209 pendidikan rendah 60 belumtidak sekolah, maka pengetahuan dan sistem
teknologi yang berkembang di masyarakat adalah yang berkaitan dengan sistem pertanian. Dalam bidang pertanian mereka mempunyai teknik teknik bercocok
tanam yang mengadaptasikan dengan kondisi lingkungan. Dalam mengolah tanah sawah sudah menggunakan peralatan modern seperti penggunaan hand
traktor, genset untuk pompa air, dan dalam proses panen menggunakan mesin perontok padi doss. Mereka juga melakukan teknik bercocok tanam seperti
yang dilakukan masyarakat lainnya dengan menggunakan padi bibit unggul, pupuk kimia, pestisida dan sebagainya.
Dalam hal teknik bercocok tanam padi mereka terbuka dan responsif terhadap bentuk teknologi pertanian yang didapat dari proses belajar dengan
dari petani lain maupun saran dari penyuluh pertanian. Bahkan dapat dikatakan masyarakat Samin merespon dengan baik gerakan revolusi hijau yang di
galakkan pada masa Orde baru. Gerakan revolusi hijau dengan segala kelebihannya saat itu mampu meningkatkan produksi padi pada saat itu. Namun
seiring dengan perjalanan waktu ternyata muncul dampak negatif yang saat ini terjadi pada petani pedesaan, seperti kerusakan atau berkurangya kesuburan
tanah, hilangnya predator, hilangnya varitas padi lokal dan yang paling penting adalah hilangnya sistem pertanian tradisional yang dimiliki masyarakat lokal.
Sebagian masyarakat Samin masih mempertahankan sistem pertanian tradisional seperti penggunaan benih dari hasil seleksi sendiri, penggunaan
pupuk organikpupuk kandang, cara penanggulangan hama, dan sistem sambatan gotong-royong dalam penggarapan lahan. Dalam penggunaan benih
padi mereka menggunakan benih unggul sesuai anjuran Dinas Pertanian, tetapi selanjutnya mereka melakukan seleksi sendiri terhadap benih padi yang akan
ditanam berikutnya dengan kriteria: pari mapak ketinggian tanaman padi rata, ulen landing tangkai panjang; jumlah anakan padi banyak. Hal tersebut
menunjukkan bahwa mereka mempunyai pengetahuan dan teknologi tradisional dalam seleksi bibit.
Dalam teknologi mengolah dan menjaga kesuburan tanah, sebagian besar petani masih melakukan pemberaan dan pemberian pupuk organik berupa pupuk
kandang. Sebagian kecil dari Masyarakat Samin di Sukolilo dan Blora mempunyai pengetahuan dan mempraktekkan membuat pupuk organik dan
biopestisida dari urin sapi dengan campuran empon-epon. Mereka mendapatkan pengetahuan ini dari pelatihan yang diberikan oleh beberapa pihak yang menjadi
210 mitra masyarakat Samin. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Samin terbuka
terhadap pengetahuan dan teknologi baru yang diberikan kepada mereka. Terutama teknologi yang berkaitan dengan sistem pertanian mereka.
Hubungan masyarakat Samin dengan lingkungannya telah terjalin secara turun-temurun selama lebih satu abad keberadaan komunitas mereka. Interaksi
antara komunitas Samin sistem sosial dengan lingkungan biofisik sistem ekologi yang telah berlangsung sekian lama menunjukkan bahwa masyarakat
Samin mampu memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam yang ada dengan baik. Komponen ekosistem masyarakat Samin meliputi kondisi iklim,
tanah, air, satuan lingkungan beserta komponen biologi berupa tumbuhan budidaya, hewan ternak, hewan liar, hama dan lain-lain.
