227 lingkungan diatur tatacara pemanfaatannya, penguasaannya dan
kelestariannya. 3. Struktur sosial: dalam masyarakat Samin tidak mengenal stratifikasi sosial,
semua masyarakat adalah setara, tidak ada pembedaan golongan, kasta atau strata sosial. Tidak ada sistim kelembagaan atau kepemimpinan adat yang
resmi, dalam satu sisi hal ini kurang menguntungkan karena tidak ada pembagian tugas yang jelas sehingga aspek pengaturan pemanfaatan
sumberdaya hayati kurang teratur dan terukur. Namun dalam satu sisi menguntungkan karena tidak ada kelompok yang mendominasi atau
menguasai sumberdaya alam. 4. Pranata sosial: ajaran tentang kesetaraan antara manusia dengan alam
lingkungannya, prinsip rukun dengan sesama makhluk, prinsip perbuatan baik terhadap sesama, prinsip kejujuran, prinsip penggunaan milik sendiri dan
tentang hukum karma menjadi landasan yang kuat dalam mengatur sumberdaya alam, mengatur tata kehidupan, mengatur hubungan dengan
alam dan lain-lain. Prinsip-prinsip ini ditegakkan sebagai perwujutan dari keyakinan ajaran mereka dan bisa disetarakan dengan ketentuan adat yang
tidak tertulis yang diyakini oleh segenap pemeluknya. Prinsip ini bisa dianggap sebagai ‘sistem tersendiri’ yang cukup efektif menjaga kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan sekitar. 5. Ajaran moral: kejujuran merupakan satu sikap moral yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat Samin. Kejururan diterapkan dalam berintaraksi dengan sesama manusia, sesama makhluk atau pada alam. Masyarakat Samin pantangan
mengambil atau menggunakan apa yang bukan hak miliknya. Apa yang terlihat secara lahir sama dengan apa yang ada dalam batin mereka,
bagaimana mereka memperlakukan dirinya dilakukan juga terhadap sesamanya. Keserasian atau keharmonisan interaksi sesama manusia
maupun dengan alam merupakan suatu cita-cita yang ingin diwujudkan masyarakat Samin dalam kehidupannya. Kejujuran merupakan suatu bentuk
aksi yang diharapkan berimplikasi pada reaksi yang sama, sehingga terjalin keharmonisan hubungan diantaranya. Kejujuran yang dipegang teguh
masyarakat Samin merupakan pelajaran yang sangat berharga, yang dapat digunakan sebagai pelajaran bagaimana menegakkan moralitas bangsa
6. Kemandirian: Kemandirian dalam sistem pertanian telah banyak mengalami pengikisan. Revolusi hijau dengan segala aktivitasnya telah mengubah
228 sistem tradisional yang berbasiskan lokal menjadi sistem pertanian yang
bergantung pada kebijakan pemerintah. Namun mereka masih tetap mengakomodasi bentuk tradisional misalnya dalam penyediaan benih, dan
penggunaan tenaga kerja. Dalam penyediaan bahan pangan terutama beras mereka mempunyai strategi tersendiri sehingga hampir selalu tercukupi.
Dalam beberapa hal masyarakat Samin memiliki ‘sistem mandiri’ antara lain sistem perkawinan, sistem pendidikan, sistem sosial. Adanya ‘sistem mandiri’
menyebabkan masyarakat sering menghadapi benturan dengan pemerintah maupun masyarakat lain dan sering dicap sebagai anti pemerintah, padahal
sebenarnya mereka hanya ingin menjalankan apa yang menjadi keyakinan mereka. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah setempat dan
dimusyawarahkan untuk mendapatkan jalan keluarnya. 6. Terbentuknya masyarakat Samin akibat tekanan pemerintah kolonial Belanda
saat itu, dapat dijadikan pelajaran bagi bangsa Indonesia bagaimana mempertahankan jatidiri dan mempertahankan martabat bangsa yang saat ini
dalam tekanan negara maju dan pengaruh kuat globalisasi yang melanda dunia.
