3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu bulan Januari sampai dengan Maret 2007 pada Divisi Pemasaran dan Bussiness, Mail and Services
BMS Kantor Pos Jakarta Selatan, yang berlokasi di Jalan Rumah Sakit Fatmawati No 10 Jakarta 12430.
3.3. Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan, yaitu sebanyak 35 orang. Pengambilan
sampel ditentukan dengan menggunakan metode sensus yaitu populasi diambil secara keseluruhan sehingga jumlah sampel sama dengan jumlah
populasi Nazir, 1988.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak manajemen serta beberapa
karyawan dan kuesioner yang diberikan kepada karyawan Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan. Data sekunder diperoleh dari studi
pustaka yang disesuaikan dengan penelitian. Kuesioner disebarkan kepada 35 responden yang merupakan karyawan
pada Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan. Kuesioner terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian pertama berisikan identitas responden dan
bagian kedua berisikan item-item pertanyaan dari variabel-variabel yang dikaji budaya perusahaan, stressors kerja dan kinerja karyawan. Lampiran
kuesioner penelitian ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 3. Selanjutnya setiap pertanyaan yang telah dijawab responden diberi bobot
dengan menggunakan skala Likert, dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Nilai 5 bila memilih jawaban SS Sangat Setuju b.
Nilai 4 bila memilih jawaban S Setuju c.
Nilai 3 bila memilih jawaban CS Cukup Setuju d.
Nilai 2 bila memilih jawaban KS Kurang Setuju e.
Nilai 1 bila memilih jawaban TS Tidak Setuju
3.5. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan software SPSS 13 for Windows. Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang dapat
digolongkan sebagai variabel bebas dan variabel terikat. Nilai-nilai budaya perusahaan dan stressors kerja dikategorikan sebagai variabel bebas
variabel pengaruh dan kinerja karyawan yang dikategorikan sebagai variabel tidak bebas variabel terpengaruh. Kedua variabel tersebut diamati
dengan menggunakan alat ukur berupa daftar pertanyaan kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dari responden.
Setiap jawaban responden dari pertanyaan dalam kuesioner diberikan bobot. Cara menghitung bobot rataan menurut Mangkuatmodjo 2003,
adalah sebagai berikut :
∑ ∑
= fi
wi fi
x .
Dimana : X = bobot rata-rata
fi = frekuensi
wi = bobot
Langkah selanjutnya adalah sebaran persepsi responden terhadap kinerja karyawan, nilai-nilai budaya perusahaan dan stressors kerja
dimasukkan kedalam beberapa kelas K. Walpole 1995, untuk menghitung banyaknya kelas dapat menggunakan rumus sebagi berikut :
K = N , dengan N adalah banyaknya data, sehingga diperoleh :
K = 35 = 5,91 = 5.
Lima kelas tersebut, yaitu sangat baiksangat tinggi, baiktinggi, cukup baikcukup tinggi, kurang baikkurang tinggi, dan tidak baiktidak tinggi.
Range R dari data-data yang ada, diperoleh dari nilai maksimum – nilai minimum. Sedangkan lebar kelas C diperoleh dari range dibagi dengan
banyaknya kelas. Sehingga nilai C ini dapat diperoleh dari perhitungan rumus berikut :
K R
C =
8 ,
5 4
5 1
5 =
= −
= C
Berdasarkan perhitungan di atas, maka posisi keputusan persepsi responden terhadap kinerja karyawan, nilai-nilai budaya perusahaan dan
stressors kerja dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Posisi keputusan persepsi responden
Bobot Nilai Persepsi Responden
1,0 – 1,8 Tidak BaikTidak Tinggi
1,8 – 2,6 Kurang BaikKurang Tinggi
2,6 – 3,4 Cukup BaikCukup Tinggi
3,4 – 4,2 BaikTinggi
4,2 – 5,0 Sangat BaikSangat Tinggi
3.5.1. Uji Validitas Kuesioner
Uji validitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur kuesioner mengukur apa yang ingin diukur atau apakah
alat ukur tersebut sudah tepat mengukur apa yang akan diukur. Asumsi pokok dari uji validitas ini adalah setiap pertanyaan saling
berkaitan satu dengan yang lainnya, dan setiap pertanyaan juga berhubungan dengan obyek yang akan diteliti. Uji validitas
menggunakan rumus korelasi product moment. Umar 2005, rumus dari korelasi product moment yang digunakan, yaitu :
∑ ∑
∑ ∑
∑ ∑
∑
− −
− =
2 2
2 2
y y
n x
x n
y x
xy n
r
hitung
Dimana : r = angka korelasi.
X = skor pertanyaan.
Y = skor total.
n = jumlah responden.
Setelah mendapatkan
r
hitung,
selanjutnya dibandingkan dengan r
tabel
dan ditarik kesimpulan. Koefisien korelasi tabel yang diambil adalah taraf nyata
α 10 dengan derajat bebas db = n – 2. Untuk mengetahui apakah masing-masing pertanyaan valid, maka nilai r
hitung
harus lebih besar dari r
tabel
dan nilai peluang p α,. Selanjutnya
pertanyaan yang tidak valid dibuang dan tidak dimasukkan dalam pembahasan.
3.5.2. Uji Reliabilitas Kuesioner
Uji ini digunakan untuk mengetahui tingkat reliabilitas data yang dihasilkan oleh suatu instrumen, artinya menunjukkan
kestabilan hasil pengukuran, bila alat tersebut digunakan pada kelompok yang sama pada saat yang berbeda. Menurut Singarimbun
dan Effendi 1989, reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan teknik belah dua. Cara menghitung reliabilitas dengan teknik belah dua,
yaitu : 1.
Menyajikan alat ukur kepada sejumlah responden, kemudian dihitung validitas jawabannya. Jawaban-jawaban yang valid
dikumpulkan menjadi satu dan yang tidak valid dibuang. 2.
Membagi jawaban-jawaban yang valid tersebut menjadi dua belahan. Membelah alat pengukur dilakukan dengan cara random
atau berdasarkan nomor ganjil dan genap. 3.
Skor untuk masing-masing belahan dijumlahkan. 4.
Mengkorelasikan skor total belahan pertama dengan skor belahan kedua dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment.
5. Mencari reliabilitas untuk seluruh tanggapan responden dengan
mengkoreksi angka korelasi yang diperoleh dengan cara memasukkan ke rumus :
tt r
tot r
tot r
. 1
. 2
. +
=
Dimana : r.tot = angka reliabilitas seluruh jawaban.
r. tt = angka korelasi belahan pertama dan kedua.
Uji reliabilitas ini dilakukan pada taraf nyata α 10 . Apabila
nilai r
hitung
r
tabel
dan nilai peluang p α, maka korelasi tersebut
nyata, atau dengan kata lain kuesioner tersebut adalah andal. Apabila nilai r
hitung
r
tabel
dan nilai p α, maka korelasi tersebut tidak nyata,
atau dengan kata lain kuesioner tersebut adalah tidak andal.
3.5.3. Korelasi Rank Spearman
Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain,
khususnya untuk data ordinal. Tahapan kerja pengolahan data kuesioner untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan adalah sebagai berikut : 1.
Memberi skor pada masing-masing jawaban responden berdasarkan bobot tertentu pada setiap jawaban dengan skala
Likert. 2.
Memindahkan jawaban dari lembar kuesioner ke lembar tabulasi dan menghitung nilai total dari masing-masing variabel dengan
program komputer Microsoft Excel. 3.
Memindahkan data ke lembar kerja untuk diolah dan dianalisis dengan menggunakan bantuan software SPSS 13 for Windows
dan menggunakan model uji korelasi Rank Spearman. Umar 2005, rumus koefisian korelasi Rank Spearman yang digunakan
adalah sebagai berikut : 1
6 1
2 2
− −
=
∑
n n
d r
i s
Dimana : r
s
= koefisien
korelasi Rank Spearman.
d
i 2
= selisih antara rank bagi X dan Y. n
= banyaknya pasangan data.
Besarnya nilai r terletak antara -1 r 1, artinya : r = +1 Hubungan X dan Y sempurna positif mendekati 1, hubungan
sangat kuat dan positif. r = -1 Hubungan X dan Y sempurna negatif mendekati -1, hubungan
sangat kuat dan negatif. r = 0 Hubungan X dan Y lemah sekali atau tidak ada hubungan.
Menurut Sugiyono 2004, batasan yang digunakan untuk mengkategorikan nilai r
s
yaitu sebagai berikut : Tabel 2. Rentang keeratan hubungan nilai r
Interval Koefisien Keeratan Hubungan
0,00 ≤ r 0,20
Sangat rendah 0,20
≤ r 0, 40 Rendah
0,40 ≤ r 0,60
Sedang 0,60
≤ r 0, 80 Kuat
0,80 ≤ r 1, 00
Sangat Kuat Perumusan Hipotesis :
Hipotesa 1 : Ho
: Tidak ada hubungan antara nilai-nilai budaya perusahaan dengan kinerja karyawan.
H
1
: Ada hubungan antara nilai-nilai budaya perusahaan dengan kinerja karyawan.
Hipotesa 2 : Ho
: Tidak ada hubungan antara stressors kerja dengan kinerja karyawan.
H
1
: Ada hubungan antara stressors kerja dengan kinerja karyawan.
Untuk menguji hubungan hipotesis nol Ho, kriterianya adalah : Terima Ho : Jika nilai peluang p
α. Tolak Ho : Jika nilai peluang p
α. Adapun taraf nyata
α yang dipilih adalah 0,1 10, karena angka ini dinilai cukup ketat untuk mewakili hubungan antara dua variabel.
3.5.4. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi berganda merupakan model analisis yang bertujuan mencari besarnya pengaruh peubah bebas terhadap peubah
tidak bebas atau berkenaan dengan studi ketergantungan satu peubah peubah tidak bebas pada satu atau beberapa peubah lain peubah
bebas. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, karena peubah bebas lebih dari satu.
Rumus yang digunakan dalam analisis regresi berganda ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Nazir 1988 :
Y = a + a
1
x
1
+ a
2
x
2
+ …+ a
k
x
k
, dimana : Y
= peubah tidak bebas kinerja karyawan. a
= konstanta.
a
1
,a
2,
…,a
k
= koefisien arah garis regresi. x
= peubah bebas budaya perusahaan dan stressors kerja.
a Koefisien Determinasi R
2
. Koefisien determinasi digunakan untuk menguji hubungan peubah
X terhadap Y. Persamaan koefisien determinasi seperti dikemukakan Nazir 1988 adalah :
∑ ∑
∑
+ =
2 2
2 1
1 2
y y
x a
y x
a R
b. Uji F.
Uji Fisher F-test ini dugunakan untuk menguji secara serentak apakah budaya perusahaan dan stressors kerja berpengaruh
terhadap kinerja karyawan. Rumus yang digunakan dalam analisis ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono 2004 :
1 1
2 2
− −
− =
k n
R k
R F
Dimana, R = koefisien korelasi ganda.
k = jumlah peubah bebas.
n = jumlah anggota contoh.
Taraf nyata α : 10 .
Hipotesa yang digunakan : H
: budaya perusahaan
dan stressors
kerja secara bersama- sama tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
H
1
: budaya perusahaan dan stressors kerja secara bersama-
sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Keputusan diambil dengan ketentuan berikut :
1. Jika nilai signifikansi
α maka H ditolak.
2. Jika nilai signifikansi
α maka H diterima.
c. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji konstanta dari setiap peubah bebas. Hal ini berarti bahwa uji t dapat mengetahui apakah peubah
bebas secara individu mempunyai pengaruh yang berarti terhadap peubah tidak bebas. Untuk mencari t
hitung
digunakan rumus :
i i
hit
Sb b
t =
Dimana, b
i
= koefisien regresi masing-masing peubah. Sb
i
= simpangan baku dari b
i
10 . Hipotesa yang digunakan :
Hipotesa 1 : H
: tidak ada pengaruh dari budaya perusahaan terhadap kinerja karyawan.
H
1
: ada pengaruh dari budaya perusahaan terhadap kinerja
karyawan. Hipotesa 2 :
H : tidak ada pengaruh dari stressors kerja terhadap kinerja
karyawan. H
1
: ada pengaruh dari stressors kerja terhadap kinerja
karyawan. Keputusan diambil dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Jika nilai signifikansi
α, maka H ditolak.
2. Jika nilai signifikansi
α, maka H diterima.
1V. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Gambaran Umun Perusahaan 4.1.1. Sejarah Singkat PT. Pos Indonesia Persero
Pada tanggal 26 Agustus 1746 Gubernur Jenderal G.W Baron mendirikan kantor pos pertama di Jakarta. Kantor pos ini didirikan
untuk memperlancar arus surat menyurat selama era kolonial Belanda.
Peranan kantor pos semakin penting dan berkembang setelah penemuan teknologi telegrap dan telepon Jawatan PTT berdasarkan
Statblaad No. 395 Tahun 1906. Sejak dikeluarkannya Undang-
Undang Perusahaan Hindia Belanda Indische Bedrijventwet pada tahun 1907, Jawatan PTT dikelola oleh Departemen Perusahaan-
Perusahaan Pemerintah Departemen Van Gouvernementsbedrijven. Jawatan PTT Republik Indonesia berdiri secara resmi pada
tanggal 27 September 1945 setelah dilakukan pengambilalihan kantor pusat PTT di Bandung oleh Angkatan Muda PTT AMPTT
dari Pemerintahan Militer Jepang. Dalam peristiwa tersebut gugur sekelompok pemuda anggota AMPTT dan tanggal tersebut menjadi
tonggak sejarah berdirinya Jawatan PTT Republik Indonesia serta diperingati setiap tahun sebagai Hari Bakti PTT dan kemudian
menjadi Hari Bakti Parpostel. Perubahan status Jawatan PTT terbagi lagi menjadi Perusahaan
Negara Pos dan Telekomunikasi PN Postel berdasarkan Peraturan Pemerintah PP No. 240 Tahun 1961. Agar diperoleh kebebasan
yang lebih luas dalam mengembangkan usaha selanjutnya PN Postel dipecah menjadi dua badan usaha yang berbeda, masing-masing PN
Pos dan Giro dan PN Telekomunikasi berdasarkan PP No. 29 Tahun 1965 dan PP No. 30 Tahun 1965. Selanjutnya dengan
dikeluarkannya Undang–Undang No. 9 Tahun 1969, status Badan Usaha Perusahaan Negara dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1. Perusahaan Jawatan Perjan. 2. Perusahaan
Umum Perum.
3. Perusahaan Perseroan Persero. Status PN Pos dan Giro diubah menjadi Perum berdasarkan PP
No. 9 Tahun 1978. Sehubungan dengan terjadinya perubahan- perubahan dalam iklim usaha, status sebagai Perum disempurnakan
khususnya menyangkut tata cara pembinaan dan pengawasan. Menghadapi pertumbuhan dunia usaha yang semakin marak
dan penuh persaingan, diperlukan penyesuaian status badan usaha yang fleksibel dan dinamis agar mampu mengembangkan pelayanan
yang lebih baik. Perubahan status Perum Pos dan Giro menjadi PT. Pos Indonesia Persero dilaksanakan berdasarkan PP No 5 Tahun
1995 pada tanggal 20 Juni 1995.
