2.8 Kerangka Konseptual dan Alur Berpikir
Mainstream dari Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah
terbentuknya warga negara yang cerdas dan baik smart and good citizenship. Cerdas berarti memiliki daya saing yang tinggi dan kepekaan terhadap
fenomena sosial, kemasyarakatan, dan kebangsaan, sehingga dapat mengambil peran secara aktif. Sedangkan warga negara yang baik berarti mampu
mengapresiasi dan menginternalisasi tata nilai, norma, dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kendatipun secara filosofi tata nilai bangsa Indonesia sudah mengkristal dalam formula Pancasila, pada kenyataannya dinamika politik ketatanegaraan
di tanah air akn ikut mewarnai pasang surut implementasi tata nilai tersebut. Dalam perjalanan sistem ketatanegaraan Indonesia terdapat beberapa tonggak
sejarah, yang ikut mewarnai pelaksanaan tata nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tonggak sejarah yang dimaksud adalah sejak
periode kebangkitan nasional tahun 1928, periode kemerdeka Republik Indonesia tahun 1945, periode orde baru tahun 1966, dan periode reformasi
tahun 1998. Di sisi lain dinamika sosial kemasyarakatan juga melahirkan konsep-
konsep baru tata nilai sosial kemasyarakatan, yaitu berupa masyarakat madani civil society
, multikulturalisme, gender equality, dan sebagainya. Pembangunan karakter menjadi kajian menarik, mengingat hal tersebut
terkait dengan eksistensi peradaban bangsa dalam memasuki kehidupan global.
Internalisasi nilai pembangunan karakter pada proses pembelajaran di kelas memerlukan pemberdayaan secara sinergis semua potensi yang ada di
sekolah. Dalam penelitian ini dipandang penting untuk mengkaji pembelajaran PKn yang berspiritkan pembangunan karakter dilihat dari aspek
guru, kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah, dan rancangan pembelajaran. Hal ini didasarkan atas paradigma manajemen, bahwa
setidaknya terdapat lima unsur yang memiliki hubungan fungsional untuk membangun sebuah proses, yaitu man, material, methode, money, dan
machine .
Dalam konteks pembelajaran karena yang dikelola adalah manusia muda peserta didik dengan segala potensinya, aspek “man, material, dan methode”
lah yang diduga memiliki hubungan secara fungsional secara signifikan. Man berkenaan dengan aspek guru dan kepemimpinan kepala sekolah yang
merupakan penggerak proses pembelajaran. Material berkenaan dengan kultur sekolah dan ranangan pembelajaran berupa bahan ajar. Sedangkan methode
berkenaan dengan rancangan pembelajaran berupa metode pembelajaran di kelas.
Secara skematis, alur kerangka berfikir penelitian ini tergambar sebagai berikut.
Gambar 12. Alur kerangka berpikir penelitian
2.9 Hipotesis Penelitian