Latar Cerpen Eugénie de Franval karya Marquis de Sade
“ Mlle de Farneille, qui, selon l’usage, avait connu tout au plus un mois son époux avant que de se lier à lui, trompée par ces faux brilliants, en
était devenue la dupe, …” p.166
“ Mlle. de Farneille, yang sesuai dengan kebiasaan, telah mengenal suamniya lebih dari satu bulan sebelum menikah dengannya, dibohongi
oleh kecemerlangan semu, menjadi korban, …” hal.166
Usia pernikahan M. de Franval dan Mlle. de Farneille menginjak tahun yang pertama. Mlle. de Farneille atau yang sekarang dipanggil Mme. de Franval
karena telah menjadi istri dari M. de Franval, memasuki usianya yang ke 16 tahun. Di usia tersebut, ia melahirkan seorang anak dari hasil pernikahannya
dengan M. de Franval. Seoran putri yang begitu cantik, bahkan kecantikannya melebihi kecantikan ibunya. M. de Franval memberinya nama Eugénie.
“ c’est que dès la première année de son marriage, sa femme, âgée pour lors de seize ans et demi, accoucha d’une fille encore plus belle que sa
mere, et que le père nomma dès l’instant Eugénie, …” p.167
“ ini adalah ketika tahun pertama pernikahannya, istrinya, pada umur 16 tahun lebih 6 bulan, melahirkan seorang putri yang lebih cantik daripada
ibunya, dan sang ayah segera memberinya nama Eugénie, …” hal.167
Namun, setelah Eugénie lahir, M. de Franval memiliki rencana yang sungguh tidak bisa diterima akal sehat. Ia memisahkan Eugénie dari ibunya. Ia
menempatkan Eugénie di sebuah apartemen yang dekat dengan rumahnya. Ia melarang Mme. de Franval untuk bertemu dengan Eugénie. Hal terse but
berlangsung selama 7 tahun. Selama 7 tahun, Eugénie tidak pernah merasakan belaian dan kasih sayang ibu kandungnya. Ia hidup di apartemen tersebut dengan
pengasuhnya, ditemani oleh satu pelayan kamar dan tiga teman sebayanya. Berikut ini adalah pernyataan yang menyatakan bahwa M. de Franval
memisahkan Eugénie dengan ibunya selama 7 tahun.
“ M. de Franval qui, dès que cet enfant vit le jour, forma sans doute sur elle les plus odieux desseins, la sépara tout de suite de sa mere. Jusqu’à
l’âge de sept ans, …” p.167
“ M. de Franval, sejak anak ini ahir, menyusun tanpa ragu rencana yang lebih kejam untuknya, segera memisahkannya dari ibunya. Hingga usia 7
tahun, …” hal.167
Kemudian cerita berlanjut menceritakan peristiwa fatal yang dilakukan M. de Franval dan Eugénie saat Eugénie berusia 14 tahun. M. de Franval yang tidak
tahu malu dan terpesona oleh kecantikan yang dimiliki putrinya tega merusak keperawanan Eugénie. Sayangnya, Eugénie pun begitu bodoh bersedia melakukan
hubungan terlarang tersebut dengan ayah kandungnya karena selama ini M. de Franval telah mencuci otaknya hingga membuat Eugénie mencintai ayahnya
sendiri. “ Cependant Eugénie atteignait sa quatorzième année, telle était l’epoque
où Franval voulait consommer son crime. Frémisson ... il le fut. “ p.74 “ Meskipun demikian, Eugénie mencapai tahunnya yang ke-14, ini adalah
masa dimana Franval ingin melakukan kejahatannya. Mengerikan ... dia melakukannya.” hal.174
Hubungan terlarang antara M. de Franval dan Eugénie bertahan sampai Eugénie berusia 17 tahun. Eugénie menjadi anak yang tidak berbakti kepada
ibunya. Ia tetap saja terlena akan kesesatannya. Ia terus menuruti semua perintah M. de Franval dan mengabaikan penderitaan ibunya. Ia sama sekali tidak mau
mendengar nasehat Mme. de Franval yang berusaha menyadarkannya. Bahkan ketika M. de Franval meminta Eugénie untuk meracuni ibunya, ia pun menuruti
perintah ayahnya tersebut.
Tahap penyelesaian cerita ini terjadi pada suatu malam yang sungguh mengerikan, ditunjukkan pengarang dalam kalimat berikut ini.