4.1.2. Sejarah Singkat Kantor Pos Jakarta Selatan
Pos dan Giro adalah suatu perusahaan yang bersifat desentralisasi, dimana setiap wilayah propinsi mempunyai kantor
wilayah. Sama halnya untuk wilayah DKI Jakarta, Pos dan Giro mempunyai Kantor Wilayah Kanwil yang berlokasi di Jalan
Gedung Kesenian No. 2 Jakarta Pusat. Kantor wilayah ini dibawahi beberapa kantor pos diantaranya Kantor Pos Besar 1 Jakarta Selatan.
Kantor Pos Besar 1 Jakarta Selatan pada mulanya berada di Jalan Kyai Maja No. 41 yang dikenal dengan nama Kantor Pos
Majestik. Perkembangan yang begitu pesat sehingga perlu pengembangan yang baik, baik sarana maupun prasarananya,
sehingga pada tanggal 2 Januari 1975 pindah ke gedung baru yang berlokasi di Jalan Kapten Tendean No. 43 Mampang.
Wilayah Jakarta Selatan yang kian berkembang diiringi dengan perkembangan Kantor Pos dan peningkatan jumlah karyawannya,
maka dibangunlah gedung baru yang berlokasi di Jalan Rumah Sakit Fatmawati No. 10 sebagai Kantor Pos Besar 1 Jakarta Selatan yang
diresmikan pada tanggal 7 Mei 1987 oleh Menteri Parpostel, Bapak
Ahmad Tahir dan secara resmi gedung ini mulai beroperasi pada tanggal 16 Juli 1987 hingga sekarang untuk melayani kegiatan
pengguna jasa pos. Saat ini, Kantor Pos Jakarta Selatan kini memiliki 15 divisi
dengan total karyawan berjumlah 839, yang terdiri dari 712 karyawan Kantor Pos Pusat Jakarta Selatan dan 127 karyawan
Kantor Pos Cabang yang tersebar di 39 wilayah di daerah Jakarta Selatan. Wilayah-wilayah tersebut, yaitu : Walikota 12110A,
Gunung 12120A, Gandaria Utara 12140A, Darmawangsa 12160A, Rawa Barat 12180A, Sumitmas Tower 12190A, Grogol Utara
12210A, Grogol Selatan 12220A, Cipulir 12230A, Kebayoran Lama 12240A, Ulujami 12250A, Petukangan 12260, Pondok Pinang
12310A, Pondok Indah 12310B, Bintaro 12330A, Cilandak 12430A, Lebak Bulus 12440A, Pondok Labu 12450A, Pejaten 12510A, Pasar
Minggu 12520A, IIP 12560A, CCE 12560B, Lenteng Agung 12610A, Srengseng Sawah 12640A, Kemang 12730A, Kalibata
12740A, Duren Tiga 12760A, Pengadegan 12770A, Tebet Barat 12810A, Tebet Timur 12820A, Kebon Baru 12830A, Bukit Duri
12840A, Setiabudi 12920A Metropolitan II 12920B, Setiabudi Building
12920C, Central Plaza 12930A, Centre Point 12950A, Astek 12950B dan Guntur 12980A. Jumlah karyawan Kantor Pos
Jakarta Selatan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah karyawan Kantor Pos Jakarta Selatan akhir
Desember 2006
No JabatanBagian Divisi
Jumlah
1 Kepala Kantor Pos Jakarta Selatan
1 2 Senior
Manajer Wakil
1 3 SDM
12 4 Akuntansi
4 5
Sentral Giro Gabungan SGG 6
6 Sarana 7
7 Book Office
BO 6
8 Bina Mutu Layanan BML
7 9 Pelayanan
Keagenan 11
10 Pelayanan Pos
20 11
Pemasaran dan BMS 35
12 Bendahara 5
13 Unit Pelayanan Luar UPL
14 14
PKK Loket Ekstensi dan Sopir 54
15 Bisnis Logistik
13 16
Pelayanan Peka Waktu 65
17 Pengolahan 49
18 Antaran 334
19 Karyawan Kantor Pos Cabang
127 Jumlah 839
Sumber : Kantor Pos Jakarta Selatan, 2006
4.1.3. Visi, Misi, Falsafah dan Motto PT. Pos Indonesia Persero
PT. Pos Indonesia Persero memiliki visi, misi ,falsafah dan motto sebagai berikut :
1. Visi PT. Pos Indonesia Persero : Menjadi penyedia sarana komunikasi kelas dunia dalam bentuk
layanan yang profesional dan paripurna, serta peduli terhadap
lingkungan, sehingga mampu berkembang sesuai dengan konsep bisnis yang sehat.
2. Misi PT. Pos Indonesia Persero : a. Menyediakan sarana komunikasi yang andal dan terpercaya
bagi masyarakat dan pemerintah guna menunjang pembangunan nasional serta memperkuat kesatuan dan
keutuhan bangsa dan negara. b. Mengembangkan usaha yang bertumpu pada peningkatan
mutu pelayanan melalui penerapan IPTEK tepat guna untuk mencapai kepuasan pelanggan serta memberikan nilai tambah
yang optimal bagi karyawan, pemegang saham, masyarakat dan mitra kerja.
3. Falsafah PT. Pos Indonesia Persero : Pos Indonesia senantiasa berupaya untuk meningkatkan mutu
layanan yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan dengan memperhatikan efisiensi, efektivitas dan produktivitas sumber
daya serta kemampulabaan usaha melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Motto PT. Pos Indonesia Persero : a. Tepat waktu punctual.
b. Tepat sasaran accurate. c. Terpercaya reliable.
4.1.4. Kedudukan, Tugas Pokok, Tujuan dan Bidang Usaha PT. Pos
Indonesia Persero
Mengacu pada SK Direksi PT. Pos Indonesia Persero KD70DIRUT1105, PT. Pos Indonesia Persero adalah BUMN
yang dipimpin oleh suatu direksi dimana direksi tersebut bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham RUPS.
PT. Pos Indonesia Persero mempunyai tugas pokok melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program Pemerintah di bidang
ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, serta pelayanan di bidang jasa pos dan giro bagi masyarakat baik di dalam maupun di
luar wilayah Indonesia dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas pada khususnya.
Tugas pokok PT. Pos Indonesia Persero meliputi tiga kegiatan usaha, yaitu :
1. Usaha jasa pos dan giro. 2. Usaha jasa komunikasi, jasa logistik, jasa keuangan, jasa
keagenan dan filateli yang merupakan core business dari PT. Pos Indonesia Persero dan menunjang penyelenggaraan usaha jasa
pos dan giro sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Usaha pemanfaatan dan pengembangan sumber daya yang
dimiliki untuk menunjang kegiatan usaha PT. Pos Indonesia Persero.
4.1.5. Struktur Organisasi PT. Pos Indonesia Persero
Organisasi PT. Pos Indonesia Persero disusun dalam tiga tingkat, yaitu di tingkat pusat, tingkat wilayah dan tingkat unit
pelaksana bisnis. PT. Pos Indonesia Persero dipimpin oleh suatu direksi. Direksi PT. Pos Indonesia Persero adalah satu kesatuan
yang utuh dimana segala sesuatu yang bersifat strategis diputuskan sebagai keputusan bersama secara musyawarah dan mufakat serta
menjadi tanggung jawab bersama. Direksi PT. Pos Indonesia terdiri dari Direktur Utama, Direktur Bisnis Komunikasi, Direktur Bisnis
Jasa Keuangan, Direktur Bisnis KurirOperasi, Direktur Keuangan dan Direktur SDM. Struktur organisasi PT. Pos Indonesia Persero
secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.1.6. Struktur Organisasi Kantor Pos Jakarta Selatan
Kantor Pos Jakarta Selatan dipimpin oleh seorang Kepala Kantor dan seorang Senior Manajer wakil. Kepala Kantor dan
Senior Manajer tersebut membawahi 15 manajer divisi, yaitu Manajer Divisi Pelayanan Keagenan Yan Gen, Pelayanan Pos Yan
Pos, Giro, Unit Pelayanan Luar UPL, Mutu, Pelayanan Peka
Waktu PPW, Pengolahan, Antaran, Pelayanan Logistik Yan Log, Pemasaran dan BMS Business, Mail and Services, Keuangan,
Akuntansi, SDM, Sarana dan Teknologi Sistem Informatika Teksif, serta beberapa Kantor Pos Cabang. Struktur organisasi Kantor Pos
Jakarta Selatan secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2. Penelitian ini dilakukan di Divisi Pemasaran dan BMS.
Adapun penjabaran tugas dan tanggung jawab karyawan Divisi Pemasaran dan BMS ini, antara lain :
a. Mengoptimalkan kegiatan internal marketing. b. Memberikan kontribusi berupa konsep teknis maupun strategi
berkaitan dengan pembinaan pelanggan lama maupun usaha pelanggan baru.
c. Bertanggung jawab atas segala kegiatan dinas di bagian pos plus. d. Mengawasi dan mengkoordinasikan kegiatan pekerjaan di bagian
pos plus meliputi penerimaan, pengiriman dan pelanggan. Pemrosesan pengiriman dimulai dari perhitungan, penimbangan,
pentarifan, pemeriksaan silang antar kiriman dengan daftar pengantar, penggantungan kiriman ke bagian pengolahan,
pembukuan dan penagihan.
4.2. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Divisi Pemasaran dan Business, Mail and Services BMS, yang berjumlah 35
orang. Karakteristik responden ditinjau dari segi usia, pendidikan, jenis kelamin dan masa kerja.
4.2.1. Usia Responden
Usia responden pada dasarnya berkaitan dengan pengalaman kerja karyawan dan menentukan kinerja karyawan. Tingkat usia yang
berbeda dapat mempengaruhi karyawan dalam menerapkan nilai- nilai budaya perusahaan dan mengendalikan stressors kerja yang
ada. Berdasarkan Gambar 5 di bawah ini, dapat dilihat bahwa 16 orang 46 responden berusia sekitar 31-40 tahun, 12 orang
34 responden berusia dibawah atau sama dengan 30 tahun, 5 orang 14 responden berusia sekitar 41-50 tahun dan 2 orang
6 responden berusia diatas 50 tahun.
Gambar 5. Karakteristik responden berdasarkan usia
4.2.2. Pendidikan Responden
Berdasarkan tingkat pendidikan responden, 27 orang 77 adalah lulusan SMA, 5 orang 14 lulusan D3, 2 orang
6 lulusan S1 dan 1 orang 3 yang hanya lulusan SMP. Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen, sebagian besar
responden adalah lulusan SMA, yang berarti bahwa pengetahuan dan pemahaman responden terhadap nilai-nilai budaya perusahaan
maupun pengendalian terhadap stressors kerja yang ada cukup baik, sehingga dapat memberikan jawaban yang diharapkan pada lembar
kuesioner yang dibagikan.
12 16
5 2
5 10
15 20
Jumlah
≤ 30 31 - 40
41 - 50 50
Kategori Usia tahun
Usia Responden
Gambar 6. Karakteristik responden berdasarkat tingkat pendidikan
4.2.3. Jenis Kelamin Responden
Dilihat dari jenis kelamin responden, Divisi Pemasaran dan BMS ini didominasi oleh laki-laki yaitu sebanyak 26 orang
74 . Ini merupakan nilai yang sangat besar jika dibandingkan dengan responden perempuan yang hanya berjumlah 9 orang
26 . Jumlah karyawan laki–laki yang jauh lebih besar dibandingkan dengan karyawan perempuan ini dapat dimengerti
karena sebagian besar kegiatan yang dilakukan oleh Divisi Pemasaran dan BMS bersifat operasional, seperti melakukan
perjalanan untuk mencari dan menjalin kerja sama dengan pelanggan, sehingga dalam menjalankan pekerjaannya memerlukan
kekuatan fisik yang besar.
Gambar 7. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
1 27
5 2
5 10
15 20
25 30
Jumlah
SD SMP
SMA D3
S1 S2
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Responden
26
9 5
10 15
20 25
30
Jumlah
Laki-laki Perempuan
Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Responden
4.2.4. Masa Kerja Responden
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa responden dengan masa kerja di atas 15 tahun merupakan proporsi yang terbesar yaitu
17 orang 48 . Responden dengan masa kerja antara 6 sampai 10 tahun dan 11 sampai 15 tahun memiliki proporsi yang sama, yaitu
masing-masing sebanyak 8 orang 23 . Sedangkan untuk responden dengan masa kerja kurang atau sama dengan 5 tahun
adalah sebanyak 2 orang 6 . Susanto 1997, masa kerja yang dijalankan karyawan secara umum merupakan ukuran budaya yang
dimiliki. .
Gambar 8. Karakteristik responden berdasarkan masa kerja
4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
4.3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner
Uji validitas kuesioner ini dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana kuesioner mengukur hal yang akan dikaji dalam
penelitian ini. Berdasarkan uji validitas ini akan diketahui apakah pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner memenuhi syarat, sah atau
tidak untuk dijadikan data dalam penelitian. Kuesioner disebarkan kepada 35 responden. Kuesioner yang
disebarkan terdiri dari dua bagian, bagian pertama berisikan pertanyaan-pertanyaan mengenai identitas responden dan bagian
kedua berisikan pertanyaan-pertanyaan mengenai aspek-aspek yang
2 8
8 17
5 10
15 20
Jumlah
≤ 5 6 - 10
11 - 15 15
Masa Kerja tahun
Masa Kerja Responden
diamati, yaitu budaya perusahaan, stressors kerja dan kinerja karyawan, dengan total 65 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut terdiri dari 27 pertanyaan mengenai budaya perusahaan, 20 pertanyaan mengenai stressors kerja dan 18 pertanyaan mengenai
kinerja karyawan. Berdasarkan hasil uji validitas dengan korelasi Product
Moment dan menggunakan software SPSS 13 for Windows,
diperoleh enam pertanyaan yang tidak valid. Pertanyaan tersebut tidak memenuhi syarat sah untuk diolah lebih lanjut, karena skor
masing-masing pertanyaan tidak berkorelasi dengan total skor sebagai ukuran dari masing-masing variabel yang dikaji. Dimana
nilai r
hitung
r
tabel
dan p-value α, dengan r
tabel
sebesar 0,296 dan α
sebesar 0,10 10 . Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibuang dan tidak disertakan dalam pembahasan. Keenam pertanyaan tersebut
yaitu B1, B3, B5, B7, dan B20 untuk pertanyaan mengenai budaya perusahaan dan S7 untuk pertanyaan mengenai stressors kerja. Hasil
uji validitas ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.3.2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan untuk dijadikan sebagai
alat ukur, apabila dilakukan pengulangan pengukuran. Pengujian reliabilitas ini menggunakan teknik belah dua, dimana jika nilai r
hitung
r
tabel
dan nilai p-value α, dengan r
tabel
sebesar 0,296 dan α
sebesar 0,10 10, maka kuesioner yang disebarkan dapat diandalkan untuk dijadikan alat ukur pada penelitian ini.
Hasil pengujian reliabilitas untuk variabel budaya perusahaan diperoleh nilai r
hitung
sebesar 0,833 dan p-value sebesar 0,000. Uji reliabilitas pada variabel pertanyaan stressors kerja diperoleh nilai
r
hitung
sebesar 0,805 dan p-value sebesar 0,000. Begitu juga dengan variabel kinerja karyawan yang menghasilkan nilai r
hitung
sebesar 0,837 dan nilai p-value sebesar 0,000. Nilai r
hitung
yang jauh lebih
besar dari r
tabel
0,296 dan p-value yang jauh lebih kecil dari 0,10, maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner yang disebarkan kepada
responden dapat diandalkan untuk dijadikan alat ukur pada penelitian ini. Selengkapnya hasil uji reliabilitas ini dapat dilihat pada
Lampiran 5.