Pola pemanfaatan dan penggunaan lahan dalam masyarakat pedesaan menekankan pemanfaatan ruang tertentu untuk mendukung kehidupan
masyarakat di dalamnya. Pola penggunaan lahan ini merupakan hasil kegiatan berkesinambungan sebagai wujud dari manfaat dan fungsi dalam proses sosial,
ekonomi, administrasi yang mengandung unsur filosofi tertentu yang menjadi kepercayaan mereka. Satuan lingkungan berupa panggonan rumah dan
pekarangan, sawah, tegalan, sanggeman lahan garapan merupakan bentuk- bentuk satuan lingkungan yang menggambarkan pola pemanfaatan dan
penggunaan lahan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan ekologi tradisional traditional ecologycal knowledge
masyarakat Samin tergambar dari bentuk klasifikasi satuan lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka dan aktivitas yang dilakukan di dalamnya. Pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada di sekitarnya merupakan suatu bentuk apresiasi masyarakat terhadap upaya konservasi.
Meskipun mereka sebenarnya tidak mengenal istilah konservasi, namun pada hakekatnya pembagian wilayah dan pemanfaatannya secara berkesinambungan
merupakan suatu bentuk perlindungan dan pemanfaatan secara lestari dari sumber alam yang ada.
Secara sederhana masyarakat Samin membagi tata ruang aktivitasnya dalam dua ruang utama yaitu mondokan rumah dan lemah garapan sumber
mata pencaharian Gambar 34. Mondokan rumah merupakan tempat aktivitas keseharian mondoknya bermukimnya wong seluruh anggota keluarga dan
sandang pangan segala kebutuhan hidup termasuk hewan ternak yang menjadi bagian dari kehidupan mereka. Rumah bagi masyarakat Samin selain menjadi
211 tempat tinggal, juga merupakan ‘sekolah’ yang mengajarkan berbagai nilai-nilai
kebenaran, kejujuran, dan nilai-nilai kehidupan sesuai dengan ajaran atau keyakinan mereka. Lemah garapan merupakan simbol dari aktivitas untuk
mendapatkan sumber mata pencaharian. Sumber mata pencaharian utama adalah bertani di sawah, selain itu juga terdapat satuan lingkungan lain yang
dapat digunakan untuk aktivitas mendapatkan penghasilan yaitu tegalan, hutan jati, sungai rawa dan embung.
Gambar 34 Skema ruang aktivitas masyarakat Samin Pandangan masyarakat tentang tata ruang aktivitasnya tersebut
menggambarkan kesederhanaan masyarakat Samin dalam memandang hidup dan kehidupan. Mereka tidak pernah mengkhawatirkan kehidupan masa depan
karena kehidupan mereka sudah jelas. Mereka tidak sekolah formal tetapi tidak khawatir tidak mendapatkan pekerjaan karena pekerjaan mereka sudah jelas
menjadi petani. Mereka tidak khawatir tidak mendapatkan makan, karena di lingkungan sudah tersedia sandang pangan. Bila mau trokal berusaha maka
pasti akan mendapat hasil. Hidup sebagai petani bukan sekedar pilihan, tetapi merupakan realisasi
dari keyakinan mereka. Lemah garapan adalah wujud dari sandang pangan atau sumber penghidupan bagi manusia. Menjadi petani berarti mengolah tanah atau
menghidupkan tanah. Tanah merupakan asal muasal manusia, dari tanahlah manusia berasal dan dari tanah pula manusia mendapatkan penghidupan. Hidup
menjadi petani berarti selalu mengingat asal usul kehidupan manusia. Bagi masyarakat Samin menjadi merupakan manifestasi dari ajaran mengenai
“Sangkan paraning dumadi” Aktivitas Mansyarakat
Mondokan Lemah
garapan
Sawah
Tegalan Hutan
Aktivitas
212
7.3 Hubungan Masyarakat Samin dengan Sumberdaya Hayati
Masyarakat Samin mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya hayati dan lingkungan di sekitarnya. Pengetahuan mereka tentang
keanekaragaman tumbuhan cukup baik terutama terhadap jenis-jenis tumbuhan yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Keanekaragaman tumbuhan
merupakan suplemen yang penting dalam kehidupan mereka. Sebagai petani pedesaan kebutuhan hidup mereka dipenuhi sendiri dari hasil usaha tani mereka.
Padi merupakan komoditas utama dari hasil pertanian yang menjadi sumber pehidupan mereka. Dari hasil pertanian sawah inilah mereka mendapatkan
sumber penghasilan untuk membeli kebutuhan lain yang tidak dapat mereka hasilkan sendiri.
