darah. SNP diidentifikasi dari ras Eropa dan India Asia, hasilnya memperlihatkan hubungan yang sangat kuat pada rs855791 GA. Alel A pada RS855791 lebih
banyak berhubungan dengan level hemoglobin yang rendah pada ras India Asia dibanding dengan ras Eropa. Sebesar 19 individu dengan ras Eropa dan 27
individu dengan ras India Asia yang memiliki genotip AA pada rs855791 memiliki konsentrasi hemoglobin rata-rata 0,2 lebih rendah dibandingkan
dengan individu yang memiliki genotip GG. Hasil analisis penelitian tersebut, menunjukkan bahwa alel A memiliki persamaan dengan alel T. Setiap alel A
mengindikasikan asosiasi 0,11 gdL konsentrasi Hb yang lebih rendah.
21
2.1.6. Regulasi Ekspresi Hepsidin
Jumlah besi dalam plasma menentukan availabilitas besi pada eritropoiesis dan fungsi selular. Besi berikatan dengan transferin [FeIII-Tf] dan dapat segera
diambil oleh seluruh jenis sel melalui ekspresi reseptor transferin 1 TfR1. Homeostasis besi dijaga oleh liver-expressed peptide hormone hepcidin yang
menjadi pusat dari regulasi besi dalam plasma. Hepsidin meregulasi absorbsi besi di usus yang masuk ke dalam plasma, dalam hal ini makrofag mendaur ulang
eritrosit yang sudah rusak, dan mobilisasi besi dari penyimpanan hepar. Hepsidin yang berikatan dengan iron exporter ferroportin yang berada pada permukaan
iron-releasing cells akan menurunkan regulasinya, hal tersebut menyebabkan
degradasi dan menurunkan level besi dalam plasma. Availabilitas besi secara sistemik, kebutuhan besi untuk eritropoesis, hipoksia, dan inflamasi meregulasi
level hepsidin dalam plasma. Penelitian mengenai mekanisme yang mendasari frequent iron related disorders
, seperti hemokromatosis herediter, talasemia, atau anemia akibat penyakit kronik menyediakan pengetahuan terhadap regulasi
hepsidin.
3
MT2 mendegradasi Hemojuvelin HJV, HJV bertindak sebagai co- reseptor Bone Morphogenetic Protein BMP. HFE dan TfR2 bersama HJV akan
mengaktivasi BMP sehingga terjadi ekspresi dari gen HAMP. HFE dipindahkan dari TfR1 oleh Transferrin-iron complex [Tf-FeIII] dengan konsentrasi tinggi.
BMP akan berikatan dengan reseptor BMP tipe 1 dan 2 yang akan mengaktivasi
fosfolirasi protein reseptor activated SMAD, dan pada akhirnya protein hepsidin dibentuk. Proses ini terjadi di dalam sel hepar.
3
Gambar 2.4. Siklus zat besi –mekanisme adaptasi tubuh pada defisiensi besi
Sumber : Camaschella, 2015.
Gambar 2.5. Ekspresi gen HAMP
Sumber : Falco dkk, 2013
2.1.7. Isolasi Genom 2.1.7.1. Persiapan untuk Human Genomic DNA
Secara umum, sekitar 90 DNA terdapat di dalam nukleus kromosom. Pada studi genetika, isolasi DNA lebih banyak berasal dari sel darah
tepi. Namun karena prosedurnya yang invasif, sulit untuk memperoleh sampel dari teknik tersebut. Sumber DNA lain dapat berasal dari sel mukosa pipi yang
diperoleh dengan pencucian mulut menggunakan salin teknik yang non invasif dan tidak menyebabkan perdarahan. Isolasi DNA dari sel bucal lebih murah dan
membutuhkan jumlah yang sedikit, dan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Teknik lain menggunakan folikel rambut dan biasa digunakan sebagai teknik
investigasi pada kasus kriminal. Sampel yang berasal dari urin bermanfaat dalam mendeteksi kasus doping dan drug screening test. Tujuan dari isolasi DNA adalah
mengisolasi dan mempurifikasi berat DNA dalam jumlah yang banyak.
