Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness

sing jenenge apik ki opo to? Sing jenenge buruk ki opo to? Terus, bagaimana saya harus menjalankan kehidupan saya? Apakah saya jadi orang baik? Kalau tentang begitu kenapa? Apakah saya jadi orang jahat? Kalau memang begitu, kenapa alasan’e? Pertanyaan itu yang muncul pada saat itu. Katakanlah waktu itu mungkin usia 27, sekitar itu lah” A, 12 Seiring berjalannya proses pencarian A, akhirnya ia menemukan meditasi mindfulness secara teoritis pada tahun 90-an dan mulai berpraktik meditasi mindfulness pada sekitar tahun 1996.

b. Pemaknaan kebahagiaan sebelum praktik mindfulness

Seperti individu di dalam masyarakat secara umum, A dibesarkan dalam budaya yang menuntut sikap-sikap yang sesuai dengan normal sosial. Namun, dalam lingkungan pekerjaannya, A melihat keadaan di mana orang-orang yang melakukan tindakan dengan tidak mempertimbangkan norma-norma sosial, tega dan tidak peduli terhadap orang lain sering kali nampak lebih sukses dalam bekerja. Bahkan, Kesuksesan yang didapat dengan melakukan tindakan di luar norma- norma sosial yang tidak memedulikan orang lain tersebut nampak lebih mendatangkan keberuntungan dan kebahagiaan. “Saya menyaksikan bahwa, dengan sudut pandang pada saat itu, orang yang keras, yang kejam, tega ki maksud’e ekstrem’e kejam lah... orang yang kejam, yang tega, bahkan dalam artian yang negatif, yang bersedia melanggar kaidah-kaidah moral, acapkali lebih sukses ketimbang orang yang lemah lembut, yang baik. Wis, kasarane sing jahat luwih sukses ‘mbangane sing apik. Kasarane gitu lho. Di dalam bisnis, waktu itu kesan yang saya tangkap pada saat itu adalah sing jahat, sing tegel kuwi lebih sukses dibanding yang baik... Tidak sekedar lebih sukses, bahkan. Yang saya jumpai, sing jahat, sing tegel kuwi lebih “bahagia”, lebih “beruntung” ketimbang yang baik... dalam tanda kutip. Sekali lagi saya bilang, sudut pandang saya pada saat itu, gitu ya. Ya itu given fact situasiku pada saat itu, gitu lho. Itu yang saya alami. Orang lain mungkin bisa punya pengalaman yang lain” A, 9

c. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi

Hal yang dilakukan oleh A ketika ia mempraktikkan meditasi mindfulness adalah memfokuskan diri pada momen here and now. Pikiran difokuskan untuk menyadari sensasi-sensasi yang dirasakan tubuh ketika sedang duduk bermeditasi. Dengan menyadari sensasi- sensasi tubuh pada momen saat ini, A juga berlatih untuk meninggalkan pikiran-pikiran yang datang silih berganti seperti urusan pekerjaan. “Bagaimana meditasi kok bisa ngefek, misale luwih sabar, atau lebih awas, gampangane ngene... Teknik meditasi ki misale obyeke memperhatikan rasa tubuh yang sedang duduk di sini-sekarang. Sadar bahwa tubuh ini sedang duduk di sini-sekarang. Menyadari, memperhatikan, merasakan tubuh kita ini yang sedang duduk di ruangan ini, di sini, sekarang. Katakanlah kita meditasi formal. Aku lingguh neng kene mungkin 20 menit. Mungkin pikiran grambyang, mengembara. ‘Aduh, urusan proyek urung beres... Tagihane urung beres. Eh, sik... Aku saiki meh meditasi’. Kita sudah sepakat, commit ke diri sendiri, 20 menit atau 30 menit, aku wis tekade seko setengah tiga sampai jam tiga ini mau meditasi. ‘Relakanlah, sing urusan kantor kuwi sementara relakan. 30 menit wae, atau 15 menit... urusan kantor, rileks... kembali di sini- sekarang... tubuh sedang duduk’, atau ‘wah, kemarin... kembali ke tubuh sedang duduk, rasanya gimana...’ Nah, pada saat kita ngalami satu aksi tersebut, misale ‘eh, nang kene urung beres. Iki nang kene ono opo? Ra ono opo-opo, ‘kan awak lagi lingguh” A, 104

d. Respons terhadap pikiran