Kebutuhan subsisten lokal masyarakat Samin terhadap sumberdaya hayati tumbuhan masih tergantung dari lingkungan sekitar. Subsistensi ini ditunjukkan
pada besarnya pemanfaatan jenis tumbuhan bagi masyarakat. Pada penelitian ini diperoleh 235 jenis tumbuhan berguna, terdiri dari 205 marga dan 62 suku..
Pemanfaatan terbanyak untuk kebutuhan bahan pangan 118 jenis 31, pemanfaatan lain: bahan obat tradisional dan kosmetik 74 jenis 19, bahan
bangunan 15 jenis, bahan peralatan 16 jenis, tanaman hias 45 jenis, pakan ternak 27 jenis, kayu bakar 15 jenis, dan untuk ritual 26 jenis Gambar 35.
Gambar 35 Persentase jumlah jenis tumbuhan berguna berdasarkan kategori pemanfaatan
Sebagai masyarakat petani yang mempraktekkan budidaya pertanian mereka telah membudidayakan sebagian besar jenis tumbuhan bahan
kebutuhan sehari-hari. Dari 118 jenis tumbuhan bahan pangan lebih dari 85
213 102 jenis tumbuhan yang dunakan merupakan jenis yang sudah
dibudidayakan, hanya sebagian kecil diambil dari non budidaya. Sumber bahan makanan pokok masyarakat Samin adalah beras. Bahan pangan sumber
karbohidrat lainnya berupa umbi-umbian dan biji-bijian atau kacang-kacangan. Sumber bahan makanan tambahan yang paling besar adalah dari kelompok
sayur-sayuran dan buah-buahan Gambar 36.
Gambar 36 Jumlah jenis tumbuhan bahan pangan yang digunakan oleh masyarakat Samin
Kebutuhan masyarakat Samin terhadap sumberdaya hayati diwujudkan dalam praktek-praktek pemanfaatan sumberdaya nabati yang terdapat di sekitar
pemukiman mereka. Masyarakat Samin telah mampu menyediakan kebutuhan bahan pangannya sendiri. Mereka berusaha membudidayakan berbagai jenis
tanaman pangan di sawah, pekarangan, tegalan atau ladang dengan sistem tumpang sari multiple cropping. Padi merupakan hasil utama pertanian mereka.
Keanekaragaman jenis bahan pangan pengganti beras sebenarnya cukup besar, tetapi karena perubahan pola makanan pokok yang sekarang semuanya
tergantung pada beras, maka peran bahan pangan pengganti menjadi terpinggirkan.
Berdasarkan intensitas pemanfaatan jenis tumbuhan berguna bagi masyarakat Samin dapat dibagi dalam kategori intensitas tinggi, intensitas
sedang dan intensitas rendah didasarkan kriteria yang dibuat Turner 1988. Jenis dengan intensitas tinggi meliputi jenis-jenis tumbuhan yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari secara reguler, harian, musiman atau dalam waktu berkala, misalnya bahan pangan beras, sayuran, bumbu masakan, obat
214 tradisional, kayu bakar dan pakan ternak. Intensitas sedang adalah jenis
tumbuhan yang digunakan secara reguler tetapi dalam kurun waktu tertentu, atau bersifat musiman, misalnya bahan pangan umbi-umbian, bahan minuman.
Sedang intensitas rendah meliputi jenis yang jarang digunakan, misalnya bahan racun, bahan biopestisida.
Penggunaan jenis bahan pangan bahan pangan pokok dan tambahan dengan intensitas tinggi hanya 24 jenis atau sekitar 21 dari semua jenis
bahan pangan. Sebagian besar bahan pangan intensitas pengunaannya rendah 43 dan sedang 36 Gambar 37. Jenis dengan intensitas penggunaannya
tinggi umumnya lebih sering dibudidayakan, sedang yang sedang atau rendah, kurang atau bahkan tidak dibudidayakan. Hal ini dapat mempengaruhi
kelestarian kehidupan jenis tersebut sehingga diperlukan stategi tersendiri untuk mengelola jenis ini.
