Skrining Single Nucleotide Polymorphysm rs855791 (C>T) pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Mengetahui Kemungkinan Menderita Iron Refractory Deficiency Anemia dengan Menggunakan Teknik R

(1)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UNTUK MENGETAHUI KEMUNGKINAN MENDERITA

IRON REFRACTORY DEFICIENCY ANEMIA DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNIK REAL TIME POLYMERASE CHAIN REACTION-

HIGH RESOLUTION MELT

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Amatillah Raifah

NIM: 1112103000024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, 16 Oktober 2015


(3)

iii

SKRINING SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHYSM rs855791 (C>T) PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS

ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UNTUK MENGETAHUI KEMUNGKINAN MENDERITA IRON REFRACTORY DEFICIENCY ANEMIA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK REAL TIME

POLYMERASE CHAIN REACTION-HIGH RESOLUTION MELT

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)

Oleh Amatillah Raifah NIM: 1112103000024

Pembimbing I Pembimbing II

Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS, PhD, FACS

NIP: 19721103 200604 1 001 NIP: 19690511 200312 1 001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1436 H/2015 M


(4)

iv

POLYMORPHYSM rs855791 (C>T) PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UNTUK MENGETAHUI KEMUNGKINAN MENDERITA IRON REFRACTORY DEFICIENCY

ANEMIA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK REAL TIME

POLYMERASE CHAIN REACTION-HIGH RESOLUTION MELT yang diajukan oleh Amatillah Raifah (NIM 1112103000024), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 16 Oktober 2015. Laporan penelitian ini telah diperbaiki sesuai dengan masukan dan saran penguji, serta telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Ciputat, 16 Oktober 2015 DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS, PhD, FACS NIP: 19721103 200604 1 001

Pembimbing I

Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD NIP: 19690511 200312 1 001

Pembimbing II

dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS, PhD, FACS NIP: 19721103 200604 1 001

Penguji I

dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS NIP. 19540406 198111 1 001

Penguji II

Nurlaely Mida R., S.Si, M. Biomed, DMS NIP. 19671119 200501 2 001

PIMPINAN FAKULTAS Dekan FKIK UIN

Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes NIP.19650808 198803 1 002

Kaprodi PSPD

dr. Achmad Zaki, M.Epd, Sp.OT NIP. 19780507 200501 1 005


(5)

v

Assalamualaikum wr. wb.

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa peneliti sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, penelitian ini telah selesai, dan akan sulit terselesaikan jika tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epd, Sp.OT selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD dan dr. Nouval Shahab, SpU, Ph.D, FICS, FACS selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan dukungan kepada peneliti mulai dari awal hingga akhir penelitian.

4. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS dan Nurlaely Mida R., S.Si, M. Biomed, DMS selaku penguji sidang laporan penelitian ini. 5. dr. Nouval Shahab, SpU, Ph.D, FICS, FACS dan dr. Flori Ratna

Sari, Ph.D. selaku penanggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012 yang telah memberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan penelitian tepat pada waktunya.

6. dr. Fika Ekayanti, M.Med Ed selaku pembimbing akademik yang telah sabar menasehati dan memberikan dukungan dalam proses pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter.

7. Kedua orang tua saya yang tercinta, terhebat, ayahanda alm. H.

Asy’ari, S.Ag dan ibunda DR. Hj. Lailial Muhtifah, M.Pd yang


(6)

vi

Fauziah, S.Pd, Nur Rahmiani, S.KM, Niya Latul Muna, S.Kom serta seluruh keluarga besar saya yang senantiasa membuat saya semangat dan kuat dalam mengikuti proses pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Rafiqy Sa’adiy Faizun yang selalu menasehati, mendukung, dan

memotivasi peneliti.

10. Untuk teman seperjuangan kelompok penelitian saya, Nurul Hasanah, Hipni Solehudin, Rizky Ananda Prawira, dan Adamilzary Fikry yang berjuang bersama.

11. Untuk Mba Ai dan Mba Sur selaku Laboran yang ikut membantu saya dalam melakukan penelitian ini.

12. Untuk Sahabat terdekat saya Ranita, Harlia, Amel, Melia, Binayu, Silvi, dan Barbie Anis, Muthi, Putri, Fitri yang selalu memberikan dukungan.

13. Untuk Official CIMSA UIN 2014-2015 Adit, Fiizhda, Octa, Firda, Reni, Dewi, Shaby, Raka, Linda, Eel, Galang, Ijul, Nadya, Hylman, dan SCOMEDIAN CIMSA UIN yang senantiasa memberikan dukungan kepada peneliti.

14. Untuk seluruh mahasiswa PSPD 2012 hingga 2014 yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

15. Untuk semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan para pembaca.

Ciputat, 16 Oktober 2015


(7)

vii

Nucleotide Polymorphysm rs855791 (C>T) pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Mengetahui Kemungkinan Menderita Iron Refractory Deficiency Anemia dengan Menggunakan Teknik Real Time Polymerase Chain Reaction -High Resolution Melt.

SNP rs855791 (TMPRSS6) diketahui menyebabkan produksi berlebihan dari hepsidin yang dapat menyebabkan penurunan penyerapan zat besi pada Iron Refractory Deficiency Anemia. Untuk mengetahui frekuensi SNP rs855791 dan hubungannya dengan tingkat Hb, sebuah studi asosiasi genom dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sampel diperoleh dari mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012-2014 (N=102). Metode yang digunakan adalah

High Resolution Melt (HRM) dengan menggunakan Light Cycler 480® Roche untuk skrining Iron Refractory Deficiency Anemia dan pemeriksaan kadar hemoglobin menggunakan Easy Touch® GCHb meter. Hasilnya, frekuensi genotip SNP rs855791 (C> T) adalah wildtype (3,9%), heterozigot (72,5%), dan mutan (23,5%). Hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara genotip dengan kadar hemoglobin (p=0,818) dan anemia (p =0,466). Fragmen DNA sampel menunjukkan 1 delesi dan double-hetero di urutan basa lainnya yang menyebabkan perbedaan dalam penelitian ini.


(8)

viii

Nucleotide Polymorphysm rs855791 (C>T) on Student of Medical Education Study Program of State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta Grade 2012-2014 to Know Iron Refractory Deficiency Anemia Possibility Using Real Time Polymerase Chain Reaction-High Resolution Melt Technique.

SNPs rs855791 (TMPRSS6) is known to cause excessive production of hepcidin that may lead to decreased iron absorption in Iron Refractory Deficiency Anemia. To know the frequency of SNP rs855791 and its relationship with the levels of Hb, a genome-wide association studies was conducted in UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Samples was obtained from student of Medical Education Study Program grade 2012-2014 (N=102). The method was used High Resolution Melt (HRM) by using Light Cycler 480® Roche for screening Iron Refratory Deficiency Anemia and hemoglobin level examination using Easy Touch® GCHb meters. The result, frequency of genotyping SNPs rs855791 (C>T) is wildtype (3,9%), heterozygote (72,5%), and mutant (23,5%). The result did not show any significant difference between genotyping with hemoglobin levels (p=0,818) and anemia (p = 0,466). The sequence of DNA sample shows 1 deletion and double-hetero in other base sequence causes the difference in this study.


(9)

ix

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Landasan Teori ... 4

2.1.1 Genomik ... 4

2.1.1.1 Kajian Islam Tentang Larangan Menikah Sedarah ... 5

2.1.2 Anemia ... 6

2.1.2.1 Kajian Islam Tentang Makanan yang Halal Lagi Baik ... 7

2.1.3 Siklus Hidup Eritrosit ... 8

2.1.4 Metabolisme Zat Besi ... 9

2.1.5 Iron Refractory Deficiency Anemia (IRIDA) ... 11

2.1.6 Regulasi Ekspresi Hepsidin ... 14

2.1.7 Isolasi Genom ... 16

2.1.7.1 Persiapan untuk Human Genomic DNA ... 16

2.1.8 Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 20

2.1.9 Metode High Resolution Melt (HRM) ... 21

2.1.9.1 Analisis HRM ... 22

2.2 Kerangka Teori ... 27

2.3 Kerangka Konsep ... 28

2.4 Definisi Operasional ... 28

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Desain Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel ... 30


(10)

x

3.4 Alat dan Bahan Uji ... 31

3.5 Cara Kerja Penelitian ... 33

3.5.1 Pengumpulan Data ... 33

3.5.2 Desain GBlock dan Primer ... 33

3.5.3 Isolasi DNA ... 36

3.5.4 Real Time PCR-HRM ... 38

3.5.5 Analisis Data ... 40

3.5.6 Etika Penelitian ... 41

3.5.7 Alur Penelitian ... 42

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Hasil ... 43

4.1.1 Hasil Isolasi Genom DNA dari Whole Blood ... 43

4.1.2 Data Karakteristik Responden ... 43

4.1.3 Hasil Pengukuran Kadar Hemoglobin ... 45

4.1.4 Hasil Analisis Kurva HRM ... 45

4.1.4.1 Analisis Kurva Genotyping (Wildtype, Heterozygote, dan Mutant) ... 45

4.1.5 Hasil Hubungan Jenis Kelamin dengan Kadar Hemoglobin ... 46

4.1.6 Hasil Hubungan Jenis Kelamin dengan Kategori Kadar Hemoglobin ... 47

4.1.7 Hasil Hubungan Jenis Kelamin dengan Genotyping (Wildtype, Heterozygote, dan Mutant) ... 47

4.1.8 Hasil Hubungan Genotyping (Wildtype, Heterozygote, dan Mutant) dengan Kadar Hemoglobin ... 48

4.1.9 Hasil Hubungan Genotyping (Wildtype, Heterozygote, dan Mutant) dengan Kategori Kadar Hemoglobin ... 49

4.2 Pembahasan ... 50

4.3 Kelebihan Penelitian ... 52

4.4 Keterbatasan Penelitian ... 52

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Simpulan ... 54

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(11)

xi

Gambar 2.2 Sintesis Hemoglobin pada Pembentukan Sel Darah Merah ... 12

Gambar 2.3 Letak Gen TMPRSS6 ... 13

Gambar 2.4 Siklus Zat Besi – Mekanisme Adaptasi Tubuh pada Defisiensi Besi . 15 Gambar 2.5 Ekspresi gen HAMP ... 15

Gambar 2.6 Analisis data HRM dari SNP tipe 4 (A/T) ... 25

Gambar 2.7 Kerangka Teori ... 27

Gambar 2.8 Kerangka Konsep ... 28

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 42

Gambar 4.1 Rerata Kadar Hemoglobin Menurut Jenis Kelamin ... 46

Gambar 4.2 Rerata Kadar Hemoglobin Menurut Genotyping (Wildtype, Heterozygote, dan Mutant) ... 49


