Estimasi Kebutuhan Luas Hutan Kota Tahun 2006 , 2010, 2015, dan 2020.

64 Gambar 27. Peta perkiraan Kebutuhan Hutan Kota di Kabupaten Belu Tahun 2015 Gambar 28. Peta Perkiraan Kebutuhan Hutan Kota di kabupaten Belu Tahun 2020 65 Pada Gambar 25, 26, 27, dan, 28 menunjukkan bahwa dari tahun 2003 hingga 2020 kebutuhan luas hutan kota semakin meningkat terutama di daerah atau Kecamatan Kota Atambua karena memilki luas wilayah yang sangat sedikit dan merupakan pusat segala aktifitas perekonomian akibat terjadi pengalihan fungsi lahan. Luas hutan kota yang dibutuhkan harus mempertimbangkan luas daerah. Rasio antara luas kebutuhan hutan kota dengan luas daerah dengan unit per kecamatan di Kabupaten Belu dapat dilihat pada Lampiran 9. Perkiraan kebutuhan luas hutan kota ini menggunakan asumsi bahwa pertambahan jumlah penduduk, kendaraan bermotor, dan industri yang tidak mengurangi luas hutan kota yang ada, tetapi di tanah-tanah kosong bekas perladangan atau sawah dan juga di daerah rawa atau semak yang Belum di manfaatkan. Grafik perkiraan kebutuhan hutan kota masing- masing kecamatan di Kabupaten Belu tahun 2003, 2006 ,2010, 2015, dan 2020 dapat dilihat pada Gambar 29. 0.000 10,000.000 20,000.000 30,000.000 40,000.000 50,000.000 60,000.000 70,000.000 80,000.000 90,000.000 100,000.000 La m ak ne n TA ST IM R AI HA T TA S B AR Ka ka lu k M es ak K ot a A ta m bu a M al ak a Ti m ur Ko ba lim a M al ak a Te ng ah Sa si ta m ea n M al ak a B ar at R in ha t Kecamatan 2003 2006 2010 2015 2020 Gambar 29. Grafik perkiraan kebutuhan hutan kota perkecamatan di Kabupaten Belu tahun 2003, 2006, 2010, 2015, dan 2020. 66