Gambar 37 Persentase intensitas penggunaan bahan pangan Berdasarkan penelaahan sifat pemanfaatannya, sebagian besar jenis
tumbuhan digunakan untuk kebutuhan subsisten hampir 90 Gambar 38. Jenis tumbuhan yang digunakan untuk kebutuhan komersial hanya sekitar 2
antara lain: tembakau Nicotiana tabacum, dan kapuk randu Ceiba pentandra. Jenis yang dipergunakan untuk kebutuhan subsisten sekaligus komersial kurang
dari 10. Padi Oryza sativa, dan jagung Zea mays merupakan contoh hasil pertanian yang digunakan secara subsisten sekaligus komersial. Besarnya
subsistensi lokal merupakan suatu ciri masyarakat tradisional yang perlu di pertahankan untuk menjaga ketahanan pangan di lingkungan masyarakat Samin.
215
Gambar 38 Persentase subsistensi pemanfaatan tumbuhan bagi masyarakat masyarakat Samin
Pengetahuan dan Interaksi masyarakat Samin dengan sumberdaya hewani tercermin dalam berbagai praktek pemanfaatan jenis-jenis hewan yang
terdapat di sekitar mereka. Peran dan pemanfaatan sumberdaya hewan bagi masyarakat Samin dapat dilihat dari pemanfaatan dan pengelompokannya.
Potensi jenis sumberdaya hewan paling banyak adalah sebagai sumber bahan pangan 29 jenis atau 35 dari jenis yang ada Gambar 39. Tetapi berdasarkan
pengamatan di lapangan ditemukan bahwa kebutuhan bahan pangan sumber protein berupa daging, telor dan sebagian besar dipenuhi dari hasil membeli dari
pasar.
Gambar 39 Jumlah jenis dan kategori pemanfaatan hewan pada masyarakat Samin
Jenis hewan yang mempunyai peran penting bagi masyarakat Samin adalah hewan ternak sapi dan kambing. Peran ternak besar sapi dan kerbau
telah mengalami pergesaran yang awalnya sebagai alat membantu menggarap sawah, saat ini lebih berperan sebagai alat investasi dan dijual saat kebutuhan
mendesak. Peran ternak sebagai penyedia pupuk kandang cenderung banyak
216 ditinggalkan masyarakat, tergantikan dengan pupuk kimia. Padahal sebenarnya
peran ternak ini sangat besar terutama dalam siklus mineral dan hara untuk menjaga kesubutan tanah di lingkungan masyarakat Samin.
Ketergantungan terhadap sumberdaya hewan saat ini tidak terlalu tinggi. Hewan dipandang sebagai pelengkap kehidupan atau seperti sandangan
pakaian yang sewaktu-waktu bisa digunakan bila senang atau saat diperlukan atau ditanggalkan bila tidak tidak senang. Belum ada praktek-praktek
pemelihaan secara intensif terhadap jenis hewan ternak atau hewan potensial lainnya. Sisi positifnya mereka tidak banyak melakukan ekploitasi perburuan
terhadap hewan liar yang terdapat di lingkungan sekitar.
7.4 Strategi Pengelolaan Sumberdaya Tumbuhan Menggunakan Nilai INP dan Nilai ICS
Indeks Nilai Penting INP merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistem. Apabila INP
suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis tersebut sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem Fachrul 2007. Nilai INP diperoleh berdasarkan
penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif. Indek kepentingan budaya atau Index of Cultiral signification ICS merupakan hasil
analisis etnobotani kuantitatif untuk mengevaluasi atau mengukur kepentingan sosial budaya suatu jenis tumbuhan bagi masyarakat. Nilai ICS dapat berubah
sesuai dengan kuantitas dan intensitas penggunaan, dan tingkat kesukaan masyarakat Turner 1988.
Berdasarkan nilai INP pohon dan tumbuhan bawak semak, herba, semai pada satuan lingkungan pekarangan, tegalan dan hutan jati di sekitar
pemukiman masyarakat Samin dibuat pengelompokan dengan kategori tinggi, sedang dan rendah. Kategori ini dibuat berdasarkan perhitungan selisih INP
tertinggi dikurangi INP terendah dibagi jumlah kelas kategori. Demikian juga untuk nilai ICS.