22
Berikut beberapa tahapan dalam purifikasi DNA.
a. Cell breakage pemecahana sel
Pemecahan sel merupakan langkah awal dalam purifikasi DNA. Teknik ini dapat membuka sel dan memperoleh DNA yang intak menggunakan bahan
kimia berupa detergent danatau prosedur enzimatis. Detergen dapat melarutkan asam lemak membran sel dan mengakibatkan sel lisis. Detergen juga memiliki
efek inhibitor terhadap seluruh DNAse enzim selular dan dapat mendenaturasi protein, dengan demikian membantu dalam pembersihan protein dari larutan
tersebut.
23
b. Removal of protein Membuang protein
Langkah kedua dalam purifikasi adalah membuang kontaminan berupa protein dari sel lisis. Prosedur ini disebut dengan deproteinisasi. Prinsip kerja
prosedur ini bergantung pada perbedaan antara bentuk fisik antara asam nukleat dan protein. Perbedaan ini terletak pada kelarutan, volume spesifik parsial,
sensitifitas terhadap enzim pencernaan.
23
Deproteinisasi menggunakan pelarut organik merupakan cara yang umum digunakan. Asam nukleat merupakan molekul hidrofilik dan sangat mudah
larut di dalam air. Sedangkan protein, mengandung banyak residu hidrofobik yang menyebabkan protein secara parsial larut di dalam pelarut organik. Pelarut organik
biasanya mengandung fenol dan kloroform. Metode yang menggunakan fenol sebagai agen deproteinisasi dikenalkan oleh Kirby 1957, sehingga dikenal
sebagai Metode Kirby. Penggunaan campuran kloroform isoamil alkohol dikenalkan oleh Marmur, sehingga dikenal Metode Marmur. Metode ini
mendasari banyak modifikasi dan pengembangan dari waktu ke waktu.
23
Penggunaan fenol pada metode Kirby memiliki beberapa prinsip. Fenol pada suhu ruang akan membentuk kristal, dengan adanya kandungan air 20 akan
membentuk suspensi yang mengandung butiran-butiran fenol tersebar di dalam molekul air. Molekul protein secara umum mengandung banyak residu
hidrofobik, yang mana terkonsentrasi dibagian tengah molekul. Ketika protein bercampur dengan fenol dalam volume yang sama, beberapa molekul fenol akan
terlarut dalam fase cair kurang lebih 20 air dan 80 fenol. Sehingga fenol dapat menembus masuk ke dalam protein, menyebabkan protein membengkak dan
rusak. Protein yang telah terdenaturasi akan larut di dalam fenol. Sehingga tersisa asam nukleat. Asam nukleat tidak memiliki molekul yang bersifat hidrofobik
sehingga tidak larut di dalam fenol.
23
Kekurangan metode Kirby adalah produk oksidasi dari fenol dapat bereaksi secara kimia dengan molekul DNA dan RNA. Fenol juga sangat toksik
dan membutuhkan prosedur pembuangan. Untuk mengurangi efek tersebut, beberapa modifikasi yang dapat dilakukan sebagai berikut.
23
Menggunakan detergen ionik. Menggunakan reaksi enzimatis untuk membuang protein sebelum
ekstraksi fenol. Hal tersebut menurunkan kebutuhan fenol yang akan digunakan. Sehingga kemungkinan hilangnya molekul DNA dapat
diturunkan. Menambahkan 8-hydroxyquinoline 8HQ kedalam fenol. 8HQ
meningkatkan kelarutan fenol di dalam air. Dengan adanya senyawa ini, fenol dapat diencerkan pada suhu ruang dengan 5 air. 8HQ
juga mudah teroksidasi sehingga memegang peranan penting dalam anti-oksidan, menjaga fenol mengalami oksidasi. Bentuk dari 8HQ
berwarna kuning dan saat teroksidasi menjadi tidak berwarna, hal ini merupakan indikator yang baik yang dapat terlihat.
Penggunaan dari metode Marmur berdasarkan pada karakteristik dari pelarut organik. Kloroform tidak larut dalam air dan meskipun banyak ektraksi
tidak mengakibatkan hilangnya DNA ke dalam fase organik.
