2. Aspek hasil penelitian JARPA II
Jepang menyatakan bahwa tidak ada hasil penelitian yang signifikan dari JARPA II, hal ini dikarenakan sistem evaluasi JARPA II yang dilakukan secara periodik.
Namun, ada data berharaga yang telah disumbangkan oleh program ini mengenai ekosistem di antartika serta data yang diserahkan kepada badan penelitian IWC
berupa data tentang genetik dan umur paus yang didapatkan dari memburu dengan cara lethal.
Australia mengakui bahwa program ini telah menunjukkan hasil yang dapat diterima oleh badan penelitian IWC. Namun, hasil tersebut diperdebatkan karena
belum dapat dipastikan berguna ataupun bersifat penemuan terbaru yang dapat dikontribusikan terhadap konservasi dan manajemen paus. Mahkamah
Internasional jugs sependapat dengan Australia mengenai hasil penelitian dari JARPA II. Program penelitian sejak tahun 2005 yang telah membunuh lebih dari
3,600 paus minke hanya memberikan informasi dan data yang terbatas dan tidak benar-benar signifikan.
3. Kerjasama dengan badan penelitian lainnya
Di dalam program JARPA II, jarang ada keterlibatan badan penelitian ataupun peneliti lainnya. Hal ini membuktikan bahwa JARPA II bukanlah program untuk
penelitian karena beroperasi secara sendirian mengenai ekosistem di Antartika. Jepang beralasan bahwa kerjasama dengan institusi negara lain sulit di dalam hal
personal dan politisnya. Hal ini tentu menimbulkan kecurigaan karena Program JARPA II tersebut dijalankan secara tertutup tanpa ada pihak asing yang
melakukan monitorisasi terhadap pelaksanaan program tersebut.
4. Konklusi mengenai penerapan pasal 8 ayat 1 terhadap JARPA II
Setelah melihat seluruh data dan bukti yang ada, maka Mahkamah Internasional memberikan keputusannya bahwa penggunaan cara lethal di dalam mencapai
tujuan program JARPA II sama sekali tidak dapat diterima. Selain itu, Jepang yang menangkap paus berdasarkan ukuran sama sekali tidak masuk akal ketika
Universitas Sumatera Utara
salah satu tujuannya adalah untuk membuat data perbandingan. Ketika paus yang ditangkap hampir seluruhnya adalah paus minke, maka tujuan dari program
tersebut tidak mungkin direalisasikan sama sekali. Tujuan dari JARPA II yang merupakan lanjutan dari JARPA yang pertama
dianggap sama saja sehingga menimbulkan kejanggalan terhadap jumlah sampel yang jauh berbedan dan mengalami peningkatan yang signifikan. Tujuan lainnya
seperti untuk membuat tabel perbandingan juga tidak jelas karena Jepang tidak konsisten dalam menangkap sampel yang telah ditentukan. Target utama di dalam
program ini terkesan hanya terhadap paus minke saja karena merekalah yang menjadi permintaan pasar dan juga kondisi kapal yang memang tidak dikhususkan
untuk menangkap paus lainnya. Pelaksanaan program JARPA II juga tidak transparan dan terkesan mengisolasi dirinya sendiri sehingga tidak ada pihak asing
yang mengetahui apa yang mereka lakukan. Secara keseluruhan, Mahakamah Internasional menilai JARPA II masih bisa
dikatergorikan sebagai program penelitian dalam arti luas. Namun, pelaksanaan program dan persiapannya sama sekali tidak ditujukan untuk penelitian seperti
yang tercantum dalam pasal 8 ayat 1 ICRW tentang pembunuhan, pengambilan dan perlakukan terhadap paus demi penelitian. Oleh karena itu, Mahakamah
Internasional memutuskan bahwa JARPA II bukanlah program penelitian scientific research.
5. Konklusi mengenai pelanggaran Jepang terhadap kewajibannya