Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Upaya peningkatan dan pengembangan mutu Sumber Daya Manusia SDM tidak terlepas dari peran pendidikan. Pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Carter. V. Good Dwi Siswoyo, dkk, 2008 : 18 bahwa: “pendidikan adalah 1 keseluruhan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuannya, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat dimana dia hidup, 2 proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol khususnya yang datang dan sekolah, sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal.” Berdasarkan uraian tersebut berarti bahwa pendidikan memiliki tujuan yang sangat komplek dalam berbagai aspek. Tujuan tersebut meliputi tujuan dalam pembentukan manusia itu sendiri untuk beragama dan berakhlak mulia, pengembangan kemampuan untuk kecakapan hidup dan bekal hidup mandiri, pengembangan sosial dalam hidup bermasyarakat, pengembangan tingkah laku untuk pembentukan moral dan karakter. Jadi pendidikan tidak hanya merupakan kegiatan transfer of knowledge saja atau pemberian ilmu pengetahuan saja. Hal tersebut juga sependapat dengan pendapat Ki Hajar Dewantara Dwi Siswoyo, dkk, 2008 : 18 bahwa: “pendidikan yaitu tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak. Artinya bahwa pendidikan berfungsi sebagai sumber informasi untuk memperoleh berbagai ilmu pengetahuan untuk tuntunan hidup sehingga dapat dicapai keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan yang setinggi-tingginya”. 2 Mengingat pentingnya pendidikan maka pemerintah mengupayakan pendidikan dalam struktur yang terencana. Kemudian pemerintah melalui undang-undang membentuk suatu sistem pendidikan nasional untuk mengarahkan pemerolehan pendidikan tersebut. Menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 mengartikan “pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi didiknya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Berdasarkan undang-undang tersebut pendidikan merupakan sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran. Oleh karena itu pemerintah menformalkan pendidikan. Sehingga terbentuklah pendidikan formal yang dijenjangkan untuk mempermudah, mengarahkan, dan menata proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Pendidikan formal merupakan yang segaja diadakan dan kemudian dijenjangkan. Penjenjangan pendidikan formal dimasuki oleh siswa yang usianya telah ditentukan. Jadi tidak sembarang usia dapat memasuki pendidikan ini, karena penjenjangan yang dilakukan disesuaikan dengan tingkat usia dan perkembangan anak. Penjenjangan tersebut yaitu, pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Oleh masyarakat biasa disebut SD, SMP, dan SMA. Penataan dan pengaturan pendidikan formal tidak berarti menuai masalah. Keragaman etnis, ekonomi, dan budaya menjadikan pendidikan 3 formal sebagai sebuah hal yang mengganggu waktu dan sangat terikat, karena seseorang harus setiap hari berangkat kesekolah dengan sistem tertentu dan jangka waktu yang telah ditentukan. Selain itu biayanya yang cukup tinggi, adanya masyarakat yang kurang sadar pendidikan, adanya masyarakat yang belum menempuh pendidikan padahal usianya telah dewasa atau tua buta aksara menjadi kendala pendidikan tersebut diselenggarakan. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah menyediakan jalur pendidikan non formal dan informal yang sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 pasal 13 yang mengatur tentang jalur pendidikan. Undang-undang tersebut menentukan jalur pendidikan menjadi jalur pendidikan formal, non formal, dan informal yang saling berkesinambungan. Bagi masyarakat yang tidak dapat menenumpuh pendidikan formal karena berbagai faktor serta tidak memenuhi syarat. Maka, warga masyarakat dapat mengikuti pendidikan non formal. PNF meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini PAUD, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, dan pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik Sisdiknas no 20 tahun 2003 bab VI pasal 26. Pendidikan kesetaraan sebagai bagian dari PNF adalah program pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SDMI, 4 SMPMTs, dan SMAMA yang mencakup Pendidikan Kesetaraan Paket A, B, dan C. Setiap kesetaraan merupakan perjenjangan dari masing – masing tingkat pendidikan tingkat pendidikan, kesetaraan A untuk jenjang SD, kesetaraan B untuk jenjang SMP, dan kesetaraan C untuk jenjang SMA. Program ini berupaya melayani peserta didik yang berasal dari masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah, putus sekolah, tamat pada suatu jenjang pendidikan tertentu tetapi karena berbagai sebab tidak dapat melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi putus lanjut serta mereka yang berusia produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kecakapan hidupnya. Hal ini dimaksudkan dan sejalan dengan pelaksanaan misi pendidikan nasional Nova Devista, 2007 : 88 yang diantaranya adalah 1 mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia, 2 meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing, 3 meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global, dan 4 meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global. Pasal 26 UU No. 20 Tahun 2003 juga menyatakan bahwa hasil Pendidikan Non Formal dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan SNP. SNP tersebut terdiri dari delapan aspek yang 5 meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian. Pernyataan ini secara tidak langsung memberikan implikasi terhadap tanggungjawab dan sekaligus tantangan bagi penyelenggara PNF bagaimana memberikan layanan pendidikan yang bermutu dan hasil dari program kesetaraan tersebut mempunyai kredibilitas, sehingga betul – betul dapat dihargai setara dengan pendidikan formal. Program Paket B setara SMPMTs merupakan program pendidikan kesetaraan yang dirancang untuk memberikan bekal kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan fungsional, yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja dan usaha mandiri serta memiliki kemampuan, pengetahuan, dan sikap yang setara dengan lulusan Sekolah Menengah Pertama SMP. Berdasarkan kurikulum Paket B, kurikulum dibagi menjadi dua yaitu kurikulum inti dan kurikulum muatan lokal. Kurikulum inti disusun oleh Direktorat PAUDNI Pendidikan Anak Usia Dini dan Non Formal dan Informal dan Direktorat Pendidikan Nasional, yang memuat kompetensi dasar akademik. Kurikulum muatan lokal atau keterampilan disusun oleh Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota, termasuk kompetensi dasar keterampilan bermata pencaharian yang sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi Kabupaten atau Kota. Wilayah PKBM Wiyatasari memiliki banyak warga masyarakat yang menjadi sasaran pendidikan non formal khususnya pendidikan kesetaraan Paket B. Sasaran belajar lebih banyak memanfaatkan waktu mereka untuk 6 mencari penghasilan, serta masih adanya sikap hidup masyarakat yang menganggap pendidikan tidak penting. Mengatasi hal tersebut maka perlu diberikan pendidikan non formal. Peserta didik pendidikan non formal umumnya adalah orang dewasa atau mereka yang tidak memiliki waktu atau terpaksa bekerja. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Suprijanto, 2008: 11 yang mengatakan bahwa : “Orang dewasa sudah dapat membangun karakter dan jati dirinya. Mereka tidak mau belajar sesuatu yang mereka tidak inginkan dan butuhkan. Mereka mau belajar sesuatu yang dapat menunjang hidupnya atau mempengaruhi kehidupannya khususnya dapat menunjang perekonomian dan pendapatannya “ Oleh sebab itu maka penyelenggaraan pendidikan non formal tentunya memiliki keberfungsian yang lebih besar untuk kehidupan seseorang. PKBM Wiyatasari khususnya program Paket B menyelenggarakan kegiatan pembelajaran paket B. Hal ini juga diamanatkat dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 2 yang berbunyi: “Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.” Penelitian mengenai pelaksanaan pembelajaran pada tutor di lembaga pendidikan Non formal pada khususnya pendidikan kesetaraan paket B sangat minim. Padahal penentu kualitas pendidikan terletak pada kualitas pembelajaran yang dilakukan. Sehingga mengakibatkan kurangnya pengetahuan tentang pembelajaran oleh tutor pada pendidikan kesetaraan 7 khususnya paket B. Pendidikan non formal masih di pandang sebagai pendidikan tambahan yang tidak penting oleh sebagian besar masyarakat di wilayah peneliti. Sehingga perhatian pada pembelajaran yang di lakukan oleh tutor pada peserta didik pendidikan kesetaraan sangat minim. Hal ini mengakibatkan melemahnya hasil pendidikan kesetaraan yang berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan pengalaman yang dialami mengenai pembelajaran yang dilakukan oleh para tutor dan Mengingat pentingnya pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan kesetaraan paket B untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan terangkatnya kualitas sumber daya manusia maka penulis menulis tentang Implementasi Pembelajaran Kesetaraan Paket B di PKBM Wiyatasari. PKBM Wiyatasari di pilih karena PKBM ini merupakan salah satu PKBM yang melaksanakan Program Pendidikan Kesetaraan Paket B. Penelitian ini penulis menitik beratkan pada pelaksanaan pembelajaran dan persepsi peserta didik.

B. Identifikasi Masalah