mempersiapkan sebuah kurikulum sejarah ABRI. Ia menyatakan bahwa “history is the most effective means to achieve the two principal goals, that
is the goal of strengthening the spirit of integration in the Armed Forces, and the goal of perpetuating the precious values of the 1945 struggle
. Reid, 2005: 184.
Gagasannya ini direalisasikan dalam lingkungan pendidikan dan mulai jenjang Sekolah Dasar SD sampai Sekolah Menengah Atas SMA ketika
beliau menduduki Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1983 dengan menerapkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa PSPB,
“History of National Struggle” pada tahun 1985. Mata pelajaran ini tidak lama bertahan dan akhirnya dihapuskan dari kurikulum sekolah sebelum jatuhnya
Presiden Suharto.
2.3.4 Proses pembelajaran sebagai upaya pembinaan karakter bagi peserta didik
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi yang berkarakteristikkan interaksi edukatif. Yaitu komunikasi timbal balik antara
guru dengan siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Oleh karena itu sumber belajar yang dirancang dengan baik dalam batas tertentu akan dapat
merangsang timbulnya semacam dialog internal dalam diri siswa yang belajar Miarso, 1984:94. Dengan kata lain terjadi komunikasi bermakna antara
siswa dengan sumber belajar yang dihadapinya.
Dengan tercapainya dialog internal pada diri siswa menjadikan mereka berusaha untuk menangkap pesan dari media tersebut, sehingga telah terjadi
proses pembelajaran. Media berhasil membawakan pesan sebagai sumber belajar, apabila kemudian terjadi perubahan pola fikir, tingkah laku atau sikap
belajar pada diri siswa. Proses pembelajaran di tingkat sekolah dasar semakin strategis untuk
melakukan kongkritisasi, mengingat kondisi psikis dan intelektual mereka masih berorientasi pada hal-hal yang konkrit.
Berkaitan dengan hal tersebut, perencanaan pesan-pesan pembangunan karakter dalam proses pembelajaran sangat diperlukan. Perencanaan dimaksud
disesuaikan kejiwaan anak-anak sekolah dasar. Perencanaan yang baik akan menghasilkan proses-proses pembelajaran yang kondusif bagi terjadinya
dialog antara peserta didik dengan sumber belajar yang ada, yang pada gilirannya akan tertanam konsep-konsep pembangunan karakter dalam
tingkatannya yang sangat sederhana dan konkrit. Proses pembelajaran yang berkualitas memerlukan pengembangan bahan
ajar secara proporsional. Bahan ajar dalam bentuk yang sederhana dan mudah diapresiasi, di sekolah dasar sangat penting artinya bagi proses belajar
mengajar. Pada anak usia sekolah dasar, bahan ajar dalam bentuk yang sederhana dan mudah diapresiasi tidak hanya menjadi sumber utama belajar
setelah guru, melainkan juga efektif dalam membinakan pesan pada diri peserta didik. Seperti hasil penelitian Unger dan Crowford dalam Sunarto,
2000:158, menemukan bahwa salah satu lingkungan anak-anak yang
berpengaruh besar bagi pembentukan karakter dalam diri anak-anak adalah cerita-cerita dan komunikasi pesan-pesan national chararacter building yang
diperoleh di lingkungan keluarga, teman bermain, sekolah, dan bacaan- bacaan. Informasi tentang pembangunan karakter tersebut diterima secara
verbal oral, verbal tulis, verbal audio, hingga verbal visual. Penanaman karakter pada para peserta didik merupakan proses
penyesuaian kepribadian yang perlu memperhatikan bermacam-macam prinsip dasar pertumbuhan. Satmoko 1983:216 menegaskan bahwa mekanisme
penyesuaian tersebut pada dasarnya merupakan sebagian dari usaha kependidikan yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, maupun masyarakat,
serta berlangsung seumur hidup. Itulah sebabnya, perencanaan pembelajaran yang praktis, aplikabel, dan
memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan peserta didik sangat diperlukan, dalam upaya pembelajaran nilai yang membawa muatan
pembangunan karakter. Buku teks mata pelajaran di sekolah dasar yang merupakan sumber
informasi yang bersifat ferbal tulis dan visual, merupakan sumber yang sangat dekat dengan peserta didik. Selain jangkauan anak-anak SD untuk mengakses
sumber informasi lain yang lebih kompleks sangat terbatas, pola fikir pun
masih sangat sederhana sehingga belum memerlukan informasi-informasi yang rumit. Oleh karena itu pesan yang ada pada buku teks pelajaran SD
sangat efektif dalam membentuk image anak tentang national character building
.
Ketika seorang anak mulai akrab dengan buku-buku bacaan, ada tahapan-tahapan yang berproses dalam dirinya. Nielson 1990:37-39
mengemukakan ada tiga tahap seorang anak mengenal kegiatan berbahasa, yaitu penikmatan tidak sadar, penikmatan bacaan secara sederhana, dan tahap
apresiasi penuh pada bacaan. Pada tahap pertama, anak mengetahui apa yang disukai tetapi tidak tahu mengapa menyukai hal itu. Misalnya ketika orang
tuanya menyanyi atau bercerita untuk mereka, mereka akan menikmatinya tanpa mereka tahu mengapa tertarik nyanyian atau cerita itu. Hal ini terjadi
ketika anak masih bayi terus berlanjut sampai anak memasuki sekolah dasar. Pada tahap kedua, seorang anak mulai menikmati bacaan kendatipun dengan
tingkat penerimaan yang sederhana. Pada tahap ini anak akan berusaha meningkatkan kesenangannya, sehingga kerapkali banyak mengajukan
pertanyaan pada orang dewasa sekitar bacaan tersebut. Tahap kedua ini terjadi biasanya pada masa akhir di sekolah dasar dan awal sekolah menengah.
Sedangkan pada tahap ketiga adalah masa di mana anak-anak mulai dapat mangapresiasi bacaan secara sempurna. Pada tahap ini anak-anak sudah dapat
menanggapi isi bacaan, dan sudah pula mempunyai alasan kenapa menyukai bacaan tersebut. Tahap ini terjadi pada masa-masa sekolah lanjutan tingkat
atas.
2.4 Teori yang Mendasari Pembelajaran sebagai pembangunan