Sistematika Penulisan Metode Penelitian

18

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM ISLAM DAN PEMALSUAN SURAT DALAM

HUKUM ISLAM

A. Pengertian jarimah

Pidana islam disebut juga dengan fiqih jinayah, dalam mempelajari fiqih jinayah ada dua istilah yang harus kita ketahui terlebih dahulu yaitu jinayah itu sendiri dan jarimah. Yang pertama tentang jinayah, jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan, perbuatan yang diharamkan adalah indakan yang dilarang atau dicegah oleh syara’ atau dengan kata lain jinayah itu perbuatan jahat atau salah yang mempunyai konsekuensi membahayakan jiwa, akal, agama, kehormatan. Sedangkan jarimah mempunyai arti yang sama dengan jinayah yaitu mengandung arti perbuatan buruk, jelek, dosa. Akan tetapi Kata jarimah identik dengan pengertian yang disebut dalam hukum positif sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Contohnya adalah jarimah pencurian, jarimah pembunuhan, dan sejenisnya. Jadi di dalam hukum positif jarimah distilahkan dengan delik atau tindak pidana yang melanggar hukum. Seseorang yang tidak melanggar hokum tidak bisa dikatan tindak pidana atau delik, menurut sudut pandang hokum positif Indonesia. Sedangkan menurut kaca mata fiqh jinayah adalah seseorang 19 yang meninggalkan perintah agama dan melanggar perbuatan yang dilarang oleh agama disebut dengan jarimah. 1

B. Macam-Macam Jarimah

Jarimah dapat dibagi menjadi bermacam macam bentuk dan jenis.

a. Jarimah Hudud

Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had. Hukuman had sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah: “Hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syar a’ dan merupakan hak Allah.

b. Jarimah Qishash dan Diyat

Adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishas dan diyat ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau walinya. Baik qishas maupun diyat keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan syara’ dan merupakan hak individu.

c. Jarimah Takzir

Adalah jarimah yang hukumannya bersifat mendidik atas perbuatan dosa yang belum ditetapkan oleh syara` atau hukuman yang diserahkan kepada keputusan Hakim. Namun hukum takzir juga dapat dikenakan atas kehendak masyarakat umum, meskipun bukan perbuatan maksiat, melainkan awalnya mubah. Dasar hukum takzir adalah pertimbangan kemaslahatan dengan mengacu 1 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h.24. 20 pada prinsip keadilan. Pelaksanaannyapun bisa berbeda, tergantung pada tiap keadaan. Karena sifatnya yang mendidik, maka bisa dikenakan pada anak kecil. 2

C. Jarimah Takzir

Menurut istilah, takzir didefinisikan oleh Al-Mawardi sebagai berikut: ح ف ع شت ع ت ع “takzir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa maksiatyang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’ “ Wahbah Zuhaili memberikan define takzir yang mirip dengan definisi Al- mawardi: ع ش ك ا ف حا ج صع ع ع ش ع : “takzir menurut sayara’adalah hukuman yang ditetapkan atas perbuatan maksiat atau jinayah yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kafarat. Dalam definisi yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa takzir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Di kalangan fuqaha, jarimah jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’ dinamakan dengan jarimah takzir. Jadi, istilah takzir bisa digunakan untuk hukuman dan juga digunakan untuk jarimah tindak pidana. 2 Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 18-19. 21 Dari definisi tersebut, juga dapat dipahami bahwa jarimah takzir terdiri atas perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan tidak pula kafarat. Dengan demikian, inti dari jaarimah takzir adalah perbuatan maksiat. Adapun yang dimaksud dengan maksiat adalah meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan melakukan perbuatan yang diharamkan dilarang. Para fuqaha memberikan contoh meninggalkan kewajiban seperti mengkhianati amanat, seperti menggelapkan titipan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh melakukan perbuatan yang dilarang seperti sumpah palsu, penipuan dalam jual beli dan melindungi dan menyembunyikan pelaku kejahatan dan sebagainya. 3

D. Macam-Macam Jarimah Takzir

Dilihat dari hak yang dilanggar, jarimah takzir dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu 1. Jarimah takjir yang menyinggung hak allah 2. Jarimah takzir yang menyinggung hak individu. Dari segi sifatnya, jarimah takjir dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu a. Takzir karena melakukan perbuatan maksiat; b. Takzir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum; c. Takzir karena melakukan pelanggaran. Di samping itu, dilihat dari segi dasar hukum penetapannya, takzir juga dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut. 3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h.248-249

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Kajian hukum pidana Islam terhadap putusan hakim tentang pemalsuan akta otentik oleh notaris : analisis putusan Mahkamah Agung nomor 1568 K/PID/2008

1 19 0

PENERAPAN TEORI PENAFSIRAN HUKUM OLEH HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA OTENTIK YANG DILAKUKAN NOTARIS.

0 2 11

PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEMBUATAN AKTA OTENTIK (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1873 K/PDT/2012).

0 0 14

TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA OTENTIK YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1860 K/PID/B/2010.

0 1 13

Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam pemalsuan Akta Otentik (Studi tentang putusan Mahkamah Agung republik Indonesia Nomor:1014k/Pid/2013) Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam pemalsuan Akta Otentik (Studi tentang putusan Mahkamah Agung republik Ind

0 1 11