4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberi kontribusi kepada perusahaan Mathis dan John, 2002. Kinerja karyawan merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan. Kinerja
karyawan yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu sudah selayaknya kinerja karyawan ini mendapat perhatian
yang besar dari manajemen perusahaan. Tinggi rendahnya kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, baik itu faktor positif maupun negatif. Salah satu faktor positif yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan adalah pelaksanaan nilai-nilai budaya
perusahaan dalam lingkungan kerja yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Sedangkan faktor negatif yang dapat mempengaruhi
kinerja adalah adanya stressors kerja yang dapat menimbulkan stres pada karyawan dan pada akhirnya dapat menurunkan kinerja karyawan. Melalui
penelitian ini akan dilakukan analisis hubungan antara nilai-nilai budaya perusahaan dan stressors kerja dengan kinerja karyawan.
Sebelumnya akan diuraikan terlebih dahulu persepsi responden karyawan Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan terhadap
kinerja mereka dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu pelaksanaan nilai-nilai budaya perusahaan dan stressors kerja yang mereka rasakan. Hal–
hal yang akan diukur dalam menggambarkan kinerja karyawan tersebut adalah 1. efektivitas dan efisiensi kinerja karyawan, 2. tanggung jawab
karyawan, 3. disiplin karyawan, 4. kerja sama karyawan, 5. komunikasi karyawan dan 6. loyalitas karyawan.
1 Efektivitas dan efisiensi kinerja karyawan. Efektivitas kinerja karyawan adalah melakukan sesuatu yang tepat
atau kemampuan untuk menentukan tujuan yang tepat, sedangkan efisiensi kinerja karyawan yaitu melakukan sesuatu dengan tepat atau
kemampuan untuk meminimalkan sumber daya dalam mencapai tujuan perusahaan Stoner et al., 1996. Persepsi responden terhadap efektivitas
dan efisiensi kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 4. Bobot nilai sebesar 3,91 menunjukkan persepsi responden bahwa
mereka dapat dengan baik memahami dan menjalankan prosedur dalam menjalankan tugas mereka. Bobot nilai sebesar 3,94 yang diberikan oleh
responden menunjukkan bahwa pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki sudah baik dan mendukung untuk pekerjaan yang mereka
tekuni. Bobot nilai sebesar 3,43 menunjukkan persepsi responden bahwa
mereka sudah baik dalam menampilkan hasil kerja mereka dengan lengkap dan tanpa kesalahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa responden, dapat disimpulkan bahwa mereka berusaha untuk tidak melakukan kesalahan dalam bekerja, mengingat pekerjaan yang
mereka lakukan sangat berkaitan langsung dengan pemakai jasa atau pelanggan yang harus dijaga tingkat kepuasannya. Responden menilai
bahwa kinerja mereka sudah baik dan sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar
3,80. Secara keseluruhan, dengan bobot nilai sebesar 3,77 responden
menilai bahwa efektivitas dan efisiensi kinerja mereka sudah baik. Hal ini menunjukkan bahwa mereka selalu berusaha bekerja dengan efektif
dan efisien sehingga dapat memberikan hasil kerja yang terbaik bagi perusahaan maupun pemakai jasa.
Tabel 4. Persepsi responden terhadap efektivitas dan efisiensi kinerja karyawan
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Pemahaman prosedur
pelaksanaan tugas 10 15 7 3 0 3,91
Baik 2 Pendidikan
dan keterampilan yang
mendukung pekerjaan 8 19 6 2 0 3,94
Baik 3 Menampilkan
hasil kerja yang lengkap
dan tanpa kesalahan 0 17 16 2 0 3,43
Baik 4
Kinerja sesuai standar perusahaan
8 16 8 2 1 3,80 Baik
Total 26 67 37 9 1 3,77
Baik
2 Tanggung jawab karyawan. Tanggung jawab karyawan yang dimaksud disini adalah sikap yang
ditunjukkan oleh karyawan untuk dapat menyelesaikan setiap pekerjaannya dengan baik Nasution, 1994. Persepsi responden terhadap
tanggung jawab karyawan dapat dilihat pada Tabel 5. Bobot nilai sebesar 3,97 yang diberikan oleh responden
menunjukkan bahwa mereka sudah baik dalam menyelesaikan setiap tugas yang diberikan tepat waktu. Karyawan Divisi Pemasaran dan BMS
selalu berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu, mengingat keterlambatan dalam menyelesaikan pekerjaan dapat
mengakibatkan berkurangnya kepuasan pelanggan. Jika terdapat pekerjaan yang belum terselesaikan dan harus segera
diselesaikan, karyawan bersedia lembur untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 3,66. Kerja
lembur yang dilakukan oleh karyawan biasanya dilakukan di luar jam kerja, yaitu mulai pukul 17.00 sampai dengan 22.00 WIB atas
kesepakatan seluruh karyawan dan biasanya dilakukan jika terjadi lonjakan pekerjaan. Persepsi yang sama juga diberikan responden bahwa
mereka sudah memiliki tanggung jawab yang besar dalam bekerja. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 3,94. Karyawan selalu
menyertakan rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya
Bobot nilai sebesar 4,23 menunjukkan persepsi responden bahwa mereka sudah sangat baik dalam mempelajari hal–hal baru yang berkaitan
dengan pekerjaannya. Karyawan belum merasa puas dengan pengetahuan yang dimilikinya sekarang dan masih ingin terus banyak belajar. Hal ini
ditunjukkan dengan rasa antusias karyawan yang cukup besar dalam mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada, baik yang diadakan di dalam
maupun di luar perusahaan. Responden menilai bahwa mereka sudah baik dalam mencari pemecahan atas masalah yang dihadapi. Hal ini
ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,14. Persepsi yang sama juga diberikan responden bahwa mereka sudah baik dalam meneliti setiap hasil
pekerjaan Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,09. Secara keseluruhan responden menilai bahwa mereka sudah baik
dalam melaksanakan setiap pekerjaan mereka dengan penuh tanggung jawab. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,01. Mereka
menyadari akan pentingnya rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan setiap pekerjaan agar dapat mencapai hasil yang maksimal dan
memberikan kepuasan kepada semua pihak, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan.
3 Disiplin karyawan. Disiplin karyawan, yaitu sikap yang ditunjukkan oleh karyawan
untuk mengikuti dan mematuhi pedoman kerja serta aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan Mangkunegara, 2001. Persepsi
responden terhadap disiplin karyawan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan persepsi responden bahwa mereka sudah baik
dalam mematuhi setiap peraturan yang berlaku di perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 3,71. Persepsi yang sama juga
diberikan responden, bahwa mereka sudah baik dalam mematuhi dan memenuhi frekuensi kehadiran sesuai aturan yang berlaku. Karyawan
sudah baik dalam memulai dan mengakhiri jam kerja yang telah
ditentukan, yaitu mulai pukul 08.00 – 16.00 WIB. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 3,83.
Secara keseluruhan, responden menilai bahwa tingkat disiplin karyawan sudah berjalan baik. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai
sebesar 3,77. Tabel 5. Persepsi responden terhadap tanggung jawab karyawan
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Menyelesaikan setiap
tugas dengan tepat waktu
7 21 6 1 0 3,97
Baik 2
Bersedia lembur dalam bekerja
9 12 10 1 3 3,66 Baik
3 Memiliki tanggung
jawab besar dalam bekerja
11 12 11 1 0 3,94 Baik
4 Mempelajari hal-hal
baru yang berkaitan dengan pekerjaan
14 15 6 0 0 4,23
Sangat Baik
5 Mencari pemecahan
atas masalah yang dihadapi
11 18 6 0 0 4,14 Baik
6 Selalu meneliti
hasil pekerjaan
11 17 6 1 0 4,09 Baik
Total 63 95
45 4
3 4,01
Baik
Tabel 6. Persepsi responden terhadap disiplin karyawan
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Patuh terhadap
peraturan perusahaan 7 14 12 1 1 3,71
Baik 2 Frekuensi
kehadiran yang sesuai aturan
4 22 8 1 0 3,83 Baik
Total 11 36
20 2
1 3,77
Baik
4 Kerja sama karyawan. Kerja sama yang dimaksud yaitu suatu kondisi dimana setiap
karyawan saling bertukar pikiran dan saling membantu dalam menyelesaikan pekerjaan. Kerja sama yang baik diantara karyawan
diharapkan akan meningkatkan kinerja karyawan yang pada akhirnya
akan meningkatkan kinerja perusahaan Nasution, 1994. Persepsi responden terhadap kerja sama karyawan dapat dilihat pada Tabel 7.
Responden memberikan bobot nilai sebesar 4,09 untuk adanya kerja sama yang terjalin dengan baik sesama rekan kerja. Pekerjaan di divisi ini
sangat membutuhkan team work yang baik dan hal ini sangat disadari oleh tiap karyawan, dimana karyawan berusaha untuk menciptakan kerja
sama yang baik dengan karyawan lain sebagai rekan kerja. Bobot nilai sebesar 3,69 menunjukkan persepsi responden bahwa dalam
menyelesaikan tugasnya, mereka bersedia untuk memberikan bantuan kepada karyawan lain yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
tugasnya. Secara keseluruhan responden memberikan nilai sebesar 3,89 untuk
kerja sama karyawan. Disini responden menilai bahwa kerja sama yang terjalin antar karyawan sudah berjalan dengan baik.
Tabel 7. Persepsi responden terhadap kerja sama karyawan
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Kerja sama yang baik
dengan rekan kerja 11 16 8 0 0 4,09
Baik 2 Membantu
karyawan lain dalam
menyelesaikan tugas 6 13 15 1 0 3,69
Baik
Total 17 29
23 1
3,89 Baik
5 Komunikasi karyawan. Komunikasi karyawan, yaitu kemampuan karyawan untuk
mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan kepada rekan kerja maupun atasan.Adanya komunikasi yang baik diantara
karyawan akan meningkatkan hubungan kerja sama diantara sesama rekan kerja maupun atasan sehingga kinerja karyawan akan meningkat
Nasution 1994. Persepsi responden terhadap komunikasi karyawan dapat dilihat pada Tabel 8.
Responden menilai bahwa komunikasi diantara rekan kerja sudah terjalin dengan baik. Karyawan dapat saling memahami dan mengerti
informasi yang diberikan dari rekan kerja. Hal ini ditunjukkan dengan
bobot nilai sebesar 3,89. Responden menilai sebesar 3,31 untuk komunikasi dengan atasan. Hal ini menunjukkan, komunikasi karyawan
dengan atasan tidak sebaik komunikasi karyawan sesama rekan kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, dapat ditarik
kesimpulan bahwasanya karyawan masih memiliki sedikit keseganan atau rasa kurang leluasa untuk berkomunikasi dengan atasan mereka.
Secara keseluruhan, responden menilai komunikasi karyawan yang terjalin dalam perusahaan baik komunikasi sesama rekan kerja maupun
komunikasi dengan atasan sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 3,60.
Tabel 8. Persepsi responden terhadap komunikasi karyawan
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Komunikasi baik
dengan rekan kerja 9 13 13 0 0 3,89
Baik 2 Komunikasi
baik dengan atasan
5 10 11 9 0 3,31
Cukup Baik
Total 14 23
24 9
3,60 Baik
6 Loyalitas karyawan. Loyalitas karyawan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kesetiaan karyawan terhadap perusahaan, setiap karyawan merasa memiliki perusahaan sehingga bagaimanapun kondisi perusahaan
karyawan tersebut akan selalu setia bekerja di perusahaan Nasution, 1994. Persepsi responden terhadap loyalitas karyawan dapat dilihat pada
Tabel 9. Bobot nilai sebesar 3,43 yang diberikan oleh responden
menunjukkan bahwa mereka sudah merasa senang dan puas dengan pekerjaannya sekarang. Berdasarkan wawancara dengan beberapa
responden, mereka mengaku menikmati pekerjaan yang dilakukan sekarang ini. Bobot nilai sebesar 2,49 menunjukkan bahwa responden
kurang bersedia untuk tetap bekerja dengan baik, jika gaji yang diterimanya tidak sesuai dengan kinerja yang telah diberikan. Karyawan
mengharapkan adanya imbalan yang sesuai dari perusahaan untuk pekerjaan yang dilakukannnya.
Secara keseluruhan, responden memberikan nilai sebesar 2,96 untuk tingkat loyalitas karyawan. Hal ini menunjukkan persepsi responden
bahwa tingkat loyalitas karyawan terhadap perusahaan sudah cukup baik. Tabel 9. Persepsi responden terhadap loyalitas karyawan
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Senang dan
puas dengan pekerjaan
sekarang 6 9 15 4 1 3,43
Baik 2
Tetap bekerja dengan baik walaupun gaji
tidak sesuai 2 5 7 15 6
2,49 Kurang
Baik
Total 8 14
22 19
7 2,96
Cukup Baik
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat rekapitulasi persepsi responden tehadap kinerja karyawan Tabel 10. Tabel 10 menunjukkan
persepsi responden bahwa kinerja mereka selama ini sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 3,68. Tingkat loyalitas karyawan
perlu mendapat perhatian lebih dari perusahaan mengingat bobot nilai yang diperoleh lebih kecil dibandingkan indikator kinerja lainnya.
Loyalitas karyawan perlu ditingkatkan, karena dengan loyalitas yang tinggi maka karyawan akan bekerja dengan sepenuh hati untuk
memberikan hasil yang terbaik bagi perusahaan. Tabel 10. Rekapitulasi persepsi responden terhadap kinerja karyawan
No Indikator Rataan Penilaian
1 Efektivitas dan Efisiensi Kinerja
Karyawan 3,77 Baik
2 Tanggung Jawab Karyawan
4,09 Baik
3 Disiplin Karyawan
3,77 Baik
4 Kerja Sama
Karyawan 3,89
Baik 5 Komunikasi
Karyawan 3,60
Baik 6
Loyalitas Karyawan 2,96
Cukup Baik
Kesimpulan 3,68 Baik
4.4.1. Faktor Nilai–nilai Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan juga disebut budaya kerja, karena tidak dapat dipisahkan dengan kinerja performance SDM. Budaya perusahaan
yang kuat akan membantu perusahaan memberikan kepastian bagi karyawan untuk berkembang bersama perusahaan dan bersama-sama
meningkatkan kegiatan usaha dalam menghadapi persaingan. Sedangkan budaya perusahaan yang lemah tidak akan memberikan
dorongan kepada karyawan untuk mempunyai keinginan maju bersama perusahaan Susanto, 1997.
Soetjipto 1997, menyatakan bahwasanya bagi perusahaan budaya merupakan “harta” yang sangat berharga karena
kemampuannya untuk mengarahkan perilaku para anggotanya untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Perusahaan yang memiliki budaya
yang tertanam kuatdalam, dapat dipastikan beranggotakan para individu yang bermotivasi dan berkomitmen tinggi untuk senantiasa
meningkatkan kinerja mereka dan akan berusaha sebaik mungkin demi tercapainya tujuan perusahaan.
Terdapat delapan nilai-nilai budaya perusahaan pada PT. Pos Indonesia Persero, yaitu 1. selalu berusaha mencapai yang terbaik,
2. senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman, 3. bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
4. menjunjung tinggi semangat kerja sama dalam kelompok, 5. menghargai kreativitas pribadi, 6. ikatan lestari diantara seluruh
jajaran insan Pos Indonesia beserta keluarga, 7. perhatian yang tulus dan 8. bangga sebagai insan Pos Indonesia.
