Analisis Keterpaduan Pasar Antara PTR dengan Pasar Cigasong

Hasil uji t menunjukkan bahwa masing-masing peubah bebas yang terdapat dalam model berpengaruh terhadap harga di tingkat pedagang pengecer. Hal ini dibuktikan dengan nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel pada taraf nyata 0,05. Demikian pula hasil pengujian dengan menggunakan uji f, menunjukkan bahwa semua peubah bebas dalam model secara bersama-sama dapat menjelaskan pembentukan harga di tingkat pedagang pengecer. Hal ini dapat dilihat dari nilai f hitung yang lebih besar dari nilai f tabel pada taraf uji 0,05. Rincian hasil analisis keterpaduan pasar antara PTR dengan pasar Kadipaten dapat di lihat pada Tabel 14 di bawah ini : Tabel 14. Hasil Analisis Keterpaduan Pasar PTR dengan Pasar Kadipaten Uraian Nilai t - hitung b1 b2 b3 IMC f – hitung Nilai DW 0,519 1,1 0,597 0,869 19245,93 1,74 3,62 4,11 3,33

6.6.2 Analisis Keterpaduan Pasar Antara PTR dengan Pasar Cigasong

Berdasarkan hasil pengolahan data untuk keterpaduan pasar pengecer Cigasong dengan PTR diperoleh hasil sebagai berikut : Pit = 0,768 Pit-1 + 0,444 Pjt – Pjt-1 + 0,322 Pjt-1 Nilai koefisien b1 = 0,768 menjelaskan bahwa kenaikan harga daging domba pada minggu sebelumnya di tingkat pedagang pengecer Cigasong berpengaruh dalam menentukan harga daging domba pada minggu sekarang di di tingkat pedagang pengecer Cigasong dengan asumsi faktor penentu harga cateris paribus. Hal ini berarti kenaikan harga daging domba sebesar Rp. 100,- per kilogram akan meningkatkan harga daging domba di pedagang pengecer pasar Cigasong pada minggu sekarang sebesar Rp. 76,8 per kilogram. Nilai keofisien b2 = 0,444 menunjukkan tidak terpadunya pasar antara pedagang pengecer di pasar Cigasong dengan PTR dalam jangka panjang. Hal ini didukung oleh hasil uji hipotesis t-hitung untuk melihat keterpaduan pasar jangka panjang menunjukkan hipotesis nol nilai koefisien b2 =1 ditolak secara statistik pada taraf nyata 0,05. Persentase perubahan harga yang terjadi di PTR tidak dialihkan kepada pedagang pengecer di pasar Cigasong, rambatan harga berdasarkan waktu tidak dialihkan sempurna untuk kedua pasar. Nilai IMC yang diperoleh sebesar 2,387 menunjukkan tidak terpadunya pasar dalam jangka pendek antara PTR dengan pasar Cigasong. Hal ini berarti perubahan harga daging domba belum dapat disampaikan secara transparan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji hipotesis t-hitung untuk melihat keterpaduan pasar jangka pendek menunjukkan hipotesis nol nilai koefisien b1=0 ditolak secara statistik pada taraf nyata 0,05. Nilai b3 lebih kecil dari nilai b1 menunjukkan kondisi harga yang terjadi pada waktu sebelumnya di tingkat pedagang pengecer pada minggu sebelumnya lebih berpengaruh dibanding tingkat harga pada minggu sebelumnya di PTR terhadap pembentukan harga yang terjadi pada minggu sekarang di tingkat pedagang pengecer pasar Cigasong. Hasil uji t menunjukkan bahwa masing-masing peubah bebas yang terdapat dalam model berpengaruh terhadap harga di tingkat pedagang pengecer. Hal ini dibuktikan dengan nilai t hitung yang lebih besar dari nilai t tabel pada taraf uji 0,05. Demikian pula hasil pengujian dengan menggunakan f hitung, menunjukkan bahwa semua peubah bebas dalam model secara bersama -sama dapat menjelaskan pembentukan harga di tingkat pedagang pengecer. Hal ini dapat dilihat dari nilai uji f hitung yang lebih besar dari nilai f tabel pada taraf uji 0,05. Rincian hasil analisis keterpaduan pasar antara PTR dengan pasar Cigasong dapat di lihat pada Tabel 15 di bawah ini : Tabel 15. Hasil Analisis Keterpaduan Pasar PTR dengan Pasar Cigasong Uraian Nilai t - hitung b1 b2 b3 IMC f – hitung Nilai DW 0,768 0,444 0,322 2,378 9660,77 1,811 8,28 1,04 2,48 Secara relatif, pasar pengecer Kadipaten lebih mendekati efisien dan terpadu dibandingkan dengan pasar pengecer Cigasong. Hal ini dapat dilihat dari nilai IMC pasar Kadipaten dengan PTR yang jauh lebih mendekati nilai nol, yaitu 