229
8 SIMPULAN UMUM DAN SARAN
8.1 Simpulan
Masyarakat Samin adalah masyarakat petani pedesaan yang hidup kesehariannya terkait kuat dan bergantung langsung dengan sumberdaya alam
di lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka mempunyai interaksi yang kuat dengan sumberdaya hayati dan dan lingkungan yang
dikelolanya. Bentuk-bentuk interaksi masyarakat dengan kondisi ekosistemnya inilah yang membentuk suatu pola kesatuan hubungan yang unik dan berbeda
dengan masyarakat lainnya. Interaksi dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang telah berjalan secara turun temurun tersebut membentuk sistem
pengetahuan tradisional diantaranya berupa kearifan dalam mengelola sumberdaya hayati dan lingkungannya. Keseluruhan pengetahuan masyarakat
Samin mengenai sumberdaya hayati dan lingkungan tersebut merupakan representasi bentuk adaptasi mereka terhadap kondisi biofisik lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Pada prinsipnya masyarakat Samin memiliki sistem pengetahuan yang dapat diadopsi sebagai pelengkap atau alternatif
pengelolaan sumberdaya alam dan pengaturan tata guna lahan kawasan. Prinsip-prinsip ajaran dan pengetahuan lokal tentang sumberdaya alam dan
lingkungan merupakan elemen penting yang dapat dikembangkan sebagai alternatif pengelolaan sumberdaya hayati lokal yang berkelanjutan. Oleh karena
itu pengelolaan partisipatif masyarakat dalam rangka pengelolaan sumberdaya
alam hayati dan lingkungan mutlak diperlukan.
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan uraian pembahasan dengan pendekatan Etnoekologi, Etnobotani dan Etnozoologi, maka dapat dibuat
kesimpulan mengenai etnobiologi masyarakat Samin adalah sebagai berikut: 1. Prinsip yang diterapkan dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya
hayati dan lingkungan adalah memanfaatkan seperlunya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan selalu menjaga keseimbangan antara sistem
sosial dan keselarasan dengan alam sekitarnya. a. Terkait degan pandangan masyarakat tentang lingkungan alam, mereka
mempunyai pandangan yang sederhana, alam semesta ini hanya terdiri dua unsur yaitu wong dan sandang pangan, atau manusia yang hidup
dengan unsur-unsur lingkungan yang memberi penghidupan, keduanya
230 merupakan kesatuan ibarat manusia dengan Tuhan. Bagaimana mereka
mengelola lingkungan alam ibarat mereka menjaga diri sendiri atau menghormati TuhanNya.
b. Berkaitan dengan pengetahuan mengenai tata ruang, masyarakat Samin secara sederhana membagi aktvitas hidupnya dalam dua bagian utama
yaitu aktivitas di mondokan rumah dan aktivitas di lemah garapan. Lemah garapan merupakan representasi dari aktivitas bertani atau ruang
untuk mendapatkan sumber penghidupan. Sawah merupakan ruang utama aktivitas pertanian mereka.
c. Aktivitas masyarakat Samin tergambar dari bentuk satuan lingkungan dan praktek pengelolaan sumberdaya hayati yang terdapat di dalamnya.
Masyarakat Samin telah mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan pokok terutama beras, bahkan sebagian dijual untuk memenuhi
kebutuhan hidup lainnya. 2. Sebagai masyarakat petani yang tinggal di pedesaan mereka mempunyai
pengetahuan yang baik terhadap keanekaragaman tumbuhan: a. Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh lebih dari 300 jenis tumbuhan
yang terdapat di sekitar pemukiman masyarakat Samin. Jenis tumbuhan berguna jumlahnya tidak kurang dari 235 jenis. Pemanfaatan jenis
tersebut meliputi: bahan pangan 118 jenis, obat tradisional dan kosmetik 74 jenis, bahan bangunan 16 jenis bahan peralatan 15 jenis, kayu
bakar 16 jenis, Pakan ternak 27 jenis, bahan serat dan tali 3 jenis, bahan ritual 26 jenis, bahan mitos dan legenda 10 jenis, bahan racun 2
jenis, bahan pengendali hama 16 jenis, indikator lingkungan 5 jenis, dan tanaman hias dan pagar 45 jenis.
b. Berdasarkan analisis Indeks Kepentingan budaya diperoleh 10 jenis tumbuhan yang penting bagi masyarakat Samin yakni: Oryza sativa ICS
122, Tectona grandis ICS 75, Bambusa bambos ICS 60, Samanea saman ICS 53, Dendrocalamus asper ICS 52, Leucaena glauca ISC
50, Musa paradisiaca ICS 48, Zea mays ICS 48, Swietenia mahagoni 47 dan Ceiba pentandra ICS 45. Nilai kepentingan tumbuhan dapat
berubah dengan seiring dengan perjalanan waktu sesuai dengan nilai kegunaan, intensitas penggunaan dan tingkat kesukaan masyarakat
terhadap suatu jenis tumbuhan.
