Analisis Keterpaduan Pasar Penelitian Terdahulu

Nugroho 1991 melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat efisiensi tataniaga melalui analisis marjin tataniaga dan keterpaduan pasar untuk komoditas mangga di Kabupaten Indramayu. Pola tataniaga yang diamati terbagi dua, yaitu pola I Petani - Pedagang Pengumpul Tingkat Desa – Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan PPK – Pedagang Besar – Pedagang Borongan – Pedagang Pengecer Jakarta dan Pola II Petani – PPK – Pengecer Lokal. Pola II memiliki saluran tataniaga yang lebih efisien dibandingkan dengan Pola I. Hal ini dapat dilihat dari marjin tataniaga Pola II yang lebih rendah dibandingkan dengan marjin tataniaga pada Pola I. Hasil analisis saluran tataniaga yang dilakukan oleh Mughni 1996 pada analisis tataniaga sapi potong di Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggola, Sulawesi Tengah menunjukkan 3 pola saluran tataniaga. - Saluran I : Peternak – Pengumpul Desa – Pengumpul Kecamatan – Pedagang Besar - Saluran II : Peternak – Pengumpul Desa – Pengumpul Kecamatan – Pedagang Pemotong – Konsumen - Saluran III : Peternak – Pengumpul Desa –Pemotong – Konsumen Struktur pasar sapi potong yang terbentuk pada tingkat kecamatan adalah oligopsoni. Pengumpul kecamatan mempunyai kekuatan untuk mengontrol fungsi dan aktifitas tataniaga sapi potong di Kecamatan Sigi Biromaru.

2.2.2 Analisis Keterpaduan Pasar

Fatimah 1999 melakukan pengujian keterpaduan pasar minyak goreng curah di DKI Jakarta. Pengolahan data dilakukan dengan model ekonometrika yang diduga dengan menggunkan metode kuadrat terkecil Ordinary Least Square dengan menggunakan analisis keterpaduan pasar model Ravallion dan Heytens 1986. Keterbatasan infomasi terhadap perubahan harga akan menyebabkan tidak adanya keterpaduan pasar baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dari tiga pola saluran pemasaran, menunjukkan bahwa hanya satu pola saluran pemasaran yang terpadu dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara itu, dua pola saluran pemasaran lainnya tidak terpadu baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal serupa juga dilakukan oleh Joenis 1999 dengan menggunakan analisis keterpaduan pasar model Ravallion dan Heytens 1986 menganalisis sistem tataniaga jeruk siam garut di Desa Cinta Rakyat, Garut. Dikemukakan bahwa pasar jangka pendek dan jangka panjang tidak terpadu pada keseimbangan dan jeruk siam garut belum bisa bersaing dengan buah-buahan impor. Analisis digunakan secara statistik dengan menggunakan model IMC melalui pendekatan model Autoregresif Distributed Lag yang diduga dengan metode kuadrat terkecil biasa. Berdasarkan uji t baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, terlihat bahwa pasar tidak terpadu pada keseimbangan jangka pendek maupun jangka panjang. Uji hipotesis bersamaan, F hitung menunjukkan bahwa sekurang- kurangnya ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pada taraf nyata 0,01. Berdasar nilai IMC pada kedua pola saluran pemasaran, nilai IMC lebih besar dari satu dan nyata tidak adanya keterpaduan pasar jangka pendek. Pada analisis keterpaduan pasar beras tradisional dan modern di Jakarta yang dilakukan oleh Nanang 2005 dianalisis dengan menggunakan model IMC Ravallion dan Heytens 1986, menunjukkan bahwa pada pasar tradisional maupun pasar modern di DKI Jakarta tidak terpadu dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan pasar induk Cipinang. Hal ini menunjukkan tidak ada informasi tentang perubahan harga yang diterima antar pedagang di pasar induk Cipinang dengan pedagang pasar tradisional dan modern. Berbeda dengan analisis yang telah diuraikan di atas, penelitian yang dilakukan oleh Firtiadi 2004, mengenai pemasaran jagung muda di Payakumbuh, Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan Pasar Bukit Tinggi lebih terintegrasi dengan pasar Payakumbuh pasar pengecer baik jangka pendek dan jangka panjang dibandingkan dengan pasar Padang. Nilai elastisitas transmisi harga Bukit Tinggi sebesar 0,765 dan pasar Padang sebesar 0,481. Hal ini berarti perubahan harga jagung muda di pasar Bukit Tinggi ditransmisikan relatif lebih baik dari pada pasar Padang. Analisis keterpaduan pasar dianalisis dengan menggunakan analisis elastisitas transmisi harga E. Dari hasil-hasil penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa pada umumnya sistem tataniaga hasil-hasil pertanian di Indonesia belum efisien. Hal ini dapat dilihat dari sebaran marjin yang tidak merata diantara lembaga tataniaga yang terlibat. Petani sebagai produsen memperoleh bagian yang lebih kecil dibandingkan dengan pedagang. Selain itu juga, informasi harga pasar dari tingkat pedagang tidak dapat disalurkan dengan baik kepada pasar di tingkat petani. Artinya, diantara kedua tingkat pasar tersebut tidak terdapat keterpaduan pasar. Alat analisis yang paling banyak untuk menganalisis tingkat keterpaduan pasar adalah dengan menggunakan model Ravallion dan Heytens 1986. Model ini dapat mengurangi kelemahan model analisis korelasi harga yang menganggap perubahan harga di tingkat konsumen dengan produsen bergerak pada waktu yang sama. Dengan demikian diharapkan hasil analisis dengan mempertimbangkan perubahan harga pada waktu sebelumnya dapat lebih menunjukkan kondisi sebenarnya. Atas pertimbangan tersebut, untuk menganalisis tingkat keterpaduan pasar digunakan alat analisis model Ravallion dan Heytens 1986. Hal yang membedakan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah jenis komoditi yang diteliti, lokasi penelitian dan teknik pengumpulan data yang kebanyakan menggunakan teknik sampling terhadap responden, sedangkan peneliti menggunakan seluruh responden yang terlibat di lokasi penelitian.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Definisi Pemasaran

Pemasaran mempunyai arti yang berbeda di masyarakat. Umumnya pemasaran dikenal sebagai permintaan, penjualan dan harga. Menurut Kotler 1999, pemasaran dapat diartikan sebagai proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Definisi ini berdasarkan konsep inti kebutuhan, keinginan dan permintaan, produk, nilai, biaya dan kepuasan, pertukaran, transakasi dan hubungan, pasar dan pemasaran serta pemasar. Pemasaran sering juga disebut tataniaga atau distribusi. Menurut Dillon 1998, distribusi adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan menghubungkan kepentingan produsen dengan konsumen, baik untuk produksi primer, setengah jadi maupun produk jadi.

3.1.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

Sebagian besar produsen tidak memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen, melainkan menggunakan perantara lembaga perantara untuk memasarkan produknya. Menurut Dillon 1998, saluran distribusi pemasaran adalah rute dan status kepemilikan yang ditempuh oleh suatu produk ketika produk ini mengalir dari penyedia bahan mentah melalui produsen sampai ke konsumen akhir. Saluran ini terdiri dari semua lembaga atau pedagang perantara yang memasarkan produk atau barang jasa dari produsen sampai ke konsumen.