23
c. Removal of RNA Membuang RNA
Prinsip pembersihan RNA dari DNA menggunakan reaksi enzimatik. Konsekuensi dari prosedur ini tidak dapat membuang semua RNA secara bersih.
Prosedur ini menggunakan dua ribonuklease, yaitu ribonuklease A dan ribonuklease T1.
Ribonuklease A RNase A merupakan endoribonuklease yang dapat memotong RNA setelah residu C dan U. Reaksi tersebut menghasilkan
oligonukleotida yang diakhiri dengan 3’–phosphorylated pyrimidine nucleotide.
Ribonuklease T1 RNase T1 memotong dsRNA dan ssRNA setelah residu G, menghasilkan oligonukleotida yang diakhiri dengan 3’–phosphorilated guanosine
nucleotide . Karena kedua enzim tersebut spesifik terhadap RNA, penggunaan
kedua enzim tersebut dalam RNA removal pada sampel DNA sangat direkomendasikan. Penggunaan hanya salah satu enzim akan menghasilkan DNA
yang terkontaminasi dengan oligonukleotida dalam jumlah yang banyak. Sehingga dapat mengganggu pembacaan spektofotometri.
23
d. Concentrating the DNA pemekatan DNA
DNA didapatkan dengan cara pengendapan menggunakan alkohol. Dalam prosedur ini digunakan dua macam alkohol yakni ethanol dan isopropanol.
Pengendapan menggunakan alkohol berdasarkan pada fenomena penurunan kelarutan asam nukleat di dalam air. Kutub positif air berinteraksi secara kuat
dengan kutub negatif kelompok fosfodiester DNA. Interaksi ini menyebabkan DNA larut dalam air. Sedangkan ethanol tidak dapat berinteraksi dengan kutub
negatif DNA seperti air. Sehingga asam nukleat tidak larut di dalam ethanol.
23
Penggantian 95 molekul air di dalam DNA dapat menyebabkan DNA mengendap. Untuk mengendapkan DNA dengan konsntrasi ethanol yang rendah,
aktivitas dari molekul air harus diturunkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan garam di dalam larutan DNA.
23
e. Determination of the purity and quantity of DNA Pengukuran kemurnian dan
jumlah konsenrasi DNA Untuk mengukur kemurnian DNA hasil isolasi, dapat dilakukan
pembacaan dengan alat spektofotometer menggunakan cahaya ultraviolet UV. Keberadaan kontaminan berupa protein dapat diketahui dari rasio nilai optical
density OD hasil isolasi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Hasil
isolasi dinyatakan murni bila nilai rasio A
260
: A
280
adalah 2,0. Jika rasio kurang dari 2,0, maka konsentrasi DNA dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut.
23
N μg ml
-1
= 70 A
260
– 40 A
280
A
260
dan A
280
merupakan daya serap DNA pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Indikator yang lebih baik dari kemurnian sampel DNA adalah rasio A
260
: A
234
. DNA memiliki daya serap minimum pada 234 nm dan daya serap protein tinggi pada 205 nm. Rasio A
260
: A
234
merupakan indikator yang sangat sensitif untuk menentukan kontaminasi protein. Rasio antara 1,8-2,0 menunjukkan asam
nukleat yang murni. A
260
dan A
234
merupakan daya serap sampel DNA pada panjang gelombang 260 nm dan 234 nm. Dengan menggunakan kedua panjang
gelombang tesebut, konsentrasi DNA dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
23
N μg ml
-1
= 52,6 A
260
– 5,24 A
234
Identifikasi kontaminasi memiliki makna tertentu. Jika rasio 260280 rendah, maka terdapat kontaminan yang diserap pada gelombang 280 nm. Hal
tersebut bisa disebabkan oleh fenol atau reagen lain pada protokol dan konsentrasi asam nukleat yang sangat rendah 10 nguL. Meskipun kualitas DNA
merupakan hal yang penting, namun bergantung kembali pada teknik apa yang digunakan.
24
2.1.8 Polymerase Chain Reaction PCR