Bentuk Dan Jenis Pemalsuan Akta Otentik

38 harus jelas, artinya dapat dibuktikan tanpa keraguan sama sekali. Tidak cukup adanya fakta kedapatan peada seseorang, atau digunakan sebagai bukti oleh seseorang mengenai akta tersebut. Dalam hukum pembuktian tidak mengenal dan tidak tunduk pada anggapan, melainkan harus dibuktikan setidak-tidaknya memenuhi syarat minimal pembuktian. Hukum pembuktian dibuat untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi setiap orang di negara ini, dan untuk menghindari kesewenang-wenangan hakim dalam menjatuhkan suatu putusan atau vonis pada suatu perkara yang ditanganinnya. 13 Pada pasal 183 KUHAP tentang syarat minimal pembuktian, menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjatuhkan pidana, ialah syarat subjektif yang juga harus dilandasi syarat objektif. Harus ada suatu keyakinan hakim yang dibentuk berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah. Dasar keyakinan hakim yang dibentuk atas dasar objektif minimal 2 alat bukti yang sah tersebut adalah hakim yakin tindak pidana telah terjadi, hakim yakin terdakwa tersebut yang telah melakukannya dan hakim yakin terdakwa telah bersalah dalam melakukan tindak pidana tanpa adanya hal-hal yang bisa memaafkan atau menghapuskan pidana. Oleh karena itu tidak cukup untuk membentuk keyakinan dari sekedar fakta bahwa, misalnya sebuah akta kelahiran yang diduga palsu kedapatan pada seseorang, atau fakta ada orang lain yang menyerahkannya kepada orang lain untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Fakta yang seperti ini hanya sekedar 13 Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, h. 48. 39 dapat dipakai sebagai bahan untuk membuat alat bukti petunjuk saja dan tidak membuktikan sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana diatur pada pasal 263 KUHP. Terlebih lagi, untuk terbitnya sebuah akta kelahiran selalu melalui prosedur baku yang tidak mungkin dibuat oleh satu orang saja. 14 Ada 2 syarat adanya surat asli dan tidak dipalsu dalam pasal 263 1 atau 2, ialah: 15 1. Perkiraan adanya orang yang terpedaya terhadap surat itu, dan 2. Surat itu dibuat memang untuk memperdaya orang lain. Arti dapat merugikan menurut ayat 1 maupun ayat 2 pasal 263. Istilah “dapat” adalah perkiraan yang dapat dipikirkan oleh orang yang normal. Ada perbedaan perihal “dapat merugikan” menurut ayat 1 dan menurut ayat 2. Perbedaannya, ialah surat palsu atau dipalsu menurut ayat 1 belum digunakan, sementara ayat 2 surat sudah digunakan. Oleh karena menurut ayat 2 surat sudah digunakan, maka hal kerugian menurut ayat 2 harus jelas dan pasti perihal pihak mana yang dirugikan dan kerugian berupa apa yang akan di derita oleh orangpihak tertentu tersebut. Ada 2 pihak yang dapat menderita kerugian, ialah: 1 pihakorang yang namanya disebutkan di dalam surat palsu tersebut, atau 2 pihakorang siapa surat itu pada kenyataannya digunakan. 16 Namun harus jelas bahwa perkiraan kerugian ini adalah akibat langsung dari 14 Widjaya, Merancang Suatu Kontrak., h. 51. 15 Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, h.52. 16 Widjaya, Merancang Suatu Kontrak., h. 53. 40 penggunaannya. Artinya tanpa menggunakan surat palsudipalsu, kerugian itu tidak mungkin terjadi.

