yang tepat diduga merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada infeksi oleh organisme penghasil ESBL. Hampir dengan hasil yang
hampir sama, suatu studi kasus-kontrol oleh Quresi dkk meemukan bahwa pemberian terapi antibiotik yang tidak tepat berhubungan kuat dengan
tingginya angka mortalitas pada pasien-pasien yang terinfeksi oleh baik K. pneumonia dan ESBL penghasil ESBL
16
Pemberian terapi yang tidak tepat pada infeksi ESBL ini juga tentunya berdampak pada lamanya rawatan rumah sakit dan kemudian berdampak
besar pada biaya episode bakteremia. Jadi tidaklah mengherankan jika infeksi oleh organisme penghasil ESBL ini mengakibatkan peningkatan
beban ekonomis.Para klinisi harus menggunakan terapi antibiotik yang lebih mahal karena timbulnya berbagai resistensi, bahkan tak jarang pasien
membutuhkan terapi antibiotik secara parenteral. Lautenbach menunjukkan bahwa infeksi oleh karena K. pneumonia dan E. coli penghasil ESBL
membutuhkan biaya 2.9 kali lebih tinggi dengan infeksi oleh bakteri non-ESBL, pada studi lain juga terjadi peningkatan 1.5-1.7 kali lipat biaya yang
diperlukan.
16
2.8. Terapi ESBL
Keterbatasan pemilihan antibiotik untuk penanganan infeksi oleh organisme penghasil ESBL menjadi suatu persoalan yang rumit bagi para
klinisi. ESBL yang dihasilkan oleh Enterobacteriaceae seringkali menunjukkan resistensi terhadap antibiotik beta-laktam termasuk cephalosporin, aztreonam
dan penisilin. Lebih jauh lagi, jenis antibiotik seperti trimethoprim-
Universitas Sumatera Utara
sulfamethoxazole dan aminoglikosida terutama gentamisin seringkali ko- transfer melalui plasmid sehingga menimbulkan MDR.
Berikut ini beberapa antibiotik yang telah dilakukan uji in vitro terhadap keefektifannya menghadapi infeksi oleh organisme penghasil ESBL :
1. Carbapenem
Secara in vitro, golongan carbapenem termasuk imipenem, meropenem, doripenem, ertapenem adalah yang memiliki aktivitas
paling tinggi dalam menghadapi aktivitas organisme penghasil ESBL karena kestabilannya dalam menghidrolisis ESBL. Berdasarkan
berbagai penelitian-penelitian , Carbapenem merupakan antibiotik pilihan dalam menghadapi berbagai infeksi serius yang disebabkan
oleh organisme penghasil ESBL.
11
Penggunaan carbapenem terbukti menurunkan angka mortalitas pada infeksi serius yang disebabkan
oleh organisme penghasil ESBL.
47
The Meropenem Yeary Susceptibility Test Information Collection Surveillance Program melaporkan bahwa dari tahun1997 sampai
dengan 2000, meropenem dan imipenem memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghadapi aktivitas isolat gram negatif pada ICU-ICU di
Negara Eropa , bahkan lebih kuat dari Ceftazidime. Perbedaan tersebut lebih nampak pada strain organisme penghasil ESBL.
Carbapenem secara konsisten memiliki aktivitas tinggi dalam menghadapi E. coli dan K. pneumonia penghasil ESBL.
47
2. Piperacilin-tazobactam
11, 47
Universitas Sumatera Utara
The SENTRY Antimicrobial Surveillance Program memeriksa 2773 organisme dari pasien pneumonia yang dirawat di 30 Rumah
Sakit di Amerika Serikat dan Kanada pada tahun 1998. Mereka mendapati bahwa secara tes in vitro, 90 organisme penghasil
ESBL sensitif terhadap piperacilin-tazobactam, hampir sama kemampuannya
dengan cefepime,
imipenem, meropenem,
aminoglikosida, dan fluoroquinolon. Sebagai perbandingan, hanya 77,6 dan 79,6 Klebsiella penghasil ESBL yang sensitif terhadap
ceftazidime dan cefotaxime.
3. Aminoglikosida
47,48
Golongan aminoglikosida memberikan berbagai aktivitas yang berbeda. Sebagian besar organisme penghasil ESBL sudah resisten
terhadap gentamisin sehubungan dengan co-transfer oleh plasmid. Dari antara semua aminogikosida, amikasin menunjukkan angka
sensitivitas yang cukup baik di beberapa Negara bagian Amerika Serikat. Dengan tingkat resistensi sekitar 10 di Amerika Serikat,
amikasin merupakan alternatif lain sebagai terapi empirik ketika agen yang lain tidak dapat digunakan. Pemakaian aminoglikosida dalam
menghadapi organisme penghasil ESBL sudah dengan baik dibuktikan.
4. Fluoroquinolon
47
Antibiotik quinolon menunjukkan keterbatasan dalam terapi infeksi oleh organisme penghasil ESBL. Ciprofloxacin dilaporkan efektif
untuk pasien dengan infeksi oleh K. pneumonia penghasil ESBL yang gagal diterapi dengan cefotaxime dan resisten terhadap ceftazidime
.
Universitas Sumatera Utara
Fluoroquinolones sangat berguna untuk pengobatan infeksi saluran kemih, karena konsentrasinya tinggi dalam urin.
Peningkatan co-resisten fluoroquinolon mulai melemahkan efektivitasnya dalam menghadapi organisme penghasil ESBL. Suatu
studi prospektif multisenter terhadap infeksi aliran darah oleh K. pneumonia dilakukan pada 7 negara menemukan bahwa 18 isolat
penghasil ESBL resisten terhadap ciprofloxacin. Faktor resiko yang menyebabkan resistensi ini adalah pemakaian fluoroquinolon sebagai
antibiotik pertama, pemakaian aminoglikosida dan lamanya rawatan.
5. Cephalosporin generasi empat
Cefepime adalah salah generasi keempat cephalosporin yang lebih stabil dibandingkan generasi ketiga cephalosporin terhadap
beberapa organisme penghasil ESBL dan sangat stabil terhadap tipe AmpC β-laktamase. Penelitian secara in vitro telah mengkonfirmasi
bahwa organisme penghasil ESBL sebagian besar sensitif terhadap cefepime.
47
Universitas Sumatera Utara
2.9. Kerangka Teori