122
ini adalah masyarakat suku Dani dihadapkan pada modernitas – dengan memperlihatkan barang teknologi berupa laptop. Objek scene dalam cover photo ini adalah masyarakat
suku Dani yang terdiri dari beberapa laki-laki, perempuan, anak-anak, dan seekor anjing, beserta rumah tradisional dengan latar alam. Oleh karena itu, dengan melihat berbagai
elemen dalam foto ini, maka analogonnya dapat dipahami mengandung pesan konotatif.
b. Rangkaian Prosedur Konotatif
Pertama, trick effects pada foto mengambil kondisi masyarakat suku Dani yang bermukim di alam terbuka dengan latar rumah tradisional. Hal ini dapat terlihat dari latar
foto yang berupa pepohonan dan bukit. Selain itu, terdapat juga penanda pada adegan keheranan atau kebingungan dari masyarakat suku Dani ketika melihat sebuah produk
teknologi berupa laptop. Masyarakat suku Dani yang terlihat tidak mengenakan pakaian juga dapat menjadi tanda yang dapat dikodekan bahwa masyarakat suku Dani masih hidup
dalam kondisi primitif. Kedua, pose foto ini menggambarkan sebuah mayarakat suku Dani yang terdiri
dari seorang pemimpin suku dan anggotannya. Masyarakat suku Dani secara serempak tertuju pada laptop dibandingkan menghadap pada lensa kamera. Selain itu, foto juga
dilatarbelakangi dengan beberapa rumah tradisional suku Dani yang terbuat dari kayu beratap jerami.
Ketiga, daya tarik objek pada foto ini telah ditandai oleh dua penanda, yakni penanda pertama pada barang teknologi, yaitu laptop, dan penanda kedua pada masyarakat
suku Dani. Dengan demikian, foto ini menjadi sintaksis karena komposisi objeknya tidak tunggal.
Keempat, fotogenia pada foto yang dicetak landscape ini telah memberikan gambar lebih luas. Foto memperlihatkan kondisi tempat tinggal masyarakat suku Dani.
123
Bahkan foto juga menangkap keadaan ruang di belakang objek, dimana terdapat kawasan hutan dan perbukitan yang hijau.
Kelima, estetisme foto ini tengah menggambarkan bahwa masyarakat suku Dani belum tersentuh dengan modernitas. Hal ini dapat dicermati dari tindakan yang
memperlihatkan barang teknologi berupa laptop. Oleh karena itu, unsur-unsur yang ada pada foto kemudian dikodekan dalam sebuah gambar yang termuat dalam cetakan media
melalui sebuah publikasi majalah. Keenam, tidak terdapat sintaksis pada foto ini karena tidak memuat foto lain yang
membentuk suatu rangkaian kejadian untuk dapat saling berkesinambungan pada Majalah JE. Dengan demikian, penanda konotasi hanya terdapat pada satu foto tunggal yang
termuat dalam Majalah JE saja.
c. Teks dan Imaji
Majalah JE edisi 78, yang terbit 26 September – 09 Oktober 2012 ini telah memberikan keterangan foto dengan judul “Chatting on Facebook”. Pesan teks tersebut
telah membuat suatu konotasi terhadap para pembaca Majalah JE, sehingga foto yang mengilustrasikan kata-kata sebagai sesuatu yang menimbulkan beragam pandangan
mengenai konteks foto tersebut. Efek konotasi pada foto ini semakin jelas telah memunculkan konotasi karena diberikan judul Chatting on Facebook. Judul atas foto
tersebut telah membuat makna yang terbuka sehingga teks telah menduplikasi suatu imaji. Meskipun teks tercantumkan dalam imaji, namun petanda konotatifnya memungkinkan
berkembang dan mengeksplisitkan sesuatu dari proyeksi imaji tersebut. Bahkan, teks pada foto ini telah memproduksi petanda secara retroaktif yang diproyeksikan ke dalam imaji,
sehingga pesan konotatif dalam imaji foto ini adalah perbenturan pandangan yang tradisional dengan modern.
124
d. Insignifikasi Fotografis
Foto Chatting on Facebook telah memberikan penandaan bahwa masyarakat suku Dani masih hidup dalam keadaan primitif. Hal tersebut terjadi dengan memperlihatkan
Suku Dani yang tidak mengenakan pakaian sebagaimana mestinya masyarakat modern. Penandaan ini yang menjadi proses dialektis dalam memberikan imaji bahwa masih
terdapat masyarakat primitif di Indonesia. Di samping itu, pemberian judul foto “Chatting on Facebook” pada Majalah JE ini
juga mengarahkan pada suatu konotasi tertentu. Facebook, sebagaimana pengertian fungsinya, merupakan seperangkat media sosial pada perangkat teknologi modern yang
dapat menghubungkan tiap individu secara global. Dalam kasus foto ini, “Chatting on Facebook” dapat dipahami bahwa Majalah JE berupaya untuk mengkoneksikan
masyarakat suku Dani dengan dunia secara global. Oleh karena itu, pemberian judul foto “Chatting on Facebook”, yang mana memuat sebuah potret masyarakat suku Dani
meniscayakan komodernan berupa teknologi, seperti laptop, dapat bertemu dan digunakan oleh sebuah masyarakat tradisional.