Berikut adalah persepsi responden karyawan Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan terhadap pelaksanaan nilai-nilai
budaya perusahaan PT. Pos Indonesia Persero.
1 Selalu berusaha mencapai yang terbaik. PT. Pos Indonesia Persero 1995, selalu berusaha mencapai
yang terbaik adalah dengan ketekunan, kerja keras, disiplin yang tinggi, karyawan memberikan pelayanan yang terbaik serta dengan
komitmen, dedikasi dan loyalitas karyawan berupaya mencapai hasil yang optimal untuk kepentingan seluruh jajaran Pos
Indonesia. Tabel 11 menunjukkan persepsi responden bahwa mereka
sudah sangat baik dalam menyelesaikan pekerjaannya sesuai target dan secara tuntas. Target pekerjaan yang diberikan perusahaan tiap
bulannya selalu berusaha dicapai dengan baik oleh karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,46. Bobot nilai
sebesar 3,74 menunjukkan persepsi responden bahwa mereka tidak pernah menunda pekerjaan yang diberikan. Karyawan senantiasa
memanfaatkan waktu yang tersedia secara efisien untuk menyelesaikan setiap pekerjaannya dan menciptakan kinerja yang
tinggi. Berdasarkan bobot nilai sebesar 4,10, menunjukkan secara
keseluruhan responden menilai pelaksanaan nilai budaya “selalu berusaha mencapai yang terbaik“ sudah dilaksanakan dengan baik
oleh karyawan. Tabel 11. Persepsi responden terhadap nilai budaya “selalu
berusaha mencapai yang terbaik”
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Menyelesaikan pekerjaan sesuai target
dan secara tuntas 19 13
3 0 0
4,46 Sangat
Baik 2 Tidak
pernah menunda
pekerjaan 10 9 13 3 0 3,74
Baik
Total 29 22
16 3 0 4,10
Baik
2 Senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman. PT. Pos Indonesia Persero 1995, yang dimaksud dengan
budaya senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman
adalah karyawan senantiasa menyambut dan berupaya menemukan gagasan serta teknologi baru yang mampu meningkatkan
kemampuan untuk memberikan pelayanan yang bermutu, meningkatkan efisiensi dan menjadikan pekerjaan karyawan
menjadi lebih bermakna. Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan
responden menilai bahwa pelaksanaan nilai budaya “senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman” sudah dilaksanakan
dengan baik oleh perusahaan dan karyawannya. Hal ini terlihat dari bobot nilai sebesar 3,89. Karyawan merasakan adanya tanggapan
yang baik dari atasan jika mereka memberikan sumbang saran dan pemikiran untuk perbaikan dan kemajuan perusahaan di masa yang
akan datang. Semakin banyaknya pesaing yang ada, menuntut perusahaan dan karyawan untuk senantiasa mengantisipasi segala
masalah yang akan dihadapi kedepannya serta harus selalu tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, tanggapan
yang baik dari atasan terhadap setiap saran dari para karyawannya untuk kemajuan perusahaan sangat penting dilakukan.
Tabel 12. Persepsi responden terhadap nilai budaya “senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman”
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Adanya tanggapan
atasan terhadap karyawan yang
memberikan sumbangan saran
dan pemikiran untuk masa yang
akan datang 10 15 7 2 1
3,89 Baik
Total 10 15
7 2
1 3,89
Baik
3 Bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berkepentingan. PT. Pos Indonesia Persero 1995, bertanggung jawab
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan adalah senantiasa
memperlakukan pemakai jasa sebagai mitra usaha jangka panjang dalam hubungan kerja yang saling menguntungkan.
Berdasarkan Tabel 13, dengan bobot nilai sebesar 4,03 responden menilai bahwa perusahaan sudah baik dalam
membebankan biaya kepada pemakai jasa sesuai aturan yang berlaku. Menurut pihak manajemen di divisi ini, biaya yang
dikenakan kepada pemakai jasa disesuaikan dengan layanan yang diminta dan bersifat negoisable masih dapat dibicarakan.
Responden juga menilai bahwa perusahaan dan karyawan sudah sangat baik dalam menyelesaikan setiap pekerjaan dengan baik dan
sesuai dengan standar mutu PT. Pos Indonesia Persero. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,37.
Bobot nilai sebesar 4,54 menunjukkan persepsi responden bahwa perusahaan dan karyawan sangat baik dalam menjaga dan
memelihara kejujuran dan komitmennya kepada pemakai jasa. Kejujuran dan komitmen karyawan salah satunya dapat dilihat saat
melakukan perjanjian kerja sama dengan pemakai jasa atau pelanggan, dimana karyawan senantiasa berusaha menjalankan
perjanjian tersebut dengan kejujuran dan komitmen yang tinggi. Secara keseluruhan responden menilai bahwa nilai budaya
“bertanggung jawab kepada pihak–pihak yang berkepentingan“ telah mampu dilaksanakan dengan sangat baik oleh mereka, hal ini
dapat dilihat dari bobot nilai sebesar 4,31. Perusahaan dan karyawan menyadari adanya tanggung jawab yang harus
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan.
4 Menjunjung tinggi semangat kerja sama dalam kelompok. PT. Pos Indonesia Persero 1995, menjunjung tinggi
semangat kerja sama dalam kelompok adalah karyawan selalu bekerja sama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas.
Karyawan berkeyakinan bahwa dengan bekerja sama dapat menyelesaikan tugas dengan lebih baik.
Berdasarkan Tabel 14, responden menilai bahwa budaya untuk saling membantu dan memberikan saran kepada rekan kerja
sudah dilaksanakan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,06. Bobot nilai sebesar 3,80 menunjukkan persepsi
responden bahwasanya perusahaan dan karyawan sudah baik dalam melakukan kegiatan diskusi untuk memecahkan masalah yang ada
secara bersama-sama untuk mencapai kesepakatan. Kegiatan diskusi ini dilakukan setiap dua minggu sekali, yaitu untuk
mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan dua minggu sebelumnya dan merencanakan pekerjaan yang akan dilaksanakan
dua minggu kedepan. Diskusi seperti ini dikenal dengan metode internal marketing.
Atasan juga senantiasa memberikan bantuan kepada karyawan yang sedang menghadapi masalah. Hal ini ditunjukkan
dengan bobot nilai sebesar 3,97. Atasan tidak begitu saja meninggalkan karyawannya yang sedang menghadapi masalah
dalam pekerjannya. Responden menilai bahwa perusahaan dan karyawan sudah baik dalam menciptakan hubungan kerja yang
baik, tidak kaku dan penuh kebersamaan dalam kegiatannya bobot nilai sebesar 4,03. Responden menilai bahwa atasan sudah
baik dalam melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 3,46.
Secara keseluruhan, responden menilai bahwa perusahaan dan karyawan sudah baik dalam melaksanakan nilai budaya
“menjunjung tinggi semangat kerja sama dalam kelompok” .Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 3,86. Karyawan menyadari
dengan kerja sama yang baik, maka setiap pekerjaan yang ada dapat lebih mudah dikerjakan dan akan mendapatkan hasil yang
lebih baik.
Tabel 13. Persepsi responden terhadap nilai budaya “bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berkepentingan”
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Menyelesaikan pekerjaan dengan
baik dan sesuai standar mutu PT.
Pos Indonesia Persero
18 12 5 0 0 4,37
Sangat Baik
2 Membebankan biaya kepada
pemakai jasa sesuai aturan yang berlaku
14 10 10 0 1 4,03 Baik
3 Jujur dan komit
terhadap pemakai jasa
21 12 2 0 0 4,54
Sangat Baik
Total 53 34
17 1
4,31 Sangat
Baik
Tabel 14. Persepsi responden terhadap nilai budaya “menjunjung tinggi semangat kerja sama dalam kelompok”
No Indikator
SS S CS KS TS Rataan
1 Memberikan bantuan
dan saran kepada rekan kerja
11 15 9 0 0 4,06 Baik
2 Memecahkan masalah
secara bersama melalui sebuah
diskusi 14 7 8 5 1 3,80
Baik 3 Atasan
memberikan bantuan dalam
mengatasi kendala yang dihadapi
11 15 7 1 1 3,97 Baik
4 Hubungan kerja yang
baik, tidak kaku dan terdapat kebersamaan
13 11 10 1 0 4,03 Baik
5 Atasan melibatkan
bawahan dalam pengambilan
keputusan 8 8 12 6 1 3,46
Baik
Total 57 56
2 13
3 3,86
Baik
5 Menghargai kreativitas pribadi. PT. Pos Indonesia Persero 1995, menghargai kreativitas
pribadi adalah perusahaan senantiasa mendorong kreativitas dari setiap pribadi dan menghargai keanekaragaman gagasan dan
pandangan masing-masing karyawannya. Berdasarkan Tabel 15, bobot nilai sebesar 4,06 menunjukkan
persepsi responden bahwa perusahaan sudah baik untuk mendengar usulan dan ide karyawannya. Karyawan merasa lebih
dihargai jika usulan dan ide yang diberikan didengar oleh atasan atau perusahaan, sehingga karyawan merasa dirinya memiliki arti
bagi kemajuan perusahaan. Responden juga menilai bahwa perusahaan sudah baik dalam melibatkan karyawan tidak hanya
pada pelaksanaan tugas, tetapi juga pada tahap perencanaan, pengendalian dan pengevaluasian. Hal ini ditunjukkan dengan
bobot nilai sebesar 3,40. Keterlibatan tinggi seorang karyawan dalam penyelesaian tugasnya, akan meningkatkan rasa tanggung
jawab karyawan. Responden memberikan bobot nilai sebesar 3,77, dimana
responden menilai bahwa perusahaan sudah baik dalam memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mendalami
bidang yang selama ini ditekuninya. Selain itu, responden menilai bahwa perusahaan sangat baik dalam memberikan kesempatan
kepada karyawannya untuk mengikuti program pendidikan dan pelatihan diklat yang diadakan perusahaan, baik yang dilakukan
di dalam maupun di luar perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,29. Salah satu bentuk diklat yang pernah
diadakan, yaitu pelatihan presentasi bagi karyawan PLP Penata Layanan Pos yang dikelola oleh bagian SDM.
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa responden menilai perusahaan sudah baik dalam melaksanakan nilai budaya
“menghargai kreativitas pribadi”. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 3,88.
6 Ikatan lestari diantara seluruh jajaran insan Pos Indonesia beserta seluruh keluarga.
PT. Pos Indonesia Persero 1995, ikatan lestari yang dimaksud disini adalah ikatan yang terjalin diantara seluruh jajaran
insan Pos Indonesia baik yang baru masuk, sedang menjabat dan bekerja, maupun dengan yang purnabakti, beserta seluruh
keluarganya, dimana hubungan yang erat dan terjalinnya rasa solidaritas sesama insan Pos Indonesia ini diharapkan dapat
meningkatkan semangat dalam bekerja dan meningkatkan kinerja karyawan.
Berdasarkan Tabel 16, dengan bobot nilai sebesar 3,65 responden menilai perusahaan sudah baik dalam melaksanakan
nilai budaya “ikatan lestari diantara seluruh jajaran insan Pos Indonesia beserta seluruh keluarga”. Hal ini ditunjukkan dengan
indikator adanya rasa kekeluargaan bobot 3,86 dan rasa solidaritas bobot 3,43 yang terjalin erat diantara sesama insan Pos
Indonesia. Rasa kekeluargaan dan solidaritas yang tejalin erat diantara seluruh jajaran insan Pos Indonesia ini diharapkan dapat
meningkatkan semangat karyawan dalam bekerja. 7 Perhatian yang tulus.
PT. Pos Indonesia Persero 1995, perhatian yang tulus adalah menyadari bahwa setiap pemakai jasa adalah pribadi yang
berbeda dengan kebutuhan yang berbeda pula, dimana karyawan selalu menyelesaikan pola pelayanannya sehingga setiap pemakai
jasa memperoleh manfaat yang tertinggi. Berdasarkan Tabel 17, responden menilai bahwa mereka
sudah sangat baik dalam memberikan manfaat yang tinggi kepada pemakai jasa yang ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,40.
Karyawan sangat menyadari arti pentingnya pemakai jasa bagi kelangsungan hidup perusahaan. Responden menilai bahwa mereka
sudah sangat baik untuk menciptakan hubungan kerja yang
dilandasi dengan sifat jujur, tulus dan saling menghormati. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,49. Sifat jujur, tulus dan
saling menghormati yang dimaksud adalah dimana karyawan selalu bertindak sesuai dengan perkataan dan hati nurani, bekerja sepenuh
hati dan ikhlas dalam memberikan bantuan kepada karyawan lain yang mengalami kesulitan dalam pekerjaannya serta saling
menghargai hasil karya karyawan lain dan mengkritik karyawan lain dengan cara yang sopan.
Responden juga menilai bahwa mereka sudah sangat baik dalam melayani pemakai jasa dengan sikap sopan, ramah dan
rendah hati. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,77. Sopan disini tidak hanya dalam bersikap, tapi juga dalam
berpakaian dan berbicara. Sikap ramah menunjukkan sikap karyawan yang senantiasa bersahabat dan penuh senyuman dalam
melayani kebutuhan pemakai jasa, sedangkan rendah hati yang dimaksud adalah tidak memperlihatkan sikap sombong dalam
melayani pemakai jasa. Secara keseluruhan dengan bobot nilai sebesar 4,55
responden menilai bahwa mereka sudah sangat baik dalam melaksanakan budaya “perhatian yang tulus“ kepada para pemakai
jasa. Perhatian yang tulus kepada pemakai jasa diharapkan dapat memberikan kepuasan kepada para pemakai jasa.
Tabel 15. Persepsi responden terhadap nilai budaya “menghargai kreativitas pribadi ”
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Atasan mendengar
usulan dan ide karyawan
14 11 8 2 0 4,06 Baik
2 Atasan melibatkan
bawahan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan
pengevaluaian tugas 5 11 13 5 1 3,40
Baik 3 Memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk
memperdalam bidang yang
ditekuninya 9 14 8 3 1
3,77 Baik
4 Memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk mengikuti program
diklat 16 15 3 0 1
4,29 Sangat
Baik
Total 44 51
32 10
3 3,88
Baik
Tabel 16. Persepsi responden terhadap nilai budaya “ikatan lestari diantara seluruh jajaran insan Pos Indonesia beserta
seluruh keluarga”
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Rasa kekeluargaan
yang erat sesama insan Pos Indonesia
13 6 14 2 0 3,86
Baik 2
Tingkat solidaritas yang tinggi sesama insan Pos
Indonesia 6 9 15 4 1 3,43
Baik
Total 19 15
29 6
1 3,65
Baik
Tabel 17.
