Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hasil Penelitian Terdahulu

4. Bagaimana hubungan budaya perusahaan dengan stressors kerja di Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan ? 5. Bagaimana pengaruh budaya perusahaan dan stressors kerja terhadap kinerja karyawan di Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui persepsi karyawan terhadap pelaksanaan nilai-nilai budaya perusahaan, tingkat stressors kerja dan kinerja karyawan di Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan. 2. Menganalisis hubungan nilai-nilai budaya perusahaan dengan kinerja karyawan di Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan. 3. Menganalisis hubungan stressors kerja dengan kinerja karyawan di Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan. 4. Menganalisis hubungan budaya perusahaan dengan stressors kerja di Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan. 5. Mengetahui pengaruh budaya perusahaan dan stressors kerja terhadap kinerja karyawan di Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian ini, yaitu : 1. Menambah wawasan masyarakat umum ataupun bagi organisasi perusahaan yang menaruh minat terhadap peningkatan potensi sumber daya manusia maupun peningkatan kinerja karyawannya. 2. Memberikan informasi kepada perusahaan sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan termasuk sebagai bahan referensi dengan melihat hubungan yang ada antara budaya perusahaan dan stressors kerja dengan kinerja karyawan. 3. Bagi mahasiswa yang melakukan penelitian adalah sebagai wadah pengembangan pengetahuan dan peningkatan kemampuan akademis dan non akademis dalam dunia kerja. 4. Sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan penelitian mengenai hubungan budaya perusahaan dan stressors kerja dengan kinerja karyawan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Agar laporan skripsi ini terarah dan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu ditetapkan batasan masalah sebagai berikut : 1. Karyawan yang dijadikan sebagai kajian penelitian adalah seluruh karyawan di Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan. 2. Nilai-nilai budaya perusahaan yang dikaji yaitu selalu berusaha mencapai yang terbaik, senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman, bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berkepentingan, menjunjung tinggi semangat kerja sama dalam kelompok, menghargai kreativitas pribadi, ikatan lestari diantara seluruh jajaran insan Pos Indonesia beserta seluruh keluarga, perhatian yang tulus dan bangga sebagai insan Pos Indonesia. 3. Stressors kerja yang dikaji, yaitu konflik kerja, beban dan waktu kerja, karakteristik tugas serta faktor dukungan dan kepemimpinan. 4. Unsur kinerja karyawan yang dikaji yaitu efektivitas dan efisiensi kinerja, tanggung jawab, disiplin, kerja sama, komunikasi dan loyalitas karyawan. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budaya Perusahaan Corporate Culture

2.1.1. Definisi Budaya Perusahaan

Budaya culture adalah gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Budaya organisasi adalah sejumlah pemahaman penting, seperti norma, nilai, sikap dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi Stoner et al., 1996. Budaya organisasi organizational culture adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota–anggota dalam organisasi. Budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi– organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan seksama merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu Robbins, 2001. Menurut Ndrah 1997, budaya perusahaan corporate culture adalah aplikasi budaya organisasi terhadap badan usaha perusahaan. Budaya organisasi menjadi lebih spesifik jika diaplikasikan pada lingkungan manajemen organisasi dan lahirlah konsep budaya manajemen. Budaya sebagai output adalah potret atau rekaman hasil proses budaya yang berlangsung di dalam organisasi atau perusahaan. Melalui learning process dalam arti belajar, budaya diproses secara sadar menurut proses belajar, yaitu belajar dari pengalaman, belajar dari keberhasilan dan kegagalan organisasi lain. Budaya perusahaan adalah nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing- masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku Susanto, 1997. Kisdarto 2000, budaya perusahaan merupakan aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan bagi SDM dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku di dalam organisasi tersebut. Budaya perusahaan dapat juga diartikan sebagai pola terpadu perilaku manusia di dalam perusahaan, termasuk pemikiran, tindakan dan pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya.