Hasil analisis penggabungan antara nilai INP dan nilai ICS jenis tumbuhan vegetasi pohon, dan vegetasi tumbuahan bawah di lingkungan masyarakat
Samin ditampilkan pada Lampiran 18 sd Lampiran 23. Berdasarkan nilai INP dan nilai ICS tersebut dapat dibuat suatu matrik kategori INPICS yang
ditampilkan pada Tabel 64.
217 Tabel 64 Kategori nilai INP dan ICS serta strategi pengelolaan tumbuhan di
lingkungan masyarakat Samin
Kategori INP ICS
Satuan lingkungan Strategi
pengelolaan
Pekarangan Tegalan
Hutan jati INP tinggi
ICS tinggi Pohon:
Tectona grandis Bambusa bambos
Semak: Leucaena glauca
Pohon: Tectona grandis
Semak: Leucaena glauca
Pohon: Tectona grandis
Semak: tidak ada dipertahankan
INP tinggi ICS rendah
Pohon: tidak ada Semak: tidak ada
Pohon: tidak ada Semak: tidak ada
Pohon: tidak ada Semak:tidak ada
Ditingkatkan pemanfaatan
nya
INP rendah ICS tinggi
Pohon: Dendrocalamus
asper Samanea saman
Semak: tidak ada Pohon:
Dendrocalamus asper
Samanea saman Leucaena glauca
Semak: tidak ada Pohon: tidak ada
Semak: Leucaena glauca
Ditingkatkan pembudidayaan
nya
INP rendah ICS sedang
Pohon 17 jenis al: Psidium guajava
Tamarindus indica Cocos nucifera
Ceiba pentandra Semak 13 jenis al:
Curcuma xanthoriza Maranta
arundinacea Colocasia esculenta
Zingiber officinarum Curcuma
aeruginosa Pohon 16 jenis
al: Swietenia
mahagoni Sesbania
grandiflora Cocos nucifera
Melia azedarach Gigantochloa
apus Semak 8 jenis
al: Curcuma
aeruginosa Zingiber zerumbet
Curcuma xanthoriza
Zingiber officinarum
Pohon 12 jenis al: Swietenia mahagoni
Senna siamea Melia ezedarach
Cesalpinnia sapan Azadirachta indica
Semak 3 jenis Zingiber officinale
Zingiber zerumbet Curcuma
Xanthoriza Ditingkatkan
pembudidayaan nya
INP rendah ICS rendah
50 jenis Pohon 31 jenis al:
Inocarpus fangifer Eugenia cumini
Morinda citrifolia Gnetum gnemon
Syxygium javanicum
Semak 48jenis al: Oscimum basilicum
Plucea indica Cordyline sp
Costus speciocus Solanum torvum
50 jenis Erioglosum
rubiginosum Thevetia
peruviana Annona muricata
Dracontomelun dao
Semak 50 jenis al:
Dioscorea alata Dioscorea
aculeata Dioscorea hispida
50 jenis Garcinia dulcis
Eugenia javanica Sterculia foetida
Dysoxylum amoroides
Buchanania latifolia Semak 24 jenis al:
Acasia farnesiana Macaranga tanarius
Caesalpinia sapan Disocorea alata
Dioscorea hispida Secara umum
tidak bermasalah,
perlu dikaji dan dikembangkan
jenis potensial
Berdasarkan Tabel 64 tersebut dapat dilihat pada satuan lingkungan pekarangan terdapat dua jenis tumbuhan tingkat pohon yang mempunyai nilai
INP tinggi dan ICS tinggi yaitu jati Tectona grandis dengan INP 50.27 dan ICS 75; serta pring ori Bambusa bambos dengan INP 33.48 dan ICS 60. Pada
tingkat tumbuhan bawah terdapat satu jenis yaitu lamtoro Leucaena glauca
218 dengan INP 34.10 dan ICS 50. Pada lahan tegalan jenis pohon yang
mempunyai INP tinggi dan ICS tinggi adalah jati Tectona grandis dengan INP 94.39 dan ICS 75. Serta pada tumbuhan bawah adalah lamtoro Leucaena
glauca yang mempunyai nilai INP 25.17 dan ICS 50. Sedang pada hutan jati jenis yang mempunyai kategori INP tinggi dan ICS tinggi adalah jati Tectona
grandis dengan INP 157.12 dan ICS 75. Stategi pengeloalan yang dilakukan terhadap jenis yang mempunyai INP tinggi dan ICS tinggi adalah dengan tetap
mempertahankan jenis-jenis tersebut, karena secara ekologi mendukung kehidupannya dan secara sosial budaya banyak diperlukan masyarakat.
