Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil observasi, siswa aktif dan mampu berkomunikasi dengan baik selama melakukan pengamatan karena aktivitas tersebut dilakukan secara berkelompok di luar ruangan. D’Amato dan Krasny 2009 berpendapat bahwa pembelajaran luar ruangan menciptakan situasi belajar yang monoton menjadi menyenangkan karena adanya kelompok sosial. Melalui pengalaman- pengalaman interaksi sosial yang terbentuk, perkembangan mental siswa menjadi matang. Aktivitas siswa dalam pembelajaran dipengaruhi beberapa faktor antara lain metode pembelajaran, minat siswa dan peran guru sendiri. Hasil penelitian Komalasari 2011 menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan keaktifan siswa dan meningkatkan kompetensi kemasyarakatan sehingga siswa mampu dan mau bekerja dalam kelompok. Hall dan Kidman 2004 menambahkan bahwa peran guru besar dalam peningkatan keaktifan siswa. Guru harus memiliki kemampuan pengelolaan kelas yang baik, mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan dan memahami karakteristik siswa untuk membantu kerjasama dan hubungan antar siswa. Hasil penelitian Chopra dan Chabra 2013 di sebuah sekolah alternatif menunjukkan bahwa guru menjadi fasilitator utama untuk pengelolaan kelas secara baik dan menyenangkan. Hal tersebut akan membuat siswa merasa nyaman dan semakin aktif dalam pembelajaran. Minat dari dalam diri siswa merupakan salah satu hal yang mendasari keaktifan siswa. Siswa yang memiliki minat besar dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan perhatian dan peran aktifnya di dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Purwanto dan Ngalim 2002, minat menjadi alasan utama yang dapat menjelaskan perilaku siswa selama pembelajaran berlangsung. Siswa yang tidak memiliki minat untuk belajar akan menunjukkan perilaku yang acuh tak acuh dan tidak peduli terhadap jalannya proses pembelajaran, sebaliknya siswa yang memiliki minat dalam belajar aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Penelitian yang dilakukan Anggraito et al 2006 menyebutkan bahwa aktivitas siswa akan mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Beberapa siswa ada yang kelihatannya kurang aktif tapi memiliki hasil belajar yang cukup baik dan ada siswa yang aktif tapi tidak mencapai batas tuntas. Hal ini dijelaskan oleh penelitian Komalasari 2011 yang menyebutkan bahwa siswa dengan aktivitas belajar tinggi belum tentu mencerminkan bahwa siswa tersebut memahami materi yang dibahas. Siswa banyak bertanya, menulis, dan berinteraksi dengan siswa lainnya karena siswa tersebut belum paham. Hal ini menyebabkan siswa tidak tuntas belajar walaupun memiliki tingkat aktivitas belajar yang tinggi. Siswa yang aktif akan lebih banyak memahami materi sehingga hasil belajar meningkat. Hasil belajar merupakan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas dari suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan Winkel, 2009. Metode pembelajaran yang diterapkan pada suatu kelas dapat mempengaruhi aktivitas siswa dalam kelas tersebut. Aktivitas siswa belajar siswa dapat ditingkatkan melalui kegiatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif sehingga hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai. Hasil belajar siswa secara individu telah mencapai standar yang ditetapkan yaitu ≥ 75. Secara klasikal ketiga kelas dinyatakan tuntas belajar karena jumlahnya ≥ 75. Siswa kelas X-4 yang tergolong aktif dan hasil belajar yang paling tinggi memiliki ketuntasan yang kurang maksimal. Hal ini karena siswa kelas X-4 banyak yang menjadi aktivis sekolah sehingga beberapa siswa tidak masuk ketika dilaksanakan post-test karena ada acara sekolah. Peningkatan hasil belajar siswa diperoleh karena siswa mendapatkan pengetahuan tentang keanekaragaman hayati serta pengalaman observasi secara langsung. Siswa mampu mengaitkan antara materi yang ada di buku teks dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitar yaitu taman, sawah, kebun dan pasar. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Setiawan 2007 yang menunjukkan bahwa pelaksanaan kerja kelompok membuat siswa lebih mudah memahami materi dengan saling bertukar informasi dengan kelompok lain. Kemampuan siswa pada kegiatan observasi pasar dan pengamatan lingkungan sekolah menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual sangat diminati siswa. Strategi pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan akademik, kemampuan pemecahan masalah dan hasil belajar Karmana, 2011. Pelaksanaan observasi pasar ini juga dianggap siswa mampu membuat pemahaman mereka lebih baik. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Sekarlangit 2012 yang mengungkapkan bahwa pasar tradisional dapat digunakan sebagai sumber belajar biologi pada materi keanekaragaman hayati dengan potensi antara lain memiliki jenis tanaman bunga yang banyak dan memiliki variasi bunga yang beragam baik berbeda spesies maupun variasi dalam satu spesies. Penggunaan pasar sebagai sumber belajar biologi, dapat membuat siswa mengaitkan antara materi yang didapatkan dalam buku dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekolah. Hasil belajar dalam penelitian ini memperkuat hasil belajar penelitian- penelitian lain yang telah dilakukan. Zubaidah 2008 mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan motivasi siswa. Pemanfaatan lingkungan dapat menciptakan suasana yang kondusif sehingga lebih memacu minat dan motivasi. Kurniastuti 2006 menambahkan bahwa pembelajaran kontekstual pada pokok bahasan ekosistem juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA. Hal ini dikuatkan dengan pemanfaatan lingkungan pada materi keanekaragaman hayati yang dapat diterapkan pada materi ekosistem. Penggunaan pendekatan kontekstual juga diterapkan pada ilmu lain. Hasil penelitian Satriani et al 2012 menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual dalam keterampilan menulis, mampu mendorong siswa dan memberi motivasi untuk menulis. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual efektif dalam peningkatan kemampuan dengan pengalaman secara nyata. Suryanti et al 2006 menambahkan bahwa dengan pembelajaran kontekstual mampu mengatasi kesulitan dan meningkatkan pemahaman siswa dalam materi panas dengan pendekatan inkuiri kelompok kooperatif. Hasil penelitian Tati et al 2009 menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual efektif diterapkan pada pokok bahasan turunan dan meningkatkan nilai rata-rata siswa sehingga mencapai batas ketuntasan minimal. Rata-rata hasil post-test membuktikan bahwa kemampuan siswa setelah melaksanakan pembelajaran semakin meningkat sehingga nilainya lebih dari batas ketuntasan minimal. Ketuntasan klasikal juga dapat mencapai kriteria yang ditetapkan sekolah. Beberapa siswa yang belum dapat mencapai batas ketuntasan minimal karena faktor yang diamati secara langsung sebagai berikut : 1. Minat siswa yang kurang besar pada materi keanekaragaman hayati. Materi keanekaragaman hayati merupakan materi yang sangat kompleks karena mempelajari segala aspek keanekaragaman mulai dari keanekaragaman pada tingkat gen sampai ekosistem makhluk hidup yaitu tumbuhan dan hewan. 2. Kurang memperhatikan petunjuk pelaksanaan kegiatan sehingga masih tidak paham dengan kegiatan yang harus dilakukan. 3. Siswa merasa materi keanekaragaman hayati masih sulit karena materi ini meliputi kenekaragaman gen, jenis dan ekosistem yang sangat luas cakupannya. 4. Ada siswa yang tidak mengikuti kegiatan observasi pasar karena rumahnya yang terlalu jauh dari sekolah. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan beberapa solusi antara lain : 1. Minat yang kurang besar dapat diatasi dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan membuat siswa lebih terlibat secara aktif pada proses pembelajarannya. Penelitian Tukimin dan Salamah 2011 menunjukkan bahwa pembelajaran yang menyenangkan dapat diaplikasikan lewat PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan. Salah satu aspek yang diterapkan pada PAKEM adalah pembelajaran dengan menggunakan media visual yang lebih baik. 2. Pemahaman siswa yang kurang terhadap prosedur kerja dapat diatasi dengan penggunaan LKS yang baik dan praktis. Penyusunan LKS dan prosedur pelaksanaan kegiatan berdasarkan pendekatan kontekstual sangat dianjurkan karena mampu membantu siswa menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas dengan kehidupannya sehari-hari Munir dan Patak, 2007. LKS yang dapat digunakan untuk pengantar aktivitas siswa adalah LKS yang prosedur kerjanya dibuat untuk mengantarkan konsep yang dipelajari siswa, memiliki ringkasan materi yang jelas serta disesuaikan dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan Tati et al 2009. 3. Kesulitan materi yang terlalu luas dapat diatasi oleh guru. Guru meminta siswa mempersiapkan pengetahuan awal yaitu membaca materi di rumah dan mengadakan pre-test sebelum pembelajaran dimulai. 4. Lokasi yang tidak dapat dijangkau diatasi dengan cara memilih lokasi yang dekat sekolah dan dapat dijangkau semua siswa. Permasalahan ini juga dapat diatasi dengan pemilihan lokasi oleh siswa sendiri. Ketuntasan klasikal yang dicapai menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual dengan memanfaatkan lingkungan sekolah mampu menyamakan pemahaman siswa pada tiga kelas yang berbeda. Hasil penelitian Setiawan 2007 menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual pada subyek penelitian yang memiliki karakteristik sama mampu meningkatkan hasil belajar. Pencapaian nilai rata-rata hasil belajar siswa di tiga kelas penelitian hampir sama sebab pembelajaran dengan menerapkan pendekatan kontekstual dengan pemanfaatan lingkungan sekolah memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk memperoleh pengalaman nyata dan mengembangkan gagasan-gagasannya Kurniastuti, 2006. Siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri secara aktif tentang fenomena-fenomena alam yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat mendalami konsep dan menyusun pengetahuannya sendiri dan berinteraksi dengan lingkungannya dengan melakukan eksplorasi. Salah satu komponen pembelajaran kontekstual yang diterapkan adalah authentic assesment. Nilai rata-rata LKS dan tugas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mengerjakan tugas sesuai dengan komponen pendekatan kontekstual yaitu authentic assesment. Authentic assesment diharapkan dapat memacu siswa untuk tertarik dengan pembelajaran yang dilaksanakan dan tidak bosan dengan model penilaian yaitu tes tertulis Gita, 2007. Empat kelompok di kelas X – 4 membuat model dengan gambar yang lengkap dengan semua komponen ekosistem yaitu produsen, konsumen tingkat I, konsumen tingkat II, konsumen tingkat III dan dekomposer serta komponen abiotik. Semua kelompok di kelas X-4 memresentasikan dengan baik, lantang, jelas dan mampu menjawab semua pertanyaan. Semua kelompok di kelas X – 9 dan X – 10 membuat model dengan keterangan yang kurang lengkap dengan menuliskan komponen ekosistem kurang lengkap. Keterangan gambar sudah lengkap. Presentasi yang dilaksanakan siswa sudah baik, jelas dan mampu menjawab beberapa pertanyaan. Tanggapan kepuasan siswa merupakan balikan dari siswa terhadap pembelajaran. Siswa pada tiga kelas penelitian menyatakan tertarik mengikuti pembelajaran dengan penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan pemanfaatan lingkungan pada materi keanekaragaman hayati. Beberapa siswa tidak menyukai suasana kelas pada saat proses pembelajaran. Hal ini kemungkinan terjadi karena kondisi siswa yang belum