Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness Proses pengelolaan pikiran saat meditasi

Selain tidak adanya kendali terhadap pikiran, N juga memiliki ketergantungan pada orang lain. Ketergantungan ini bersumber dari adanya dorongan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dalam diri. Dalam usaha pemenuhan kebutuhan dalam diri tersebut, N juga memerlukan adanya orang lain sebagai sumber pemenuh kebutuhan. “Tapi biasanya karena kita geraknya acak, dan self ini dipandangi oleh pandangan subjektivitas yang tinggi dan pekat... termasuk pandangan self yang kuat itu tadi, jadi akhirnya kan penuntutan. “Mbok kamu begini terhadap saya, mbok kamu begitu terhadap saya”, kan menjadi begitu to? Pokoknya intinya, berusaha memuaskan self, kalau perlu ya menggunakan self-self yang lain” N, 52

b. Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness

Dalam memaknai kebahagiaan sebelum praktik mindfulness, Kebahagiaan dimaknai oleh N sebagai kondisi ketika individu dapat mempertahankan sesuatu yang dimilikinya. Dalam usaha mempertahankan hal tersebut, rasa ketergantungan dan tidak adanya kendali terhadap pikiran semakin mendorong N untuk terobsesi dan tidak dapat berpikir secara jernih, bahkan untuk waktu yang lama. “Bahagia kalau bisa dapat sesuatu, pertahankan sesuatu secara membuta sampai ngedani hal tersebut. Pokoknya bahkan enggak melek ini sehat atau tidak… pikiran sangat menyempit. Jika dirundung sesuatu bisa lama usianya, baik benci dan lain-lain bagiku itu berharga” N, 81

c. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi

Saat melakukan meditasi minfulness, N mengonsentrasikan pikirannya. Pikiran diarahkan untuk selalu berkonsentrasi dari waktu ke waktu. “Karepe kalau kamu mau konsentrasi ya konstan, terus, sambung- menyambung, dan selalu kaitannya dengan dari momen ke momen, dari berjalannya waktu ke waktu... Maunya dia satu garis lurus terus. Teruuuus... begitu” N, 39 Agar dapat mencapai konsentrasi, pikiran N yang selalu bergerak tidak terkendali difokuskan pada obyek yang netral, yaitu napas. “Terus bagaimana cara nganunya? Geraknya disusut. Pertama, geraknya disusut. Caranya nyusut bagaimana? Diberikan obyek. Terus pertanyaannya, obyeknya yang seperti apa? Wong toh ini bergerak juga mencari obyek... Kalau tadi bergerak karena yang subjektif tadi, subjektifnya tu tadi pasti pada suka dan tidak suka. Dia merancang pada gerak suka, tidak suka, gitu aja. Lha, otomatis, disusut geraknya, obyeknya karena dia terlalu subjektif... maka dikasih obyek yang kontra dengan yang suka, tidak suka. Yang tidak mengandung suka dan tidak suka, contohnya napas” N, 25 Melalui fokus pada napas, N dapat memfokuskan diri pada pengalaman dan momen saat ini. “Nah, tingkat dari elingnya tadi, kalau di dalam meditasi, diubah dalam yang betul-betul kamu experience di sini. Tubuhmu tu di sini. Napasmu tu di sini. Jadi, kita masuk terus di situ. Maunya dia kamu menyatu dengan terus yang di sini” N, 36 Fokus pada pengalaman dan momen saat ini juga melatih N untuk menerima diri, untuk puas pada diri. Dengan kepuasan terhadap diri, N juga berlatih menjadi individu yang mandiri karena dilatih untuk tidak tergantung pada orang lain. “Saat meditasi itu, ini bajiknya kita dilatih mandiri, untuk puas pada diri kita sendiri, atau puas pada self kita sendiri. Betul-betul mandiri, gitu lho” N, 53

d. Perubahan pikiran menjadi lebih positif