Gambar 3
Pocongan Cilik by Melanie Wood
Cover Photo Jakarta Expat
80
th
Edition
125
Cover photo Majalah JE pada edisi ini memperlihatkan seorang anak yang terikat dalam kain kafan. Di samping itu, foto ini diambil oleh redaksi dari sebuah blog milik
ekspatriat, yaitu Melanie Wood, tanpa memberikan deskripsi tentang foto tersebut. Namun demikian, jika kita melihat dalam blog Melanie Wood, terdapat sedikit penjelasan
mengenai latar belakang pengambilan foto tersebut.Wood memaparkannya sebagai berikut:
“This boy bound in a burial shroud and slung into a black tent, magically disappeared during a whip-cracking, fire-breathing performance in Suropati Park,
Menteng, Jakarta. When the black tent collapsed under a bullwhip blow, the interred boy had vanished.”
25
Terkait dengan latar belakang foto yang dijadikan cover photo ini, secara khusus dijelaskan bahwa pada edisi ini ditujukan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan
hantu, mistik dan misteri di Indonesia. Sebagaimana sang editor Majalah JE, Angela Richardson menuliskannya sebagai berikut:
“Cultures in Indonesia have a very strong affiliation with the mystic world and the belief in spirits and ghosts is very common and can actually become a part of day to
day life. In Bali, paying homage to spirits happens daily by way of presenting beautifully craftedofferings to their Gods. Java may not be known for such beliefs
anymore, but that doesn’t mean the faith in an unseen world is not there. It is a common belief that when the call to prayer is heard at sundown Maghrib,
apparitions can become visible to the human eye. Of course seeing is believing... At Jakarta Expat HQ we often experience out of norm phenomena, and from research
we’ve discovered that the back of our office sits on top of an old graveyard. After the call to prayer at around 6pm we often hear strange noises coming from certain
parts of the office and there have been reports of staff members seeing an apparition of a young lady with long, thick black hair. I myself have not seen anything,
however the strangest part of this story is that every single day we find a single strand of long, thick black hair on top of a certain cabinet which we cannot explain.
Nobody has the same length or colour hair and yet we find it in the same place every day A ghost story or an issue with the cleaning lady, perhaps? This story
brings us to our theme this issue – Ghosts, Magic and Mystery.” JE edisi 80:2
Bertolak dari kata pengantar yang disajikan oleh editor Majalah JE di atas dapat dipahami bahwa Angela Richardson sebagai seorang ekspatriat beranggapan bahwa
25
Pocongan Cilik oleh Melanie Wood dapat dilihat di www.gangs-of-indonesia.com Diakses 29 Agustus 2014
126
budaya di Indonesia masih dipercaya memiliki afiliasi yang sangat kuat dengan dunia mistik atau kepercayaan tentang roh dan hantu dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, ia
pun memberikan beberapa contoh, semisal, di Bali masih terdapat aktifitas memberikan penghormatan kepada roh-roh yang terjadi setiap hari dengan menyajikan suatu
persembahan, dan di Jawa terdapat kepercayaan umum bahwa ketika adzan terdengar saat matahari terbenam Maghrib penampakan bisa terlihat dengan mata manusia.
Dalam hal ini, penulis berbeda pendapat dengan editor Majalah JE, Angela Richardson, karena budaya dan mistik tidak begitu sederhana seperti yang ia paparkan.
Pertama, kebudayaan masyarakat Bali yang selalu memberikan suatu persembahan merupakan bagian dari ritual agama Hindu untuk memohon berkah kepada para dewa.
Persembahan ini merupakan bagian ibadah dari masyarakat Bali yang beragama Hindu. Jadi bukan semata-mata ditujukan kepada roh-roh tertentu.
Begitu pula dengan beberapa masyarakat di wilayah Jawa yang memiliki kepercayaan umum bahwa saat matahari terbenam dan ketika adzan dikumandangkan
dapat terlihat penampakan hantu adalah tidak benar. Bagi sebagian besar masyarakat Jawa pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya, terbenamnya matahari merupakan sebuah
peringatan bahwa langit mulai gelap, bahkan menjadi sebuah kewajiban bagi umat Muslim untuk menunaikan shalat Magrhib, terutama hal ini dikarenakan hampir seluruh penduduk
masyarakat Jawa dan Indonesia beragama Muslim. Di samping itu, pengalaman para pegawai Majalah JE setelah adzan Mahgrib yang
sering mendengar suara-suara aneh dari bagian-bagian tertentu di kantor mereka, merupakan bentuk kesadaran mereka atas ambivalensi yang mereka alami sebagai orang
asing ketika berada di Indonesia. Ambivalensi ini merupakan sikap kemenduaan mereka, yang mana di satu sisi ingin mempercayai adanya penampakan hal gaib seperti hantu