“ il faisait une nuit horrible, l’aquilon, la grêle… tous les éléments semblaient s’être déchaînes contres ce miserable, …” p.240
“ itu adalah malam yang mengerikan, badai, hujan es… semua unsur seolah mengamuk melawan kesengsaraan ini, …” hal.240
Pada malam itu M. de Franval menemui ajalnya setelah ia mengalami peristiwa perampokan dan kemudian datang M. de Clervil menolongnya di saat ia
sendirian dan tidak berdaya. M. de Clervil membawa berita kematian Mme. de Franval dan Eugénie. Ia mengatakan bahwa Mme. de Franval mati karena di
racuni Eugénie, dan setelah itu Eugénie bunuh diri. M. de Franval menyesal, ia merasa sangat berdosa kepada istri dan anaknya padahal istrinya begitu mencintai
dirinya. Karena dihantui rasa bersalahnya akhirnya M. de Franval membunuh dirinya sendiri di depan M. de Clervil.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cerita Eugénie de Franval berlangsung kurang lebih 18 tahun lamanya. Terhitung dari perkenalan
antara M. de Franval dan Mlle. de Farneille yang berlangsung selama satu bulan. Kemudian mereka menikah dan mempunyai anak setelah satu tahun usia
pernikahan mereka. Cerita berlanjut menceritakan keputusan M. de Franval memisahkan Eugénie dengan ibunya sampai Eugénie berusia 7 tahun. Kemudian
terjadi peristiwa fatal yang dilakukan oleh M. de Franval dan Eugénie saat usia Eugénie menginjak 14 tahun. Cerita berakhir sampai pada usia Eugénie yang ke
17 tahun.
3 Latar Sosial
Selain latar tempat dan latar waktu, para tokoh dalam suatu cerita fiksi membutuhkan sarana dalam perwujudan aksinya. Manusia sebagai makhluk sosial
yang hidup bersama dalam satu lingkup masyarakat juga tentu terpengaruh dalam pembentukan sikap dan perilakunya sehari-hari. Cerpen Eugénie de Franval
dilatari oleh adanya suatu pandangan hidup yang menyimpang dari norma dan agama yang berlaku di masyarakat. Kekafiran menjadi suatu kekuatan yang besar
dan kenakalan menjadi imajinasi. Ayah M. de Franval adalah salah satu penganut yang mengikuti faham
tersebut. Sejak kecil M. de Franval mendapatkan didikan yang salah dari ayahnya sehingga ia tumbuh menjadi seorang yang tidak bermoral. Ia mewarisi sifat-sifat
buruk dari ayahnya dan fatalnya ia melakukan hal yang sama saat ia menjadi seorang ayah. M. de Franval tidak mengizinkan putrinya mendapat kasih sayang
dari ibunya. Sejak masih bayi, Eugénie dipisahkan dari ibunya. M. de Franval berkuasa penuh atas kelangsungan hidup Eugénie. Ia mengatur segala keperluan
Eugénie, mulai dari tempat tinggal, pengasuh, fasilitias, dan pendidikan. Ia memberikan berbagai macam guru privat untuk Eugénie agar kelak Eugénie
menjadi wanita yang sempurna. Namun sayangnya, ia tidak pernah mengajarkan tentang moral dan agama kepada Eugénie sehingga Eugénie tumbuh menjadi
gadis yang tidak bermoral dan tidak mengerti soal agama. Hal ini dibuktikan dengan sikap bodohnya yang mudah sekali termakan
rayuan dan hasutan M. de Franval padahal M. de Franval adalah ayah
kandungnya. Saat Eugénie berusia 14 tahun, ia melakukan hubungan terlarang dengan M. de Franval dan peristiwa tersebut sangat membuat hati Mme. de
Franval terpukul. Rasa cinta Eugénie kepada M. de Franval membuat dirinya buta. Ia tidak peduli akan penderitaan ibunya yang selama ini berusaha untuk
menyadarkannya untuk kembali ke jalan yang benar. Di akhir cerita ia melakukan tindakan yang sangat fatal dan begitu kejam. Ia tega meracuni ibunya sendiri atas
perintah ayahnya. Hal-hal yang telah disebutkan di atas menjadi contoh bahwa pendidikan
yang tinggi, kekayaan, bakat, dan anugerah yang dimiliki seseorang akan menjadi tidak berguna bila tidak diarahkan dengan baik. Tidak adanya pengetahuan
tentang moral dan agama yang baik akan mengarahkan seseorang pada jalan hidup yang sesat.