terbiasa dengan sistem pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hasil penelitian Smith 2006 menunjukkan bahwa alternatif pemecahan yang dapat dilakukan adalah guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang dimiliki dan guru menempatkan diri sebagai motivator dan fasilitator yang baik. Sebagian besar siswa pada tiga kelas juga menyatakan kepuasan terhadap pembelajaran karena mereka mampu memahami konsep keanekaragaman hayati, memberikan manfaat bagi kehidupan, mampu mengerjakan soal evaluasi dengan benar, mampu mengemukakan pendapat, serta mampu mempresentasikan hasil kegiatan. Permasalahan yang masih dialami siswa yaitu belum membaca materi yang akan disampaikan oleh guru. Siswa pada tiga kelas yang dijadikan subyek penelitian memiliki pengetahuan awal yang sama jika dilihat dari rata-rata hasil pre-test. Dalam angket kepuasan siswa, sebagian siswa mengungkapkan bahwa mereka tidak membaca materi terlebih dahulu sebelum mengikuti pelajaran karena masih merasa bingung dan bergantung kepada guru. Dalam hal ini, peran guru penting untuk memberi motivasi kepada siswa agar mau membaca materi terlebih dahulu sebelum dimulai. Pengetahuan awal tinggi membantu siswa lebih memahami materi dan aktivitas yang dilaksanakan sehingga hasil belajar dapat meningkat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Indriati 2013 yang mengungkapkan bahwa kemampuan awal siswa memberikan kontribusi besar dalam peningkatan prestasi belajar. Solusi yang dapat dilakukan adalah pemberian motivasi dan penyampaian oleh guru sebelum menutup kegiatan pembelajaran. Guru meminta siswa untuk membaca materi terlebih dahulu sehingga siswa memiliki kemampuan awal yang cukup untuk mengikuti pembelajaran. Angket keterlaksanaan CTL pada penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang diterapkan sudah memenuhi semua komponen CTL yaitu konstruktivisme, inkuiri, membuat model, bertanya, masyarakat belajar, membuat refleksi dan penilaian autentik. Keterlaksanaan CTL ini didukung penelitian Satriani et al 2012 yang menunjukkan beberapa kelebihan dalam menggunakan CTL. Kelebihan tersebut yaitu 1 mendorong siswa dalam menulis; 2 meningkatkan motivasi siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam kelas menulis; 3 membantu siswa mengembangkan tulisan mereka; 4 membantu siswa memecahkan masalah mereka; 5 menyediakan cara untuk siswa berdiskusi dan berinteraksi dengan teman mereka; dan 6 membantu siswa merangkum dan merefleksikan pelajaran. Kekurangan yang dapat diamati adalah siswa belum mampu mengajukan pertanyaan questioning dengan baik. Siswa yang mengajukan pertanyaan hanya terbatas pada siswa tertentu. Komponen lain yang belum dipenuhi adalah constructivism yaitu siswa masih kebingungan mengaitkan pengetahuan yang ditemukan sendiri dengan materi yang dipelajari di buku teks. Masalah ini dapat diatasi dengan motivasi dan bimbingan dari guru untuk mengaitkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dengan materi di buku teks Mariati dan Riska, 2012. Faktor yang mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar siswa tidak hanya pada faktor minat dan motivasi. Faktor lain yang berpengaruh antara lain cara mengajar guru, karakter guru, suasana kelas yang tenang dan nyaman dan fasilitas belajar yang digunakan. Guru mempunyai peranan sebagai demonstrator, pengelola kelas, mediator dan fasililator, serta evaluator Aritonang, 2008. Guru dapat memilih dan melaksanakan peranan di atas yang dapat membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa untuk mencapai hasil yang baik. Hasil angket ketercapaian kinerja guru menunjukkan bahwa kinerja guru terlihat berbeda di tiga kelas serta pada masing-masing pertemuan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor termasuk karakteristik siswa di masing-masing kelas. Walaupun demikian, berdasarkan hasil