2.1.2. Fungsi Budaya Perusahaan

Robbins 2001, mengatakan budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam organisasi, yaitu : 1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain. 2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. 4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan. Triguno 2003, mengemukakan beberapa manfaat dari budaya kerja, yaitu : 1. Menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik. 2. Membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kegotong-royongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki kesalahan tersebut. 3. Cepat menyesuaikan diri terhadap perkembangan dari luar, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, seperti pelanggan, teknologi, sosial dan ekonomi. 4. Mengurangi laporan berupa data-data dan informasi yang salah dan palsu. 5. Meningkatkan kepuasan kerja, pergaulan yang lebih akrab, meningkatkan disiplin, pengawasan fungsional berkurang dan sebagainya. Fungsi budaya korporat adalah sebagai perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan-ketentuan atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Budaya korporat dapat berfungsi pula sebagai kontrol atas perilaku para karyawan Moeljono, 2003.

2.1.3. Karakteristik Budaya Perusahaan

Menurut Robbins 2001, terdapat tujuh karakteristik primer budaya organisasi, yaitu : 1 Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko. 2 Perhatian kerincian. Sejauh mana karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian. 3 Orientasi hasil. Sejauh mana manjemen fokus pada hasil bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu. 4 Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu. 5 Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim bukan individu-individu. 6 Keagresifan. Sejauh mana orang–orang itu agresif dan kompetitif. 7 Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan. Mengadopsi dari Luthans dalam Purwanto dkk., 2001, mengemukakan paling tidak terdapat enam karakteristik budaya organisasi yang dapat diidentifikasi, yaitu : 1. Kebiasaan sikap dan perilaku yang dapat diamati. Ketika anggota organisasi saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, mereka menggunakan bahasa umum, teknologi dan ritual yang sama. 2. Norma-norma. Standar-standar sikap perilaku ditetapkan termasuk berbagai guideliner terhadap berapa besar suatu pekerjaan dapat dikerjakan. 3. Nilai-nilai dominan. Nilai-nilai umum yang sengaja didorong dan yang menjadi harapan organisasi dimana organisasi dapat menerima dan menerapkan, contoh : loyalitas tinggi, disiplin kerja, kerja efisien dan sebagainya. 4. Filosofi. Kebijakan-kebijakan fundamental yang sengaja diciptakan sebagai landasan moral kerja dan kredo organisasi. Contoh : pembeli adalah raja, we serve better atau setia menemani anda. 5. Aturan-aturan main. Adanya rambu-rambu bagi setiap anggota organisasi dalam berinteraksi dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga roda organisasi berjalan lancar. Terlebih bagi pendatang anggota baru maka ia harus belajar dan menyesuaikan diri terhadap aturan main agar dapat diterima penuh oleh kelompok-kelompok dalam organisasi. 6. Iklim organisasi. Iklim organisasi meliputi keadaan atau kondisi psikologis yang terfokuskan melalui hubungan interaksi antar anggota organisasi secara internal maupun eksternal dengan pihak luar organisasi.

2.1.4. Budaya Perusahaan dan Kinerja

Kotter dan Hesket 2006, dalam penelitiannya yang berjudul “Corporate Culture and Performance” bertujuan untuk menemukan kaitan hubungan antara budaya korporat dan kinerja ekonomi jangka panjang dan apakah hubungan tersebut dapat dieksploitasi untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan. Penelitian yang dilakukan terhadap 207 perusahaan di Amerika Serikat ini dilakukan pada bulan Agustus 1987 sampai Januari 1991. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya mempunyai dampak yang kuat pada prestasi kerja organisasi. Penelitian ini mempunyai empat kesimpulan, yaitu : 1. Budaya perusahaan mempunyai dampak signifikan pada prestasi kerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang. 2. Budaya perusahaan mungkin akan menjadi faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses atau gagalnya perusahaan dalam dekade mendatang. 3. Budaya perusahaan yang menghambat prestasi keuangan yang kokoh dalam jangka panjang adalah tidak jarang. Budaya itu berkembang dengan mudah bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang yang pandai dan bijaksana. 4. Walaupun sulit untuk dirubah, budaya perusahaan dapat dibuat untuk lebih meningkatkan kinerja. Moeljono 2003, menyatakan kinerja karyawan perusahaan akan membaik seiring dengan internalisasi budaya perusahaan. Karyawan yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai budaya perusahaan akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian dalam perusahaan. Persepsi yang mendukung akan mempengaruhi kinerja karyawan. 2.2. Stres 2.2.1. Definisi Stres Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan Handoko, 1987. Menurut Robbins 2001, stres adalah suatu kondisi dinamik pada saat seorang individu dikonfrontasikan dengan sebuah peluang, kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak pasti dan penting. Stres merupakan gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Stres dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut. Reaksi yang diberikan terhadap stres berbeda antara seseorang dengan yang lain. Ada orang yang mungkin sangat adaptif terhadap stres dan ada pula orang yang berperilaku menyimpang akibat stres Brecht, 2000. Davis dan John 1996, stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Stres adalah istilah umum yang diterapkan pada tekanan perasaan hidup manusia. Stres adalah suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan lingkungan, situasi, atau kegiatan eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang Gibson et al., 1996. Stres merupakan keadaan seseorang pekerja yang mengalami tekanan, tuntutan, hambatan, maupun peluang yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mentalnya, yang dapat berdampak baik maupun kurang baik bagi dirinya maupun lingkungannya, terutama lingkungan kerjanya Ie, 2004.