Persepsi responden
terhadap nilai
budaya “perhatian yang tulus”
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Memberikan manfaat
yang tinggi kepada pemakai jasa
20 10 4 1 0 4,40
Sangat Baik
2 Hubungan kerja
dilandasi dengan sifat jujur, tulus dan saling
menghormati 21 10 4 0 0
4,49 Sangat
Baik 3 Melayani
pamakai jasa dengan sopan,
ramah dan rendah hati
27 8 0 0 0 4,77
Sangat Baik
Total 68 28
8 1
4,55 Sangat
Baik
8 Bangga sebagai insan Pos Indonesia. PT. Pos Indonesia Persero 1995, bangga sebagai insan Pos
Indonesia adalah karyawan lebih bangga dikenal sebagai pegawai Pos Indonesia daripada dikenal karena jabatan atau pangkat yang
disandangnya. Tabel 18 bobot nilai sebesar 4,29 menunjukkan persepsi
responden bahwa mereka selama ini sangat bangga sebagai insan Pos Indonesia dan tetap loyal bekerja di PT. Pos Indonesia untuk
memberikan pengabdian diri yang tinggi kepada PT. Pos Indonesia. Bobot nilai sebesar 3,71 menunjukkan persepi responden bahwa
mereka menyukai pekerjaan yang mereka tekuni saat ini. Secara keseluruhan dengan bobot nilai sebesar 4,00
responden menilai bahwa mereka bangga sebagai insan Pos Indonesia dan rasa bangga tersebut hidup dalam setiap kelompok
kerja secara menyeluruh di lingkungan Pos Indonesia.
Tabel 18. Persepsi responden terhadap nilai budaya “bangga
sebagai insan Pos Indonesia”
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Bangga dan
loyal bekerja di PT. Pos
Indonesia Persero 17 12
5 1 0 4,29
Sangat Baik
2 Menyukai pekerjaan
yang ditekuni saat ini 12 7 12 2 2 3,71
Baik
Total 29 19
17 3
2 4,00
Baik
Berdasarkan hal yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dibuat rekapitulasi mengenai persepsi responden terhadap
pelaksanaan nilai-nilai budaya perusahaan. Tabel 19 menunjukkan bahwa secara keseluruhan persepsi responden terhadap
pelaksanaan nilai–nilai budaya perusahaan di Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan sudah berjalan dengan sangat
baik. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 4,41. Karyawan pada Divisi Pemasaran dan BMS ini sudah sangat baik
dalam melaksanakan nilai budaya “bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang bekepentingan“ dan budaya “perhatian yang
tulus“. Hal ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan senantiasa berusaha memberikan yang
terbaik bagi pemakai jasa, mengingat keberadaan dan kepuasan pemakai jasa atau pelanggan sangat penting bagi kelangsungan
hidup perusahaan dan merupakan tujuan utama bagi perusahaan. Persepsi terendah terdapat pada nilai budaya “ikatan lestari diantara
seluruh jajaran insan Pos Indonesia beserta seluruh keluarga”.
Tabel 19. Rekapitulasi persepsi responden terhadap pelaksanaan nilai-nilai budaya perusahaan
No Indikator Rataan Penilaian
1 Selalu berusaha mencapai yang
terbaik 4,10
Baik 2
Senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman
3,89 Baik
3 Bertanggung jawab kepada pihak-
pihak yang berkepentingan 4,31
Sangat Baik
4 Menjunjung tinggi semangat kerja
sama dalam kelompok 3,86
Baik 5 Menghargai
kreativitas pribadi
3,88 Baik
6 Ikatan lestari diantara seluruh jajaran
insan Pos Indonesia, beserta seluruh keluarga
3,65 Baik
7 Perhatian yang tulus
4,55 Sangat
Baik 8
Bangga sebagai insan Pos Indonesia 4,00
Baik
Kesimpulan 4,41 Sangat
Baik
4.4.2. Faktor Stressors Kerja
Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya, yang disebabkan oleh berbagai
stressosrs yang datang dari lingkungan kerja Ie, 2004. Tinggi
rendahnya tingkat stres kerja tergantung dari manajemen stres yang dilakukan oleh individu dalam mengendalikan stressors pekerjaan
tersebut. Stres kerja adalah salah satu faktor yang dapat menurunkan kinerja karyawan . Oleh karena itu penting untuk mengetahui sumber-
sumber stres stressors kerja apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
Gibson, et al. 1996, terdapat berbagai stressors kerja yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, beberapa diantaranya yaitu
konflik kerja, beban dan waktu kerja, karakteristik tugas serta pengaruh dukungan dan kepemimpinan. Berikut uraian bagaimana
persepsi responden karyawan Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan terhadap keempat variabel stressors kerja tersebut.
1 Konflik kerja. Konflik kerja adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih
anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya
secara bersama-sama atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Konflik kerja juga
merupakan kondisi yang dipersepsikan ada diantara dua pihak atau lebih dimana merasakan adanya ketidaksesuaian tujuan dan
peluang untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan Gibson et al
., 1996. Berdasarkan Tabel 20, dapat dilihat dengan bobot sebesar
2,80 responden menilai bahwa terdapat hubungan yang tidak baik antara atasan dan karyawan dengan tingkatan yang cukup tinggi.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden, didapatkan bahwa terkadang terjadi perselisihan pendapat antara karyawan
dengan atasan dimana hal ini cukup memicu timbulnya stres pada karyawan. Bobot nilai sebesar 2,69 menunjukkan persepsi
responden bahwa atasan terkadang kurang adil dalam pembagian order pekerjaan kepada karyawannya. Karyawan merasa bahwa
karyawan yang tidak memiliki hubungan baik dengan atasan atau mereka yang seringkali berselisih pendapat dengan atasan kurang
mendapat perhatian atasan dalam pembagian pekerjaan. Atasan biasanya lebih memilih untuk menyerahkan pekerjaan yang ada
kepada karyawan yang memiliki kedekatan atau hubungan baik dengan dirinya.
Bobot nilai sebesar 2,71 menunjukkan persepsi responden bahwa terkadang pekerjaan yang ada kurang dikoordinasikan
dengan baik sehingga sedikit menghambat pencapaian target yang diharapkan. Karyawan terkadang merasakan adanya kekurangan
pada diri sendiri, terlebih jika melihat keberhasilan yang dicapai oleh orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar
2,94. Jika melihat kesuksesan orang lain dalam pekerjaannya,
terkadang karyawan merasa bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sebaik yang dilakukan
oleh orang lain. Bobot nilai sebesar 2,29 menunjukkan persepsi responden
bahwa gaji yang tidak mencukupi kebutuhan cukup dapat membuat mereka malas untuk bekerja. Responden menilai tingkat keresahan
yang terjadi akibat persaingan yang tidak sehat diantara rekan kerja cukup tinggi. Beberapa karyawan mengakui walaupun mereka
berusaha untuk membina kerja sama sebaik mungkin namun persaingan untuk menjadi yang terbaik pun terkadang menjadi
pemicu timbulnya stres dalam bekerja. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 3,20.
Secara keseluruhan, responden menilai bahwa konflik kerja merupakan salah satu faktor penyebab stres stressor yang cukup
tinggi dirasakan oleh karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 2,77.
2 Beban dan waktu kerja. Beban kerja adalah keadaan dimana karyawan dihadapkan
pada banyak pekerjaan yang harus dikerjakan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan beban pekerjaan.
Karyawan merasa tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena standar pekerjaan yang
terlalu tinggi. Waktu kerja adalah karyawan dituntut untuk segera menyelesaikan tugas pekerjaan sesuai dengan yang telah
ditentukan. Ketika melakukan pekerjaannya karyawan merasa dikejar oleh waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut
Gibson et al., 1996. Berdasarkan Tabel 21, dengan bobot nilai sebesar 2,11
responden menilai bahwa tuntutan tugas yang memberatkan dapat membuat mereka frustasi dan dapat menimbulkan stres kerja.
Namun, tuntutan tugas yang berat ini kurang tinggi dirasakan oleh
mereka. Melalui wawancara yang dilakukan, beberapa karyawan mengakui sudah terbiasa dengan tuntutan tugas yang diberikan
kepada mereka. Tekanan dari berbagai macam peraturan pun dirasakan karyawan kurang tinggi dalam menimbulkan stres. Hal
ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 2,06. Bobot nilai 2,94 menunjukkan persepsi responden bahwa
keuntungan yang tidak sebanding dengan kerja keras yang telah dilakukan dirasakan cukup tinggi dalam menimbulkan stres kerja.
Target waktu dalam menyelesaikan pekerjaan dirasakan responden kurang tinggi dalam menimbulkan stres. Hal ini ditunjukkan
dengan bobot nilai sebesar 2,51. Karyawan mengaku sudah terbiasa dengan pekerjaan mereka yang dikejar oleh waktu. Secara
keseluruhan, responden menilai bahwa stressor beban dan waktu kerja kurang berpotensi dalam menimbulkan stres kerja. Hal ini
dapat terlihat dengan bobot nilai sebesar 2,41. Tabel 20. Persepsi responden terhadap konflik kerja
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Hubungan yang
tidak baik antara atasan dan
karyawan 2 12 6 7 8
2,80 Cukup
Tinggi 2 Pembagian
order pekerjaan yang
kurang adil kepada para karyawan
1 8 13 5 8 2,69
Cukup Tinggi
3 Pengkoordinasian pekerjaan yang
kurang baik 3 5 11
11 5 2,71
Cukup Tinggi
4 Menemukan kekurangan pada diri
sendiri. 5 7 11 5 7
2,94 Cukup
Tinggi 5
Gaji yang tidak mencukupi kebutuhan
3 3 8 8 13 2,29
Kurang Tinggi
6 Persaingan tidak sehat
diantara rekan kerja 4 13 11 0 7 3,20
Cukup Tinggi
Total 18 48 60 36 48
2,77 Cukup
Tinggi
Tabel 21. Persepsi responden terhadap beban dan waktu kerja
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Tuntutan tugas
yang berat
0 5 6 12 12
2,11 Kurang
Tinggi 2
Tekanan dari banyak peraturan
0 1 10 14
10 2,06
Kurang Tinggi
3 Keuntungan tidak
sebanding dengan kerja keras yang
dilakukan 3 8 11
10 3 2,94
Cukup Tinggi
4 Target waktu dalam
bekerja yang tinggi 3 2 14 7 9
2,51 Kurang
Tinggi
Total 6 16
41 43
34 2,41
Kurang Tinggi
3 Karakteristik tugas. Karakteristik tugas adalah berbagai atribut yang melekat pada
tugas pekerjaan dan dibutuhkan seseorang untuk melaksanakan pekerjaannya. Contoh berbagai atribut tugas, yaitu: keragaman,
otonomi, identitas tugas dan umpan balik Gibson et al., 1996. Pekerjaan yang terasa membosankan dinilai responden kurang
tinggi dalam menimbulkan stres kerja. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 2,26. Karyawan merasakan pekerjaan yang ada
cenderung tidak membosankan, karena dalam bekerja mereka sering bertemu dengan banyak orang yang menjadi pelanggan
mereka. Informasi yang kurang jelas dinilai responden dengan bobot sebesar 2,57. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang
kurang jelas mengenai peran masing-masing karyawan dalam bekerja dirasakan kurang tinggi dalam menimbulkan stres kerja.
Begitu juga dengan tugas yang menantang yang dirasakan responden kurang tinggi dalam menimbulkan stres. Hal ini
ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 2,03. Karyawan yang sebagian besar sudah bekerja lebih dari 15 tahun, mengaku sudah
terbiasa dengan pekerjaan mereka sehingga pekerjaan yang ada dirasakan tidak lagi memberikan tantangan bagi mereka.
Bobot nilai sebesar 2,63 menunjukkan persepsi responden bahwa prosedur kerja yang menghambat pencapaian target
karyawan dirasakan cukup tinggi dalam menimbulkan stres kerja. Hal ini menunjukkan prosedur kerja yang ada dalam perusahaan
belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan baik oleh karyawan. Peningkatan posisi yang sulit dicapai karyawan dinilai dengan
bobot sebesar 2,97. Hal ini menunjukkan persepsi responden bahwa peningkatan posisi yang sulit dicapai dirasakan cukup tinggi
dalam menimbulkan stres kerja. Beberapa karyawan mengakui peningkatan posisi dalam perusahaan yang sulit dicapai terkadang
menurunkan semangat kerja mereka. Berdasarkan uraian di atas, secara keseluruhan responden
menilai stressor karakteristik tugas dirasakan kurang tinggi dalam menimbulkan stres kerja bagi karyawan. Hal ini ditunjukkan
dengan bobot nilai sebesar 2,49. Tabel 22. Persepsi responden terhadap karakteristik tugas
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Pekerjaan membosankan
1 4 4 19 7 2,26
Kurang Tinggi
2 Infomasi kurang jelas
4 5 4 16 6 2,57
Kurang Tinggi
3 Peningkatan posisi
sulit dicapai 1 10 15 5 4
2,97 Cukup
Tinggi 4 Prosedur
kerja menghambat
pencapaian target 2 7 9 10 7
2,63 Cukup
Tinggi 5 Tugas
yang menantang
0 2 7 16 10
2,03 Kurang
Tinggi
Total 8 28
39 66
34 2,49
Kurang Tinggi
4 Dukungan dan kepemimpinan. Dukungan kelompok adalah menunjuk pada keadaan dimana
terdapat perasaan senasib diantara para anggota kelompok yang mengalami stres. Dukungan kelompok yang rendah dapat
menyebabkan timbulnya stres dan sebaliknya jika dukungan kelompok tinggi akan dapat mengurangi stres. Seorang pemimpin
melalui pengaruhnya dapat memberikan dampak yang sangat berarti terhadap aktivitas kerja karyawan. Para karyawan bekerja
lebih baik manakala pemimpinnya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan, khususnya dalam
pekerjaan yang bersifat stressfull Gibson et al., 1996. Berdasarkan Tabel 23, responden menilai bahwa lingkungan
kerja yang tidak nyaman dirasakan cukup tinggi dalam menimbulkan stres kerja. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai
sebesar 2,69. Lingkungan kerja yang tidak nyaman cenderung membuat karyawan kurang semangat dalam bekerja. Tidak adanya
peranan karyawan dalam pengambilan keputusan dirasakan responden cukup tinggi dalam menimbulkan stres kerja. Hal ini
dapat dilihat dari bobot nilai sebesar 2,80. Responden memberikan bobot nilai sebesar 3,11 untuk tidak
diketahuinya penilaian atasan terhadap hasil kerja karyawan sebagai faktor yang dapat menimbulkan stres kerja. Karyawan
yang tidak mengetahui bagaimana atasan menilai hasil kerjanya akan mengalami kesulitan untuk mengukur apakah pekerjaan yang
telah diselesaikannya sudah mencapai hasil maksimal. Bobot nilai sebesar 3,08 menunjukkan persepsi responden bahwa tidak adanya
kesempatan partisipasi bagi mereka dalam pencapaian tujuan perusahaan dirasakan cukup tinggi dalam menimbulkan stres kerja.