(12)

xii

Tabel 2.2 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi ... 8

Tabel 2.3 Proporsi relatif besi didalam tubuh pada dewasa muda sehat ... 10

Tabel 2.4 Konsentrasi DNA yang Dianjurkan untuk Berbagai Template ... 26

Tabel 2.5 Definisi Operasional ... 28

Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 31

Tabel 3.2 Tahapan Isolasi Genom DNA ... 37

Tabel 3.3 Parameter PCR yang direkomendasikan untuk Light Cycler 480® System PCR Run ... 39

Tabel 4.1 Karakteristik Jenis Kelamin Responden ... 44

Tabel 4.2 Karakteristik Usia Responden ... 44

Tabel 4.3 Indeks Massa Tubuh Responden ... 44

Tabel 4.4 Kategori Kadar Hemoglobin Responden ... 45

Tabel 4.5 Genotyping SNP rs855791 dari genom DNA responden ... 46

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kategori Kadar Hemoglobin Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kategori Genotyping menurut Jenis Kelamin ... 48 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Genotyping Menurut Kategori Kadar Hemoglobin 49


(13)

xiii

BMP Bone Morphogenetic Protein

CFU-E Colony Forming Unit-Erythroid

EPO Erythropoetin

Hb Hemoglobin

HJV Hemojuvelin

HRM High Resolution Melt

IRIDA Iron Refractory Deficiency Anemia

MT2 Matriptase-2

PCR Polymerase Chain Reaction

SNP Single Nucleotide Polymorphysm

TfR1 Transferin Receptor 1

TfR2 Transferin Receptor 2

TMPRSS6 Transmembran Protease, Serin 6

WHO World Health Organization


(14)

xiv

Lampiran 2. Lembar Tanda Terima Komisi Etik Penelitian ... 59

Lampiran 3. Fragmen gBlock dan Primer ... 60

Lampiran 4. Alat dan Bahan Penelitian ... 61

Lampiran 5. Gel Documentation hasil Elektroforesis Agarose dari Isolasi Genom DNA Sampel ... 63

Lampiran 6. Hasil Kemurnian dan Konsentrasi DNA Sampel ... 64

Lampiran 7. Hasil Kurva HRM dan Sekuensing ... 67

Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik ... 73


(15)

1 1.1. Latar Belakang

Anemia sangat banyak terjadi di berbagai negara belahan dunia. Menurut WHO dari tahun 1993 hingga 2005, secara global anemia mengenai 1,62 juta orang.1 Prevalensi tertinggi terjadi pada anak usia pra sekolah sebesar 47,4 % dan paling rendah pada laki-laki 12,7 %. Namun untuk jumlah populasi yang paling banyak terkena adalah perempuan tidak hamil yakni sekitar 468 juta di dunia. Di Indonesia, anemia gizi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi pada anak balita sebesar 28,1 %, anak 5-12 tahun 29 %, ibu hamil 37,1 %, remaja perempuan 13-18 tahun dan perempuan usia subur 15-49 tahun masing-masing sebesar 22,7%.2

Masalah anemia defisiensi besi sebagian besar di saluran gastrointestinal. Penurunan absorbsi besi dapat terjadi pada penyakit inflammatory bowel disease,

gastritis atrofi, infeksi Helicobacter pylori, dan setelah dilakukan tindakan pembedahan seperti gastrectomi, duodenal bypass, bariatric surgery. Kehilangan darah kronik seperti pada esofagitis, gastritis erosif, ulkus peptikum, divertikulitis, tumor jinak, kanker intestinal, hemorrhoids, infestasi cacing, menstruasi yang banyak, menorrhagia, hemolisis intravaskular, schistomiasis kronik, dan sindrom munchausen juga dapat menjadi penyebab. Konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid, salisilat, NSAIDs, dan PPI sama dapat menyebabkan anemia. Pada keadaan bayi baru lahir, remaja, perempuan yang sedang menstruasi, kehamilan, konsumsi besi yang kurang, malnutrisi, dan diet pada vegetarian dapat menyebabkan anemia. Asupan zat besi yang kurang dan perdarahan akibat infeksi cacing merupakan salah satu penyebab yang banyak di negara berkembang.3

Pada anemia hemolitik herediter, anemia dapat terjadi pada difisiensi enzim glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD). Anemia dapat terjadi pada gangguan sintesis pembentukan rantai globin, yakni pada penyakit talasemia. Timbal dapat mengganggu fungsi enzim delta aminolevulenat dehidratase (ᵹ -ALAD) yang dapat menyebabkan anemia. Salah satu penyebab genetik lainnya yang baru-baru ini ditemukan adalah Iron Refractory Iron Deficiency Anemia


(16)

(IRIDA) merupakan anemia herediter resesif yang disebabkan oleh defek pada gen TMPRSS6 yang mengkode matriptase-2 (MT2). MT2 merupakan regulator negatif transkripsi hepsidin. Kadar hepsidin yang tinggi dapat mencegah penyerapan zat besi di usus halus. Pada tahun 1981, tiga orang bersaudara diketahui tidak menunjukkan respon terhadap pemberian zat besi secara parenteral. Kemudian ditemukan pula dua saudara perempuan mengalami hal yang sama dengan orang tua tidak mengalami hal serupa. Pada kasus lainnya, hal yang sama juga ditemukan dengan hasil pemeriksaan tambahan yang telah menyingkirkan anemia akibat gangguan gastrointestinal maupun perdarahan. Saat itu diduga bahwa pasien menderita anemia akibat gangguan dalam metabolism zat besi yang diturunkan secara genetik. Pada tahun 1997, seorang anak dari ras Afrika berusia 18 bulan dengan iron resistant iron deficiency anemia dan mikrositosis berat dilaporkan.4 Prevalensi dari IRIDA sendiri masih belum banyak diketahui, terlebih di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Uraian dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Berapa frekuensi genotyping Single Nucleotide Polymorphysm (SNP) rs855791 (TMPRSS6) (C>T) asam amino prolin menjadi serin pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2012 – 2014 menggunakan teknik Real Time Polymerase Chain Reaction-High Resolution Melt (PCR-HRM)?

b. Apakah terdapat hubungan antara genotyping SNP rs855791 (TMPRSS6) (C>T) dengan kadar hemoglobin pada mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2012 – 2014 menggunakan teknik Real Time PCR-HRM?


(17)

1.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara genotyping SNP rs855791 (TMPRSS6) (C>T) dengan kadar hemoglobin mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan teknik Real Time PCR-HRM.

1.4. Tujuan

a. Mengetahui frekuensi genotyping SNP rs855791 (TMPRSS6) (C>T) pada mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2012 – 2014 menggunakan teknik Real Time PCR-HRM.

b. Mengetahui hubungan antara genotyping SNP rs855791 (TMPRSS6) (C>T) dengan nilai Hb pada mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah angkatan 2012 – 2014 menggunakan teknik Real Time

PCR-HRM. 1.5. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti, menambah khazanah ilmu pengetahun dan ketrampilan khususnya bidang biologi molekuler serta meningkatkan kemampuan penulis dalam penelitian.

b. Bagi penelitian selanjutnya, sebagai sumber informasi dan bahan referensi.

c. Bagi masyarakat, sebagai sumber informasi dalam mengatur pola makan yang sehat dan bergizi cukup.

d. Bagi mahasiswa, mengetahui faktor resiko mengenai penyakit anemia sehingga secara dini dapat dilakukan tindakan pencegahan.


(18)

4 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Genomik

Menurut National Human Genome Research Institute, genomik merupakan istilah yang banyak digunakan untuk menggambarkan studi tentang seluruh gen manusia (genom), termasuk interaksi antar gen dan dengan lingkungannya. Genomik mempelajari studi ilmiah mengenai berbagai macam penyakit yang kompleks, seperti penyakit jantung, asma, diabetes, dan kanker.5 Menurut WHO, genomik didefinisikan sebagai studi tentang gen dan fungsi mereka, dan teknik terkait.6

Satu gen dapat divisualisasikan sebagai satu segmen molekul DNA yang mengandung kode dari urutan asam amino dari rantai polipeptida dan mengatur ekspresinya secara sederhana. Pada genom manusia terdapat banyak gen yang mengkode berbagai macam protein dan juga area non-koding. Area non-koding tersebut disebut dengan intron. Intron awalnya ditranskripsi menjadi RNA di dalam inti tetapi tidak hadir dalam mRNA matang di sitoplasma. Dengan demikian, informasi dari urutan intron tidak terwakili dalam produk protein akhir. Intron terletak bergantian dengan ekson. Ekson merupakan area koding yang mengkode produk akhir protein.7 Mutasi pada area ekson maupun intron dapat mempengaruhi hasil akhir dari mutasi tersebut.

Polimorfisme nukleotida tunggal atau Single Nucleotide Polymorphysm, sering disebut SNP (diucapkan "snips") adalah jenis yang paling umum dari variasi genetik pada seorang individu. Setiap SNP merupakan perbedaan dalam sebuah blok bangunan DNA tunggal, yang disebut nukleotida. Misalnya, SNP dapat menggantikan sitosin nukleotida (C) dengan timin nukleotida (T) di hamparan tertentu DNA. SNP terjadi secara normal di seluruh DNA seseorang. SNP terjadi sekali dalam setiap 300 nukleotida rata-rata, yang berarti ada sekitar 10 juta SNP dalam genom manusia. Paling umum, variasi ini ditemukan dalam DNA antara gen. Mereka dapat bertindak sebagai penanda biologis, membantu


(19)

para ilmuwan menemukan gen yang berhubungan dengan penyakit. Ketika SNP terjadi dalam gen atau di intra gen, mereka dapat memainkan peran lebih langsung dalam penyakit dengan mempengaruhi fungsi gen. Kebanyakan SNP tidak berpengaruh pada kesehatan atau perkembangan. Beberapa perbedaan genetik ini, bagaimanapun, telah terbukti sangat penting dalam studi kesehatan manusia. Para peneliti telah menemukan SNP yang dapat membantu memprediksi respon seseorang terhadap obat tertentu, kerentanan terhadap faktor lingkungan seperti racun, dan risiko perkembangan penyakit tertentu. SNP juga dapat digunakan untuk melacak warisan gen penyakit dalam keluarga. Penelitian selanjutnya yang ada dapat mengidentifikasi SNP yang berkaitan dengan penyakit kompleks seperti penyakit jantung, diabetes, dan kanker, termasuk IRIDA.8

2.1.1.1 Kajian Islam Tentang Larangan Pernikahan Sedarah

Agama Islam merupakan agama yang mengatur kehidupan manusia secara baik dan terbukti secara ilmiah. Termasuk mengenai larangan untuk melakukan pernikahan sedarah. Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap individu manusia memiliki kode genetik yang berbeda dengan individu lainnya. Hal ini akan diturunkan kepada anak yang mendapatkan kode genetik dari kedua orang tuanya. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 23 sebagai berikut.


