Bentuk dan Tipe Hutan Kota

79 hutan kota yang dapat dikembangkan jalur hijau, hutan pemukiman, dan hutan konservasi, kebun raya di wilayah yang masih memungkinkan untuk dikelola sesuai kebutuhan tersebut sekaligus mensuplai oksigen bagi penduduk perkotaan yang datang untuk berekreasi; 5 Kecamatan Kota Atambua. Kecamatan kota Atambua merupakan kecamatan dengan luasan terkecil dan sebagai pusat seluruh aktifitas untuk kabupaten Belu . Luas wilayah 56,18 dengan kepadatan penduduk 707,52km 2 Dan perkembangan kota yang semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan perekonomian yang ada. Hutan kota yang ada berupa jalur hijau , Hutan pemukiman, hutan social comunity, dan sedikit hutan industri. untuk itu perlu pengembangan hutan kota pemukiman, hutan kota social comunity, jalur hijau, dan taman kota; 6 Kecamatan Kakuluk Mesak. Kecamatan kakuluk mesak merupakan salah satu jalur lintas antar negara yang luasnya 187,54 memiliki kepadatan yang terendah yaitu 43,06 dengan topografi wilayah pegunungan, daratan dan lautan yang merupakan salah satu aset sektor kelautan bagi kabupaten Belu. Hutan kota konservasi mangrove merupakan ciri khas bagi kecamatan kakuluk mesak. Sesuai kondisi yang ada maka perlu pengembangan hutan kota tipe pemukiman dan jalur hijau sebagai estetika dan penyerap debu dan sisa- sisa pembakaran dari kendaraan bermotor baik roda 2 atau roda 4 dan hutan konservasi Bakau; 7 Kecamatan Malaka Timur. Luas kecamatan Malaka Timur 356,72 km 2 dengan kepadatan penduduk.91,23 Kecamatan ini memiliki padang yang cukup luas dan hutan konservasi.ibu kota kecamatan merupakan jalur lintas bagi beberapa kecamatan dan masih banyak memiliki lahan yang bisa dmanfaatkan untuk pengembangan hutan kota. Sesuai kondisi yang ada maka hutan kota yang perlu dikembangkan di jalur lintas antar kecamatan dibuat jalur hijau dan dipekarangan masing-masing perlunya hutan kota pemukiman, sedangkan diwilayah yang lahannya masih luas dikembangkan hutan kota konservasi dan hutan industri dan kebun raya; 8 Kecamatan Kobalima. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan negaraa Timor Leste dengan luas wilayah 217,06 Dan kepadatan penduduk 77,19 Kecamatan ini memilki wilayah pegunungan , daratan dan lautan yang juga merupakan aset sektor perikanan air tawar dan lautan. Daerah ini memilki hutan konservasi dan 80 hutan lindung. Berdasarkan kondisi yang ada maka perlu dikembangkan hutan kota pemukiman, jalur hijau di lintas antar negara Timor Leste dan hutan konservasi, hutan lndung di wlayah yang masih dapat dikembangkan; 9 Kecamatan Malaka Tengah. Kecamatan Malaka Tengah merupakan pusat kegiatan ekonomi bagi beberapa kecamatan yang berada di sekitar kecamatan tersebut. Luas wilayah kecamatan ini 168,68, dengan kepadaan penduduk 168,96 dan memiliki hutan konservasi, hutan lindung. Pengembangan yang perlu dilakukan adalah hutan kota pemukman, jalur hijau di jalur lalu lintas, dan hutan konservasi hutan lindung di daerah yang masih memungkinkan untuk penyerapan air sehingga tidak terjadi peluapan air di Malaka Tengah; 10 Kecamatan Sasitamean. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang banyak memiliki hutan konservasi, hutan lindung dan memberikan banyak aset hasil hutan bagi kabupaten Belu. Luas wilayah 172,30 dengan kepadatan penduduk 131,89 dan hasil hutan yang baik. Sesuai kondisi yang ada maka perlu dikembangkan hutan pemukiman,hutan industri , hutan konservasi, dan jalur hijau di jalur lalu lintas sebagai penyerap CO 2 atau sisa-sisa pembakaran dari kendaraan bermotor agar kondisi lingkungan tetap bersih dan indah; 11 Kecamatan Malaka Barat. Kecamatan Malaka Barat merupakan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak dengan luas wilayah 281,87 dengan kepadatan penduduk 214,56 mendapat peringkat kedua setelah kecamatan kota Atambua. Kecamatan ini banyak memiliki Perkebunan, hutan lndung , hutan Rakyat yang banyak memberikan dampak lingkungan yang baik. Sesuai kondisi yang ada perlu dikembangkan hutan koservasi, hutan industri, jalur hijau, dan hutan pemukiman, agar bisa terjadi peresapan air dan mengindari peluapan air pada musim- musim tertentu; 12 Kecamatan Rinhat. Kecamatan ini letaknya berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan,yang banyak memilki hutan baik milik Pemerinah maupun milik rakyat yang merupakan sumber penghasilan bagi keluarga masing- masing. Luas wilayahnya 143,42 Dengan kepadatan penduduk 90,46 yang mana penduduknya masih agak jarang. Sesuai kondisi yang ada perlu pengembangan hutan kota konservasi, hutan lindung, kebun 81 raya, hutan pemukiman dan jalur hijau di jalur- jalur lalu lintas agar kondisi lingkungan yang ada dapat di pertahankan .