2.2.2. Sumber dan Konsekuensi Stres

Davis dan John 1996, mengatakan bahwa kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stressor, biasanya seseorang mengalami stres karena kombinasi dari beberapa stressors. Suatu telaah yang dilakukan oleh National Institute of Mental Health, melaporkan bahwa sumber utama dari stres karyawan dibagi antara faktor-faktor yang bersifat organisasi dan lingkungan non pekerjaan. Sementara itu beberapa kondisi kerja yang dapat menyebabkan stres kerja adalah : 1. Beban kerja yang berlebihan. 2. Tekanan atau desakan waktu. 3. Kualitas penyelia yang jelek. 4. Iklim politik yang tidak aman. 5. Wewenang yang tidak memadai untuk melaksanakan tanggung jawab. 6. Konflik peran. 7. Perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan. 8. Perubahan tipe, khususnya jika penting dan tidak lazim, misalnya pemberhentian sementara. 9. Frustasi. Stres yang dialami seseorang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan. Menurut Robbins 2001, terdapat tiga kategori stressors, yaitu : 1. Faktor lingkungan. a. Ketidakpastian ekonomi. b. Ketidakpastian politik. c. Ketidakpastian teknologi. 2. Faktor organisasi. a. Tuntutan tugas. b. Tuntutan peran. c. Tuntutan antar pribadi. d. Struktur organisasi. e. Kepemimpinan organisasi. f. Tahap hidup organisasi. 3. Faktor individu. a. Masalah keluarga. b. Masalah ekonomi. c. Kepribadian. Sedangkan konsekuensi stres secara garis besar terbagi menjadi: 1. Gejala fisiologis. Menurut Brecht 2000, ada dua sistem dalam tubuh yang mempengaruhi reaksi fisik dan fisiologis terhadap faktor penyebab stres, yaitu sistem saraf otonomi dan sistem endokrine. Jika bagian-bagian otak dibebani oleh stres yang berlebihan maka kedua sistem tersebut akan merangsang tindakan dan reaksi yang berlebihan sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi sistem di dalam tubuh, seperti sistem kekebalan tubuh. Selanjutnya akan timbul gejala-gejala fisik seperti sakit kepala, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. 2. Gejala psikologis. Stres yang dialami pekerja dapat menyebabkan terjadinya kecemasan, depresi dan berkurangnya kepuasan kerja. Menurut Hawari 2002, kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, sedangkan depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam serta berkelanjutan sehingga kegairahan hidup hilang. 3. Gejala perilaku. Stres yang dialami pekerja dapat menyebabkan perubahan dalam produktivitas, tingkat absensi dan tingkat perputaran pekerja. Menurut Cooper, et al. 1995, gejala stres yang menjelma dalam wujud perilaku mencakup; a perasaan, seperti bingung, cemas, sedih dan kehilangan semangat; b. kesulitan dalam berkonsentrasi, berpikir jernih dan membuat keputusan; dan c hilangnya kreativitas, gairah dalam penampilan dan minat terhadap orang lain. Gambar 1. Model stres Robbins, 2001 Sumber Potensial Faktor lingkungan • Ketidakpastian ekonomi • Ketidakpastian politik • Ketidakpastian teknologi Faktor organisasi • Tuntutan tugas • Tuntutan peran • Tuntutan peran • Tuntutan antarpribadi • Struktur organisasi • Kepemimpinan organisasi • Tahap hidup organisasi Faktor individu • Masalah keluarga • Masalah ekonomi • Kepribadian Perbedaan Individual • Persepsi • Pengalaman kerja • Dukungan sosial • Keyakinan akan locus of control • Sikap bermusuhan Stress yang dialami Konsekuensi Gejala fisiologis • Sakit kepala • Tekanan darah tinggi • Penyakit jantung Gejala psikologis • Kecemasan • Depresi • Penurunan kepuasan kerja Gejala perilaku • Produktivitas • Absensi • Tingkat perputaran karyawan Sementara itu, Gibson, et al. 1996, mengartikan stressor sebagai kejadian eksternal yang potensial, tetapi tidak selalu berarti membahayakan individu. Masih menurut Gibson, et al. 1996, terdapat empat stressors di tempat kerja, yaitu : 1. Stressor lingkungan fisik. Merupakan masalah-masalah dalam pekerjaan yang berkaitan dengan lingkungan fisik tempat kerja, seperti masalah sinar, kebisingan, temperatur dan udara kotor. 2. Stressor individu. Merupakan stressor yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung atas individu. Beberapa yang termasuk kedalam stressor individu, yaitu : a. Konflik peranan, dimana seorang karyawan dihadapkan pada konflik peranan jika dua perangkat harapan atau lebih berlawanan satu dengan yang lainnya. b. Ketaksaan peran, dimana karyawan tidak tahu apa yang harus dilakukan, menjadi bingung dan tidak yakin. c. Beban layak, terdapat dua jenis beban layak yaitu kualitatif dan kuantitatif. Beban layak kualitatif terjadi jika individu merasa bahwa ia kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan atau standar pekerjaan yang terlalu tinggi. Beban layak kuantitafif, terjadi jika individu merasa tidak cukup waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. 3. Stressor kelompok. Keefektifan setiap organisasi dipengaruhi oleh sifat hubungan antara kelompok. Terdapat banyak karakteristik kelompok yang dapat menjadi stressor kuat bagi individu. Hubungan yang baik diantara anggota suatu kelompok kerja merupakan faktor sentral bagi kesejahteraan individu. Hubungan yang buruk mencakup rendahnya kepercayaan, rendahnya dukungan dan rendahnya minat untuk mendengarkan dan mencoba menanggulangi masalah yang dihadapi seorang karyawan. 4. Stressor keorganisasian. Meliputi ketiadaan partisipasi, karakteristik pekerjaan, struktur organisasi, tingkat jabatan dan ketiadaan kebijaksanaan yang jelas.

