Tabel 2.1. Kadar hemoglobin berdasarkan usia menurut WHO, Hb dalam gL Populasi
Non-Anemia Anemia
Ringan Sedang
Berat Bayi dan balita umur 6-59
Bulan Anak 5-11 tahun
Anak 12-14 tahun Perempuan
yang sedang
tidak hamil usia 15 tahun keatas
Perempuan yang
sedang hamil
Laki-laki usia 15 tahun keatas
110 atau lebih 115 atau lebih
120 atau lebih 120 atau lebih
110 atau lebih 130 atau lebih
100-109 110-114
110-119 110-119
100-109 110-129
70-99 80-109
80-109 80-109
70-99 80-109
70 80
80 80
70 80
Sumber : WHO
Tabel 2.2. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi I.
Anemia hipokromik mikrositer a.
Anemia defisiensi besi b.
Talasemia major c.
Anemia akibat penyakit kronik d.
Anemia sideroblastik II.
Anemia normokromik normositer a.
Anemia pasca berdarahan akut b.
Anemia aplastik c.
Anemia hemolitik didapat d.
Anemia akibat penyakit kronik e.
Anemia pada gagal ginjal kronik f.
Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan
hematologi III.
Anemia makrositer Bentuk megaloblastik
a. Anemia defisiensi asam folat
b. Anemia defisiensi B12
Bentuk non megaloblastik a.
Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodiplastik
Sumber : Sudoyo dkk, 2006
2.1.3. Siklus Hidup Eritrosit
Eritrosit dewasa atau matang berada dalam sirkulasi selama 110 – 120
hari. Kemudian ditangkap oleh makrofag. Eritropoesis dipengaruhi oleh sitokin, erythroid specific growth factor
, dan erythropoietin EPO. EPO dihasilkan oleh ginjal sebagai respon apabila terjadi hipoksia untuk mempertahankan jumlah
eritrosit yang relatif stabil setiap hari. Peningkatan EPO menyebabkan maturasi
dari sel burst forming unit-erythroid BFU-E menjadi sel colony forming unit- erythroid
CFU-E. Kemudian menjadi pro-eritrosit, eritroblas, lalu menjadi retikulosit. Retikulosit bertahan di dalam sirkulasi selama satu hari, kemudian
menjadi eritrosit matur, sekitar 1 dari jumlah eritrosit. Retikulosit dapat meningkat apabila terjadi perdarahan akut, sebagai kompensasi sum-sum tulang
yang adekuat. Sehingga retikulosit dapat menilai respon sum-sum tulang adekuat atau tidak. Retikulosit normal sekitar 0,5-1,5 .
10
Evaluasi morfologi dari eritrosit bergantung pada kriteria ukuran, bentuk, distribusi dan konsentrasi Hb,
kemampuan menyerap zat warna, hapusan darah tepi, dan inklusi.
Gambar 2.1. Eritropoesis
Sumber : Hoffbrand Moss, 2013
2.1.4. Metabolisme Zat Besi
Besi merupakan mikronutrien esensial bagi tubuh. Tubuh manusia dewasa mempunyai dua penyimpanan besar untuk besi, pertama besi yang terdapat pada
hemoglobin, mioglobin, enzim dan kedua penyimpanan besi pada ferritin, hemosiderin, dan transferrin protein transport di dalam darah. Laki-laki dewasa
sehat mempunyai kurang lebih 3,6 gram besi dari seluruh total tubuh, pada perempuan sekitar 2,4 gram. Tabel berikut menunjukkan proporsi besi di dalam
tubuh manusia dewasa sehat.
16
Besi sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sekitar 90 dikembalikan dan digunakan oleh tubuh setiap hari. Zat besi yang masuk melalui makanan harus
seimbang dengan kebutuhan besi di dalam tubuh. Bila asupan nutrisi dari sumber makanan tidak memenuhi kebutuhan di dalam tubuh, maka defisiensi besi dapat
terjadi. Menurut Food and Nutrition Board, Institute of Medicine, National Academies
2000, laki-laki pada kelompok umur 9-13 tahun dan 19 hingga 70
tahun membutuhkan zat besi sebanyak 8 mghari. Perempuan pada kelompok umur 9-13 tahun membutuhkan zat besi sebanyak 8 mghari, kemudian kebutuhan
meningkat seiring berjalannya umur yakni pada kelompok umur 14-18 tahun membutuhkan sekitar 15 mg zat besihari dan 18 mghari untuk usia 19-50 tahun.