Secara keseluruhan, responden memberikan bobot nilai sebesar 2,92 untuk stressor dukungan dan kepemimpinan. Hal ini
menunjukkan faktor dukungan dan kepemimpinan dirasakan responden cukup tinggi dalam menimbulkan stres kerja. Oleh
karena itu, dukungan dari rekan kerja dan kepemimpinan dari atasan menjadi hal yang cukup penting untuk diperhatikan dalam
mengendalikan dan mengurangi stres kerja karyawan. Tabel 23. Persepsi responden terhadap dukungan dan
kepemimpinan
No Indikator SS S
CS KS
TS Rataan
1 Lingkungan kerja
tidak nyaman 1 5 16 8 5
2,69 Cukup
Tinggi 2 Tidak
mempunyai peranan dalam
pengambilan keputusan
1 8 14 7 5 2,80
Cukup Tinggi
3 Tidak mengetahui
penilaian atasan terhadap hasil kerja
4 11 8 9 3 3,11
Cukup Tinggi
4 Tidak adanya
kesempatan berpartisipasi dalam
pencapaian tujuan perusahaan
4 7 14 8 2 3,08
Cukup Tinggi
Total 10 31
52 32
15 2,92
Cukup Tinggi
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dibuat rekapitulasi mengenai persepsi responden terhadap berbagai stressors kerja
yang berpotensi menimbulkan stres kerja Tabel 24. Berdasarkan Tabel 24, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara keseluruhan
persepsi responden terhadap keempat stressors kerja yang dikaji adalah cukup tinggi dalam menimbulkan stres kerja pada
karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan bobot nilai sebesar 2,65. Adapun stressor yang dirasakan karyawan cukup tinggi dalam
menimbulkan stres kerja adalah faktor tidak adanya dukungan dari rekan kerja maupun kepemimpinan yang baik dari atasan. Sehingga
dapat dikatakan, rendahnya dukungan dari rekan kerja maupun rendahnya kepemimpinan yang baik dari atasan, cenderung dapat
menimbulkan stres kerja pada karyawan.
Tabel 24. Rekapitulasi persepsi responden terhadap stressors kerja
No Indikator Rataan Penilaian
1 Konflik Kerja
2,77 Cukup Tinggi
2 Beban dan Waktu Kerja
2,41 Kurang Tinggi
3 Karakteristik Tugas
2,49 Kurang Tinggi
4 Dukungan dan Kepemimpinan
2,92 Cukup Tinggi
Kesimpulan 2,65 Cukup
Tinggi
4.5. Hubungan antara Nilai-nilai Budaya Perusahaan dan Stressors Kerja
dengan Kinerja Karyawan
Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatanprogramkebijakan dalam mewujudkan sasaran
dan tujuan perusahaan. Kinerja karyawan merupakan salah satu alat ukur bagi pencapaian tujuan perusahaan, karena kinerja karyawan yang tinggi
akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Mengingat pentingnya kinerja karyawan bagi kemajuan perusahaan,
maka perlu dianalisis bagaimana hubungan dari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dengan kinerja karyawan itu sendiri.
Berikut uraian hubungan antara nilai-nilai budaya perusahaan dan stressors kerja dengan kinerja karyawan.
4.5.1. Hubungan antara Nilai-nilai Budaya Perusahaan dengan Kinerja Karyawan
Delapan nilai–nilai budaya perusahaan yang akan dianalisis dan diduga memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan kinerja
karyawan, yaitu 1. selalu berusaha mencapai yang terbaik, 2. senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman,
3. bertanggung jawab kepada pihak–pihak yang berkepentingan, 4. menjunjung tinggi semangat kerja sama dalam kelompok,
5. menghargai kreativitas pribadi, 6. ikatan lestari diantara seluruh
jajaran insan Pos Indonesia beserta seluruh keluarga, 7. perhatian yang tulus, dan 8. bangga sebagai insan Pos Indonesia.
Pengujian dilakukan pada taraf nyata α 10. Apabila nilai
probabilitaspeluang p α, maka dapat dinyatakan terdapat
hubungan yang nyata antara nilai–nilai budaya perusahaan dengan kinerja karyawan, sedangkan jika nilai p
α, maka tidak terdapat hubungan yang nyata antara nilai–nilai budaya perusahaan dengan
kinerja karyawan. Hasil uji korelasi Rank Spearman nilai–nilai budaya perusahaan dengan kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Hasil uji korelasi nilai-nilai budaya perusahaan dengan kinerja karyawan
No Nilai–Nilai Budaya
Perusahaan Nilai
Korelasi r
Nilai Peluang
p Hubungan
dengan Kinerja
1 Selalu berusaha
mencapai yang terbaik 0,483
0,003 Sedang,
positif dan nyata
2 Senantiasa melihat
kedepan dan belajar dari pengalaman
0,286 0,096
Rendah, positif dan
nyata 3 Bertanggung
jawab kepada pihak-pihak
yang berkepentingan 0,457
0,006 Sedang,
positif dan nyata
4 Menjunjung tinggi
semangat kerja sama dalam kelompok
0,531 0,001
Sedang, positif dan
nyata 5 Menghargai
kreativitas pribadi 0,267
0,121 Rendah,
positif dan tidak nyata
6 Ikatan lestari diantara
seluruh jajaran insan Pos Indonesia beserta
seluruh keluarga. 0,447
0,007 Sedang,
positif dan nyata
7 Perhatian yang tulus
0,494 0,003
Sedang, positif dan
nyata 8 Bangga
sebagai insan
Pos Indonesia 0,537
0,001 Sedang,
positif dan nyata
Keterangan : =
Nyata pada taraf 10 = Nyata pada taraf 5
= Nyata pada taraf 1
1. Hubungan antara Nilai Budaya “Selalu Berusaha Mencapai yang Terbaik” dengan Kinerja Karyawan
Nilai budaya “selalu berusaha mencapai yang terbaik” memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan kinerja karyawan. Nilai
peluang p sebesar 0,003 0,01 menunjukkan bahwa hubungan nilai budaya ini dengan kinerja karyawan nyata pada taraf 1 dan
secara otomatis akan nyata pada taraf 5 dan 10. Nilai korelasi r positif sebesar 0,483 menunjukkan bahwa adanya hubungan dengan
tingkat keeratan sedang antara budaya “selalu berusaha mencapai yang terbaik” dengan kinerja karyawan, artinya semakin tinggi tekad
karyawan untuk mencapai hasil yang terbaik dari pekerjaan yang dilakukannya, maka cenderung akan meningkatkan kinerja karyawan.
Nilai budaya “selalu berusaha mencapai yang terbaik” adalah sikap dimana setiap karyawan menyadari akan pentingnya
memberikan pelayanan terbaik kepada pemakai jasa. Pelayanan terbaik yang dimaksud adalah adalah pelayanan yang cepat, akurat,
cermat, serta memuaskan pemakai jasa dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Karyawan Divisi Pemasaran BMS menyadari Pos Indonesia
tidak akan ada artinya tanpa adanya pemakai jasa. Oleh karena itu, dengan adanya tekad untuk selalu berusaha mencapai yang terbaik
maka karyawan akan senantiasa meningkatkan kinerjanya untuk mencapai hasil yang optimal untuk kepentingan pemakai jasa dan
seluruh jajaran Pos Indonesia.
2. Hubungan antara Nilai Budaya “Senantiasa Melihat Kedepan dan Belajar dari Pengalaman” dengan Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil uji korelasi antara nilai budaya “senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman” dengan kinerja
karyawan diperoleh nilai peluang p sebesar 0,096 dan nilai korelasi r positif sebesar 0,286. Nilai p sebesar 0,096 0,1 menunjukkan
bahwa nilai budaya “senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman” memiliki hubungan yang nyata dengan kinerja
karyawan. Nilai r sebesar 0,286 menunjukkan adanya hubungan
rendah antara nilai budaya “senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman” dengan kinerja karyawan, sehingga dapat diartikan
semakin baik karyawan tanggap akan kejadian di masa yang akan datang dan belajar dari pengalaman masa lalu, hal ini cenderung dapat
meningkatkan kinerja karyawan. Karyawan mengacu kepada pengalaman masa lalu untuk
merencanakan masa yang akan datang. Kesalahan-kesalahan masa lalu dijadikan acuan agar tidak terulang kembali. Selain itu, dalam
bekerja karyawan tidak hanya memikirkan apa yang dibutuhkan saat ini tetapi juga memikirkan dan mengantisipasi segala kemungkinan
yang akan terjadi di masa yang akan datang. Karyawan menyadari untuk melakukan semua itu dan sebagai upaya mencapai hasil yang
terbaik di masa yang akan datang, maka karyawan senantiasa berusaha untuk meningkatkan kinerjanya.
3. Hubungan antara Nilai Budaya “Bertanggung Jawab Kepada Pihak-pihak yang Berkepentingan” dengan Kinerja Karyawan
Menurut hasil korelasi yang diperoleh antara nilai budaya “bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berkepentingan”
dengan kinerja karyawan diperoleh nilai peluang p sebesar 0,006 dan nilai korelasi r positif sebesar 0,457. Nilai p sebesar 0,006
0,01 menunjukkan hubungan antara nilai budaya ini dengan kinerja nyata pada taraf 1 dan secara otomatis nyata pada taraf 5 dan
10. Nilai r sebesar 0,457 menunjukkan bahwa terdapat keeratan hubungan yang sedang antara nilai budaya “bertanggung jawab
kepada pihak-pihak yang berkepentingan” dengan kinerja karyawan. Kecendrungan semakin tinggi rasa tanggung jawab karyawan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan akan memberikan kecendrungan meningkatnya kinerja karyawan.
Karyawan menyadari bahwa mereka mempunyai tanggung jawab kepada pihak–pihak yang berkepentingan baik kepada pihak
internal perusahaan maupun pihak eksternal perusahaan seperti pamakai jasa, direksi maupun karyawan lain sebagai rekan kerja.
Karyawan senantiasa tetap menjaga standar profesionalisme yang tinggi dalam memberikan pelayanan. Karyawan bertanggung jawab
atas risiko dan hasil kerja sesuai dengan bidangnya. Pertanggungjawaban yang diminta perusahaan kepada karyawannya
akan mendorong karyawan untuk meningkatkan kinerja mereka.
4. Hubungan antara Nilai Budaya “Menjunjung Tinggi Semangat
Kerja Sama dalam Kelompok” dengan Kinerja Karyawan
Hubungan antara nilai budaya “menjunjung tinggi semangat kerja sama dalam kelompok” dengan kinerja karyawan adalah
hubungan yang nyata dan positif. Hal ini diperlihatkan dari perolehan nilai peluang p sebesar 0,001 0,01 yang berarti nyata pada taraf
1 dan tentunya nyata pada taraf 5 dan 10. Nilai korelasi r positif sebesar 0,531 menunjukkan bahwa hubungan yang sedang
antara nilai budaya “menjunjung tinggi semangat kerja sama dalam kelompok” dengan kinerja karyawan. Hal ini dapat diartikan, semakin
tinggi kerja sama yang dilakukan karyawan maka dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Walaupun terdapat persaingan diantara karyawan, namun jika ada karyawan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan
pekerjaannya maka sebagai rekan kerja mereka tidak segan untuk memberikan bantuan dan saran yang dibutuhkan. Menyelesaikan
pekerjaan secara bersama-sama akan terasa lebih mudah dan dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik, karena dalam hal ini kinerja
karyawan pun cenderung akan meningkat. Perusahaan menyadari akan perlunya ditanamkan dan ditingkatkan rasa kesatuan di seluruh
jajaran Pos Indonesia. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan hanya akan berhasil dicapai bila semua unit organisasi saling bekerja sama
dan saling membantu satu dengan yang lainnya.
5. Hubungan antara Nilai Budaya “Menghargai Kreativitas
Pribadi” dengan Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil uji korelasi antara nilai budaya “menghargai kreativitas pribadi” dengan kinerja karyawan, diperoleh nilai peluang
p sebesar 0,121 dan nilai korelasi r positif sebesar 0,267. Hal ini menunjukkan, walaupun terdapat kecenderungan hubungan yang
rendah antara nilai budaya “menghargai kreativitas pribadi” dengan kinerja karyawan, namun hubungan ini tidak nyata. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai p yang lebih besar dari taraf nyata sebesar 0,1. Maka, dapat diartikan semakin baik atau tidak perusahaan
menghargai kreativitas karyawannya, hal ini tidak berhubungan ataupun merubah kinerja karyawan.
Perusahaan dinilai karyawan sudah baik dalam memberikan kebebasan berkreativitas bagi karyawannya. Perusahaan mau
mendengar ide dan usulan karyawan, memberi kesempatan kepada karyawan untuk memperdalam bidang yang ditekuninya ataupun
memberi kesempatan karyawan mengikuti program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
karyawan. Namun, berdasarkan hasil uji korelasi, semakin baik atau tidak perusahaan menghargai kreativitas karyawannya, hal ini tidak
nyata berhubungan dengan kinerja karyawan. Hal ini dapat disebabkan, misalnya pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada
karyawan tidak dapat diikuti dengan baik oleh karyawan, sehingga hal ini tidak memberikan perubahan terhadap kinerja karyawan tersebut.
6. Hubungan antara Nilai Budaya “Ikatan Lestari Diantara Seluruh
Jajaran Insan Pos Indonesia Beserta Seluruh Keluarga” dengan Kinerja Karyawan
Hubungan antara nilai budaya “ikatan lestari diantara seluruh
jajaran insan Pos Indonesia beserta seluruh keluarganya” dengan kinerja karyawan adalah hubungan yang nyata dan positif. Hal ini
diperlihatkan dari perolehan nilai peluang p sebesar 0,007 dan nilai korelasi r positif sebesar 0,447. Nilai p sebesar 0,007 0,01
menunjukkan bahwa hubungan ini nyata pada taraf 1 dan jelas nyata pada taraf 5 dan 10. Sedangkan nilai r sebesar 0,447 menunjukkan
adanya hubungan yang sedang antara nilai budaya ini dengan kinerja karyawan, artinya semakin baik ikatan yang terjalin diantara sesama
insan Pos Indonesia, maka memberikan kecenderungan adanya peningkatan kinerja karyawan.
Adanya suatu ikatan yang kuat dan lestari atau abadi diantara seluruh jajaran Pos Indonesia baik yang baru masuk, sedang menjabat
dan bekerja maupun dengan yang sudah purnabakti, beserta seluruh keluarganya akan mengkondisikan terciptanya rasa solidaritas sense
of identity diseluruh jajaran insan Pos Indonesia. Rasa solidaritas yang terjalin cenderung dapat meningkatkan semangat kerja dan
kinerja karyawan.
7. Hubungan antara Nilai Budaya “Perhatian yang Tulus” dengan
Kinerja Karyawan
Nilai budaya “perhatian yang tulus” memiliki hubungan yang nyata dan positif dengan kinerja karyawan. Nilai peluang p sebesar
0,003 0,01 menunjukkan hubungan ini nyata pada taraf 1 dan secara otomatis nyata pada taraf 5 dan 10. Nilai korelasi r positif
sebesar 0,494 menunjukkan adanya hubungan yang positif dan sedang antara nilai budaya “perhatian yang tulus” dengan kinerja karyawan.
Maka, dapat diartikan semakin baik karyawan berusaha untuk memberikan perhatian yang tulus kepada pemakai jasa maupun
kepada karyawan lain sesama rekan kerja, maka cenderung akan meningkatkan kinerja karyawan tersebut.
Karyawan menyadari bahwa setiap pemakai jasa memiliki kepentingan yang berbeda-beda, oleh karena itu karyawan selalu
berusaha memberikan manfaat yang tinggi bagi pemakai jasa agar tercapai tingkat kepuasan yang tinggi. Karyawan menyadari tiap
pemakai jasa memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga perlu adanya penyesuaian pelayanan terhadap pemakai jasa yang didasari
dengan sikap perhatian yang tulus. Adanya dorongan untuk
memberikan perhatian yang tulus kepada pemakai jasa maupun kepada karyawan lain dalam bekerja, maka akan mendorong
karyawan meningkatkan kinerjanya.