(20)

Artinya : “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisa: 23)

Dari ayat tersebut sudah jelas, bahwa Allah SWT mengharamkan adanya pernikahan sedarah. Secara genetik, pernikahan sedarah lebih beresiko mendatangkan suatu penyakit dibandingkan tidak.9 Sebagai contoh, seorang perempuan yang memiliki sifat pembawa gen talasemia. Kemungkinan yang sama dapat terjadi pada saudaranya, karena adanya hubungan sedarah. Maka, apabila adanya pernikahan sedarah kemungkinan untuk melahirkan anak dengan talasemia dapat terjadi.

2.1.2 Anemia

Anemia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit. Hemoglobin merupakan “major oxygen-carryng pigment” dalam darah, gram hemoglobin per 100 mL darah (g/dL). Hemoglobin

adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru ke seluruh tubuh. Menurut WHO, level hemoglobin untuk menentukan diagnosis anemia adalah seperti dalam tabel 2.1. Nilai rujukan pemeriksaan laboratorium dari alat yang


(21)

digunakan dalam penelitian ini untuk hemoglobin pada laki-laki 13,5-16,5 g/dL dan perempuan 12,1-15,1 g/dL. Anemia dapat terjadi oleh berbagai macam penyebab. Tabel 2.2 menjelaskan beberapa penyebab anemia.

Secara genetik, anemia dapat terjadi pada penyakit talasemia. Pada talasemia terjadi mutasi pada gen yang membentuk rantai globin.10 Gangguan pada pembentukan enzim delta aminolevulenat dehidratase (ᵹ-ALAD) oleh timbal juga dapat menyebabkan anemia.

2.1.2.1 Kajian Islam Tentang Makanan yang Halal Lagi Baik

Penyakit anemia merupakan kondisi yang dapat disebabkan oleh berbagai hal. Salah satu penyebab yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah karena defisiensi zat besi. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan zat besi setiap hari. Bila kita lihat, masyarakat Indonesia sering mengonsumsi teh setelah makan. Hal ini dapat mengganggu penyerapan zat besi dari makanan yang telah dimakan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 168 sebagai berikut.

Artinya : “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang

terdapat di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 168)

Agama Islam mengajarkan untuk tidak hanya mengonsumsi makanan yang halal, namun juga mengonsumsi makanan yang baik.11 Walaupun teh halal, namun bila dikonsumsi secara berlebihan juga tidak baik. Bangun, dkk (2012) melakukan penelitian mengenai perilaku minum teh dan kadar Hb pada siswa sekolah. Hasil penelitian tersebut, dari 59 siswa yang mengonsumsi teh tingkat sedang 83,05% nya memiliki kategori kadar hemoglobin yang tidak normal.12


(22)

Tabel 2.1. Kadar hemoglobin berdasarkan usia menurut WHO, Hb dalam (g/L)

Populasi Non-Anemia Anemia

Ringan Sedang Berat Bayi dan balita umur 6-59

Bulan

Anak 5-11 tahun Anak 12-14 tahun

Perempuan yang sedang tidak hamil (usia 15 tahun keatas)

Perempuan yang sedang hamil

Laki-laki usia 15 tahun keatas

110 atau lebih 115 atau lebih 120 atau lebih 120 atau lebih

110 atau lebih 130 atau lebih

100-109 110-114 110-119 110-119 100-109 110-129 70-99 80-109 80-109 80-109 70-99 80-109 <70 <80 <80 <80 <70 <80

Sumber : WHO

Tabel 2.2. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi

I. Anemia hipokromik mikrositer a. Anemia defisiensi besi b. Talasemia major

c. Anemia akibat penyakit kronik d. Anemia sideroblastik

II.Anemia normokromik normositer a. Anemia pasca berdarahan akut b. Anemia aplastik

c. Anemia hemolitik didapat d. Anemia akibat penyakit kronik e. Anemia pada gagal ginjal kronik f. Anemia pada sindrom

mielodisplastik

g. Anemia pada keganasan hematologi

III. Anemia makrositer Bentuk megaloblastik

a. Anemia defisiensi asam folat b. Anemia defisiensi B12 Bentuk non megaloblastik

a. Anemia pada penyakit hati kronik

b. Anemia pada hipotiroidisme Anemia pada sindrom

mielodiplastik

Sumber : Sudoyo dkk, 2006

2.1.3. Siklus Hidup Eritrosit

Eritrosit dewasa atau matang berada dalam sirkulasi selama 110 – 120 hari. Kemudian ditangkap oleh makrofag. Eritropoesis dipengaruhi oleh sitokin,

erythroid specific growth factor, dan erythropoietin (EPO). EPO dihasilkan oleh ginjal sebagai respon apabila terjadi hipoksia untuk mempertahankan jumlah eritrosit yang relatif stabil setiap hari. Peningkatan EPO menyebabkan maturasi


(23)

dari sel burst forming unit-erythroid (BFU-E) menjadi sel colony forming unit-erythroid (CFU-E). Kemudian menjadi pro-eritrosit, eritroblas, lalu menjadi retikulosit. Retikulosit bertahan di dalam sirkulasi selama satu hari, kemudian menjadi eritrosit matur, sekitar 1% dari jumlah eritrosit. Retikulosit dapat meningkat apabila terjadi perdarahan akut, sebagai kompensasi sum-sum tulang yang adekuat. Sehingga retikulosit dapat menilai respon sum-sum tulang adekuat atau tidak. Retikulosit normal sekitar 0,5-1,5 %.10 Evaluasi morfologi dari eritrosit bergantung pada kriteria ukuran, bentuk, distribusi dan konsentrasi Hb, kemampuan menyerap zat warna, hapusan darah tepi, dan inklusi.

Gambar 2.1. Eritropoesis

Sumber : Hoffbrand & Moss, 2013

2.1.4. Metabolisme Zat Besi

Besi merupakan mikronutrien esensial bagi tubuh. Tubuh manusia dewasa mempunyai dua penyimpanan besar untuk besi, pertama besi yang terdapat pada hemoglobin, mioglobin, enzim dan kedua penyimpanan besi pada ferritin, hemosiderin, dan transferrin (protein transport di dalam darah). Laki-laki dewasa sehat mempunyai kurang lebih 3,6 gram besi dari seluruh total tubuh, pada perempuan sekitar 2,4 gram. Tabel berikut menunjukkan proporsi besi di dalam tubuh manusia dewasa sehat.16

Besi sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sekitar 90% dikembalikan dan digunakan oleh tubuh setiap hari. Zat besi yang masuk melalui makanan harus seimbang dengan kebutuhan besi di dalam tubuh. Bila asupan nutrisi dari sumber makanan tidak memenuhi kebutuhan di dalam tubuh, maka defisiensi besi dapat terjadi. Menurut Food and Nutrition Board, Institute of Medicine, National Academies (2000), laki-laki pada kelompok umur 9-13 tahun dan 19 hingga >70


(24)

tahun membutuhkan zat besi sebanyak 8 mg/hari. Perempuan pada kelompok umur 9-13 tahun membutuhkan zat besi sebanyak 8 mg/hari, kemudian kebutuhan meningkat seiring berjalannya umur yakni pada kelompok umur 14-18 tahun membutuhkan sekitar 15 mg zat besi/hari dan 18 mg/hari untuk usia 19-50 tahun. Kebutuhan zat besi pada perempuan kembali menurun pada usia 51 hingga lebih dari 70 tahun.16

Tabel 2.3. Proporsi relatif besi didalam tubuh pada dewasa muda sehat

Tipe Besi

Laki-Laki Perempuan

(mg) (%) (mg) (%)

Fungsional Hemoglobin Myoglobin Enzim heme Enzin non heme

2300 320 80 100 64 9 2 3 1700 180 60 80 73 8 3 3+ Penyimpanan Ferritin Hemosiderin Transferin 540 230 5 15 6 <1 200 100 4 9 4 <1

Total 3575 100 2314 100

Sumber : Mahan & Escott-Stumpt, 2004

Berdasarkan ketersediaannya, terdapat dua jenis zat besi yaitu zat besi non heme dan zat besi heme. Zat besi heme banyak ditemukan dalam makanan hewani, yang ditemukan dalam hemoglobin, mioglobin, dan beberapa enzim dan zat besi non heme banyak ditemukan dalam sayuran dan kacang-kacangan. Zat besi dari hewani sudah dalam bentuk ferro (Fe2+), sedangkan zat besi dari tanaman berbentuk ferri (Fe3+). Zat besi ferro diabsorbsi di brush border (mukosa) melalui pembentukan vesikel disekitar zat besi heme di enterosit intestinal. Setelah zat besi ferro masuk ke sitosol, besi ferro secara enzimatis dipisahkan dari kompleks

ferroporphyrin. Besi non heme masuk melalui proses difusi akibat perbedaan gradien konsentrasi. Ion besi yang bebas bergabung secara cepat dengan apoferitin


(25)

untuk membentuk feritin dan pada saat yang bersamaan ion besi non heme yang bebas berikatan dengan apoferitin. Feritin merupakan penyimpanan besi intraseluler dan satu feritin membawa zat besi dengan cara berikatan dengannya dari brush border ke membran basolateral sel. Tahap akhir dari absorpsi ini adalah ion besi berpindah ke sirkulasi dari membran basolateral dengan mekanisme transport aktif. Pada tahap ini dilakukan baik pada besi heme maupun non heme.16 Makanan dan sekresi dari gastrointestinal kecil mempengaruhi penyerapan besi. Pada individu yang mengonsumsi berbagai jenis makanan, sekitar 5-10% kandungan zat besi heme berasal dari makanan dan absorpsinya mencapai 25%, sedangkan zat besi non heme hanya diabsorpsi sebesar 5%. Pada seseorang vegetarian yang hanya mengkonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan, dibutuhkan konsumsi sumber makanan nabati dalam jumlah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan zat besi di dalam tubuh. Oleh karena itu, pada pasien dengan anemia lebih disarankan untuk mengonsumsi sumber makanan zat besi dari hewani dibandingkan dari nabati.16