Jenis tumbuhan dengan nilai INP tinggi dan ICS rendah, mengindikasikan bahwa jenis tersebut mempunyai kesesuaian hidup pada lingkungan tersebut
sehingga tersedia cukup, tetapi jenis tersebut kurang dipergunakan masyarakat. Pada lingkungan masyarakat Samin tidak ditemukan tumbuhan yang
mempunyai kategori INP tinggi, ICS rendah. Jenis tumbuhan yang banyak tersedia di lingkungan umumnya sudah dimanfaatkan dengan baik oleh
masyarakat Samin. Pada lingkungan masyarakat Samin terdapat jenis tumbuhan yang
ketersediaan di lingkungan rendah INP rendah tetapi banyak dipergunakan masyarakat ICS tinggi yaitu Meh Samanea saman dengan INP 5.79 dan ICS
53; serta pring petung Gigantochloa asper dengan INP 8.68 dan ICS 52. Kayu meh disukai masyarakat sebagai kayu bakar yang berkualitas baik. Sedang pring
petung banyak dipergunakan masyarakat untuk berbagai peralatan. Strategi pengelolaan yang perlu dilakukan untuk mengatasi jenis yang mempunyai INP
rendah dan ICS tinggi adalah dengan meningkatkan pembudidayaannya, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan melestarikan jenis tersebut.
Kategori lain yang perlu diperhatikan adalah jenis tumbuhan yang mempunyai INP rendah tetapi nilai ICS sedang. Artinya jenis-jenis tersebut
dipergunakan masyarakat dalam jumlah sedang namun ketersediaannya rendah. Meliputi sejumlah pohon dan tumbuhan bawah yang digunakan oleh masyarakat,
misalnya kelapa Cocos nucifera, asem jawa Tamarindus indica, dan sejumlah bahan obat atau bumbu masakan seperti jahe Zingiber officinale dan temu
ireng Curcuma aeroginusa. Secara umum jenis tersebut tidak bermasalah dapat dipenuhi dengan membeli dari luar. Namun dapat menjadi masalah apabila
penggunaan semakin meningkat dan jenis tersebut tidak terdapat dipasaran,
219 maka perlu dilakukan tindakan dengan mengintensifkan pembudidayaan jenis-
jenis tersebut. Kategori tumbuhan dengan INP rendah dan ICS rendah merupakan
kelompok yang paling besar jumlah jenisnya, lebih dari 50 jenis tumbuhan yang terdapat di lingkungan masyarakat Samin termasuk dalam kategori ini.
Ketersediaan jenis tersebut dari frekuensi, kerapatan maupun dominansinya rendah, serta pemanfaatannya oleh masyarakat pun rendah. Jenis tumbuhan
pada tegakan pohon yang ketersediaanya rendah dan pemanfaatan rendah antara lain: gayam Inocarpus fangifer, Kleyu Erioglossum rubiginosum, bendo
Artocarpus elasticus, Salam Eugenia polyanta; tumbuhan buah-buahan antara lain juwet Eugenia cumini, langsep Lansium domesticum, delima Punica
granatum, jambu klampok Eugenia javanica. Jenis-jenis tersebut sebenarnya tidak bermasalah, tetapi karena jumlah jenisnya cukup banyak maka perlu
dikakukan pengkajian potensi pemanfaatan maupun budidayanya terhadap beberapa jenis tanaman potensial sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut.
