Singapura, Australia, Ghana,
Filipina, Denmark, Singapura, Thailand, dan Amerika, ia pun datang kembali ke Indonesia pada tahun 1991 untuk terlibat dalam sebuah konservasi satwa liar yang tetap dijalaninya
hingga saat ini. Oleh karena itu, ia merasa telah menjalani setengah hidupnya tinggal di Indonesia, yakni sekitar 25 tahun. JE edisi 63:10
Selanjutnya, kisah sama juga dialami oleh Luke Rowe
2
, seorang Australia yang lahir di Geneva, Swiss. Sebagai cucu dari seorang diplomat, sang kakek telah membawa
ayahnya berpindah ke banyak negara sehingga hal tersebut turut melibatkan dirinya mengalami perjalanan ke berbagai negara. Ia datang ke Indonesia pertama kali pada tahun
1993 selama dua tahun. Kemudian ia memilih kembali ke Indonesia pada tahun 1997 karena melihat adanya suatu peluang pekerjaan di bidang niaga, khususnya real-estate. Ia
pun beranggapan bahwa properti Indonesia di masa depan akan mengalami peningkatan, apalagi secara serempak perusahaan asing sedang melakukan ekspansi di Indonesia. Oleh
karena itu, ia masih merasa senang berada di Indonesia dan menikmati kelanjutan
1
“I am half Australian and half Danish. I’m officially an Australian, and I was born in Canberra. I believe I first moved to Indonesia because my father was posted here as the Ambassador for Australia in 1975, then
moved back to Indonesia with my husband and my four children in 1991 until now. So I think that makes a total of 25 years… that’s half my life …. Let’s start from the beginning. Born in Australia, moved to Russia,
then to Malaysia, then Singapore then we moved back to Australia for a couple of years, until my father was posted to Ghana. Following that we moved to Indonesia then to the Philippines where my father was posted
as Ambassador. After that was Denmark. I moved back to the Philippines then moved to New York City where I got married to my husband. Following that we moved to Singapore then Thailand then back to
America to a town called Darien, in Connecticut. Then back again to the Philippines. Lastly and finally back to Indonesia.”
2
“I was born in Geneva, Switzerland. My grandfather was serving there as the Australian ambassador. My father was in Vietnam as a professional soldier. …. I first moved to Indonesia in 1993 until 1995. I chose to
come back to Indonesia in 1997. I have always specialized in commercial and residential real estate. …. My life is focused upon my family, specifically my wife and children. We continue to be happy here in
Indonesia. …. .Thanks to my very challenging business life and being able to chase waves, I continue to enjoy living here in Jakarta. I have waited a long time for the Indonesian economy to build and grow in the
manner that it is right now.”
79
hidupnya di Jakarta, terutama hal ini disebabkan telah menunggu lama untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik seperti sekarang ini. JE edisi 78:10
Dari kedua kisah di atas, Anna Feliciano dan Luke Rowe, dapat dipahami bahwa pengalaman pertama yang membawa mereka ke Indonesia adalah keluarga, yakni
keduanya sama-sama berada di dalam keluarga seorang diplomat. Oleh karena itu, mereka telah mengalami perpindahan dari sebuah negara ke negara lainnya. Namun, perpindahan
yang dialami mereka tentu saja bukan sebatas pada perpindahan negara, melainkan telah memberikan sentuhan bagi mereka, terutama dengan Indonesia. Hal ini dapat dicermati
ketika Anna Feliciano tergerak untuk terlibat dalam konservasi alam Indonesia, khususnya Orang Utan, sedangkan Luke Rowe terlibat dalam perkembangan ekonomi dan bisnis
Indonesia, yakni di bidang niaga.
A.2. Bisnis
Di negara Dunia Ketiga seperti Indonesia, bisnis telah menjadi gravitasi bagi para orang asing untuk turut serta dalam perkembangan suatu negara yang sedang hiruk pikuk
di alam pembangunan, atau dengan kata lain yakni modernisasi. Salah satunya adalah Roberto Puccini
3
, seorang perancang mebel yang berasal dari Pisa, Perancis. Ia sengaja memilih untuk pindah ke Asia, tepatnya pada 27 April 1994 mendarat di bandara Changi,
Singapura. Dalam kisahnya diceritakan bahwa sebelum pindah ke Indonesia ia telah tinggal di Singapura selama 11 bulan sebagai perancang mebel dapur yang terbuat dari
3
“I’m from Pisa, you know of it? April 27
th
, 1994 I arrived in Changi Airport, Singapore. I was only going to stay for 11 months, but was so impressed with Singapore and decided to change my life. … When I was
living in Singapore I had several rich customers from Indonesia who would always say, “Wow” to everything even though it was all artificial. I decided to come and see what Jakarta was like and bought
myself a plane ticket. My friends all said, “It’s dangerous Don’t go there” but I didn’t listen. I visited competitors and as it turned out, there were no Italian kitchen products here so I decided to set up shop. …
It’s very hard to find people who really want to invest and develop, not just in furniture, but in the staff also.” Cetak miring dari penulis
80
daur ulang kaca dan alumunium, memproduksinya di Italia dan menjualnya kepada para konsumen di Asia.
Terkait dengan Indonesia, ia pun sengaja pindah ke Jakarta karena mendapatkan pengalaman ketika menemui beberapa pelanggan kaya yang berasal dari Indonesia sering
berkata “Wow”. Atas pengalaman ini, ia memberanikan diri untuk datang dan melihat kondisi di Jakarta, serta mencoba untuk menemukan berbagai kompetitornya. Meskipun
teman-temannya berkata “It’s dangerous Don’t go there”, namun ketika ia tiba di Jakarta dan tidak menemukan produk furniture dapur ala Italia, akhirnya ia pun memberanikan
diri untuk mencoba membuka bisnis di Jakarta. Bahkan, ia pun menegaskan bahwa betapa sulitnya menemukan orang yang sungguh-sungguh ingin berinvestasi, bukan hanya
mengenai mebel, melainkan juga pegawai. JE edisi 52:8 Pengalaman serupa juga dialami oleh Ian Smith
4
, seorang pria yang berasal dari Sunderland, Inggris. Sejak pertengahan tahun 1994 Smith telah berada di Indonesia, dan
kini pun ia tengah bekerja sebagai salah satu direktur pada sebuah perusahaan pengembangan permukiman. Bagi Smith, peluang bisnis telah membuat hidupnya berhasil
di Indonesia, sehingga ia pun tidak memiliki rencana untuk kembali ke Inggris dalam jangka panjang, kecuali hanya untuk sekedar liburan. Terlebih karena Smith akan merasa
rindu dengan beragam hal seperti, kemacetan, banjir, golf, makanan, teman-teman dan orang-orang sekitarnya. JE edisi 57:8
4
“From Sunderland in the North East of England. For a total of more than 16 years in 2 seperate periods since mid-1994 until now. I’m a Chartered Surveyor and work in the real estate business. Like any real estate
market, in the shorter term there will be ups and downs, but I believe over the longer term the trend will be steadily upwards. … I currently have no plans to return home to UK except for holiday. I’d miss the macet,
the banjir, my friends, the golf, the food and the people although not necessarily in that order.”