D. Tugas, Wewenang, Dan Kewajiban Notaris

Pasal 1 P.J.N tidak memberikan uraian yang lengkap mengenai tugas dan pekerjaan notaris. Dikatakan demikian, oleh karena selain untuk membuat akta- akta otentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensyahkan surat-suratakta-akta yang dibuat dibawah tangan. Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Juga sebagaimana telah dikemukakan diatas, menurut kenyataannya tugas notaris bersamaan dengan perkembangan waktu telah pula berkembang sebagaimana itu sekarang ini. Tegasnya notaris sebagaimana menurut undang-undang dan notaris menurut yang sebenarnya dan tugas yang harus dijalankannya, yang diletakan kepadanya oleh undang-undang, sangat berbeda sekali dengan tugas yang dibebankan kepadanya oleh masyarakat didalam praktek, sehingga sulit untuk memberikan definisi yang lengkap mengenai tugas dan pekerjaan notaris. 17

a. Wewenang Notaris Bersifat Umum

Pertama sekali didalam pasal 1 PJN ditentukan, bahwa notaris berwenang untuk membuat akta mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan 17 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris Jakarta: Erlangga, 1980, h. 32. 41 dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik. Dari bunyi pasal tersebut, bahwa wewenang notaris adalah “regel” bersifat umum, sedangkan wewenang dari pejabat lain adalah “pengecualian”. Wewenang dari pejabat lainnya itu untuk membuat akta sedemikian hanya ada, apabila oleh undang-undang dinyatakan secara tegas, bahwa selain dari notaris, mereka juga turut berwenang membuatnya atau untuk pembuatan suatu akta tertentu mereka oleh undang-undang dinyatakan sebagai satu-satunya yang berwenang untuk itu. 18 Pasal 15 ayat 1 UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris, yaitu membuat akta secara umum, hal ini disebut sebagai kewenangan umum notaris, dengan batasan sepanjang: 1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketatapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan. 3. Mengenai subjek hukum orang atau badan hukum untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan. Menurut pasal 15 ayat 1 bahwa wewenang notaris adalah membuat akta, bukan membuat surat, seperti surat kuasa membebankan hak tanggungan SKMHT atau membuat surat lain, seperti surat keterangan waris SKW. Ada beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris dan juga menjadi wewenang pejabat atau instansi lain,yaitu: 18 Ibid.,h. 33. 42 1. Akta pengakuan anak di luar kawin pasal 281 BW 2. Akta berita acara kelalaian pejabat penyimpan hipotik pasal 1227 BW 3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyansi pasal 1405 dan 1406 BW. 4. Akta protes wesel dan cek pasal 143 dan 218 5. Surat kuasa membebankan hak tanggungan SKMHT – pasal 15 ayat 1 undang-undang nomor 4 tahun 1996. Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2 dua kesimpulan, yaitu: 1. Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginantindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. 2. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti yang lainnya, jika ada orangpihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orangpihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan hukum yang berlaku. 19 Kewenangan notaris, menurut pasal 15 UUJN adalah membuat akta otentik mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh 19 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Bandung: Refika Aditama, 2009, h. 78-79. 43 peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang- undang. Notaris memiliki wewenang pula untuk: 1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. 2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; 6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7. Membuat akta risalah lelang. Melalui pengertian notaris tersebut terlihat bahwa wewenang notaris adalah membuat akta otentik. 20

b. Kewajiban Notaris

20 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta: UII Press, 2009, h. 15-16.

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Kajian hukum pidana Islam terhadap putusan hakim tentang pemalsuan akta otentik oleh notaris : analisis putusan Mahkamah Agung nomor 1568 K/PID/2008

1 19 0

PENERAPAN TEORI PENAFSIRAN HUKUM OLEH HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA OTENTIK YANG DILAKUKAN NOTARIS.

0 2 11

PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEMBUATAN AKTA OTENTIK (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1873 K/PDT/2012).

0 0 14

TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA OTENTIK YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1860 K/PID/B/2010.

0 1 13

Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam pemalsuan Akta Otentik (Studi tentang putusan Mahkamah Agung republik Indonesia Nomor:1014k/Pid/2013) Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam pemalsuan Akta Otentik (Studi tentang putusan Mahkamah Agung republik Ind

0 1 11