Jenis tumbuhan bawah dengan INP rendah dan ICS rendah mencakup beberapa tanaman pangan seperti Garut Marantha arundinacea, Gembili
Dioscorea aculeata, gadung Dioscorea hispida uwi Dioscorea alata, tales Colocasia esculenta dan suweg Amorphopalus campanulatus. Jenis-jenis
tersebut merupakan tanaman pangan alternatif yang potensial, tetapi banyak ditinggalkan masyarakat. Intensitas penggunaan yang rendah dan ketersediaan
di alam rendah, maka lambat laun jenis-jenis tersebut akan hilang. Dari kelompok tumbuhan obat dan rempah misalnya bengkle Zingiber purpureum,
Dlingo Acorus calamus, Pule Alstonia scolaris dan lain-lain. Tindakan yang perlu dilakukan terhadap jenis ini adalah mengkaji kembali potensi pemanfaatan,
potensi ekonomi, potensi ekologi, dan prospek pengembangan jenis-jenis potensial. Jenis yang potensial perlu dikembangkan dan disosialisasikan pada
masyarakat untuk pemanfatan dan pembudidayaannya, sehingga memacu masyarakat untuk membudidayakan dan memanfaatakan jenis tersebut. Dengan
upaya tersebut diharapkan dapat melestarikan jenis-jenis tersebut.
7.5 Pengelolaan Sumberdaya Hayati dan Pengembangan Kampung Samin Masa Depan
Masyarakat Samin adalah masyarakat yang “termarginalkan ” oleh stigma negatif dan ketidak berpihakan penguasa terhadap masyarakat kecil. Pada sisi
220 lain mereka mampu berswasembada pangan, mandiri dalam kehidupan sosial
dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup. Membangun masyarakat desa yang mandiri merupakan visi desa 2030 yang dirumuskan oleh beberapa pakar.
Pengertian mandiri dalam visi desa 2030 Satria et al. 2011, diartikan sebagai masyarakat desa yang mempunyai kualitas memenuhi sarana prasarana dasar,
memenuhi kebutuhan pangan, menciptakan lapangan pekerjaan dalam desa, membangun pendidikan berbasis lokal, membangun identitas yang berbasis nilai
budaya lokal, merencanakan pembangunan sendiri dan merumuskan kesejahteraan ekonomi sendiri. Aspek kemandirian tersebut belum sepenuhnya
terpenuhi, namun setidaknya dalam pemenuhan kebutuhan pangan, kebutuhan dasar, menciptakan lapangan kerja dan membangun identitas yang berbasis
lokal telah diwujudkan oleh masyarakat Samin. Masyarakat desa dihadapkan pada masalah keterbatasan sumberdaya
alam yang sampai saat ini masih menjadi sumber nafkah masyarakat desa. Keterbatasan ini menurut Satria et al. 2011 disebabkan oleh tiga hal, 1
ketimpangan penguasaan Sumberdaya alam, 2 konversi lahan pertanian menjadi lahan lain, 3 penurunan kualitas sumberdaya alam. Ketimpangan
sumberdaya alam ini ditunjukkan oleh adata bahwa 0.02 penduduk Indonesia menguasai 56 aset dan 70 dari aset yang dikuasai adalah tanah. Di sisi lain,
lebih dari 46.61 petani Indonesia merupakan petani gurem yang hanya memiliki tanah kurang dari 0.25ha Soetarto 2007 dalam Satria et al. 2011
Kemiskinan dan kelaparan masih mendera jutaan rakyat Indonesia. Hal ini tidak lepas dari kebijakan yang mengabaikan pangan lokal yang telah terbukti
berabad-abad lalu telah memberi makan dan kehidupan masyarakat tradisional Indonesia secara mandiri dan berdaulat. Kearifan pemanfaatan pangan lokal
banyak tersingkirkan dengan arus modernisasi yang berorientasi materialistik, skala besar, seragam, jangka pendek. Sumberdaya pangan lokal dan sumber-
sumber hayati liar yang belum sempat dinikmati masyarakat luas telah banyak yang hilang. Kebijakan yang hanya berfokus pada peningkatan satu sumber
pangan secara nasional yaitu beras dan mengabaikan sumber pangan lainnya telah membunuh karakter dan mental masyarakat pengguna pangan lokal non
beras. Pada gilirannya terjadi eliminasi secara perlahan terhadap sumber-sumber pangan lokal yang sangat berharga bagi kelangsungan keanekaragaman hayati
Zuhud 2011.