8. Hubungan antara Nilai Budaya “Bangga Sebagai Insan Pos
Indonesia” dengan Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil uji korelasi antara nilai budaya “bangga sebagai insan Pos Indonesia” dengan kinerja karyawan diperoleh nilai
peluang p sebesar 0,001 dan nilai korelasi r positif sebesar 0,537. Nilai p sebesar 0,001 0,01 menunjukkan hubungan antara nilai
budaya ini dengan kinerja karyawan nyata pada taraf 1 dan secara otomatis nyata pada taraf 5 dan 10. Sedangkan nilai r sebesar
0,537 menyatakan hubungan yang positif dan sedang antara nilai budaya “bangga sebagai insan Pos Indonesia” dengan kinerja
karyawan. Semakin tinggi rasa bangga karyawan sebagai insan Pos Indonesia, maka dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Sebagai wujud rasa bangga karyawan sebagai insan Pos Indonesia dan rasa cintanya dengan pekerjaannya selama ini, akan
mendorong karyawan untuk bekerja dengan baik. Karyawan akan merasa puas dan bangga jika dapat menyelesaikan setiap pekerjaannya
dengan baik dan senantiasa meningkatkan kinerjanya untuk memberikan hasil yang terbaik bagi perusahaan.
Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman yang dilakukan, dari delapan nilai budaya perusahaan yang ada, tujuh diantaranya
memiliki hubungan dengan kinerja karyawan. Nilai budaya “bangga sebagai insan Pos Indonesia” memiliki hubungan terkuat dengan
kinerja karyawan dan nilai budaya “senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman” memiliki hubungan terlemah dengan kinerja
karyawan. Sedangkan nilai budaya “menghargai kreativitas pribadi” tidak memiliki hubungan dengan kinerja karyawan. Selengkapnya
peringkat korelasi antara nilai-nilai budaya perusahaan dan kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 26 di bawah ini.
Tabel 26. Peringkat korelasi nilai-nilai budaya perusahaan dengan kinerja karyawan
No Nilai–Nilai Budaya
Perusahaan Nilai
Korelasi r
Nilai Peluang
p
1 Bangga sebagai insan Pos Indonesia
0,537 0,001
2 Menjunjung tinggi semangat kerja
sama dalam kelompok 0,531
0,001 3
Perhatian yang tulus 0,494
0,003 4
Selalu berusaha mencapai yang terbaik
0,483 0,003
5 Bertanggung jawab kepada pihak-
pihak yang berkepentingan 0,457
0,006 6
Ikatan lestari diantara seluruh jajaran insan Pos Indonesia beserta seluruh
keluarga 0,447
0,007 7
Senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman
0,286 0,096
Keterangan : = Nyata pada taraf 10
= Nyata pada taraf 5
=
Nyata pada taraf 1
4.5.2. Hubungan antara Stressors Kerja dengan Kinerja Karyawan
Empat stressor kerja yang akan dianalisis dan diduga mempunyai hubungan yang nyata dan negatif dengan kinerja
karyawan adalah 1. konflik kerja, 2. beban dan waktu kerja, 3. karakteristik tugas dan 4. dukungan dan kepemimpinan. Terhadap
keempat stressors tersebut dilakukan uji korelasi Rank Spearman pada taraf nyata 10 untuk melihat hubungan antara masing-masing
stressor tersebut dengan kinerja karyawan. Jika nilai peluang p
taraf nyata α, maka terdapat hubungan antara stressor tersebut
dengan kinerja karyawan, sebaliknya jika nilai p α, maka tidak ada
hubungan antara stressor tersebut dengan kinerja karyawan. Hasil uji korelasi masing-masing stressor kerja dengan kinerja karyawan dapat
dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Hasil uji korelasi stressors kerja dengan kinerja karyawan
No Stressor Kerja
Nilai Korelasi
r Nilai
Peluang p
Hubungan dengan
Kinerja
1 Konflik Kerja
- 0,404 0,016
Sedang, negatif dan
nyata 2 Beban
dan Waktu
Kerja - 0,312
0,068 Rendah,
negatif dan nyata
3 Karakteristik Tugas
- 0, 311 0,069
Rendah, negatif dan
nyata 4 Dukungan
dan Kepemimpinan -
0,353 0,038
Rendah, negatif dan
nyata Keterangan :
= Nyata pada taraf 10
= Nyata pada taraf 5
= Nyata pada taraf 1
1. Hubungan antara Konflik Kerja dengan Kinerja Karyawan
Berdasarkan Tabel 27 di atas, dapat dilihat dari hasil uji korelasi yang dilakukan antara konflik kerja dengan kinerja karyawan
diperoleh nilai peluang p sebesar 0,016 dan nilai korelasi r negatif sebesar –0,404. Nilai p sebesar 0.016 0,05 menunjukkan hubungan
antara konflik kerja dengan kinerja karyawan adalah nyata pada taraf 5 dan tentunya jelas nyata pada taraf 10. Nilai r sebesar -0,404
menunjukkan adanya hubungan yang negatif dan sedang antara konflik kerja dengan kinerja karyawan. Maka, dapat diartikan semakin
tinggi konflik kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka cenderung dapat menimbulkan stres kerja dan pada akhirnya akan menurunkan
kinerja karyawan, sedangkan semakin rendah konflik kerja yang dirasakan karyawan, maka akan meningkatkan kinerja karyawan.
Konflik kerja yang dirasakan karyawan dapat terjadi antara hubungan atasan dan bawahan, hubungan sesama rekan kerja, maupun
konflik pada diri sendiri. Robbins 1996, tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain dapat menimbulkan konflik kerja yang cukup
besar dan menimbulkan stres bagi karyawan tersebut. Konflik kerja
yang berkelanjutan akan menimbulkan suasana kerja yang tidak nyaman dan dapat menimbulkan stres bagi mereka yang terlibat dalam
konflik. Stres yang berlebihan pada akhirnya dapat menurunkan kinerja karyawan.
2. Hubungan antara Beban dan Waktu Kerja dengan Kinerja
Karyawan
Berdasarkan hasil uji korelasi antara beban dan waktu kerja dengan kinerja karyawan diperoleh nilai korelasi r sebesar -0,312
dan nilai peluang p sebesar 0,068. Nilai p sebesar 0,068 0,1 menunjukkan bahwa hubungan antara beban dan waktu kerja dengan
kinerja karyawan adalah nyata. Nilai r sebesar -0,312 menunjukkan adanya hubungan negatif dan rendah antara beban dan waktu kerja
yang dirasakan dengan kinerja karyawan. Maka dapat diartikan, semakin tinggi beban kerja yang diberikan namun dengan waktu kerja
yang terbatas, maka dapat berpotensi menimbulkan stres kerja dan akhirnya cenderung dapat menurunkan kinerja karyawan
Davis dan John 1996, menyatakan beban kerja yang berlebihan dan desakan waktu membuat karyawan tertekan dan
menjadi stres. Karyawan yang mengalami stres akibat dari banyaknya beban pekerjaan yang diberikan namun tidak diiringi dengan waktu
kerja yang cukup untuk menyelesaikannya, hal ini cenderung akan menurunkan kinerja mereka, mengingat pekerjaan yang
diselesaikannya tersebut tidak dapat dikerjakan secara maksimal.
3. Hubungan antara Karakteristik Tugas dengan Kinerja Karyawan
Berdasarkan hasil uji korelasi antara karakteristik tugas dengan kinerja karyawan diperoleh nilai peluang p sebesar 0,069 dan nilai
korelasi r negatif sebesar -0,311. Nilai p sebesar 0,069 0,1, menunjukkan bahwa hubungan antara karakteristik tugas dengan
kinerja karyawan adalah nyata. Nilai r sebesar -0,311 menunjukkan adanya hubungan yang rendah dan negatif antara karakteristik tugas
dengan kinerja karyawan. Maka dapat diartikan semakin banyak atau
tingginya suatu karakteristik tugas maka hal ini cenderung dapat menurunkan kinerja karyawan.
Karakteristik dari suatu tugas yang tidak dapat diterima oleh karyawan dapat menjadi faktor menurunnya kinerja karyawan. Brecht
2002, sikap karyawan yang sulit menerima terhadap tugas yang diberikan ataupun terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan
sekitar akan membuat karyawan sulit beradaptasi dengan perubahan tersebut sehingga mudah mengalami stres dan dapat menurunkan
kinerja mereka.
4. Hubungan antara Dukungan dan Kepemimpinan dengan Kinerja
Karyawan
Menurut hasil korelasi yang diperoleh antara dukungan dan kepemimpinan dengan kinerja karyawan diperoleh nilai peluang p
sebesar 0,038 dan nilai korelasi r negatif sebesar –0,353. Nilai p sebesar 0,038 0,05 menunjukkan hubungan antara faktor dukungan
dan kepemimpinan dengan kinerja karyawan adalah nyata pada taraf 5 dan secara otomatis nyata pada taraf 10. Nilai korelasi sebesar
–0,353 menyatakan adanya hubungan yang bersifat negatif dan rendah antara faktor dukungan dan kepemimpinan dengan kinerja karyawan.
Semakin rendah dukungan dan kepemimpinan dari rekan kerja maupun atasan , maka akan dapat menimbulkan stres kerja yang pada
akhirnya cenderung dapat menurunkan kinerja karyawan. Sukses atau tidaknya pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan
sangat berhubungan dengan dukungan dan kepemimpinan yang diterima oleh karyawan. Tidak adanya dukungan dan kerja sama dari
kelompok kerja maupun kepemimpinan yang baik dari atasan maka akan sulit bagi karyawan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan
baik. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi serta dukungan dalam pengambilan keputusan maupun dalam
menyelesaikan pekerjaan akan berdampak pada karyawan. Hal ini merupakan suatu contoh variabel struktural yang merupakan sumber
potensial dari stres kerja Robbins, 2001. Karyawan akan merasa
tidak nyaman dengan lingkungan kerja yang tanpa dukungan dan kepemimpinan yang baik, yang pada akhirnya akan menurunkan
kinerja mereka. Berdasarkan uji korelasi antara faktor stressors kerja dengan
kinerja karyawan, dapat dilihat bahwa keempat stressors kerja yang dikaji memiliki hubungan dengan kinerja karyawan. Secara berurut
berdasarkan nilai korelasi yang dihasilkan, keempat stressors tersebut, yaitu konflik kerja, dukungan dan kepemimpinan, beban dan waktu
kerja serta karakteristik tugas. Peringkat korelasi antara stressors dan kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Peringkat korelasi stressors kerja dengan kinerja karyawan
No Stressor Kerja
Nilai Korelasi r
Nilai Peluang P
1 Konflik Kerja
- 0,404 0,016
2 Dukungan dan
Kepemimpinan - 0,353
0,038 3
Beban dan waktu kerja - 0,312
0,068 4
Karakteristik tugas - 0,311
0,069 Keterangan :
= Nyata pada taraf 10
= Nyata pada taraf 5
= Nyata pada taraf 1
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dilakukan uji korelasi antara budaya perusahaan, stressors kerja dan kinerja
karyawan. Hasil uji korelasi antara budaya perusahaan, stressors kerja dan kinerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 29.
Berdasarkan Tabel 29 dapat dilihat bahwa budaya perusahaan memiliki hubungan yang kuat, nyata dan positif dengan kinerja
karyawan. Nilai peluang p sebesar 0,000 0,01, menunjukkan hubungan antara budaya perusahaan dengan kinerja karyawan nyata
pada taraf 1 dan secara otomatis nyata pada taraf 5 dan 10. Nilai korelasi r sebesar 0,641 menyatakan adanya hubungan positif
dengan tingkat keeratan yang kuat antara budaya perusahaan dengan kinerja karyawan, artinya semakin baik pelaksanaan budaya
perusahaan, maka akan meningkatkan kinerja karyawan.
Stressors kerja memiliki hubungan nyata, negatif dan rendah
dengan kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi r sebesar –0,398 dan nilai peluang p sebesar 0,018. Nilai p sebesar
0,018 0,05, menyatakan bahwa hubungan stressors kerja dengan kinerja karyawan nyata pada taraf 5 dan 10. Hal ini berarti,
semakin tinggi stressors kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka dapat menimbulkan stres pada karyawan dan cenderung dapat
menurunkan kinerja karyawan. Tabel 29 juga menunjukkan adanya hubungan yang nyata,
negatif dan sedang antara budaya perusahaan dengan stressors kerja. Nilai peluang p sebesar 0,011 0,05 mengindikasikan hubungan ini
nyata pada taraf 5 dan 10. Nilai korelasi r sebesar –0,426 menyatakan hubungan bersifat negatif dan sedang, artinya semakin
baik pelaksanaan nilai-nilai budaya perusahaan maka dapat menurunkan adanya stressors kerja yang dapat menimbulkan stres
pada karyawan. Selain memiliki hubungan dengan kinerja karyawan, ternyata masing-masing variabel bebas budaya perusahaan dan
stressors kerja juga memiliki hubungan yang cukup erat. Hal ini dapat menunjukkan, bahwasanya dengan pelaksanaan budaya
perusahaan yang baik, selain dapat meningkatkan kinerja karyawan juga dapat menurunkan stressors kerja yang berpotensi menimbulkan
stres pada karyawan. Selengkapnya hasil uji korelasi antara nilai-nilai budaya perusahaan dan stressors kerja dengan kinerja ini dapat dilihat
pada Lampiran 6. Tabel 29. Hasil uji korelasi budaya perusahaan, stressors kerja dan
kinerja karyawan
Variabel Budaya Perusahaan
Strssors Kerja Stressors Kerja
r = -0,426 p = 0,011
Kinerja Karyawan
r = 0,641 p = 0,000
r = -0,398 p = 0,018
Keterangan : = Nyata pada taraf 10
= Nyata pada taraf 5
= Nyata pada taraf 1
4.6. Analisis Regresi Budaya Perusahaan, Stressors Kerja dan Kinerja
Karyawan
Besarnya pengaruh budaya perusahaan dan stressors kerja terhadap kinerja karyawan diukur melalui persamaan regresi berganda. Dengan X
sebagai variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kinerja karyawan yaitu budaya perusahaan dan stressors kerja, sedangkan Y merupakan variabel
yang dipengaruhi yaitu tingkat kinerja karyawan. Output dari hasil perhitungan regresi berganda dapat dilihat pada Lampiran 7.
Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan metode enter, terlihat pada Tabel 30 diperoleh harga koefisien determinasi R
2
sebesar 0,519 51,9 . Hal ini berarti bahwa 51,9 kinerja karyawan dapat dijelaskan
oleh variabel budaya perusahaan dan stressors kerja. Sedangkan sisanya 48,1 dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar budaya perusahaan dan
stressors kerja.
Tabel 30. Koefisien determinasi
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the estimate 1 .720
a
.519 .488
6.0298
Untuk menguji lebih jauh model regresi ini maka dilakukan uji F. Nilai F digunakan untuk pengujian signifikansi koefisien secara keseluruhan.