Besi non heme diabsorpsi di duodenum dan jejunum dalam bentuk terionisasi. Sekresi asam lambung meningkatkan kelarutan besi dan merubahnya menjadi bentuk ion baik ferri (Fe+3) dan ferro (Fe+2). Asam askorbat atau vitamin C dapat mengoksidasi zat besi ferri menjadi ferro, sehingga dapat meningkatkan penyerapannya di usus. Molekul makanan lain seperti gula dan sulfur yang mengandung asam amino juga dapat meningkatkan absorpsi besi.16

Besi dibutuhkan untuk sintesis protein hemoglobin. Hemoglobin sangat berperan penting dalam transport O2 di dalam darah. Sintesis hemoglobin terjadi di dalam mitokondria melalui reaksi biokimia. Reaksi dimulai dengan kondensasi antara glisin dan suksinil koenzim A membentuk enzim δ-aminolaevulinic acid

(ALA). Vitamin B6 bertindak sebagai koenzim dalam proses ini. Protoforpirin bertindak sebagai perantara dalam pembentukan heme dengan cara berikatan dengan ferro. Setiap molekul heme berikatan dengan protein globin hingga terbentuk satu paket lengkap hemoglobin.17


(26)

Gambar 2.2. Sintesis hemoglobin pada pembentukan sel darah merah

Sumber : Hoffbrand & Moss, 2006

2.1.5. Iron Refractory Deficiency Anemia (IRIDA)

IRIDA merupakan penyakit autosomal resesif yang jarang terjadi. IRIDA ditandai oleh anemia mikrositik hipokrom yang parah, rendahnya serum besi dan saturasi transferin, sedangkan level feritin normal hingga tinggi diikuti dengan tingginya level hormon hepsidin secara berlebihan. Penyakit ini disebabkan oleh hilangnya fungsi akibat mutasi pada gen TMPRSS6 yang mengkode matriptase-2 (MT2) sebagai suatu regulator negatif transkipsi hepsidin. Pada individu dengan level hepsidin yang tinggi, hepsidin mencegah absorbsi zat besi pada duodenum dan besi yang diproses ulang oleh makrofag. Lebih jauh lagi, variasi genetik TMPRSS6 dapat memodulasi fenotip hematologis dan status besi.4

Secara normal, gen TMPRSS6 memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut MT2. Protein ini merupakan bagian dari jalur sinyal yang


(27)

mengontrol kadar protein lain yang disebut hepsidin, yang merupakan tombol pengatur keseimbangan zat besi dalam tubuh. Ketika kadar besi darah rendah, jalur sinyal ini akan mengurangi produksi hepsidin, yang memungkinkan lebih banyak zat besi dari makanan yang akan diserap melalui usus dan diangkut dari situs penyimpanan (terutama di hati dan limpa) ke dalam aliran darah. Besi merupakan komponen penting dari hemoglobin, yang merupakan molekul dalam sel darah merah yang membawa oksigen. Nama resmi dari gen ini "Transmembran Protease, Serin 6". TMPRSS6 adalah simbol resmi gen. Gen TMPRSS6 adalah bagian dari PRSS (peptidase serin). Gen TMPRSS6 terletak di 22q12.3 lokasi sitogenetik pada kromosom 22. Gen TMPRSS6 terletak di lengan panjang (q) kromosom 22 pada posisi 12,3.18

Gambar 2.3. Letak gen TMPRSS6

Sumber : http://ghr.nlm.nih.gov/gene/TMPRSS6

rs855791 merupakan SNP pada gen TMPRSS6. SNP ini memiliki genotip normal atau wildtype (C;C), dan heterozygot pada (C;T) dengan nilai hemoglobin rata-rata lebih rendah 0,1 g/dL, serta mutant (T;T) dengan nilai hemoglobin rata-rata lebih rendah 0,2 g/dL.19 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Benyamin, dkk (2009), memperlihatkan hubungan yang kuat antara SNP rs855791 dengan kadar Hb dan MCV pada remaja Australia. Alel T pada rs855791 memperlihatkan penurunan rata-rata kadar Hb dan MCV. Hubungan antara TMPRSS6 dengan kadar Hb memiliki hasil yang bermakna pada setiap kelompok sampel (remaja, dewasa, dan campuran).20 Sehingga kadar Hb dapat digunakan sebagai alat ukur.

Penelitian yang dilakukan oleh Chambers, dkk (2009), memperlihatkan hubungan antara mutasi pada TMPRSS6 dengan level hemoglobin di dalam


(28)

darah. SNP diidentifikasi dari ras Eropa dan India Asia, hasilnya memperlihatkan hubungan yang sangat kuat pada rs855791 (G>A). Alel A pada RS855791 lebih banyak berhubungan dengan level hemoglobin yang rendah pada ras India Asia dibanding dengan ras Eropa. Sebesar 19% individu dengan ras Eropa dan 27% individu dengan ras India Asia yang memiliki genotip AA pada rs855791 memiliki konsentrasi hemoglobin rata-rata 0,2% lebih rendah dibandingkan dengan individu yang memiliki genotip GG. Hasil analisis penelitian tersebut, menunjukkan bahwa alel A memiliki persamaan dengan alel T. Setiap alel A mengindikasikan asosiasi 0,11 g/dL konsentrasi Hb yang lebih rendah.21

2.1.6. Regulasi Ekspresi Hepsidin

Jumlah besi dalam plasma menentukan availabilitas besi pada eritropoiesis dan fungsi selular. Besi berikatan dengan transferin [Fe(III)-Tf] dan dapat segera diambil oleh seluruh jenis sel melalui ekspresi reseptor transferin 1 (TfR1). Homeostasis besi dijaga oleh liver-expressed peptide hormone hepcidin yang menjadi pusat dari regulasi besi dalam plasma. Hepsidin meregulasi absorbsi besi di usus yang masuk ke dalam plasma, dalam hal ini makrofag mendaur ulang eritrosit yang sudah rusak, dan mobilisasi besi dari penyimpanan hepar. Hepsidin yang berikatan dengan iron exporter ferroportin yang berada pada permukaan

iron-releasing cells akan menurunkan regulasinya, hal tersebut menyebabkan degradasi dan menurunkan level besi dalam plasma. Availabilitas besi secara sistemik, kebutuhan besi untuk eritropoesis, hipoksia, dan inflamasi meregulasi level hepsidin dalam plasma. Penelitian mengenai mekanisme yang mendasari

frequent iron related disorders, seperti hemokromatosis herediter, talasemia, atau anemia akibat penyakit kronik menyediakan pengetahuan terhadap regulasi hepsidin.3

MT2 mendegradasi Hemojuvelin (HJV), HJV bertindak sebagai co-reseptor Bone Morphogenetic Protein (BMP). HFE dan TfR2 bersama HJV akan mengaktivasi BMP sehingga terjadi ekspresi dari gen HAMP. HFE dipindahkan dari TfR1 oleh Transferrin-iron complex [Tf-Fe(III)] dengan konsentrasi tinggi. BMP akan berikatan dengan reseptor BMP tipe 1 dan 2 yang akan mengaktivasi


(29)

fosfolirasi protein reseptor activated SMAD, dan pada akhirnya protein hepsidin dibentuk. Proses ini terjadi di dalam sel hepar.3

Gambar 2.4. Siklus zat besi–mekanisme adaptasi tubuh pada defisiensi besi

Sumber : Camaschella, 2015.

Gambar 2.5. Ekspresi gen HAMP


(30)

2.1.7. Isolasi Genom

2.1.7.1. Persiapan untuk Human Genomic DNA

Secara umum, sekitar 90% DNA terdapat di dalam nukleus (kromosom). Pada studi genetika, isolasi DNA lebih banyak berasal dari sel darah tepi. Namun karena prosedurnya yang invasif, sulit untuk memperoleh sampel dari teknik tersebut. Sumber DNA lain dapat berasal dari sel mukosa pipi yang diperoleh dengan pencucian mulut menggunakan salin (teknik yang non invasif dan tidak menyebabkan perdarahan). Isolasi DNA dari sel bucal lebih murah dan membutuhkan jumlah yang sedikit, dan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Teknik lain menggunakan folikel rambut dan biasa digunakan sebagai teknik investigasi pada kasus kriminal. Sampel yang berasal dari urin bermanfaat dalam mendeteksi kasus doping dan drug screening test. Tujuan dari isolasi DNA adalah mengisolasi dan mempurifikasi berat DNA dalam jumlah yang banyak.22 Berikut beberapa tahapan dalam purifikasi DNA.

a. Cell breakage (pemecahana sel)

Pemecahan sel merupakan langkah awal dalam purifikasi DNA. Teknik ini dapat membuka sel dan memperoleh DNA yang intak menggunakan bahan kimia berupa detergent dan/atau prosedur enzimatis. Detergen dapat melarutkan asam lemak membran sel dan mengakibatkan sel lisis. Detergen juga memiliki efek inhibitor terhadap seluruh DNAse enzim selular dan dapat mendenaturasi protein, dengan demikian membantu dalam pembersihan protein dari larutan tersebut.23

b. Removal of protein (Membuang protein)

Langkah kedua dalam purifikasi adalah membuang kontaminan berupa protein dari sel lisis. Prosedur ini disebut dengan deproteinisasi. Prinsip kerja prosedur ini bergantung pada perbedaan antara bentuk fisik antara asam nukleat dan protein. Perbedaan ini terletak pada kelarutan, volume spesifik parsial, sensitifitas terhadap enzim pencernaan.23

Deproteinisasi menggunakan pelarut organik merupakan cara yang umum digunakan. Asam nukleat merupakan molekul hidrofilik dan sangat mudah


(31)

larut di dalam air. Sedangkan protein, mengandung banyak residu hidrofobik yang menyebabkan protein secara parsial larut di dalam pelarut organik. Pelarut organik biasanya mengandung fenol dan kloroform. Metode yang menggunakan fenol sebagai agen deproteinisasi dikenalkan oleh Kirby (1957), sehingga dikenal sebagai Metode Kirby. Penggunaan campuran kloroform isoamil alkohol dikenalkan oleh Marmur, sehingga dikenal Metode Marmur. Metode ini mendasari banyak modifikasi dan pengembangan dari waktu ke waktu.23

Penggunaan fenol pada metode Kirby memiliki beberapa prinsip. Fenol pada suhu ruang akan membentuk kristal, dengan adanya kandungan air 20% akan membentuk suspensi yang mengandung butiran-butiran fenol tersebar di dalam molekul air. Molekul protein secara umum mengandung banyak residu hidrofobik, yang mana terkonsentrasi dibagian tengah molekul. Ketika protein bercampur dengan fenol dalam volume yang sama, beberapa molekul fenol akan terlarut dalam fase cair (kurang lebih 20% air dan 80% fenol). Sehingga fenol dapat menembus masuk ke dalam protein, menyebabkan protein membengkak dan rusak. Protein yang telah terdenaturasi akan larut di dalam fenol. Sehingga tersisa asam nukleat. Asam nukleat tidak memiliki molekul yang bersifat hidrofobik sehingga tidak larut di dalam fenol.23

Kekurangan metode Kirby adalah produk oksidasi dari fenol dapat bereaksi secara kimia dengan molekul DNA (dan RNA). Fenol juga sangat toksik dan membutuhkan prosedur pembuangan. Untuk mengurangi efek tersebut, beberapa modifikasi yang dapat dilakukan sebagai berikut.23

 Menggunakan detergen ionik.