5.4. Analisa Pengembangan Hutan Kota

Menurut data dari Dinas Kehutanan 2003 diketahui bahwa luas RTH Kabupaten Belu yaitu 69.401,57 ha 6,94 yang terdiri dari hutan lindung 51.841,97 ha 74,70 , hutan suaka margasatwa 4.699,32 ha 6,77 , hutan konservasi 1.140,00 ha 4,60 , hutan produksi 3.189,28 ha 1,64 , cagar alam 8.531,00 ha11,29 . Secara rinci luas RTH dan hutan kota yang ada di Kabupaten Belu dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Luas Ruang Terbuka Hijau dan Hutan kota di Kabupaten Belu Ruang Terbuka Hijau Luas Hutan Kota Hutan lindung 51.841,97 Hutan Suaka Margasatwa 4.699,32 Hutan Konservasi 1.140,00 Hutan Produksi 3.189,28 Cagar Alam 8.531,00 Total 69.401,57 Berdasarkan Tabel di atas Luas hutan kota yang ada ini melebihi perkiraan kebutuhan luas hutan kota untuk tahun 2003 yakni 9.258,434 ha 9,258 , sedangkan tahun 2020 yakni 207.701,666 ha 20,77 , sehingga pengembangan hutan kota harus dilakukan mengingat jumlah populasi penduduk yang terus bertambah serta perkembangan dan pembangunan kota yang selalu meningkat yang akan mengakibatkan perubahan penggunaan lahan bervegetasi untuk pembangunan fisik kota. Berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional BPN Kabupaten Belu Tahun 2004 mengenai penggunaan lahan di Kabupaten Belu, diketahui bahwa luas kawasan terbangun di kabupaten Belu yaitu 4.785 ha 4,95 dari luas kabupaten Belu. Wilayah kabupaten Belu yang terbangun yaitu 208.551,764 ha 20,85 dari luas kabupaten Belu. Wilayah kabupaten Belu yang belum terbangun sebagian besar merupakan hutan yaitu 63.394 ha 6,33 dan selebihnya merupakan sawah, kebun campuran, semak belukar, padang rumput dan ladang. Kawasan hutan tersebut sebagian kecil terdapat di pusat ibu kota kabupaten, selebihnya banyak terdapat di kawasan atau daerah pinggir kota. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan luas hutan kota tahun 2003 kebutuhan luas hutan kota untuk menyerap karbondioksida yang dihasilkan dari 67 aktifitas penduduk, kendaraan bermotor dan industri di kabupaten Belu maka luas huta kota yang ada diperkirakan masih mencukupi namun masih sangat perlu menambah luasan hutan kota. Supaya karbondioksida yang dihasilkan dari penduduk, kendaraan bermotor dan industri dapat diserap secara optimal di suatu daerah maka diperlukan hutan kota yang cukup di daerah tersebut. Tetapi upaya pengendalian ruang terbuka hijau untuk mengatasi pencemaran udara tersebut tidak mutlak harus dilakukan dengan perluasan wilayah kota atau penambahan ruang terbuka hijau. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pada tahun 2003 jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk lebih tinggi bila dibandingkan dengan kendaraan bermotor dan industri.Dimana karbondioksida yang dihasilkan penduduk sebesar 323.020,80 kg per hari dan karbondioksida yang dihasilkan kendaraan bermotor yakni 84.739,22 kg per hari ,sedangkan karbondioksida yang dihasilkan oleh industri yakni 7.924.830,480 kg per hari.Tingginya jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk karena pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat dan tingginya jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor disebabkan oleh tingkat emisi karbondioksida yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor terutama kendaraan beban dan kendaraan bus sedangkan karbondioksida yang dikeluarkan oleh industri jumlahnya masih sangat kecil karena jumlah industri yang ada relatif sedikit. Alternatif untuk menanggulangi permasalahan hutan kota adalah dengan menekan laju pertumbuhan penduduk , penghematan dalam penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan menekan laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang ada di Kabupaten Belu. Alternatif ini mungkin akan sangat sulit untuk dilakukan karena belum adanya aturan dalam hal pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor. Selain itu apabila perkembangan kendaraan bermotor dihambat, maka akan menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat, karena aktifitas sosial ekonomi masyarakat akan terganggu. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalisasikan tinggi hutan kota yang ada terutama di daerah yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk dan juga kepemilikan kendaraan bermotor yang tinggi, serta di daerah yang ditujukan untuk kawasan industri. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menambah luasan ataupun ataupun dengan 68 menanam jenis- jenis tanaman yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap karbondoksida dan menghasilkan oksigen. Widyastan 1991 dalam Dahlan 1992 menyatakan bahwa tanaman yang baik sebagai penyerap CO 2 Damar Agathis alba, Daun kupu-kupu Bauchinia purpurea, Lamtoro gung Leucaena leucephala, Akasia Acacia auriculiformis, dan Beringin Ficus benjamina. Sedangkan menurut Sugiharti 1998 dalam Dahlan 2004 mengatakan bahwa Kaliandra Calliandra sp., Flamboyan Delonix Regia, dan Kembang Merak Caesalpinia pulcherrima merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap gas CO 2 dan sekaligus tanaman tersebut relatif kurang terganggu oleh pencemaran udara. Selain itu bentuk dan tipe hutan kota perlu diperhatikan dalam pengembangan hutan kota di Kabupaten Belu. Kepedulian dan perhatian Pemerintah dan masyarakat juga sangat penting untuk pengembangan hutan kota, karena dari hasil wawancara dengan Stakeholders diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Belu sangat kurang sekali perhatian dan kepedulian terhadap hutan kota. Tinjauan berdasarkan kebutuhan hutan kota menurut Inmendagri no. 14 tahun 1988 dan peraturan pemerintah tahun 2002 masih mencukupi tetapi hal ini bukan berarti saat ini Kabupaten Belu tidak perlu lagi melakukan pengembangan hutan kota.Jika dilihat dari RTH yang tersedia, luas hutan kota yang ada sebagian besar terkonsentrasi di pinggir kota. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah Kabupaten Belu terletak di batas Negara Timor Leste dan berada di pinggir pantai terdiri dari dataran, dan pegunungan.Dengan topografi yang seperti ini maka Kabupaten Belu dikatakan rawan longsor dan banjir. Oleh sebab itu perlu adanya vegetasi atau hutan atau hutan kota di daerah- daerah yang tingkat ketegangan tinggi dan juga daerah pinggir pantai sangat diperlukan. Keberadaan hutan kota di pinggir kota,jaraknya jauh dari pusat kota sehingga dampak langsung yang diharapkan dari keberadaan hutan ini terutama sebagian produsen oksigen dan pengatur iklim mikro serta fngsi lainnya menjadi kurang optimal. Kawasan kota yang menghasilkan jumlah CO 2 yang tinggi di seluruh wilayah kota terutama di pusat kota Kabupaten Belu atau tempat – tempat para exodus dari Timor Leste dampaknya menyebabkan kepadatan penduduk cukup tinggi yaitu 662.64 jiwakm 2 2002 dan lahan bervegetasi semakin berkurang akibat pembangunan gedung , dan lain sebagainya . Sedangkan hutan kota baik dan bentuk taman kota , jalur hijau, kebun ataupun pekarangan sangat diperlukan terutama untuk mensuplai oksigen dan