Signifikansi nilai F yang mendekati nol,maka dapat dikatakan bahwa variabel independen atau variabel bebas yang terkait dengan korelasi regresi
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen kinerja karyawan Y yang diteliti. Nilai F hitung untuk persamaan regresi ini dapat
dilihat pada Tabel 31 berikut ini : Tabel 31. Nilai F hitung
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig. 1 Regression
Residual Total
1253.199 1163.487
2416.686 2
32 34
626.599 36.359
17.234 .000
a
Berdasarkan Tabel 31 di atas diperoleh nilai signifikansi F sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dari alpha yang ditetapkan, yaitu 0,1 maka H
yang menyatakan tidak ada pengaruh ditolak. Dengan ditolaknya H maka
sebagai sebagai konsekuensinya H
1
diterima, yang berarti budaya
perusahaan dan stressors kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Koefisien regresi menunjukkan besarnya perubahan pada variabel dependen Y yang diakibatkan oleh adanya perubahan pada variabel
independen yang terdapat dalam model. Hasil perhitungan regresi ini dapat dilihat pada Tabel 32 berikut ini :
Tabel 32. Output regresi berganda mengenai variabel-variabel yang
mempengaruhi kinerja karyawan
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Variabel B
Std. Error Beta
t Sig. Kinerja
Karyawan 25.758 12.982
1.984 .056
Budaya Perusahaan
.463 .101 .604
4.576 .000
Stressors -.147 .085
.229 -1.735
.092
Berdasarkan tabel di atas dapat dipeoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y = 25,758 + 0,463 X
1
– 0,147 X
2
Nilai konstanta atau intercept a sebesar 25,758 dapat diinterpretasikan bahwa jika koefisien regresi X
1
dan X
2
dianggap tidak ada 0, maka persepsi karyawan mengenai kinerja mereka diperoleh sebesar 25,758. Hal
ini dapat dikatakan bahwa tanpa adanya variabel seperti budaya perusahaan dan stressors kerja, tingkat kinerja karyawan pun dapat dipengaruhi oleh
faktor lain diluar kedua variabel tersebut. Sesuai dengan persamaan regresi di atas, maka dapat dilihat nilai
koefisien untuk budaya perusahaan sebesar 0,463 artinya dengan meningkatnya nilai untuk budaya perusahaan sebesar satu satuan,
sementara variabel independen lain tetap, maka penilaian karyawan terhadap tingkat kinerjanya meningkat sebesar 0,463 . Selanjutnya dari
hasil uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dari alpha yang ditetapkan yaitu 0,1, maka menunjukkan variabel budaya
perusahaan ini berpengaruh nyata terhadap tingkat kinerja karyawan.
Nilai koefisien untuk variabel stressors kerja diperoleh sebesar -0,147, artinya dengan meningkatnya nilai untuk stressors kerja sebesar
satu satuan, sementara variabel independen lainnya tetap, maka penilaian karyawan terhadap tingkat kinerjanya menurun sebesar 0,147 .
Berdasarkan hasil uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,092 yang lebih kecil dari alpha yang ditetapkan yaitu 0,1, maka dapat disimpulkan bahwa
variabel stressors kerja ini berpengaruh nyata terhadap kinerja karyawan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Pelaksanaan nilai-nilai budaya perusahaan di Divisi Pemasaran dan BMS sudah berjalan dengan sangat baik. Karyawan sudah mampu untuk
menerapkan nilai-nilai budaya perusahaan tersebut dalam lingkungan kerjanya. Stressors kerja yang ada dirasakan cukup tinggi dan berpotensi
menimbulkan stres kerja pada karyawan. Kinerja karyawan di Divisi Pemasaran dan BMS adalah sudah baik.
b. Terdapat tujuh nilai budaya yang dinyatakan memiliki hubungan nyata dan positif dengan kinerja karyawan. Kekuatan korelasi nilai-nilai budaya
tersebut secara berurut, yaitu bangga sebagai insan Pos Indonesia, menjunjung tinggi semangat kerja sama dalam kelompok, perhatian yang
tulus, selalu berusaha mencapai yang terbaik, bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berkepentingan, ikatan lestari diantara seluruh jajaran
insan Pos Indonesia beserta seluruh keluarga dan senantiasa melihat kedepan dan belajar dari pengalaman. Nilai budaya yang tidak memiliki
hubungan dengan kinerja karyawan yaitu budaya menghargai kreativitas pribadi.
c. Keempat stressors kerja memiliki hubungan dengan kinerja karyawan. Kekuatan korelasi keempat stressors tersebut secara berurut yaitu konflik
kerja, dukungan serta kepemimpinan, beban dan waktu kerja serta karakteristik tugas.
d. Budaya perusahaan memiliki hubungan negatif dengan stressors kerja. Semakin baik pelaksanaan budaya perusahaan maka dapat menurunkan
stressors kerja yang berpotensi menimbulkan stres kerja pada karyawan. e. Selain memiliki hubungan dengan kinerja karyawan, budaya perusahaan
dan stressors kerja juga berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Budaya perusahaan berpengaruh positif, sedangkan stressors kerja berpengaruh
negatif terhadap kinerja karyawan.
2. Saran
a. Sosialisasi nilai-nilai budaya perusahaan kepada karyawan baik secara formal maupun informal sebaiknya lebih ditingkatkan lagi. Hal ini penting
dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan pelaksanaan nilai-nilai budaya perusahaan yang sudah dilakukan. Beberapa cara yang dapat
dilakukan adalah dengan memasang tulisan-tulisan mengenai nilai-nilai budaya perusahaan yang dikeluarkan secara resmi oleh perusahaan maupun
melalui penjelasan secara lisan oleh pimpinan perusahaan ataupun pimpinan divisi pada waktu-waktu tertentu.
b. Sebagai upaya meningkatkan rasa kekeluargaan dan solidaritas diantara karyawan, perusahaan dapat mengadakan program rekreasi bersama yang
diikuti oleh seluruh karyawan beserta seluruh keluarganya. Hal ini dapat dilakukan minimal setahun sekali.
c. Hubungan antara rekan kerja maupun hubungan antara atasan dan bawahan sebaiknya lebih ditingkatkan dan diperhatikan. Atasan harus lebih adil
dalam pembagian order pekerjaan kepada bawahan. Pemberian tugas kepada bawahan sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan dan
keterampilan karyawan, agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan
karyawan dapat meningkatkan kinerja serta kepuasan kerjanya.
d. Perusahaan sebaiknya lebih memberikan kesempatan kepada karyawan dalam pencapaian tujuan perusahaan dan dalam proses pengambilan
keputusan. Keterlibatan yang tinggi akan membuat karyawan lebih
bertanggung jawab kepada pekerjaannya.
e. Perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan besarnya imbalan atau kompensasi yang pantas dan berhak diterima oleh karyawan atas pekerjaan
yang dilakukannya. Karyawan yang tidak merasa puas dengan imbalan yang diterimanya cenderung akan dapat menurunkan kinerja mereka.
f. Bentuk pelatihan maupun pendidikan yang diberikan kepada karyawan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan karyawan agar dapat diikuti
dengan baik dan memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja
karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahiyah, Ida Faridatul. 2005. Analisis Hubungan Prestasi Kerja dengan Stres dan Tipe Kepribadian Karyawan Studi Kasus PT KHI Pipe Industries
Cilegon, Banten. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Brecht, Grant. 2000. Sorting out Stress. Terjemahan Tim Redaksi Mitra Utama. PT Prenhallindo, Jakarta.
Cooper, Cary dan Alison Straw. 1995. Stress Management yang Sukses. Kesaint Blanch Indah Corp, Jakarta.
Davis, Keith dan John W. Newstorm. 1996. Perilaku dalam Organisasi. 7
th
Edition. Erlangga, Jakarta. Gibson, Ivancevich dan Donelly. 1996. Organisasi Perilaku, Struktur dan Proses.
Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga, Jakarta. Handoko, T. Hani. 1987. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Edisi
Kedua. FE UGM, Yogyakarta. Hawari, Dadang. 2002. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Edisi Pertama.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Ie, Mei. 2004. Pengelolaan Stres dalam Meningkatkan Kinerja, Jurnal
Manajemen, 1 : pp. 56 – 64. Kisdarto, Atmosoeprapto. 2000. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan.
PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Kotter, John P dan James L. Heskett. 2006. Budaya Korporat dan Kinerja.
Penerbit SAGA, Jakarta. Kustini dan Tituk Diah. 2002. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan Studi Kasus pada BUMN “X” di Surabaya, Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi, 2 : pp. 33 – 37.
Mangkuatmodjo, Soegyarto. 2003. Pengantar Statistika. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mathis, Robert L dan Jackson John H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Salemba Empat, Jakarta.
Moeljono, Djokosantoso. 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Nasution, Mulia. 1994. Manajemen Personalia Aplikasi dalam Perusahaan. Djambatan, Jakarta.
Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Ndrah, Taliziduhu. 2003. Budaya Organisasi. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Oktavianti, Dwita. 2001. Kajian Hubungan Budaya Perusahaan Corporate
Culture dengan Motivasi Kerja Karyawan pada Divisi Finance PT. ISM Bogasari Flour Mills, Jakarta. Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. PT. Pos Indonesia Persero. 1995. Delapan Butir Nilai-Nilai Utama Budaya
Perusahaan. Bandung. Purwanto, Agus Joko, Sri Wahyu Kridasakti dan Wilfridus B. Elu. 2001. Teori
Organisasi. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta. Rivai, Veithzal dan Ahmad Fawzi Mohd Basri. 2005. Performance Appraisal. PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta. Robbins, Stephen. 2001. Perilaku Organisasi . Edisi Bahasa Indonesia Jilid 2. PT.
Prenhallindo, Jakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. Edisi
Revisi. LP3ES, Jakarta. Soetjipto, Budi W. 1997. Perangkap Budaya, Jurnal Usahawan, 02 : pp. 25-26.
Stoner, James A.F, R. Edward Freeman dan Daniel R Gilbert. 1996. Manajemen.
Edisi Bahasa Indonesia Jilid 2. PT Indeks Gramedia Grup, Jakarta. Sugiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. CV. Alfabeta, Bandung.
Susanto, A.B. 1997. Budaya Perusahaan, Manajemen dan Persaingan Bisnis. PT.
Elex Media Komputindo, Jakarta. Triguno. 2003. Budaya Kerja Falsafah, Tantangan Lingkungan yang Kondusif,
Kualitas dan Pemecahan Masalah. PT. Golden Terayon Press, Jakarta. Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Wood, et al. 2001. Organizational Behaviour: A Global Perspektif. 2
nd
Ed. John Wiley and Sons, Inc, Singapore.
LAMPIRAN
STRUKTUR ORGANISASI PT POS INDONESIA PERSERO
PEMEGANG SAHAM
KOMISARIS
DIREKTUR UTAMA
DIREKTORAT BISNIS
KOMUNIKASI DIREKTORAT
BISNIS JASA KEUANGAN
DIREKTORAT BISNIS
KURIR OPERASI
DIREKTORAT KEUANGAN
DIREKTORAT SUMBER
DAYA MANUSIA
WILPOS UPT
PUSAT PERENCANAAN
KORPORAT DAN TRANSFORMASI
SATUAN PENGAWASAN
INTERN
SEKRETARIAT PERUSAHAAN
Lamp iran
1. S truk
tur or ga
nisa si
P T
P o
s Indonesia P
er sero
98
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR POS JAKARTA SELATAN
KEPALA KANTOR
SENIOR MANAJER WAKIL
Manajer Yan.
Pos
Asman Yan.
Kug Asman
Yan. Pos
Asman Ems
Manajer Yan.
Gen.
Asman Op. Gen.
Manajer Giro
Asman Rk
Asman PRK
Manajer UPL
Asman Verifik
asi Asman
Adm TU
Asman Keag
Bpm Manajer
Mutu
Asman Audit
Manajer PPW
Asman Puri
Pekapos I Manajer
Pengola han
Asman Kir
Ter Asman
Puri R
Asman Proces
sing Manajer
Antaran
Asman Adm
Ant Asman
Lkt Serah
Asman Antaran
Manajer Yan.
Log
Asman Pengol
ahan Asman
Yan. Loket
Manajer Pemsar
BMS
Asman PLP
Manajer Kug
Asman Inv.
BPM Asman
Pensiun Manajer
Akuntan si
Asman Verifik
asi Manajer
SDM
Asman Kepeg
Asman Sejah
Manajer Sarana
Asman Ged-
Per Asman
Kentor Manajer
Taksif
Asman Antaran
Kepala Kantor Pos Cabang
La mp
ira n
2. S
truk tur
orga
nisa si
K antor
P o
s Jakar
ta S
elatan
99
Lampiran 3. Kuesioner penelitian setelah validitas
KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN NILAI-NILAI BUDAYA PERUSAHAAN
CORPORATE CULTURE DAN STRESSORS KERJA
DENGAN KINERJA KARYAWAN Studi Kasus : Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan
Kepada Yth. BapakIbuSaudara
Di Kantor Pos Jakarta Selatan Dengan hormat,
Ditengah kesibukan BapakIbuSaudara pada saat bertugas, perkenankanlah saya memohon kesediaan BapakIbuSaudara untuk meluangkan sedikit waktu
guna mengisi angket yang saya sertakan berikut ini. Angket ini bertujuan untuk kepentingan ilmiah, oleh karena itu jawaban
yang BapakIbu Saudara berikan sangat besar manfaatnya bagi pengembangan ilmu. Jawaban yang BapakIbuSaudara berikan tidak akan berkaitan dengan
penilaian prestasi kerja anda karena ini ditujukan untuk keperluan ilmiah dan penyelesaian tugas akhir studi maka jawaban yang benar adalah jawaban yang
benar-benar menggambarkan keadaan BapakIbuSaudara. Atas perhatian dan bantuan BapakIbuSaudara, saya sampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Besar harapan saya untuk menerima kembali angket ini dalam waktu singkat.
Bogor, Februari
2007 Hormat Saya,
Dini Mariani
Lanjutan Lampiran 3.
IDENTITAS RESPONDEN
Berilah tanda silang X pada jawaban yang anda anggap sesuai 1. Berapakah umur anda pilih selang waktu yang sesuai ?
a. Kurang atau sama dengan 30 tahun b. 31– 40 tahun
c. 41-50 tahun d. Lebih dari 50 tahun
2. Apakah tingkat pendidikan terakhir anda ? a. SD
b. SMP c. SMA
d. D3 e. S1
f. S2 3. Apakah jenis kelamin anda ?
a. Laki-laki b. Perempuan
4. Berapa lamakah anda bekerja di Kantor Pos Jakarta Selatan ini ? a. Kurang atau sama dengan 5 tahun
b. 6-10 tahun c. 11-15 tahun
d. Lebih dari 15 tahun
Lanjutan Lampiran 3.
KUESIONER
BUDAYA PERUSAHAAN
I. Selalu Berusaha Mencapai yang Terbaik
1 Anda menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target dan dikerjakan secara tuntas
a Sangat setuju c Cukup setuju
e Tidak setuju b Setuju
d Kurang setuju 2 Anda tidak pernah menunda pekerjaan yang diberikan kepada anda
a Sangat setuju c Cukup setuju
e Tidak setuju b Setuju
d Kurang setuju
II. Senantiasa Melihat Kedepan dan Belajar Dari Pengalaman
3 Atasan memberikan tanggapan jika anda memberikan sumbangan sumbangan pemikiran tentang hal-hal yang harus dikerjakan pada masa
yang akan datang a Sangat setuju
c Cukup setuju e Tidak setuju
b Setuju d Kurang setuju
• Mohon dijawab dengan jelas, berilah tanda silang x pada jawaban anda. • Kerahasiaan identitas anda terjamin
• Jawaban yang anda berikan adalah yang paling sesuai dengan keadaan, pendapat dan perasaan anda, bukan berdasarkan pendapat umum atau
pendapat orang lain, yaitu : • Isilah seteliti mungkin dan jangan ada yang terlewati
• Atas partisipasi dan bantuannya saya ucapkan terima kasih