Kebutuhan zat besi pada perempuan kembali menurun pada usia 51 hingga lebih dari 70 tahun.
16
Tabel 2.3. Proporsi relatif besi didalam tubuh pada dewasa muda sehat
Tipe Besi Laki-Laki
Perempuan mg
mg
Fungsional
Hemoglobin Myoglobin
Enzim heme Enzin non heme
2300 320
80 100
64 9
2 3
1700 180
60 80
73 8
3 3+
Penyimpanan
Ferritin Hemosiderin
Transferin 540
230 5
15 6
1 200
100 4
9 4
1
Total
3575 100
2314 100
Sumber : Mahan Escott-Stumpt, 2004
Berdasarkan ketersediaannya, terdapat dua jenis zat besi yaitu zat besi non heme dan zat besi heme. Zat besi heme banyak ditemukan dalam makanan
hewani, yang ditemukan dalam hemoglobin, mioglobin, dan beberapa enzim dan zat besi non heme banyak ditemukan dalam sayuran dan kacang-kacangan. Zat
besi dari hewani sudah dalam bentuk ferro Fe
2+
, sedangkan zat besi dari tanaman berbentuk ferri Fe
3+
. Zat besi ferro diabsorbsi di brush border mukosa melalui pembentukan vesikel disekitar zat besi heme di enterosit intestinal. Setelah zat
besi ferro masuk ke sitosol, besi ferro secara enzimatis dipisahkan dari kompleks ferroporphyrin
. Besi non heme masuk melalui proses difusi akibat perbedaan gradien konsentrasi. Ion besi yang bebas bergabung secara cepat dengan apoferitin
untuk membentuk feritin dan pada saat yang bersamaan ion besi non heme yang bebas berikatan dengan apoferitin. Feritin merupakan penyimpanan besi
intraseluler dan satu feritin membawa zat besi dengan cara berikatan dengannya dari brush border ke membran basolateral sel. Tahap akhir dari absorpsi ini adalah
ion besi berpindah ke sirkulasi dari membran basolateral dengan mekanisme transport aktif. Pada tahap ini dilakukan baik pada besi heme maupun non heme.
16
Makanan dan sekresi dari gastrointestinal kecil mempengaruhi penyerapan besi. Pada individu yang mengonsumsi berbagai jenis makanan, sekitar 5-10
kandungan zat besi heme berasal dari makanan dan absorpsinya mencapai 25, sedangkan zat besi non heme hanya diabsorpsi sebesar 5. Pada seseorang
vegetarian yang hanya mengkonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan, dibutuhkan konsumsi sumber makanan nabati dalam jumlah yang banyak untuk
memenuhi kebutuhan zat besi di dalam tubuh. Oleh karena itu, pada pasien dengan anemia lebih disarankan untuk mengonsumsi sumber makanan zat besi
dari hewani dibandingkan dari nabati.
16
Besi non heme diabsorpsi di duodenum dan jejunum dalam bentuk terionisasi. Sekresi asam lambung meningkatkan kelarutan besi dan merubahnya
menjadi bentuk ion baik ferri Fe
+3
dan ferro Fe
+2
. Asam askorbat atau vitamin C dapat mengoksidasi zat besi ferri menjadi ferro, sehingga dapat meningkatkan
penyerapannya di usus. Molekul makanan lain seperti gula dan sulfur yang mengandung asam amino juga dapat meningkatkan absorpsi besi.
16
Besi dibutuhkan untuk sintesis protein hemoglobin. Hemoglobin sangat berperan penting dalam transport O
2
di dalam darah. Sintesis hemoglobin terjadi di dalam mitokondria melalui reaksi biokimia. Reaksi dimulai dengan kondensasi
antara glisin dan suksinil koenzim A membentuk enzim δ-aminolaevulinic acid
ALA. Vitamin B6 bertindak sebagai koenzim dalam proses ini. Protoforpirin bertindak sebagai perantara dalam pembentukan heme dengan cara berikatan
dengan ferro. Setiap molekul heme berikatan dengan protein globin hingga terbentuk satu paket lengkap hemoglobin.
17
Gambar 2.2. Sintesis hemoglobin pada pembentukan sel darah merah
Sumber : Hoffbrand Moss, 2006
2.1.5. Iron Refractory Deficiency Anemia IRIDA