Latar cerita Faxelange ou Les Torts de L’ambition karya Marquis de Sade
Faxelange. Selama hampir 5 bulan Faxelange hidup dalam ketakutan dan kengerian. Kesadisan Franlo menjadi pemandangan yang familiar bagi Faxelange
selama mereka hidup bersama, menempati markas besar Franlo di Vivarais. “Il y avait environ cinq mois que cette pauvre créature vivait dans la
contrainte et dans lhorreur, abreuvée de ses larmes et nourrie de son désespoir, lorsque le ciel, qui nabandonne jamais linnocence, daigna enfin la
délivrer de ses maux par lévénement le moins attend, …” p.36
“ hampir 5 bulan Faxelange yang malang ini hidup dalam ketakutan dan kengerian, dihujani air matanya dan dimakan oleh rasa putus asanya, ketika
langit yang tidak pernah meninggalkan jiwa yang bersih, akhirnya pantas membebaskan keburukan-keburukan oleh peristiwa yang kurang dinantikan,
…” hal.36
Tahap penyelesaian cerita terjadi di bulan Oktober. Pada bulan Oktober terjadi peristiwa penyerbuan markas besar Franlo oleh 200 pasukan berkuda di
bawah pimpinan Goé atas perintah Negara. Goé dan pasukannya berhasil merobohkan kekuasan organisasi bandit yang dipimpin oleh Franlo. Ia juga
membebaskan Faxelange dari Franlo dan membawanya kembali kepada orang tuanya di Paris.
“On était au mois doctobre, Franlo et sa femme dînaient ensemble sous une treille, à la porte de leur maison, lorsque dans linstant dix ou douze coups de
fusil se font entendre au poste, …” p.36
“ pada bulan Oktober, Franlo dan istrinya makan malam bersama di bawah pohon anggur yang merambat di depan pintu rumah mereka, ketika secara
tiba-tiba sepuluh atau sebelas tembakan terdengar di tempat, …” hal.36
Cerita ditutup dengan kematian tokoh Goé di medan perang saat ditugaskan berperang melawan tentara Turki di Hongrie. Sebelum Goé meninggal,
ia memutuskan untuk tidak menerima Faxelange kembali. Faxelange meninggal
setelah 4 tahun berlalu sejak ia kembali ke Paris. Kematian Faxelange diakibatkan oleh penyesalan, kesedihan, dan kesakitan yang tiada henti, membuat
kesehatannya menurun dari hari ke hari. “elle céda, mais sa santé saffaiblissant de jour en jour, usée par ses chagrins,
flétrie de ses larmes et de sa douleur, anéantie par ses remords, elle mourut de consomption au bout de quatre ans, triste et malheureux exemple de
lavarice des pères et de lambition des filles, …” p.41
“Faxelange pasrah, namun kesehatannya melemah dari hari ke hari, dilemahkan oleh kesedihan, dibuat layu oleh air mata dan kesakitannya,
dimusnahkan oleh penyesalan-penyesalannya, ia meninggal dalam keadaan kurus kering di awal tahun keempat, contoh kesedihan dan kemalangan di
karenakan oleh kekikiran seorang ayah dan ambisi anak, …” hal.41
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cerpen Faxelange ou Les Torts de L’ambition berlangsung selama 4 tahun lebih 6 bulan. Terhitung
mundur dari bulan Oktober yang dinyatakan oleh pengarang bahwa Faxelange hidup bersama Franlo kurang lebih 5 bulan lamanya. Cerita ditutup dengan
kematian Faxelange 4 tahun setelah ia kembali ke Paris. 3
Latar Sosial Selain latar tempat dan latar waktu, para tokoh dalam suatu cerita fiksi
membutuhkan sarana dalam perwujudan aksinya. Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bersama dalam satu lingkup masyarakat juga tentu terpengaruh dalam
pembentukan sikap dan perilakunya sehari-hari. Cerpen Faxelange ou Les Torts de L’ambition menceritakan tentang seorang wanita bernama Faxelange. Ia adalah
anak satu-satunya dari pasangan suami istri M. de Faxelange dan Mme. de Faxelange. Orang tuanya sangat mengharapkan kelak putrinya bisa mendapatkan
pernikahan yang menguntungkan, dalam arti memiliki suami yang berstatus sosial tinggi. Ia dianugerahi Tuhan kecantikan yang sempurna bagaikan seorang dewi.
Selain cantik, ia juga pintar, walaupun ia berkebangsaan Prancis namun ia lancar berbicara dalam bahasa Inggris dan Italia. Tidak hanya itu, ia juga mahir
memainkan beberapa alat musik dan melukis minaitur. Kecantikan dan kelebihan yang Faxelange miliki berhasil memikat Goé yang tak lain adalah saudara
sepupunya. Di belakang orang tuanya, Faxelange dan Goé menjalin hubungan kasih.
Faxelange dibesarkan di kediaman orang tuanya di Paris. Paris adalah kota metropolitan dengan ritme kehidupan yang sangat cepat. Paris merupakan tempat
tinggal para borjuis dan orang-orang kalangan menengah ke atas. Banyaknya tuntutan kehidupan di kota besar tentu menjadi suatu tekanan tersendiri.