231 3. Masyarakat Samin mempunyai pengetahuan cukup baik mengenai berbagai
jenis hewan terutama yang terdapat di sekitar pemukiman mereka berupa hewan ternak dan hewan yang berkaitan dengan aktivitas pertanian
masyarakat. a. Berdasarkan hasil inventarisasi dan wawancara diperoleh sekitar 81 jenis
hewan yang terdapat di sekitar pemukiman masyarakat Samin. Jenis yang paling banyak adalah dari kelompok Aves 24 jenis, Mamalia 19 jenis,
Pisces 14 jenis, Reptil 7 jenis Amphibi 4 jenis, molusca 2 jenis, Crustaceae 2 jenis dan Oligochaeta 1 jenis.
b. Berdasarkan kategori peran dan pemanfaatannya dapat di bedakan: hewan sumber protein 21 jenis, hewan peliharaan untuk kesenangan 7 jenis,
hewan pengganggu tanaman budidaya 17 jenis, penganggu hewan ternak 3 jenis, hewan pemangsa hama 11 jenis, hewan untuk obat 10
jenis, hewan untuk ritual 1 jenis, hewan liar 35 jenis. 4. Untuk strategi pengelolaan sumberdaya tumbuhan bagi masyarakat Samin
dengan membandingkan nilai INP dan nilai ICS dari setiap jenis tumbuhan dapat dibuat beberapa kategori tumbuhan. Tumbuhan INP tinggi dan ICS
tinggi adalah: Jati Tectona grandis, pring ori Bambusa bambos dan lamtoro Leucaena glauca. Strategi pengelolaan yang diperlukan
adalah mempertahankan jenis tersebut. Tidak ditemukan jenis yang yang
mempunyai nilai INP tinggi dan ICS rendah. Jenis yang mempunyai INP rendah dan ICS tinggi adalah MehKi Hujan Samanea saman dan pring
petung Dendrocalamus asper. Upaya pengelolaan yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pembudidayaan. Jenis tumbuhan dengan INP rendah
dan ICS rendah jumlahnya lebih dari 50 jenis pada tiap satuan lingkungan, jenis ini kurang penting bagi masyarakat dan ketersediaannya juga rendah,
tetapi perlu dikaji potensi pemanfaatannya dan pengembangannya. Masyarakat Samin sudah mengenal kayu mehtrembesi Samanea
saman sebagai jenis kayu yang mempunyai energi tinggi untuk kayu bakar. Secara tidak langsung masyarakat Samin sudah mengetahui bahwa kayu
meh Samanea saman mempunyai kandungan karbon karbon C yang tinggi. Secara ilmiah jenis tanaman tersebut terbukti mampu menyerap karbon
C dalam jumlah tinggi. 5. Masyarakat Samin saat ini sudah banyak mengalami perubahan, mereka
bukan lagi sebagai masyarakat yang anti pemerintah seperti awal
232 kemunculannya. Saat ini mereka masih tinggal di pedesaan dan tetap
bertahan menjadi petani. Mereka masih mempunyai kebanggaan menjadi petani, suatu karakter yang tidak banyak dimiliki lagi oleh generasi muda
sekarang. Menjadi petani merupakan pekerjaan paling mulia, dengan menggarap tanah sawah berarti mereka menghidupkan tanah, tanah itulah
asal mula kehidupan mereka. Dengan bertani selalu mengingat asal muasal mereka, hal itu merupakan bentuk pengamalan ajaran mereka yaitu sangkan
paraning dumadi.
8.1 Saran
1. Masyarakat Samin memiliki kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya hayati dan lingkungan yang dapat diadopsi sebagai pelengkap atau alternatif
untuk pengeloaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan pemukimannya agar lebih mempunyai nuansa konservasi dan keserasian
antara masyarakat dengan lingkungannya. Pandangan hidup dan prinsip ajaran yang diterapkan merupakan modal yang kuat untuk dapat menjaga
keserasian dengan alam. 2. Diperlukan kebijakan pemerintah setempat untuk memberikan pengakuan
atas hak-hak masyarakat Samin. Langkah yang perlu ditempuh adalah membentuk sistem kelembagaan yang membawahi seluruh komunitas Samin
dan melakukan pemetaan yang lebih komprehensif terhadap kawasan milik masyarakat Samin. Untuk pengembangan masyarakat Samin menjadi
masyarakat madiri yang mempunyai kedaulatan pangan dengan tetap mempertahankan budaya dan sumberdaya hayati lokal perlu diwacanakan
semacam ‘Cagar budaya kampung Samin, pada pemukiman Samin yang masih ada.