tersebut diperoleh gambaran bahwa secara umum kinerja guru dalam pembelajaran sangat baik. Guru sudah melaksanakan pembelajaran sesuai rencana pembelajaran yang telah disusun. Kekurangan yang ditemukan melalui pengamatan, terkadang guru belum memberikan apersepsi yang sinkron dengan materi yang dibahas. Guru diharapkan selalu berusaha memaksimalkan kinerja, karena guru merupakan kunci keberhasilan pembelajaran yang mampu mengelola komponen-komponen pembelajaran yang lain, sehingga dapat memaksimalkan kualitas PBM. Hasil angket tanggapan guru menunjukkan bahwa guru mata pelajaran biologi tertarik dengan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual. Guru mengungkapkan bahwa metode yang dilakukan sudah bagus dan membuat keaktifan serta minat siswa meningkat. Kekurangan yang diamati guru adalah teknis pelaksanaan observasi pasar. Waktu untuk observasi ke pasar hanya bisa dilakukan di akhir pekan. Tukimin dan Salamah 2011 mengungkapkan bahwa pelaksanaan PAKEM perlu dilakukan dengan manajemen waktu yang baik dan efektif. Guru mengusulkan agar lokasi yang digunakan tidak terlalu jauh dari sekolah sehingga waktu jam pelajaran biologi dapat digunakan untuk keperluan observasi. Manajemen waktu terkait dengan pengelolaan kelas yang baik. Kendala pada penelitian ini adalah pengelolaan kelas yang kurang baik. Masalah tersebut dapat di atasi dengan kerja per kelompok dan tiap kelompok memiliki ketua untuk mengatur aktivitas teman sekelompoknya Chopra dan Chabra 2013. 32

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pemanfaatan lingkungan sekolah menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual efektif diterapkan pada keanekaragaman hayati kelas X. Efektivitas ditunjukkan dengan peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa.

B. Saran

Pembelajaran kontekstual pada pelaksanaannya selalu terkait dengan obyek nyata dan eksplorasi lingkungan sekitar yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga membutuhkan lebih banyak tenaga dan waktu serta menuntut siswa untuk selalu aktif. Untuk itu, guru berperan besar sebagai fasilitator untuk aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. 33 DAFTAR PUSTAKA Ali H. 2008. Efektivitas Pembelajaran Biologi melalui Metode Out Door Study dalam Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa. Jurnal Bionature 8 1: 18-23. Anggraito U, A Nugroho D Palupi. 2006. Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Kerja Ilmiah melalui Pembentukan Kelompok Kooperatif STAD dalam Penilaian Autentik. Jurnal penelitian pendidikan 1 22: 37-43. Arikunto S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. _______. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Aritonang KT. 2008. Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur 7 10: 17-21. Chopra V S Chabra. 2013. Digantar In India : A Case Study For Joyful Learning. Journal of Unschooling and Alternative Learning 7 13:28-44 D’Amato LG ME Krasny. 2009. Outdoor Adventure Education: Applying Transformative Learning Theory in Addressing Instrumental and Emancipatory EE Goals. Journal of Environmental Education 5 7: 12-13. Gita IN. 2007. Implementasi Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan 1 1:26-34. Hall C J Kidman. 2004. Teaching and Learning: Mapping the Contextual Influences. International Education Journal 5 3:331-343. Hariyanti E. 2006. Ujicoba Model Pembelajaran Luar Ruang Mata Pelajaran IPA. On line at http:www.depdiknas.go.idujicobamodel.html [ accesed 3 Februari 2012 ] Hasruddin. 2009. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Pendekatan Kontekstual. Jurnal Tabularasa PPS Unimed 6 1:48-60. Indriati D. 2013. Kontribusi Kreativitas, Kemampuan Awal Dan Gaya Belajar Terhadap Prestasi Belajar Praktik Instalasi Home Theater Siswa SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta Skripsi. Yogyakarta : UNY.