Kehidupan di kota besar dengan berbagai tuntutan ini lah yang mendukung munculnya keinginan orang tua Faxelange untuk menikahkan putrinya dengan M.
le baron du Franlo, lelaki yang berstatus sosial tinggi sehingga akan banyak keuntungan yang bisa di dapat dari pernikahan tersebut.
Cerpen Faxelange ou Les Torts de L’ambition dilatari dengan adanya persaingan dalam suatu masyarakat modern untuk bertahan hidup dan memiliki
kekuasaan. Franlo datang dari Vivarais ke Paris untuk mencari calon istri yang cocok untuknya dan pilihannya jatuh pada Faxelange. Ia jatuh cinta kepada
Faxelange dan ingin menikahinya dengan memberikan mas kawin sebesar 400.000 francs dan menjanjikan kehidupan yang mewah untuk calon istrinya
tersebut. Setelah menikah, mereka berangkat ke Vivarais untuk hidup menetap
disana, di kota dimana Franlo berasal. Sesampainya di sana, Franlo mengaku kepada istrinya bahwa selama ini dia telah membohonginya. Sebenarnya ia adalah
seorang penipu dan tergabung dalam oraganisasi bandit yang sangat kejam dan meresahkan masyarakat waktu itu. Dari sini lah diceritakan masa lalu Franlo yang
dilatarbelakangi oleh kehidupan yang keras. Masa mudanya dihabiskan untuk melayani. Melayani adalah kedudukan paling rendah, bisa dikatakan seperti
budak. Mereka melayani orang-orang yang memiliki kekuasan di atasnya dan tentunya mereka hidup dalam tekanan, diperlakukan secara sewenang-wenang
oleh majikannya. Selama bertahun-tahun Franlo menjadi budak hingga muncul keinginan untuk memperbaiki hidupnya. Ia mulai bergabung menjadi anggota
organisasi bandit yang sangat kejam dan meresahkan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, didorong oleh ambisinya untuk memiliki kekuasaan, Franlo
akhirnya menjadi pemimpin dari organisasi bandit tersebut. Ia dan pengikut- pengikutnya melakukan cara-cara yang licik dan sadis untuk mendapatkan apa
yang mereka mau. Bagi orang-orang berkarakter sadis, yang dapat dikuasai adalah sesuatu yang hidup. Benda hidup ia jadikan benda mati atau lebih tepatnya
makhluk hidup ia jadikan obyek yang ketakutan terhadapnya. Begitulah yang dilakukan Franlo selama ini pindah dari kota satu ke kota lain, dari Negara satu ke
Negara lain dalam menjalankan aksinya. Franlo menginginkan Faxelange, dan ia berhasil memilikinya. Mas kawin
sebesar 400.000 francs yang ia berikan kepada istrinya itu hanya pura-pura saja untuk mengambil hati orang tua Faxelange dan Faxelange. Setelah mereka
menikah dan pindah ke Vivarais, mas kawin itu ia ambil kembali dari Faxelange.
Hidup Faxelange berubah menjadi menderita saat mengetahui jati diri suaminya yang sebenarnya. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kesadisan Franlo
terhadap para korbannya. Tanpa belas kasihan, Franlo membunuh para korbannya di depan Faxelange. Faxelange menyaksikan bagaimana para tahanan tersebut di
gorok dan merintih kesakitan. Markas besar Franlo yang menjadi tempat tinggal mereka jauh dari hiruk
pikuk kota, bahkan sangat sulit untuk ditemukan. Berada di Tranche-Montagne, dimana untuk mencapainya harus melewati medan yang sangat sulit. Dengan
posisi yang bisa dikatakan terisolasi, bisa dibayangkan betapa sulitnya hidup di sana. Kemiskinan, kelaparan dan lingkungan yang kumuh melatari kehidupan di
sana. Ketidakberdayaan orang-orang lemah menjadi sasaran empuk bagi penguasa seperti Franlo. Semua penduduk di sana dibuat tunduk olehnya. Ia jadikan mereka
budak dan pengikut-pengikut untuknya. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua latar sosial
yang melatari cerpen Faxelange ou Les Torts de L;ambition, yaitu latar sosial melatarbelakangi kehidupan di Paris dan latar sosial yang melatarbelakangi
kehidupan di Vivarais. Faxelange berasal dari keluarga yang berkecukupan dan berpendidikan. Ia hidup dalam masyarakat modern di Paris dengan banyak
tuntutan hidup. Orangtuanya menginginkan pernikahan yang menguntungkan untuknya, begitu juga dengan dirinya agar mereka tetap bisa bertahan hidup di
dalam kehidupan yang semakin keras dan penuh persaingan. Sedangkan Franlo, ia datang dari Vivarais dimana selama bertahun-tahun ia hidup di bawah tekanan
orang-orang yang berkuasa. Ia menjadi budak selama bertahun-tahun sehingga ia
merasa tidak puas atas kehidupan yang selama ini ia jalani. Ketidakpuasan yang dirasakan Franlo mendorong dirinya untuk merubah kehidupannya menjadi lebih
baik. Ia ngin menjadi penguasa yang bisa mendapatkan apapun yang ia mau walaupun dengan cara yang licik dan sadis.