 Menggunakan reaksi enzimatis untuk membuang protein sebelum ekstraksi fenol. Hal tersebut menurunkan kebutuhan fenol yang akan digunakan. Sehingga kemungkinan hilangnya molekul DNA dapat diturunkan.

 Menambahkan 8-hydroxyquinoline (8HQ) kedalam fenol. 8HQ meningkatkan kelarutan fenol di dalam air. Dengan adanya senyawa ini, fenol dapat diencerkan pada suhu ruang dengan 5% air. 8HQ juga mudah teroksidasi sehingga memegang peranan penting dalam anti-oksidan, menjaga fenol mengalami oksidasi. Bentuk dari 8HQ


(32)

berwarna kuning dan saat teroksidasi menjadi tidak berwarna, hal ini merupakan indikator yang baik yang dapat terlihat.

Penggunaan dari metode Marmur berdasarkan pada karakteristik dari pelarut organik. Kloroform tidak larut dalam air dan meskipun banyak ektraksi tidak mengakibatkan hilangnya DNA ke dalam fase organik.23

c. Removal of RNA (Membuang RNA)

Prinsip pembersihan RNA dari DNA menggunakan reaksi enzimatik. Konsekuensi dari prosedur ini tidak dapat membuang semua RNA secara bersih. Prosedur ini menggunakan dua ribonuklease, yaitu ribonuklease A dan ribonuklease T1.

Ribonuklease A (RNase A) merupakan endoribonuklease yang dapat memotong RNA setelah residu C dan U. Reaksi tersebut menghasilkan oligonukleotida yang diakhiri dengan 3’–phosphorylated pyrimidine nucleotide. Ribonuklease T1 (RNase T1) memotong dsRNA dan ssRNA setelah residu G,

menghasilkan oligonukleotida yang diakhiri dengan 3’–phosphorilated guanosine

nucleotide. Karena kedua enzim tersebut spesifik terhadap RNA, penggunaan kedua enzim tersebut dalam RNA removal pada sampel DNA sangat direkomendasikan. Penggunaan hanya salah satu enzim akan menghasilkan DNA yang terkontaminasi dengan oligonukleotida dalam jumlah yang banyak. Sehingga dapat mengganggu pembacaan spektofotometri.23

d. Concentrating the DNA (pemekatan DNA)

DNA didapatkan dengan cara pengendapan menggunakan alkohol. Dalam prosedur ini digunakan dua macam alkohol yakni ethanol dan isopropanol. Pengendapan menggunakan alkohol berdasarkan pada fenomena penurunan kelarutan asam nukleat di dalam air. Kutub positif air berinteraksi secara kuat dengan kutub negatif kelompok fosfodiester DNA. Interaksi ini menyebabkan DNA larut dalam air. Sedangkan ethanol tidak dapat berinteraksi dengan kutub negatif DNA seperti air. Sehingga asam nukleat tidak larut di dalam ethanol.23

Penggantian 95% molekul air di dalam DNA dapat menyebabkan DNA mengendap. Untuk mengendapkan DNA dengan konsntrasi ethanol yang rendah, aktivitas dari molekul air harus diturunkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan garam di dalam larutan DNA.23


(33)

e. Determination of the purity and quantity of DNA (Pengukuran kemurnian dan jumlah konsenrasi DNA)

Untuk mengukur kemurnian DNA hasil isolasi, dapat dilakukan pembacaan dengan alat spektofotometer menggunakan cahaya ultraviolet (UV). Keberadaan kontaminan berupa protein dapat diketahui dari rasio nilai optical density (OD) hasil isolasi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Hasil isolasi dinyatakan murni bila nilai rasio A260 : A280 adalah 2,0. Jika rasio kurang dari 2,0, maka konsentrasi DNA dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.23

N (μg ml-1

) = 70 A260 – 40 A280

A260 dan A280 merupakan daya serap DNA pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Indikator yang lebih baik dari kemurnian sampel DNA adalah rasio A260 : A234. DNA memiliki daya serap minimum pada 234 nm dan daya serap protein tinggi pada 205 nm. Rasio A260 : A234 merupakan indikator yang sangat sensitif untuk menentukan kontaminasi protein. Rasio antara 1,8-2,0 menunjukkan asam nukleat yang murni. A260 dan A234 merupakan daya serap sampel DNA pada panjang gelombang 260 nm dan 234 nm. Dengan menggunakan kedua panjang gelombang tesebut, konsentrasi DNA dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.23

N(μg ml-1) = 52,6 A260– 5,24 A234

Identifikasi kontaminasi memiliki makna tertentu. Jika rasio 260/280 rendah, maka terdapat kontaminan yang diserap pada gelombang 280 nm. Hal tersebut bisa disebabkan oleh fenol atau reagen lain pada protokol dan konsentrasi asam nukleat yang sangat rendah (>10 ng/uL). Meskipun kualitas DNA merupakan hal yang penting, namun bergantung kembali pada teknik apa yang digunakan.24


(34)

2.1.8 Polymerase Chain Reaction (PCR)

Prinsip dasar PCR dapat dikatakan sederhana. Seperti namanya yakni reaksi berantai: satu molekul DNA digunakan untuk menghasilkan dua salinan, lalu empat, delapan dan seterusnya. Penggandaan terus menerus ini dilakukan oleh protein tertentu yang dikenal sebagai polimerase, enzim yang mampu membuat satu untaian DNA individu untuk membentuk untaian molekul yang panjang. Oleh karena itu diperlukan fragmen DNA yang terdiri dari empat asam nukleat, yakni adenin (A), timin (T), sitosin (C) dan guanin (G). Mereka juga membutuhkan fragmen kecil DNA, yang dikenal sebagai primer. Jika bahan telah tersedia, enzim akan membentuk fragmen baru sama seperti pada template. PCR adalah metode digunakan untuk memperbanyak salinan dari setiap untai tertentu asam nukleat. Hal ini berarti PCR selektif memperkuat sebuah segmen tertentu DNA.25

Secara umum PCR membutuhkan target DNA sepanjang 100-1000 base pairs (bp). Secara teknik sulit untuk mengamplifikasi DNA dengan panjang >500 bp. Primer yang biasa digunakan memiliki panjang 20-20 nukleotida. Dalam proses PCR, dibutuhkan beberapa bahan seperti thermal cycler dan PCR amplification mix, yang terdiri dari sampel dsDNA, thermostable DNA polymerase, dua primer oligonukleotida, deoxynucleotide triphosphat (dNTPs), dan penyangga reaksi yang mengandung ion magnesium dan komponen lainnya (22). Berikut prosedur dalam PCR yang umum digunakan :

a. DNA didenaturasi oleh panas dengan suhu 90-95oC selama 20 detik. Dua untai terpisah karena rusaknya hidrogen yang mengikat mereka.

b. Campuran reaksi mengandung mengandung 4 deoxynucleotide triphosphates (dATP, dCTP, dGTP, dTTP) dan thermostable DNA polymerase. DNA polimerase tidak mengalami denaturasi pada suhu yang tinggi. Campuran tersebut kemudian mengalami pendinginan, suhu diturunkan menjadi (50-65oC).


(35)

c. Setiap helai molekul DNA mengalami proses annealing dengan primer oligonukleotida melengkapi kedua ujung urutan target yang membutuhkan waktu 20 detik.

d. Suhu dinaikkan ke 60-75oC dan primer diperluas oleh aksi polimerase DNA selama 30 detik. Polimerase yang mensintesis urutan komplementer 5 'ke 3' arah dari masing-masing primer. Jika template

mengandung nukleotida A, enzim menambahkan pada nukleotida T untuk primer. Jika template berisi G, ia menambahkan C untuk rantai baru. Pada titik ini ada akan persis dua salinan dari urutan DNA target.

e. Campuran dipanaskan lagi di 90-95oC untuk denaturasi molekul dan memisahkan helai dan siklus diulang. Setiap helai baru kemudian bertindak sebagai template untuk siklus sintesis berikutnya. Jadi amplifikasihasil pada eksponensial (logaritmik) tingkat, yaitu jumlah DNA yang dihasilkan ganda pada setiap siklus. Produk diperkuat pada akhir PCR yang disebut amplikon.

2.1.9. Metode High Resolution Melt (HRM)

Metode High Resolution Melt (HRM) merupakan metode cepat yang dikembangkan untuk menganalisis mutasi genetik atau variasi sekuensi dari asam nukleat setelah dilakukan analisis PCR. HRM memudahkan peneliti secara cepat mendeteksi dan mengkategorikan mutasi genetik (contoh : Single Nucleotida


(36)

Polymorphisms (SNPs)), identifikasi varian gen baru tanpa sekuensing (gene scanning) atau mendeterminasi variasi genetik pada populasi.26

Langkah awal dari protokol HRM adalah amplifikasi area yang akan dianalisis dengan menggunakan teknik PCR standar sehingga terdapat double stranded-DNA (dsDNA) yang dapat mengikat zat warna. Pewarna tersebut memiliki daya floresensi yang tinggi saat berikatan dengan dsDNA dan sangat lemah pada daerah yang tidak berikatan.Perubahan ini memungkinkan pengguna untuk memantau amplifikasi DNA selama PCR (sebagai PCR kuantitatif).26

Setelah langkah PCR selesai, target diperkuat secara bertahap dengan cara didenaturasi secara bertahap dengan meningkatkan suhu sedikit demi sedikit, untuk menghasilkan profil karakteristik leleh; ini yang disebut sebagai Melting Analysis. Target yang sudah diamplifikasi didenaturasi secara bertahap, melepaskan pewarna, yang menghasilkan penurunan fluoresensi.Ketika pengaturan sudah tepat, HRM cukup sensitif untuk memungkinkan deteksi perubahan basa tunggal antara urutan nukleotida yang dinyatakan identik. HRM menggunakan pewarna yang termasuk murah dan sedikit optimasi dibandingkan dengan sistem yang sama seperti Taqman dan Fluorescence Resonance Energy Transfer (FRET) probes. Dibandingkan dengan metode tersebut, HRM lebih sederhana dan lebih cost-effective untuk sampel yang banyak.26