2.2.3. Stres dan Kinerja

Menurut Brecht 2000, stres tidak selalu berkonotasi negatif dan dapat merupakan motivator yang sangat penting serta berpengaruh. Jika seseorang mencemaskan atau mengkhawatirkan pencapaian suatu tujuan tertentu, maka ia akan berusaha keras untuk mencapainya. Stres dapat mendorong seseorang untuk berprestasi, namun stres yang berlebihan dan tidak terkendali dapat sangat melemahkan dan menyebabkan kehancuran. Wood, et al. 2001, stres mempunyai dua sisi, yaitu stres yang bersifat membangun constructive stress dan stres yang merusak destructive stress. Gambar 2. Model hubungan stres-kinerja Wood et al., 2001 Jika tidak ada stres sama sekali, pekerja akan merasa tidak ada tantangan sehingga kinerjanya cenderung menurun. Jika intensitas stres ditingkatkan sampai tingkat yang optimal moderate, maka tinggi rendah Kinerja individual Constructive stress Destructive stress tinggi akan membantu pekerja untuk mengerahkan segala sumber daya yang ada. Stres pada tingkat yang optimal merupakan suatu rangsangan yang sehat untuk mendorong pekerja agar memberikan tanggapan terhadap tantangan-tantangan pekerjaannya. Namun, jika intensitas stres melebihi batas, maka akan memberikan dampak yang kurang baik bagi pekerja. Stres yang terlalu tinggi akan mengganggu dan merusak fisik dan mental pekerja, sehingga dapat menurunkan kinerja mereka. Hal tersebut juga dapat meningkatkan tingkat absensi dan kecelakaan kerja serta meningkatkan tingkat perputaran karyawan labor turnover dalam perusahaan. Jadi stres yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan pekerja kehilangan kendali atas dirinya karena stres yang terlalu rendah membuat pekerja bersikap santai dan tidak ada kemauan untuk mengembangkan kemampuan dirinya. Sebaliknya stres yang terlalu tinggi mengakibatkan pekerja merasa tertekan dan tidak mampu mengembangkan kemampuan dirinya Wood et al., 2001. Robbins 2001, menyatakan stres tingkat sedang dapat mempunyai pengaruh yang negatif pada kinerja jangka panjang karena intensitas stres yang berkelanjutan tersebut dapat melemahkan sumber energi pekerja. Hal tersebut dapat disebabkan oleh rasa bosan terhadap pekerjaannya. Pihak manajemen perusahaan dapat menghindari hal itu dengan cara melakukan rotasi pekerjaan di antara pekerja. Davis dan John 1996, menggambarkan hubungan stres dan prestasi kerja seperti senar tali sebuah biola. Bila tegangan terlalu kecil atau terlalu besar pada senar, senar itu tidak menghasilkan alunan musik yang serasi. Seperti senar biola, demikian juga halnya karyawan, bila tegangan pada seorang karyawan terlalu tinggi atau rendah, prestasi kerjanya akan cenderung memburuk. 2.3. Kinerja 2.3.1. Definisi Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya Mangkunegara, 2001. Kinerja sebagai fungsi interaksi kemampuan atau ability A, motivasi M dan kesempatan O, yaitu kinerja = f A x M x O sehingga dapat diartikan kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan Robbins, 2001. Rivai dan Ahmad 2005, menyatakan kinerja sebagai hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran serta kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Masih menurut Rivai dan Ahmad 2005, penilaian kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja. Penilaian sebaiknya dikaitkan dengan sumber daya input yang berada dibawah wewenangnya, seperti SDM, keuangan, sarana dan prasarana, metode kerja dan hal lainnya yang berkaitan.