0,869 dibandingkan dengan pasar Cigasong dengan PTR yaitu sebesar 2,378. Menurut Heytens 1986, dalam suatu sistem pasar yang terintegrasi secara efisien, akan selalu terdapat korelasi positif diantara harga di lokasi pasar berbeda. Dua pasar dikatakan terpadu apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar lain. Semakin cepat laju penyaluran, semakin terpadu kedua pasar tersebut. Keterpaduan pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar lainnya. Dengan demikian fluktuasi perubahan harga terjadi pada suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran perubahan yang sama proporsional. Dari hasil analisis keterpaduan pasar menunjukkan bahwa antara pasar pemasok dan pasar pengecer pada saluran I terpadu pada jangka panjang tetapi tidak dalam jangka pendek, sedangkan pada saluran II hasil analisis menunjukkan tidak terdapat keterpaduan pasar baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini mengindikasikan tingkat perubahan harga daging domba di tingkat pedagang pemasok pada saluran I lebih bisa ditransfer lebih cepat dan tepat kepada tingkat pedagang pengecer dibandingkan dengan pada saluran II dengan tingkat perubahan harga yang relatif sama. Sedangkan pada saluran II, fluktuasi perubahan harga daging domba yang terjadi hampir tidak mengikuti besarnya tingkat perubahan di pasar pemasok sehingga hasil analisis menunjukkan tidak terjadi keterpaduan pasar. Apabila melihat kondisi di lapangan, hal ini berhubungan dengan jarak antara pasar pemasok PTR dengan pasar pengecer pada saluran I pasar Kadipaten lebih dekat, yaitu berjarak sekitar 3,5 km. Sedangkan pasar pemasok dengan pasar pengecer di Saluran II pasar Cigasong jaraknya lebih jauh, yaitu berjarak lebih dari 15 km. Sehingga perubahan harga lebih bisa ditransformasikan secara lebih baik pada saluran I. Dengan diketahuinya tingkat keterpaduan pasar antara dua pasar pemasok dan pengecer pada penelitian ini, diharapkan dapat berguna sebagai informasi awal dan masukan guna meningkatkan ketersediaan informasi pasar terutama harga. Maka untuk langkah tersebut perlu melibatkan para pelaku pasar agar lebih bekerjasama dan berkomunikasi mengenai informasi pasar dimaksud. Selain itu juga perlu melibatkan pemerintah, misalnya dengan mengaktifkan fungsi- fungsi fasilitas masing-masing pasar.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Proses penyaluran tataniaga daging domba di daerah konsumen pasar Kadipaten dan pasar Cigasong melibatkan tiga lembaga tataniaga utama, yaitu pedagang pemasok, pedagang besar dan pedagang pengecer. Pasar Ternak Regional sebagai pedagang pemasok yang menjual domba kepada pedagang besar yang memotong domba kemudian sebagian menjual daging domba kepada pedagang pengecer di pasar lokal untuk dijual kepada konsumen akhir. Saluran pemasaran yang dianalisis di lokasi penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu saluran I : Pedagang Pemasok – Pedagang Besar Kadipaten – Pedagang Pengecer Kadipaten – Konsumen Akhir. Saluran II : Pedagang Pemasok – Pedagang Besar Cigasong – Pedagang Pengecer Cigasong – Konsumen Akhir. Dalam proses penyaluran ini dilakukan fungsi-fungsi tataniaga, diantaranya fungsi penjualan dan pembelian, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Analisis struktur pasar menunjukkan struktur pasar di PTR yang dialami oleh pedagang pemasok cenderung oligopoli. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terlalu banyak penjual, produk yang homogen dan kekuatan tawar-menawar yang relatif lebih dikuasia oleh pemasok dari PTR. Sedangkan analisis struktur pasar di pasar pengecer menunjukkan strutur pasar di tingkat pedagang besar cenderung oligopsoni. Hal ini ditunjukkan dalam perilaku pasar, dimana penentuan harga lebih ditentukan oleh pedagang pemasok yang mempunyai kekuatan tawar lebih tinggi dibanding pedagang besar. Sedangkan struktur pasar di tingkat pedagang pengecer cenderung bersaing sempurna. Hal ini ditunjukkan dengan cukup banyak