158
Indonesia berada di bawah posisi mereka, sebagai bagian dari negara dunia ketiga yang pernah terjajah. Hal ini dapat dicermati, baik melalui cover photo Majalah JE maupun
beragam teks yang mengandung wacana kolonial mengenai Indonesia. Oleh karena itu, persoalan ini, yang mana merupakan pertanyaan kedua dalam rumusan masalah penelitian
ini, mengenai wacana kolonial mengenai Indonesia yang dihadirkan melalui imaji dan teks di dalam Majalah Jakarta Expat akan dibahas pada bab selanjutnya.
159
BAB IV EKSPATRIAT DAN WAJAH BARU KOLONIALISME
Pada satu bab penulisan ini, penulis akan menjawab dua pertanyaan tersisa yang telah diajukan pada rumusan masalah penelitian. Pertama, penulis berupaya untuk
melalukan analisis wacana kolonial mengenai karakteristik dan streotipe Indonesia yang muncul dari imaji dan teks di dalam Majalah JE. Kedua, penulis berupaya untuk
memberikan tafsiran terhadap ekspatriat melalui Ruang Ketiga ala Homi Bhabha atas representasi diri ekspatriat maupun wacana kolonial yang termuat di dalam Majalah JE.
Dan melalui Ruang Ketiga ini pula, berdasarkan sajian teks yang termuat di dalam Majalah JE penulis akan menguraikan persoalan hibriditas dan ambivalensi yang dialami
oleh para ekspatriat.
A. Analisis Wacana Kolonial Kontemporer
Berbicara mengenai imaji dan teks sudah tentu melibatkan wacana yang terkandung maupun yang tersembunyi di dalam wacana itu sendiri. Wacana memainkan
suatu peran dalam menciptakan hingga mengatur suatu pemahaman atas mekanisme pengetahuan. Bahkan, wacana di dalam sebuah media tidak hanya dapat dipahami sebagai
serangkaian kata atau proposisi dalam teks, akan tetapi telah menjadi sesuatu yang memproduksi yang lain, seperti sebuah gagasan, konsep atau efek Eriyanto, 2001:65.
Oleh karena itu, analisis wacana kolonial kontemporer ini berupaya untuk memperlihatkan wacana dan menemukan makna yang tersembunyi atas imaji dan teks yang tersajikan oleh
para ekspatriat di dalam Majalah JE. Secara khusus, penulis menemukan beragam wacana kolonial kontemporer pada
beberapa rubrik yang tersajikan di dalam Majalah JE, di antaranya Moment in History,
160
Feature, Observations, Culture, dan Literature. Penulis berpendapat bahwa kelima rubrik tersebut memiliki kandungan wacana kolonial yang bersumber dari beragam kajian ilmu
maupun hasil catatan perjalanan dan penelitian para Orientalis – baik di masa kolonial maupun pasca-kolonial. Dengan kata lain, hal semacam ini dapat dikatakan sebagai“The
Orient became an object suitable for study in academy” Said, 1978:7. Artinya, Timur menjadi ragam sumber pengetahuan yang dilembagakan secara formal oleh kalangan
Barat. Pengetahuan tentang Timur tertuang ke dalam berbagai disiplin ilmu, seperti antropologi, sosiologi, sejarah dan lain-lain. Oleh karena itu, dengan beragam rubrik
maupun artikel, Majalah JE telah memberikan citra mengenai Indonesia kepada para pembacanya, yakni para ekspatriat, guna mendapatkan deskripsi maupun pemahaman
tentang Indonesia.
A.1. Karakteristik Indonesia
Berbagai karakteristik mengenai Indonesia dapat ditemukan pada beberapa rubrik maupun artikel yang tersajikan di dalam Majalah JE. Pada rubrik Moment in History,
misalnya, sejarah dinilai telah menjadi elemen yang sangat penting sebagai salah satu unsur untuk memahami sebuah objek seperti Indonesia. Dengan memberikan sebuah
artikel, para ekspatriat telah memberikan serpihan-serpihan dari kajian ilmu tentang Timur Orient. Meskipun sebuah artikel yang termuat pada rubrik Moment in History ini adalah
suatu bentuk tulisan populer, yang mana dituangkan ke dalam suatu media populer seperti Majalah JE, namun wacana yang tersembunyi di balik artikel ini juga menggunakan
mekanisme pengetahuan Orientalisme. Dengan demikian, artikel yang termuat di dalam rubrik Moment in History ini dapat dikatakan sebagai suatu upaya wacana kekuasaan
Barat terhadap Indonesia.
161
Pada artikel They Came to Java yang termuat di dalam rubrik Moment in History ini, Anthony Sutton mencoba untuk memperlihatkan bagaimana kalangan Barat dapat
berfantasi ria dalam memandang Indonesia. Sutton, dengan mengutip pandangan Alfred Wallace, memaparkan bahwa pada abad ke-19 Jawa merupakan sebuah pulau tropis
terbaik di dunia. Akan tetapi, jika kita menelisik lebih mendalam kisah perjalanan selama kehidupan Wallace, sebagaimana yang tertuang dalam biografinya, ia hanya mengunjungi
Amazon dan beberapa kawasan di Asia Tenggara. Sementara itu, kawasan tropis lainnya seperti Afrika absen dari rekening penjelajahan sang petualang Wallace. Oleh karena itu,
Wallace sebagai seorang Barat secara tidak sadar telah memfantasikan Jawa sebagai pulau tropis terbaik di dunia, sehingga telah meniadakan pulau tropis lainnya. Begitu pula
dengan fantasi Sutton yang turut menceritakan pengalamannya saat mengunjungi Bromo pada tahun 1980an, dan menyandingkan hal tersebut dengan seorang petualang John
Whitehead, hingga keduanya sama-sama menilai bahwa Jawa adalah tempat eksotis di wilayah tropis. Dengan demikian, dalam hal ini Sutton masih menggunakan sudut pandang
yang sama dengan Wallace, yakni berkelanjutan dalam memberikan suatu sisi eksotisme tentang dunia Timur, seperti Indonesia melalui pulau Jawa.
Di samping itu, bergerak mundur pada kisah di abad-abad sebelumnya, Sutton pun kembali memaparkan bahwa abad ke-16 adalah sebuah awal perlombaan untuk
mendapatkan kepulauan Rempah di Nusantara. Karena itu, kehadiran Belanda maupun Inggris yang menjadikan Banten sebagai wilayah menetap kedua negara kolonial ini
seakan telah menjadi lumrah. Namun demikian, pada artikel ini Sutton tidak serta merta menyinggung atau memberikan suatu penjelasan mengenai bagaimana bentuk kehidupan
kolonialis di negara kolonial. Dengan kata lain, Sutton telah abai terhadap praktik kolonial sehingga tidak menarasikan apapun yang berkaitan dengan kondisi kehidupan para