133
Gambar 4.1. Grafik hasil peningkatan penelitian pra tindakan, siklus I, siklus II
dan siklus III
Grafik Hasil Peningkatan Penelitian
C. Pembahasan
Upaya untuk mengembangkan keterampilan bekerjasama melalui metode bercerita dengan media boneka pada anak usia dini telah dilaksanakan
sesuai dengan yang telah direncanakan. Penelitian tindakan yang terdiri dari 3 siklus perbaikan menghasilkan beragam data mengenai perilaku nyata anak di
kelas A TK Mangunan Yogyakarta Tahun Ajaran 20132014. Data tersebut dijadikan sebagai tolak ukur mengenai keberhasilan dalam penelitian
tindakan ini. Data yang dihasilkan melalui melalui berbagai macam teknik pengumpulan data menghasilkan data yang variatif namun terlihat sejalan.
Mengembangkan keterampilan bekerjasama pada anak usia dini bukan suatu hal yang mudah. Metode bercerita yang hanya menggunakan buku
cerita dan tanpa media membuat anak tidak tertarik. Hal tersebut bisa jadi
Pra tindakan Siklus I
Siklus II Siklus III
20 40
60 80
100
45 70
90 97
Pra tindakan
Siklus I Siklus II
Siklus III
134
karena berbagai macam faktor diantaranya guru kelas yang bersangkutan kurang kreatif dalam menerapkan metode, belum menggunakan media
bimbingan, anak seringkali kurang dilibatkan sehingga anak tidak bisa berekspresi. Semua faktor tersebut menjadikan bimbingan klasikal membuat
siswa kurang bisa bekerjasama dengan orang lain. Hal tersebut tampak pada pelaksanaan pra tindakan.
Dari hasil penelitian pra tindakan, siklus I, siklus II dan siklus III diperoleh kesimpulan bahwa ada peningkatan pada keterampilan bekerjasama
anak melalui metode bercerita dengan media boneka. Berdasarkan pengamatan terkait keterampilan bekerjasama anak, terlihat peningkatan pada
anak mulai
terampil mendengarkan,
berkomunikasi, berinteraksi,
menghormati. Hal-hal tersebut dibuktikan dari hasil wawancara dengan guru kelas yang bersangkutan dan wawancara.
Hasil penelitian sebelum tindakan pada siklus I, yaitu kegiatan pra tindakan anak menunjukan bahwa pada pra tindakan anak-anak belum
antusias, kurang memperhatikan dan ribut saat peneliti membacakan cerita. Anak-anak harus dipaksa duduk oleh guru agar mau mendengarkan. Anak-
anak kurang merespon saat peneliti memberi pertanyaan. Saat bermain games “menuntun orang buta jalan” anak-anak belum mampu bekerjasama dengan
anak-anak yang lain. Hal ini terlihat pada anak yang hanya mau berjalan sendiri tanpa peduli dengan temannya. Hanya mau bermain dengan teman-
teman yang disukai. Ketika ada teman yang terjatuh pun anak-anak hanya diam saja dan tidak membantu. Kemudian untuk siklus selanjutnya penenliti
135
menggunakan metode bercerita melalui media boneka yang dianggap dapat membantu mengembangkan keterampilan bekerjasama pada anak.
Keadaan yang berbanding terbalik justru terlihat pada pelaksanaan perbaikan siklus I, II dan III dimana metode bercerita dengan media boneka
digunakan. Berdasarkan wawancara dan pengamatan keduanya menunjukkan adanya perbedaan dibandingkan dengan pra penelitian. Anak menjadi lebih
terampil dalam hal mendengarkan, berkomunikasi, menghormati, dan berinteraksi dengan orang lain.
Di samping itu peneliti juga merasakan kepuasan pribadi melihat kondisi anak yang terlihat saling bekerjasama
memecahkan masalah secara bersama-sama saat bermain menggunakan boneka. Anak yang sebelumnya hanya diam saja mulai berani berbicara
mengeluarkan pendapat. Kegiatan ini memotivasi anak untuk menumbuhkan keterampilan bekerjasama dalam suatu kegiatan atau bermain. Anak akan
terbiasa dalam bekerjasama dengan teman dan lebih baik dalam berinteraksi. Keterampilan bekerjasama anak bisa dilatih dengan bermain misalnya
salah satunya bermain boneka, karena bermain adalah dunia kerja anak dan menjadi hak setiap anak untuk bermain tanpa dibatasi usia. Dalam pasal 33
konvensi hak-hak anak dalam Mayke, 2010 disebutkan hak anak untuk beristirahat dan bersantai, bermain dan turut serta dalam kegiatan-kegiatan
rekreasi yang sesuai dengan usia yang bersangkutan untuk turut serta bebas dalam kehidupan budaya seni.
Kegiatan bermain yang bisa meningkatkan sebuah interaksi dan mengembangkan keterampilan bekerjasama pada anak di TK Mangunan
136
Yogyakarta adalah dengan menggunakan media boneka. Bermain boneka ini tidak hanya akan membantu mengembangkan keterampilan bekerjasama,
tetapi juga mengembangkan aspek lainnya. Seperti yang dikemukakan Geldard 2008 adapun fungsi-fungsi
penggunaan boneka yaitu, Menampilkan fantasi serta bakat-bakat anak terkait dengan interaksi pada orang lain dan interaksi anak-anak pada dirinya sendiri.
Bermain peran menjadi orang atau binatang yang menjadi kesukaan anak- anak. Menciptakan dialog dalam drama, memerankan kepribadian anak dan
perilaku orang yang mereka benci atau teman yang mereka sukai dan telah terpisah dari mereka. Mempelajari dan melatih perilaku yang dapat diterima.
Merangsang anak bereksplorasi, bereksperimen dan berekspresi. Melatih anak belajar menggunakan alat bersama dengan anak lain dan bermain bersama
bekerjasama. Aspek sosial yang terlihat dari bermain boneka adalah anak melakukan kegiatan bersama dengan teman kelompoknya. Mempertahankan
hubungan yang sudah terbina. Aspek lain yang bisa diambil dari bermain boneka untuk mengasah
ketajaman penginderaan.
Penginderaan meliputi
penglihatan dan
pendengaran. Dengan bermain boneka dapat mengasah penglihatan karena membantu anak melihat bentuk, warna, dan model melalui media boneka.
Mengasah pendengaran, saat anak-anak mendengarkan cerita melalui boneka anak terlatih untuk mendengarkan orang lain. Untuk itu, kegiatan bermain
boneka ini akan melatih anak dalam bekerjasama.
137
Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I, II dan III ini membuktikan bahwa dengan bermain dan bercerita dengan media boneka sangat baik
digunakan pada anak terutama anak usia dini yang dimana masih dalam proses penyerapan berbagai informasi. Hal ini terlihat pada perilaku anak di
sekolah yang kurang dalam berbagi dengan teman, tidak mau mengalah dan kerjasama anak dengan kelompok atau teman sebaya masuk dalam kategori
kurang, dalam hal ini stimulasi tidak hanya pada kegiatan bermain tetapi dapat dilakukan saat guru mendekati dan berinteraksi dengan murid.
D. Keterbatasan Penelitian