2.1.9.1 Analisis Hasil HRM

Dengan softwareLight Cycler 480 Roche yang benar, analisis data dapat dilakukan terhadap beberapa sampel secara simultan. Hal ini penting untuk mengetahui apa yang harus dicari ketika menganalisis hasil; kesalahan tak terduga yang dilakukan selama pemasangan dapat diidentifikasi pada saat ini. Perubahan

melt plots yang rendah sering terlihat sebagai derivative plot (-dF / dT terhadap T); Namun, data melting curve harus dianalisis secara berbeda. Bagian ini menjelaskan analisis hasil HRM dengan contoh produk 124 bp meliputi jenis IV SNP(rs641805). Masalah yang paling umumdihadapi dan solusi dari masalah tersebut akan dibahas.26


(37)

a. Plot amplifikasi

Reproduksibilitas amplifikasi lebih penting pada analisis HRM daripada efisiensi amplifikasi (dibandingkan dengan PCR kuantitatif). Misalnya, analisis HRM masih bisa dilakukan jika produk amplifikasi lebih lambat daripada perkiraan (yaitu karena keterbatasan dalam desain primer), asalkan semua sampel konsisten.26

b. Data mentah kurva leleh

Data yang dikumpulkan selama HRM yang dianalisis memiliki rentang awal (pre-melt) pembacaan fluoresensi. Variasi ini membuat sulit untuk menganalisis hasil dengan benar, meskipun kelompok genotip yang berbeda dapat terlihat. Gambar 2.6 A menunjukkan bagaimana pemilihan daerah pre- dan post-melt digunakan untuk menyelaraskan data. Pre- dan daerah post-melt harus dipilih untuk setiap set primer, dengan posisi paralel ganda-bar seperti yang ditunjukkan. Hal ini penting untuk menyesuaikan bar ini sehingga wilayah lelehan tidak dipilih. Jika pre- atau post- daerah leleh tidak jelas, mungkin untuk mengulang HRM menjalankan saja (tanpa mengulangi langkah amplifikasi), dan menyesuaikan kisaran suhu yang diperlukan.26

c. Data Normalisasi

Jika data yang dinormalisasi benar, akan muncul seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6 B yang disebut 'data normalisasi'. Pada gambar 2.6 B, variasi fluoresensi yang dapat dilihat pada gambar 2.6 A telah dihilangkan, dan hanya kisaran suhu antara bar luar daerah sebelum dan sesudah mencair ditampilkan. Genotip sekarang lebih berbeda, tetapi dua sampel homozigot (merah dan biru) yang masih sulit untuk dibedakan.26

d. Perbedaan grafik

Beberapa aplikasi perangkat lunak HRM memungkinkan perhitungan perbedaan alur. Hal ini didapatkan dengan mengurangi data fluoresensi dinormalisasi dari genotip yang ditetapkan pengguna dari yang masing-masing sampel lainnya dalam analisis HRM. Pada gambar 2.6 C, genotip A / A telah dipilih sebagai dasar (genotip apapun dapat dipilih, tetapi biasanya homozigot yang digunakan). Posisi masing-masing sampel relatif terhadap baseline memiliki


(38)

plot terhadap temperatur. Bentuk analisis HRM ini merupakan bantuan untuk memvisualisasikan normalisasi data.26

HRM memiliki sifat yang sangat sensitif sehingga desain uji nya sangat penting untuk dilakukan dengan baik. Perhatian khusus harus diberikan untuk desain primer, reagen PCR yang digunakan dan kondisi siklus. Perbedaan pengaturan awal dapat sangat mempengaruhi hasil akhir. Faktor-faktor seperti kualitas genom DNA, desain primer, dan konsentrasi MgCl2 semua akan mempengaruhi hasil. Bagian berikut membahas masing-masing faktor-faktor yang harus diperhatikan.26

T/T A/A A/T


(39)

Gambar 2.6. Analisis data HRM dari SNP tipe 4 (A/T).A. Data mentah memperlihatkan pre-melt, melt dan post-melt. Memperlihatkan variasi fluoresensi dan posisi pre dan post melting. B. Data normalisasi C. Grafik lain dari data normalisasi

Sumber : https://www.kapabiosystems.com/assets/Introduction_to_High_Resolution_Melt_ Analysis_Guide.pdf

Kualitas dan kuantitas DNA merupakan salah satu faktor utama yang dapat mengurangi kualitas hasil. Hal tersebut dapat terjadi karena akumulasi dari penyangga dari template DNA sampel atau pada saat proses persiapan. Pemurnian DNA yang tidak sesuai teknik dapat mempengaruhi hasil. Garam bisa mempengaruhi proses melting produk PCR, dan dapat mengakibatkan sensitivitas rendah, reproduktifitas sedikit dan keluaran hasil genotip yang salah. Bufer yang terakumulasi dari template DNA tidak hanya akan memodifikasi Tm, proses,

melting selama HRM, namun juga dapat mendorong amplifikasi yang spesifik selama PCR26. Untuk hasil yang optimal berikut dianjurkan beberapa hal dibawah ini:

• Idealnya, semua sampel DNA yang akan dianalisis (termasuk genotype

kontrol) harus diekstrak menggunakan ekstraksi DNA dengan metode atau kit yang sama.

• Beberapa kit menggunakan konsentrasi tinggi garam untuk elusi DNA dari kolom. Jadi, semua sampel template harus dielusi dengan kandungan rendah garam, idealnya 10 mM Tris-HCl, pH 8,5.

• Sampel DNA harus terkonsentrasi setelah pemurnian. Template

kemudian dapat diencerkan dengan 10 mM Tris-HCl, pH 8,5 sebelum A/A

A/T


(40)

digunakan. Hal ini membantu untuk mengurangi variasi larutan penyangga antara sampel.

• Penambahan volume yang sedikit pada template DNA akan

mengurangi akumulasi garam dalam reaksi; idealnya volume terendah

template yang dapat secara akurat ditambahkan harus digunakan (1-2 ml).

• Semua sampel harus memiliki konsentrasi akhir DNA yang sama disetiap uji. Tabel 2.4 menjelaskan rincian konsentrasi DNA yang dianjurkan untuk berbagai template. Pada template dengan konsentrasi rendah, ada kesempatan yang lebih besar menggabungkan mutasi di awal PCR yang akan mempengaruhi perilaku melting; konsentrasi tinggi DNA akan menghasilkan latar belakang fluoresensi yang tinggi karena meningkatnya interkalasi pewarna ke dalam dsDNA.

• Kontrol positif untuk semua genotip harus dimasukkan dan sebaiknya pada konsentrasi yang sama seperti sampel uji. DNA kontrol juga harus dielusi dan/atau diencerkan dalam bufer yang sama sebagai sampel.

Tabel 2.4. Konsentrasi DNA yang dianjurkan untuk berbagai template

Jenis DNA Rekomendasi Konsentrasi

DNA untuk analisis HRM

Genomic DNA (gDNA) 10 ng – 100 pg

Plasmid DNA (1-10kb) 1 ng – 10 fg

Amplicon DNA 10 pg – 1 fg

Sumber : https://www.kapabiosystems.com/assets/Introduction_to_High_Resolution _Melt_Analysis_Guide.pdf


(41)

2.2. Kerangka Teori


(42)

2.3. Kerangka Konsep

Gambar 2.8. Kerangka konsep

2.4. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan sebagai berikut.

Tabel 2.5. Definisi operasional

No. Variabel Definisi Alat Ukur Skala Skor 1. SNP

rs855791 (CT)

Variasi sekuensing DNA pada gen TMPRSS6.7

Light Cycler 480®Roche

04 909 631 001

Nominal 1. Wildtype

2. Heterozygote


(43)

2. Kadar Hemoglobin

Kadar

metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai

pengangkut oksigen dari paru ke seluruh tubuh.

Dinyatakan dalam satuan g/dL.17

Strip dan Alat cek kadar Hb (Easy Touch® GCHb meter)

Ordinal Laki-laki 1. Rendah:

<13,5 2. Normal:

13,5-16,5 Perempuan 1. Rendah:

<12,1 2. Normal:


(44)

30 3.1. Desain Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat Light Cycler 480®Roche 04 909 631 001 dengan menggunakan primer spesifik rs855791 (C>T) untuk melakukan skrining Iron Refractory Deficiency Anemia dan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan menggunakan Easy Touch®GCHb meter.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengambil data primer yakni genom mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012 hingga 2014. Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga Oktober 2015.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012 hingga 2014.

3.3.2 Kriteria Pemilihan

Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini terdiri dari kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi mahasiswa Pendidikan Dokter angkatan 2012 hingga 2014 yang telah mengisi lembar informed consent (lampiran 1). Pada penelitian ini kriteria eksklusi tidak ditentukan karena peneliti ingin melihat hasil skrining seluruh sampel dan melihat hubungan antara hasil skrining dan nilai kadar Hb.


(45)

3.3.3 Perkiraan Besar Sampel

Dalam penentuan jumlah sampel, peneliti menggunakan perhitungan Slovin dengan alasan total jumlah mahasiswa PSPD dari 2012-2014 kurang dari 500 orang. Rumus perhitungan adalah:

n = N/(1+Ne2)

Keterangan:

n = Besarnya sampel N = Jumlah sampel

e = Batas toleransi kesalahan 10 % (0.1) Maka ditemukan:

n = 300/(1+300x0.12) = 300/4 = 75 orang

Jadi besar sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 75 orang sampel.

3.3.4 Teknik Pemilihan Sampel

Sampel yang dipilih berdasarkan Simple Random Sampling dimana sampel diambil secara acak berdasarkan tabel.