3. Dalam bidang pertanian masyarakat Samin sangat terbuka terhadap sistem pertanian modern hal ini telah berperan menghilangkan bentuk-bentuk
pertanian tradisional yang menjadi pilar kekuatan petani pedesaan. Perlu disosialisasikan pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan,
misalnya sistem pertanian organik yang tetap bertumpu pada sumberdaya lokal yang tersedia.
4. Dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya tumbuhan dan hewan, masyarakat Samin masih menerapkan teknik yang sederhana, belum banyak
inovasi dan sentuhan teknologi. Perlu upaya berkelanjutan untuk
233 memperkenalkan teknologi sederhana dan tepat guna untuk mengelola dan
memanfaatkan sumberdaya lokal. 5. Dalam hal kecukupan pangan masyarakat Samin sudah mampu memenuhi
kebutuhan pangan pokok, namun faktor hama dan perubahan iklim banyak menyebabkan kegagalan panen yang mengancam ketahanan pangan
mereka. Perlu dilakukan upaya yang lebih intensif untuk diversifikasi bahan pangan sebagai alternatif bahan pangan pokok beras. Jenis bahan pangan
alternatif potensial yang sudah ada di lingkungan masyarakat Samin dan perlu dibudidayakan kembali antara lain: Uwi Dioscorea alata, gembili
Dioscorea aculeata, ketela rambat Ipomoea batatas, kentang jowo Coleus tuberosus.
6. Kebutuhan kayu bakar bagi masyarakat Samin cukup tinggi, saat ini dirasakan mencukupi, namun kedepan perlu dilakukan penanaman dan peremajaan
terus-menerus berbagai jenis kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan kelestariannya tetap terjaga. Jenis kayu bakar yang
mempunyai nilai penting bagi masyarakat dan secara ekologi sesuai untuk dikembangkan di lingkungan masyarakat Samin adalah: Kayu meh Samanea
saman, turi Sesbania grandiflora, dan lamtoro Leucaena glauca.
235
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja K. 2008. Dinamika Budaya Lokal. Bandung: CV Indra Prahasta bersama Pusat Kajian LBPB
Al-Susanti N. 2007. Studi Etnobotani tanaman obat pada masyarakat Samin di dusun Jepang, desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo, Kabupaten
Bojonegoro.[skripsi]. Malang: UNM Amsikan YG. 2006. Manfaat Kearifan Ekologi Terhadap Pelestarian Lingkungan Hidup.
Suatu Studi Etnoekologi di Kalangan Orang Biboki. Jurnal Kebudayaan AKADEMIKA. Vol.4, No.1
[Anonim] 2005. Laporan Penelitian dan Studi Karst Daerah Pati, Jawa Tengah. Bandung: Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan kawasan Pertambangan
Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral. Jakarta: Dept. ESDM [Anonim] 2010. What is Ethnobiology. http: ethnobiologi.org.about ethnobiologi what-
is-ethnobiology [20 Januari 2010] Arybowo S. 2008. Orang Samin dan Pandangan Hidupnya. http:www. kompas.
com kompas-cetak070510humaniora3522042.htm [24 Desember 2008]
Ashton PS. 1982. Dipterocarpaceae. Fl. Mal.1, 9:237-552 Backer CA, van den Brink BRC. 1965. Flora of Java. Vol I-II. Groningen: Noordhoff
NV Backer CA, van den Brink BRC. 1968. Flora of Java. Vol III. Groningen: Noordhoff NV
[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei Tanah dan Pemetaan Nasional 1999. Peta Tanah Indonesia. Jakarta: Bakosurtanal
[BAPPEDAL JAWA TENGAH] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Jawa Tengah. 2004. Kebijakan Keanekaragaman hayati di Jawa Tengah. Semarang:
Badan Pengelolaan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Propinsi Jawa Tengah
[BPS Blora] Biro Pusat Statistik Blora. 2009. Kecamatan Kradenan dalam Angka 2009. Blora: BPS Kabupaten Blora
[BPS Blora] Biro Pusat Statistik Blora. 2010. Blora Dalam Angka 2010. Blora: BPS Kabupaten Blora
[BPS Bojonegoro] Biro Pusat Statistik Bojonegoro. 2009. Kecamatan Margomulyo dalam angka 2009. Bojonegoro: BPS Kabupaten Bojonegoro
[BPS Kudus] Biro Pusat Statistik Kudus 2010. Kecamatan Undaan dalam Angka 2010. Kudus: BPS Kabupaten Kudus