ESBL Kaitannya dengan Tingkat Mortalitas, Lamanya Rawatan, dan Beban Ekonomis

Pada tes ini cakram cephalosporin 30 μgml dan asam klavulanat 10 μgml dipisahkan sejauh 30 mm dari tengah ke tengah pada media Muller- Hinton Agar MHA. Tes ini dikatakan positif jika terdapat zona yang jernih dan memanjang dari zona penghambatan cephalosporin terhadap cakram asam klavulanat, keadaan ini disebut “sinergi”.

2.6.3.2. Tes Komersil ESBL

Metode pendeteksian ESBL yang komersil adalah E test, AB Biodisk Solna, Sweden, Vitek 2 bioMerieux Vitek, Hazelton, Missouri , MicroScan panels dari Dade Behring MicroScan Sacramento,California, USA, BD Phoenix Automated Microbiology System dari Becton Dickinson Biosciences Sparks, MOMaryland,USA. 45 Wiegand dkk melakukan suatu studi perbandingan terhadap tes konfirmasi fenotipik yang konvensional dibandingkan dengan beberapa tes yang telah tersedia secara komersil. Hasilnya : Phoenix memiliki sensitivitas tertinggi 99 diikuti oleh Vitek 2 98 dan Micro Scan 94; sedangkan spesifisitasnya sangat bervariasi yaitu 52 pada Phoenix dan 78 pada Vitek 2. Sedangkan pada uji E test strips dengan empat cakram kombinasi termasuk ceftazidime, cefotaxime, cepodoxime, dan cefpirome menunjukkan sensitivitas 94 dan 93 dan spesifisitas 85 dan 81. 46

2.7. ESBL Kaitannya dengan Tingkat Mortalitas, Lamanya Rawatan, dan Beban Ekonomis

Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk mencari hubungan antara infeksi oleh organisme penghasil ESBL dengan tingkat mortalitas. Universitas Sumatera Utara Beberapa studi tersebut menemukan adanya hubungan antara oleh organisme penghasil ESBL dengan kegagalan terapi yang kemudian mengakibatkan kematian, namun sebaliknya ada juga studi yang tidak menemukan hubungan tersebut. Keberbedaan studi tersebut dirangkumkan pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Outcome dari pasien-pasien dengan bakteremia yang disebabkan oleh organisme penghasil ESBL : studi retrospektif 47 Bentuk penelitian, referensi Strain ESBL Spesifik antibiotik yang berhubungan dengan mortalitas Outcome mortality atau gagal Studi nonkomparatif, Paterson et al K. pneumonia Semua pasien diterapi dengan 3GCs dan 4GCs; CTZ n = 2, Ceftriaxone n = 4, dll n = 4 60 gagal terapi, 40 meninggal Wong-Beringer et al E. coli K. pnemumonia 14 gagal terapi. 19 meninggal studi Komparatif menemukan tidak ada hubungan antara status ESBL dengan outcome, Du E. coli K. pnemumonia 2 28 dari 7 pasien yg diberikan 3GC : meninggal 12 36 dari 33 pasien yg diberikan 3GC : meninggal 26 gagal terapi, 13 meninggal 27 gagal terapi, 29 meninggal Schiappa et al E. coli K. pnemumonia 19 dari 31 pasien dengan CTZ-R mendapat terapi yang tepat: 1 5 meninggal, 12 pasien tidak mendapat terapi yang tepat; 5 42 meninggal 19 meninggal Yoon et al K. pneumonia - Universitas Sumatera Utara Chemaly et al K. pneumonia - 29 meninggal 12 meninggal Kim et al K. pneumonia - 23 meninggal Studi komparatif menemukan adanya hubungan penting antara status ESBL dengan outcome, Arrifin et al K. pneumonia 8 50 dari 16 pasien strain CTZ-R Meninggal a ; 213.3 dari 15 pasien strain CTZ-S meninggal Kim et al E. coli K. pnemumonia 423 dari 17 pasien yang diberikan ES Ceph meninggal 1 2 dari 50 pasien yang diberikan ES Ceph meninggal 27 meninggal 6 meninggal Ho et al E. coli 3 43 dari 7 pasien diberikan terpi empiric CTZ MIC 8 µgmL meninggal - 18 meninggal 7 meninggal Catatan : 3GC, cephalosporin Generasi 3; 4GC, Cephalosporin Generasi 4; CTZ, ceftazidime; CTZ-R, CTZ-resistant; CTZ-S, CTZ-susceptible; ES Ceph : extended-spectrum cephalosporin; UTI : Urinary Tract Infection. Secara umum, pasien dengan infeksi oleh organisme penghasil ESBL memiliki outcome klinis yang kurang baik karena organisme ini memiliki tingkat resistensi yang tinggi pada berbagai antibiotik. Angka mortalitas terhadap pasien yang diterapi dengan antibiotik yang tidak tepat mencapai 42-100. 5 Di Inggris, Meltzer dan Jacobsen melakukan suatu studi prosepektif pada pasien dengan bakteremia E. coli dan mereka menemukan secara signifikan bahwa angka kematian pada pasien dengan E. coli penghasil ESBL lebih tinggi 32 persen dibandingkan dengan kelompok E. coli yang tidak menghasilkan ESBL. Keterlambatan pemberian terapi antibiotik Universitas Sumatera Utara yang tepat diduga merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada infeksi oleh organisme penghasil ESBL. Hampir dengan hasil yang hampir sama, suatu studi kasus-kontrol oleh Quresi dkk meemukan bahwa pemberian terapi antibiotik yang tidak tepat berhubungan kuat dengan tingginya angka mortalitas pada pasien-pasien yang terinfeksi oleh baik K. pneumonia dan ESBL penghasil ESBL 16 Pemberian terapi yang tidak tepat pada infeksi ESBL ini juga tentunya berdampak pada lamanya rawatan rumah sakit dan kemudian berdampak besar pada biaya episode bakteremia. Jadi tidaklah mengherankan jika infeksi oleh organisme penghasil ESBL ini mengakibatkan peningkatan beban ekonomis.Para klinisi harus menggunakan terapi antibiotik yang lebih mahal karena timbulnya berbagai resistensi, bahkan tak jarang pasien membutuhkan terapi antibiotik secara parenteral. Lautenbach menunjukkan bahwa infeksi oleh karena K. pneumonia dan E. coli penghasil ESBL membutuhkan biaya 2.9 kali lebih tinggi dengan infeksi oleh bakteri non-ESBL, pada studi lain juga terjadi peningkatan 1.5-1.7 kali lipat biaya yang diperlukan. 16

2.8. Terapi ESBL