3.4 Alat dan Bahan Uji

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 3.1. Alat dan bahan penelitian

Alat Bahan Keterangan

Pengambilan sampel (darah) Spuit 3 cc

Torniquet

Tabung berisi EDTA

Handscoon Alcohol swab


(46)

(Lanjutan)

Alat Bahan Keterangan

Pengukuran kadar hemoglobin

Easy Touch®GCHb meter Alcohol swab Blood Hemoglobin Test Strips Nilairujukan : Normal Laki-laki 13,5-16,5 g/dL Normal perempuan 12,1-15,1 g/dL Isolasi Genom DNA dari darah

Tabung mikrosentrifugasi 1,5 ml steril

Water bath AS ONE TRW-42TP, 60oC (untuk rehidrasi DNA yang cepat)

GD column

2 mL collection tube

Microcentrifuge Eppendorf 5417 R

Vortex DAAD

Pipetmikro Nichipet EX Nichiryo ukuran 2-20 μL dan 20-200 μL Pipetmikro BIORAD ukuran

100-1000 μL

Tipmikro Biologix ukuran 10 μL, 200 μL, dan 1000 μL

Biomedical Freezer SANYO

Aluminium foil

Whole Blood RBC Lysis Buffer GB Buffer Ethanol Absolut W1 Buffer Wash Buffer Elution Buffer 300 μL

900 μLdan 100 μL 200 μL

200 μL 400 μL 600 μL 50 μL

Pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil isolasi DNA

Maestro Nano Drops Aquadest

Micropipet

Tip

Genom DNA 1 μL

Elektroforesis genom DNA Elektroforesis ATTO My Power II

300 AE-8135

Microwave SHARP low wattage

Timbangan analitik AdventureTM Gel doc system

Printgraph ATTO AE-6905 CF CCD camera controller

Penggaris sumur Gelas kimia Gelas ukur sibata

Agarose

Ethidium bromide Loading dye Plastic Wrap Buffer Tris Asetat EDTA (TAE) 1x


(47)

(Lanjutan) Real Time PCR HRM

Light Cycler 480®II Roche 04 909 631 001

Multiwall Plate Light Cycler®Roche

HRM Kit MgCl2

Primer Forward dan

Reverse

dH2O

sampel DNA

7,5 μL 1,2 μL 0,75 μL 1,8 μL 3,75 μL 3.5. Cara Kerja Penelitian

3.5.1. Pengumpulan Data

Cara pengambilan data dalam penelitian ini yaitu data primer. Data responden diperoleh dengan cara tes kadar Hb mahasiswa dengan menggunakan alat EasyTouch GCHb® mater, dan punksi vena untuk skrining SNP rs855791 (C>T).

Responden sebanyak 102 orang yang telah mengisi lembar informed consent (lampiran 1) dilakukan pengambilan darah sebanyak 3 cc satu kali dan pemeriksaan kadar Hb. Sampel darah diberi nomor dan disimpan dalam cold room

untuk dilakukan isolasi genom DNA, kemudian dilakukan teknik Real Time PCR-HRM dan selanjutnya dianalisis.

3.5.2. Desain gblock dan Primer

Proses perancangan gblock dan primer membutuhkan TMPRSS6 Gene Sequence untuk melihat secara keseluruhan urutan basa nukleotida dan melihat area mutasinya. Langkah kerja desain primer yang spesifik untuk mendeteksi IRIDA pada penelitian ini adalah sebagai berikut :


(48)

b. Data sekuensing, primer forward dan reverse TMPRSS6 disalin dan dipindahkan kedalam kolom data primer3.

Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah5’ TCT GCA GAA AGT GGA TGT GC 3’ (forward) dan 5’ CTC ACC TGA CAG GCA TCC TT 3’

(reverse).

c. Tombol “Pick Primers” ditekan. Kemudian Primer3 OUTPUT berikut ini


(49)

Langkah kerja desain gBlock yang spesifik untuk mendeteksi IRIDA pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Website https://www.idtdna.com/pages/products/genes/gblocks-gene-fragments dibuka.

b. Tombol “Product & Services” ditekan. Kolom “gBlocks GeneFragments


(50)

c. Data sekuensing DNA TMRSS6 dimasukkan kedalam kolom data sekuensing. Tombol “Test Complexity” ditekan.

3.5.3. Isolasi DNA

Setelah sampel darah diambil, dilakukan isolasi DNA untuk mendapatkan genom DNA dengan menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell) Geneaid GB100 dengan langkah kerja seperti dalam tabel 3.2.Genom DNA yang telah diisolasi dinilai apakah sudah terisolasi atau tidak dengan cara elektroforesis dan dibaca menggunakan Gel documentation.

Hasil isolasi DNA dinilai jumlah konsentrasi DNA-nya dengan menggunakan alat Maestro Nano Drops. Sampel diambil sebanyak 1 μL, lalu diletakkan di lensa nano, ditutup dan di-analized. Hasil kemurnian dan konsentrasi akan langsung terbaca dilayar dan tersimpan.


(51)

Tabel 3.2. Tahapan isolasi genom DNA Persiapan

Sampel

Fresh Blood

1. Darah sebanyak 300 μl kedalam 1,5 ml tabung mikrosentrifugasi dimasukkan

2. 900 μl RBC Lysis Buffer kemudian ditambahkan dan dikocok. 3. Tabung diinkubasi 10 menit dalam suhu ruangan

4. Tabung disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 3000 rpm selama 5 menit, supernatan dibuang.

5. 100 μl RBC Lysis Buffer ditambahkan untuk meresuspensi endapan leukosit, kocok, kemudian diproses dengan cell lysis

Langkah 1

Cell Lysis

6. 200 μl GB Buffer ditambahkan kedalam tabung tadi

7. Tabung diinkubasi pada suhu 60o C selama 10 menit untuk memastikan sampel terlisiskan.

8. Pada saat yang sama tabung lain berisi 50 μl Elution Buffer untuk tiap satu sampel disiapkan, kemudian diinkubasi pada suhu 60o C. 9. Setelah tabung sampel tadi diinkubasi, tabung didinginkan di

suhu ruangan. Langkah

2 DNA

binding

10.200 μl ethanol absolute ditambahkan kedalam tabung tadi, kemudian secara cepat dikocok selama 10 detik.

11.GD Column pada 2 mL Collection Tube disiapkan. 12.Campuran ethanol tadi dipindahkan kedalam GD Column

13.Tabung disentrifugasi pada 14.000 – 16.000 x g selama 5 menit 14.Cairanpada 2 ml Collection Tube dibuang

15.GD Column ditempatkan kembali pada 2 ml Collection Tube

Langkah 3

Wash

16.400 μl W1 Buffer ditambahkan kedalam GD Column kemudian disentrifugasi pada 14.000 – 16.000 x g selama 1 menit

17.Cairan pada 2 ml Collection Tube dibuang

18.GD Column ditempatkan kembali pada 2 ml Collection Tube

19.600 μlWash Buffer ditambahkan kedalam GD Column

20.Tabung disentrifugasi pada 14.000 – 16.000 x g selama 1 menit 21.Cairan pada 2 ml Collection Tube dibuang


(52)

23.Tabung disentrifugasi kembali selama 1 menit untuk mengeringkan matriks kolum

Langkah 4

DNA

Elution

Standar volume elution buffer untuk 1 sampel adalah 100 μl. Jika sampel yang digunakan dalam volume yang sedikit, volume elusi sekitar 30 –50 μl dapat meningkatkan konsentrasi DNA.

24.GD Column yang sudah kering dipindahkan ke dalam tabung mikrosentrifugasi yang steril

25.50 μl Elution Buffer yang sudah diinkubasi ditambahkan ke dalam matriks kolom, dibiarkan selama 3 menit

26.Tabung disentrifugasi pada 14.000 – 16.000 x g selama 1 menit untuk mendapatkan hasil

3.5.3. Real Time PCR-HRM

Setelah dilakukan isolasi genom DNA, pemeriksaan skrining dilakukan ketahap selanjutnya yakni Real Time PCR HRM dengan menggunakan alat Light Cycler 480® 04 909 631 001. Kondisi reaksi untuk amplifikasi dari sistem protokol untuk program High Resolution Melting adalah sebagai berikut.

 Pre-inkubasi untuk aktivasi Fast Start Taq DNA Polimerase dan denaturasi template

 Amplifikasi dari DNA target

Melting dari amplikonuntuk peroleh data dengan resolusi tinggi  Pendinginan (cooling) dari kipas dan thermal chamber

Tabel 3.3 menunjukkan rekomendasi parameter yang digunakan dalam

Real Time PCR HRM sebagai gene scanning assay.

Langkah memulai genotyping analisa: 1. Pengenceran primer

 Sebanyak 5 μL primer forward dari tabung induk diambil dan dipindahkan kedalam tabung mikro 1, kemudian ditambahkan 5 μL dH2O. Hasil pengenceran didapatkan konsentrasi sebesar 50 μM.


(53)

Tabel 3.3. Parameter PCR yang direkomendasikan untuk Light Cycler 480® System PCR Run untuk membuat gene scanning assay dengan menggunakan

Light Cycler 480® High Resolution Melting Master

Sumber : http://sydney.edu.au/medicine/bosch/facilities/molecular-biology/nucleicacid/Lightcycler 480GeneScanningSoftwareV1.5. pdf


(54)

 Sebanyak 5 μL primer reverse dari tabung induk diambil dan dipindahkan kedalam tabung mikro 2, kemudian ditambahkan 5 μL dH2O. Hasil pengenceran didapatkan konsentrasi sebesar 50 μM.  Sebanyak 1 μL primer forward dan 1 μL primer reverse dari

pengenceran diatas (50 μM) dipindahkan kedalam tabung mikro 3, kemudian ditambahkan 8 μL dH2O. Hasil pengenceran didapatkan konsentrasi 5 μM, hasil ini yang digunakan dalam mix untuk menjalankan RT PCR HRM.

2. Pengenceran template DNA (genom sampel)

 DNA sampel induk yang telah diukur konsentrasinya, kemudian diambil 1 sebanyak 1 μL dan ditambahkan 9 μL dH2O. Hasil ini yang digunakan sebagai template dalam menjalankan RT PCR HRM.

Setelah dilakukan langkah diatas, kemudian dipersiapkan mix untuk HRM di dalam tabung yang berisi HRM kit 7,5 μL, MgCl2 1,2 μL, primer campuran hasil pengenceran 0,75 μL, dan dH2O 1,8 μL. DNA sampel dari hasil pengenceran yang digunakan adalah sebanyak 3,75 μL. Kemudian DNA sampel dimasukkan terlebih dahulu kedalam sumur template PCR baru ditambahkan mix tadi sebanyak 11,25 μL. Sumur ditutup dengan penutup plastiknya, kemudian dimasukkan kedalam alat Light Cycler dan dijalankan.

3.5.4. Analisis Data

Pengolahan data primer dilakukan dengan menggunakan program SPSS

versi 22. Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, pengolahan data dilakukan dengan tahapan editing, coding, processing, dan cleaning. Editing

merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan kelengkapan data rekam medis.

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. Setelah semua data diperiksa dan telah dilakukan

coding, selanjutnya dilakukan Processing yakni memasukkan data kedalam SPSS. Tahap akhir dilakukan cleaning atau pembersihan data untuk mengecek kembali apakah terdapat kesalahan data yang sudah dimasukkan.


(55)

3.5.4. Etika Penelitian

Penelitian ini dimintakan ethical cleareance (lampiran 2) dari panitia Etik Penelitian PSPD (Program Studi Pendidikan Dokter) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semua data yang didapat dari hasil penelitian yang dipergunakan akan dijaga kerahasiaannya.