2.3.2. Unsur-unsur Penilaian Kinerja

Nasution 1994, untuk melakukan penilaian kinerja, penetapan unsur yang dinilai harus sesuai dengan jenis pekerjaan karyawan, sehingga tidak terjadi rasa ketidakadilan dan rasa ketidakpuasan para karyawan yang dinilai. Terdapat beberapa unsur yang menjadi tolak ukur dalam penilaian kinerja karyawan, yaitu : tanggung jawab karyawan, loyalitas, disiplin, kesetiaan, kualitas dan kuantitas pekerjaan, kecekatanketerampilan, kecakapan komunikasi dan kerja sama.

2.3.3. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Handoko 1987 menyatakan beberapa tujuan dari penilaian kinerja adalah : 1. Perbaikan prestasi kerja. Memberikan umpan balik yang memungkinkan bagi karyawan, manajer dan departemen personalia dalam pelaksanaan kerja guna membetulkan kegiatan- kegiatan yang telah mereka lakukan untuk memperoleh prestasi yang tinggi. 2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Penilaian prestasi kerja dapat memberikan informasi terhadap perbaikan kerja dan produktivitas karyawan untuk membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi yang lain. 3. Keputusan-keputusan penempatan. Evaluasi prestasi kerja dapat membantu pengambil keputusan untuk kepentingan promosi, transfer dan demosi karyawan yang pada umumnya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu. 4. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. 5. Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karir yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti. 6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia. 7. Ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia. Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia yang diambil tidak tepat. 8. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan- kesalahan tersebut. 9. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi keja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi. 10. Tantangan-tantangan eksternal. Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi keuangan atau masalah-masalah pribadi lainnya. Nasution 1994, untuk mengetahui peningkatan tentang diri karyawan dalam pelaksanaan pekerjaannya adalah melalui penilaian prestasi kerja atau kinerja karyawan. Penilaian kinerja dilaksanakan agar dapat mengetahui prestasi yang diraih oleh karyawan, ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk menetapkan pengembangan atau kenaikan gaji bagi karyawan. Tujuan-tujuan penilaian kinerja, antara lain : 1. Mempunyai atau memberi pengaruh sebagai pemberi motivasi. 2. Merangsang peningkatan dan pengembangan rasa tanggung jawab karyawan. 3. Menumbuhkan rasa ketergantungan kepada perusahaan. 4. Meningkatkan produktivitas karyawan apabila mereka tahu maksud dan tujuan penilaian yang dilaksanakan. 5. Mengukur sejauh mana peningkatan yang dicapai oleh setiap karyawan dari waktu ke waktu dengan cara membandingkan penilaian kinerja sebelumnya dengan sekarang. 6. Mengantisipasi kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan karyawan. Rivai dan Ahmad 2005, mengemukakan tujuan penilaian kinerja secara umum adalah : 1. Kriteria studi validasi. 2. Menentukan kebutuhan-kebutuhan pelatihan organisasi. 3. Menekankan kembali struktur kekuasaan. 4. Perencanaan SDM. Sementara itu, manfaat penilaian kinerja bagi karyawan, antara lain : 1. Meningkatkan motivasi. 2. Meningkatkan kepuasan kerja. 3. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka. 4. Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif.

