bertujuan untuk memastikan tetap adanya perburuan di dalam berbagai bentuk. Pada tahun 1984, pemerintah Jepang juga mengirimkan tim studi khususnya
dengan hasil yang menyarankan agar Jepang melakukan penelitian di Antartika sehingga bisa terus melakukan perburuan disana.
JARPA, merupakan program penelitian terhadap paus minke dan ekosistem kelautan di Antartika. Program ini dibuat untuk melakukan penghitungan pada
jumlah populasi dan tingkat harapan hidup paus minke didaerah tersebut untuk memberikan masukan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh IWC. Demi
tercapainya tujuan tersebut, Jepang meminta sampel untuk diburu sebanyak 825 paus jenis minke dan 50 paus jenis Sperm Whale di Antartika setiap musimnya.
Namun, revisi dilakukan terhadap program tersebut dan perburuan Sperm Whale dihapuskan dari daftar; Jumlah paus minke yang ditangkap juga dikurangi
menjadi 300 ekor. Dengan adanya revisi ini, Jepang juga meminta perpanjangan waktu penelitian hingga 18 tahun untuk mendapatkan hasil yang akurat. Selama
18 tahun program JARPA tersebut berjalan., lebih dari 6,700 paus minke di Antartika telah dibunuh .
Pada bulan Desember 2006, Badan penelitian IWC melakukan rapat terakhir untuk membahas program JARPA mengenai pencapaiannya. Dari hal tersebut,
beberapa rekomendasi untuk melakukan penelitian berikutnya dibuat berdasarkan hasil yang didapat. Jepang kemudian menyerahkan proposal JARPA II nya ke
IWC pada bulan Maret 2005 dan memulai programnya dibulan November pada tahun yang sama.
2. JARPA II Sebagai Program Penerus JARPA
Setelah program JARPA yang pertama berakhir, Jepang kembali meluncurkan program keduanya yaitu JARPA II. Proposal program ini disampaikan pada tahun
2005, dengan tujuan untuk melakukan monitorisasi terhadap ekosistem Antartika demi pembentukan sistem manajemen baru mengenai sumberdaya alam yang
berasal dari paus. Pada bulan November 2005, JARPA II diberikan izinnya oleh
Universitas Sumatera Utara
Jepang dan pada saat itu juga mulai beroperasi. Izin penelitian khusus tersebut diberikan kepada “Institute of Cetacean Research”
110
yang merupakan badan kesejahteraan bersama yang diatur dalam undang undang negara Jepang. JARPA
II, dengan tempat penelitiannya tetap disekitar Antartika, mentargetkan 3 jenis paus di dalam kegiatannya, yaitu paus minke, paus sirip dan paus punggung
bongkok. Ketiga ikan tersebut termasuk ke dalam jenis “Baleen Whales”.
111
a. Pengamatan terhadap ekosistem di Antartika, dimana program JARPA
akan mencatat perkembangan dan perubahan mengenai banyakanya paus dan parameter biologisnya, ketersediaan mangsa dan titik kumpulnya, dan
efek polusi terhadap mamalia perairan, serta tempat hidup mamalia tersebut yang di dalam hal ini adalah 3 jenis paus yang telah diajukan
dalam proposal yaitu Paus minke, Paus punggung bongkok dan paus sirip yang tinggal di Antartika. Dari data tersebut, akan menjadi indikator
perubahan terhadap ekosistem di Antartika. Program JARPA menyebutkan tentang pentingnya untuk secepat mungkin memperoleh data mengenai
perubahan di dalam populasi paus dan habitatnya untuk memprediksi efek terhadap kuantitas dan dan untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan
untuk membuat peraturan manajemen yang sesuai. Secara detilnya, JARPA II akan melakukan monitor terhadap “perubahan dalam
perekrutan, kemampuan berkembang biak, masa kedewasaan dan Program JARPA II merupakan program penelitian jangka panjang tanpa ada batas
waktu selesainya karena tujuan utamanya membutuhkan penelitian yang terus dilakukan secara berkesinambungan, contohnya kegiatan pengamatan ekosistem
di Antartika. Program JARPA II akan disusun tahapan kerjanya setiap 6 tahun dan setiap penyusunannya, akan ditambahkan revisi terhadapnya.