(56)

3.5.5. Alur Penelitian


(57)

43 4.1. Hasil

4.1.1. Hasil Isolasi Genom DNA dari Whole Blood

Sampel yang digunakan pada penelitian ini berupa sampel DNA yang diisolasi dari sel darah (whole blood). Sampel DNA yang digunakan terdiri dari 102 sampel DNA mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Isolasi dan purifikasi DNA dari sampel darah (whole blood) dilakukan berdasarkan protokol Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell) Geneaid GB100. Kemudian untuk memeriksa apakah DNA telah terisolasi dan terpurifikasi dengan baik dilakukan dengan gel elektroforesis yang dapat dilihat pada gambar (lampiran 5).

Setelah itu dilakukan pemeriksaan kemurnian dan konsentrasi dari 102 sampel DNA genom yang dapat dilihat pada tabel (lampiran 6). Dari 102 sampel, 44,1 % memiliki kategori kemurnian rasio A260/A280 (1,8-2,0) baik, 8,8% tinggi, dan 47,1% rendah. Rasio A260/A280 digunakan untuk identifikasi kontaminasi di dalam DNA sampel. Rasio A260/A280 yang rendah dapat disebabkan oleh kontaminasi fenol atau reagen pada saat isolasi, namun dapat pula disebabkan oleh konsentrasi yang sangat rendah (>10 ng/uL) dari asam nukleat.24 Sampel yang memiliki konsentrasi rendah sebanyak 8,8%. Meskipun rasio kemurnian menentukan kualitas dari sampel, indikator kualitas DNA bergantung dari aplikasi yang digunakan.24

4.1.2 Data Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah 102 mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012 hingga 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Responden terdiri dari 37 laki – laki dan 61 perempuan dengan rentang usia 17 - 23 tahun.


(58)

Tabel 4.1. Karakteristik jenis kelamin responden

Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 37 36,3

Perempuan 65 63,7

Total 102 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa persentase laki – laki adalah 36,3% dan perempuan 63,7%.

Tabel 4.2. Karakteristik usia responden

Usia Responden (tahun) Frekuensi Persentase (%)

17 3 2,9

18 18 17,6

19 26 25,5

20 28 27,5

21 24 23,5

23 3 2,9

Total 102 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa presentase usia terbanyak dari 102 responden adalah 20 tahun. Rerata usia responden adalah 20 (17-23).

Berdasarkan hasil statistik deskriptif diketahui bahwa rerata Indeks Massa Tubuh dari seluruh responden adalah 20,41 (15,22-33,61). Kemudian data indeks massa tubuh dikelompokkan berdasarkan kriteria IMT Asia Pasifik untuk mengetahui status gizi responden.

Tabel 4.3. Karakteristik Indeks Massa Tubuh responden

Kategori IMT Asia Pasifik Frekuensi Persentase (%)

BB kurang 18 17,6

Normal 60 58,8

BB lebih 9 8,8

Obes 1 12 11,8

Obes 2 3 2,9


(1)

(Lanjutan) Genotip C>T

Case Processing Summary

Genotip C>T

Cases

Valid Missing Total

N Percent N

Percen

t N Percent Kadar

Hemoglobin (g/dL)

C 4 100,0% 0 0,0% 4 100,0%

CT 74 100,0% 0 0,0% 74 100,0%

T 24 100,0% 0 0,0% 24 100,0%

Tests of Normality

Genotip C>T

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kadar

Hemoglobin (g/dL)

C ,268 4 , ,949 4 ,712

CT ,122 74 ,008 ,952 74 ,007

T ,151 24 ,163 ,938 24 ,145

a. Lilliefors Significance Correction Genotip C>T

Case Processing Summary

Genotip C>T

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Kadar

Hemoglobin (g/dL)

C 4 100,0% 0 0,0% 4 100,0%

CT 74 100,0% 0 0,0% 74 100,0%

T 24 100,0% 0 0,0% 24 100,0%

Tests of Normality

Genotip C>T

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kadar

Hemoglobin (g/dL)

C ,268 4 , ,949 4 ,712

CT ,122 74 ,008 ,952 74 ,007

T ,151 24 ,163 ,938 24 ,145


(2)

(Lanjutan)

Genotip C>T Statistic Std. Error

Kadar Hemoglobin (g/dL)

C Mean 12,1000 1,07858

90% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 9,5617 Upper Bound 14,6383

5% Trimmed Mean 12,0667

Median 11,8000

Variance 4,653

Std. Deviation 2,15716

Minimum 9,80

Maximum 15,00

Range 5,20

Interquartile Range 4,00

Skewness ,803 1,014

Kurtosis 1,705 2,619

CT Mean 11,5595 ,24752

90% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 11,1471 Upper Bound 11,9718

5% Trimmed Mean 11,4611

Median 11,2000

Variance 4,534

Std. Deviation 2,12924

Minimum 8,20

Maximum 18,50

Range 10,30

Interquartile Range 2,88

Skewness ,789 ,279

Kurtosis ,576 ,552

T Mean 11,3292 ,34513

90% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 10,7377 Upper Bound 11,9207

5% Trimmed Mean 11,3806

Median 11,8000

Variance 2,859

Std. Deviation 1,69076

Minimum 8,00

Maximum 13,80

Range 5,80

Interquartile Range 2,72

Skewness -,572 ,472


(3)

(Lanjutan) Genotip C>T Statistic Std. Error

Kadar Hemoglobin (g/dL)

C Mean 12,1000 1,07858

90% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 9,5617 Upper Bound

14,6383 5% Trimmed Mean 12,0667

Median 11,8000

Variance 4,653

Std. Deviation 2,15716

Minimum 9,80

Maximum 15,00

Range 5,20

Interquartile Range 4,00

Skewness ,803 1,014

Kurtosis 1,705 2,619

CT Mean 11,5595 ,24752

90% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 11,1471 Upper Bound

11,9718 5% Trimmed Mean 11,4611

Median 11,2000

Variance 4,534

Std. Deviation 2,12924

Minimum 8,20

Maximum 18,50

Range 10,30

Interquartile Range 2,88

Skewness ,789 ,279

Kurtosis ,576 ,552

T Mean 11,3292 ,34513

90% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 10,7377 Upper Bound

11,9207 5% Trimmed Mean 11,3806

Median 11,8000

Variance 2,859

Std. Deviation 1,69076

Minimum 8,00

Maximum 13,80

Range 5,80

Interquartile Range 2,72

Skewness -,572 ,472


(4)

(Lanjutan) Kadar Hemoglobin (g/dL)

Kruskal-Wallis Test

Ranks

Genotip C>T N Mean Rank

Kadar Hemoglobin (g/dL) C 4 60,25

CT 74 50,81

T 24 52,17

Total 102

Kadar Hemoglobin (g/dL)

Chi-Square ,402

df 2

Asymp. Sig. ,818

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Genotip C>T Crosstabs

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Kategori Kadar

Hemoglobin * Genotip C>T

102 100,0% 0 0,0% 102 100,0%

Kategori Kadar Hemoglobin * Genotip C>T Crosstabulation Genotip C>T

Total

C CT T

Kategori Kadar Hemoglobin

Non Anemia

Count 1 18 3 22

Expected Count ,9 16,0 5,2 22,0

Anemia Count 3 56 21 80

Expected Count 3,1 58,0 18,8 80,0

Total Count 4 74 24 102


(5)

(Lanjutan) Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1,527a 2 ,466

Likelihood Ratio 1,672 2 ,433

Linear-by-Linear

Association 1,301 1 ,254

N of Valid Cases 102

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,86.

Statistics kategori A260/A280

N Valid 102

Missing 0

kategori A260/A280

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 45 44,1 44,1 44,1

tinggi 9 8,8 8,8 52,9

rendah 48 47,1 47,1 100,0

Total 102 100,0 100,0

Statistics kategori konsentrasi

N Valid 102

Missing 0

kategori konsentrasi

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 93 91,2 91,2 91,2

<10ng/uL 9 8,8 8,8 100,0


(6)

Lampiran 9. Curriculum vitae peneliti CURICULUM VITAE

Nama : Amatillah Raifah

Panggilan : Ifah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Pontianak, 4 April 1994

Usia : 21 Tahun

Golongan Darah : O

Mobile : 082213243645

Agama : Islam

E-mail : amatillah.asli@gmail.com

Alamat : Jl. Danau Sentarum Gg. H. Nawawi No. 66, Pontianak, Kalimantan Barat

Pendidikan

a. Kindergarten : TK Al-Mukaddimah

b. Elementary School : SD Muhammadiyah I Pontianak c. Yunior High School : MTs Negeri 2 Pontianak

d. Senior High School : SMA Negeri 1 Pontianak e. University : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pengalaman Organisasi :

Local Officer on Medical Education CIMSA UIN 2014-2015 Supervising Council CIMSA UIN 2015-2016

Penghargaan:

Best Commander LKBB tingkat Sekolah Menengah Pertama se Kota Pontianak 2008

5 Terbaik LKTI Fakultas Biologi UNTAN Pontianak 2011 Mahasiswa Putri terbaik OPAK PSPD 2012 UIN Jakarta Best Member CIMSA Local UIN 2013-2014

Best Local Officer CIMSA Local UIN 2014-2015

Most Innovative Project of SCOME CIMSA UIN on Project Day CIMSA 2014 Best Local SCOME CIMSA on May Meeting CIMSA 2015

10 Finalis LKTI Muhammadiyah Jakarta Scientifc Competition (Majesty) Tingkat Nasional 2014

Karya Tulis :

Potensi Z-din dalam Arachis hypogaea L sebagai Inhibitor Reseptor P2X7 untuk Alternatif Penatalaksanaan Hepatitis C


Dokumen yang terkait

Korelasi kemampuan akademik mahasiswa terhadap penyelesaian studi di program studi pendidikan fisika

0 6 65

Hubungan antara kebutuhan afiliasi dengan kecanduan facebook: pada mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

4 11 127

Pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa program studi pendidikan dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang makanan cepat saji ( fast food) tahun 2009

0 21 71

Hubungan status sosial ekonomi orangtua dengan prestasi mahasiswa FISIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3 13 94

Prevalensi Ketiadaan Otot Palmaris Longus Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010.

0 9 53

Laporan penelitian bibliografi hasil penelitian dosen IAIN syarif Hidayatullah Jakarta, 1996

0 4 142

Prevalensi Miopia Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011

0 6 59

Hubungan Obesitas Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013

3 34 88

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81

Skrining Gen CASC11 Single Nukleotide Polymorphism rs9642880 Sebagai Prediktor Kanker Kandung Kemih pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2012-2014

0 13 15