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu

Oktavianti 2001 dalam penelitiannya mengenai hubungan budaya perusahaan dengan motivasi kerja karyawan pada Divisi Finance PT. ISM Bogasari Flour Mills Jakarta. Dihasilkan bahwa faktor-faktor budaya perusahaan yaitu inisiatif individual, toleransi terhadap resiko, integrasi, dukungan manajemen, pengawasan, identitas, sistem penghargaan, toleransi terhadap konflik, integritas dan pola komunikasi memiliki hubungan dengan motivasi karyawan pada semua level baik level manajer, asisten manajer, kepala seksi officer, senior staff maupun staff. Faktor budaya perusahaan yang paling erat hubungannya dengan motivasi karyawan yaitu inisiatif individual dan sistem penghargaan. Bahiyah 2005, dalam skripsinya yang berjudul Analisis Hubungan Prestasi Kerja dengan Stres dan Tipe Kepribadian Karyawan Studi Kasus PT KHI Pipe Industries Cilegon, Banten, dihasilkan bahwa stres yang dialami karyawan berpengaruh dan memiliki hubungan yang positif dengan prestasi kerja. Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat stres yang dialami oleh karyawan maka semakin tinggi pula prestasi kerja karyawan. Variabel indikator stres yang paling dominan adalah sumber stres stressor dibandingkan gejala stres. Wulandari 2006 melakukan penelitian mengenai hubungan faktor budaya perusahaan dengan disiplin kerja karyawan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Dihasilkan bahwa secara keseluruhan nilai-nilai budaya perusahaan yang diterjemahkan dalam Lima Nilai Semangat Kerja dan Sepuluh Sikap Kerja memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan disiplin karyawan. Nilai-nilai budaya perusahaan tersebut, yaitu profesionalisme, pertanggungjawaban, efektif dan efisien, integritas, peningkatan kemampuan, pemberdayaan, koordinasi, keteladanan, konsisten, penghargaan terhadap SDM, antisipatif dan responsif, kemauan berubah, kepuasan pelanggan dan fokus.

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1.

Kerangka Pemikiran Penelitian 3.1.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Demi mencapai visi dan misi yang ada serta menghadapi persaingan yang terjadi saat ini, tentunya menuntut PT. Pos Indonesia Persero untuk mampu bertahan dan senantiasa meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia SDM. Hal ini juga sangat disadari oleh Kantor Pos Jakarta Selatan, khususnya Divisi Pemasaran dan Business, Mail and Services BMS, dimana mereka menyadari bahwa SDM bagi perusahaan merupakan sumber daya yang utama, karena kemampuan dan kualitasnya sangat menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Agar dapat diperoleh sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan suatu pendekatan yang dapat meningkatkan kinerja para karyawan. Suatu pendekatan pada kebijaksanaan keputusan peningkatan kinerja karyawan dapat dilakukan dengan studi tentang budaya perusahaan. Penilaian terhadap nilai-nilai budaya perusahaan memiliki hubungan dengan kinerja karyawan dan dapat mempengaruhi kinerja karyawan sehingga mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Delapan butir nilai-nilai utama budaya perusahaan PT Pos Indonesia Persero yang akan dikaji yaitu 1. selalu berusaha mencapai yang terbaik, 2. senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman, 3. bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berkepentingan, 4. menjunjung tinggi semangat kerja sama dalam kelompok, 5. menghargai kreativitas pribadi, 6. ikatan lestari diantara seluruh jajaran insan Pos Indonesia beserta seluruh keluarga, 7. perhatian yang tulus dan 8. bangga sebagai insan Pos Indonesia. Pengkajian nilai-nilai utama budaya perusahaan PT. Pos Indonesia Persero akan dilakukan berdasarkan pada landasan kajian nilai-nilai