Di dalam JARPA II, ada 4 tujuan utama yang ingin dicapai yaitu :
110
The Institute of Cetacean Research, 日本鯨類研究所 Nihon Geirui Kenkyūjo, adalah sebuah
organisasi non-profit di Jepang ynag bergerak dibidang ilmu pengetahuan sosial dan biologis mengenai ikan paus.
111
Paus keluarga Baleen, merupakan paus yang tidak memiliki gigi. Untuk menyaring makanannya, paus ini menggunakan lempengan tulang dimulutnya yang berbentuk seperti sisir.
Universitas Sumatera Utara
parameter biologis lainnya terhadap sample paus yang ditangkapnya. Untuk menentukan banyaknya paus yang ada, akan dilakukan melalui
survei pengamatan. JARPA II juga akan memonitorisasi konsumsi mangsa dan perubahan terhadap tebal lemak dalam jangka waktu tertentu, dan
secara bersamaan juga akumulasi zat-zat beracun dan dampaknya pada mamalia laut.
b. Membuat skema persaingan antara berbagai jenis paus yang ada , dimana
JARPA II akan melakukan penelitian dengan hipotesa bahwa ada persaingan yang ketat antar jenis-jenis paus di Antarika. Hal ini berkaitan
dengan jumlah makanan yang tersedia didaerah tersebut seperti udang kecil. Ketika jumlah salah satu jenis paus menurun, maka sumber makanan
menjadi melimpah dan dimanfaatkan oleh jenis paus yang lainnya. Pada saat itu paus minke mengalami pertambahan jumlah yang signifikan.
Namun, ketika paus sirip dan paus bongkok dimasukkan ke dalam jenis paus yang tidak boleh ditangkap, pertumbuhan populasi paus minke
menurun karena adanya kompetisi diantara mereka untuk memperebutan makanan.
c. Pemahaman mengenai perubahan sementara dan hal berkenaan dengan
ketersediaan stok paus terutama terhadap paus bongkok dan paus minke Antartika. Program JARPA II untuk tujuan ini akan dilakukan setiap tahun
sebagai bentuk penelitian terhadap perubahan di dalam batas populasi. d.
Melakukan improvisasi sistem manajemen paus minke di Antartika. Tujuan keempat ini sama dengan 3 tujuan yang ada diatasnya. Namun,
lebih difokuskan kepada paus minke dan sistem manajemen perburuannya. Program kedua yang kembali dilakukan di dekat Antartika terus berlanjut hingga
tahun 2014, dimana Mahkamah International memutuskan untuk memerintahkan Jepang mencabut izin atas programnya tersebut karena tidak memenuhi syarat
yang telah ditetapkan IWC. Di dalam program JARPA II, Jepang menetapkan targetnya sebanyak 950 paus minke minke whale, 50 paus sirip fin whale dan
50 paus bongkok humpback whale setiap musim. Jumlah permintaan kali ini
Universitas Sumatera Utara
jauh diatas permintaan sebelumnya yang hanya 300 ekor menjadi 1050 ekor.
112
Di dalam pelaksanaan JARPA II, seluruh infromasi dan penelitian yang bermanfaat yang didapat harus di bagikan kepada IWC demi perkembangan ilmu
pengetahuan serta kebaikan umat manusia Penelitian tersebut juga dinyatakan oleh Jepang sebagai penelitian yang aman
meskipun banyak pengambilan sample paus minke karena populasi paus tersebut masih sanagat banyak dan tidak akan terpengaruh sama sekali.
Mahkamah Internasional sendiri melihat pengambilan sampel paus secara mematikan tersebut dapat dikategorikan sebagai program penelitian “scientific
research” dalam arti luas. Namun, yang menjadi permasalahannya adalah konsistensi Jepang di dalam melakukan perburuan tersebut apakah benar-benar
dilakukan untuk pemenuhan tujuan programnya atau untuk tujuan lainnya yang tidak ada sangkut pautnya dengan penelitian.
D. Penggunaan Metode Mematikan di Dalam JARPA II