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1 Hutan kota yang terdapat di Kabupaten Belu saat ini secara kuantitas masih mencukupi kebutuhan yang disyaratkan, namun dari aspek letak atau penyebaran masih diperlukan upaya pembenahan karena sebagian besar hutan kota berada di pinggir kota. Penambahan kawasan hutan kota sangat diperlukan khususnya di ibu kota Kecamatan Kota Atambua, dengan tipe pengembangan hutan kota bentuk jalur hijau menuju bandara, terminal Lolowa dan jalur menuju Wekatimun. Bentuk selanjutnya adalah taman kota untuk dikembangkan di kawasan lapangan umum. Sedangkan untuk kecamatan lainnya dapat dikembangkan hutan kota Pemukiman, industri konservasi dan jalur hijau selebar 2 m di Ibu kota 11 Kecamatan; 2 Berdasarkan hasil Analisis Hirarchy Process AHP diketahui bahwa prioritas alternatif program yang harus dikembangkan yaitu; hutan kota pemukiman sebagai prioritas terpenting.

6.2. Saran

1 Pengembangan hutan kota perlu dilakukan di daerah–daerah pusat kota baik pusat ibu kota Kabupaten, Kecamatan dan KelurahanDesa yang merupakan pusat aktifitas dan kawasan padat penduduk, padat kendaraan bermotor dan kawasan industri yang produksi karbondioksidanya tinggi; 2 Pemerintah Daerah perlu memperhatikan keadaan hutan kota dan juga usaha untuk pengembangan hutan kota di Kabupaten Belu; 3 Masih perlu adanya sosialisasi oleh instansi yang berkompoten kepada masyarakat mengenai pentingnya peranan hutan kota; 4 Perlu adanya pengembangan jenis tanaman Eucaliptus urophilla yang merupakan endemik bagi Kabupaten Belu; 5 Perlu adanya penelitian selanjutnya mengenai perhitungan kebutuhan hutan kota yang ditinjau dari segi ketersediaan air tanah, penyerap polutan dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 1987. Penyusunan Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Kerjasama Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan dengan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Affandi, M. J. 1994. Pengembangan Hutan Kota dalam Kaitannya dengan Pembangunan Wilayah di Kotamadya Bandar Lampung [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik Kabupaten Belu. 2003. Belu Dalam Angka Tahun 2002. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah . Kabupaten Belu dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Belu. Dahlan, E. N. 2004. Membangun Kota Kebun Garden city bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Bogor. __________. 2005. Hutan Kota, untuk Pengelolaan dan Peningkatan kualitas Lingkungan Hidup. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Belu. 2003. Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Atambua. Laporan Hasil Survey. Pemerintah Kabupaten Belu. Fakuara, Y. 1987. Hutan Kota Ditinjau dari Aspek Nasional. Seminar Hutan Kota DK1 Jakarta. Jakarta. Fakuara,Y., N. E. Dahlan, Y. A. Husin, I. Ekarelawan, A. S. H. Danur, Pringgodigdo dan Sigit. 1990. Studi Toleransi Tanaman terhadap Pencemar Udara dan Kemampuannya dalam Menyerap Timbal dari Kendaraan Bermotor. Makalah Seminar Hasil Penelitian di Universitas Trisakti 30 Nopember 1990. Jakarta. 52 p. Fakultas Kehutanan IPB. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Bogor. 81 P. Gasman. 1984. Peranan Tumbuh-Tumbuhan dalam Menghasilkan Oksigen. Harian A.B. Jakarta. Grey, G.W., and F. J. Deneke. 1978. Urban Foresty. John Wiley and Sons. New York. Haeruman, H. 1985. Debur Lautan Kita. Kantor Kependudukan dan Lingkungan Hidup Jakarta. Jakarta. Irwan, Z. D. J. 1996. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Cidesindo. Jakarta. Jaya, N. S. 1997. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Laboratorium Inventarisasi Hutan Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor. Marianah, A. 2006. Estimasi Kebutuhan Hutan Kota Menggunakan Citra Ikonos dan Spot: Studi Kasus di Kota Depok dan Sekitarnya [Skripsi]. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor. Pemerintah Kabupaten Belu. 2003. Data Pokok Pembangunan Daerah Kabupaten Belu. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.Belu. Pemerintah Kabupaten Belu. 2004. Profil Lingkungan Hidup Kabupaten Belu. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah. Belu. 84 Puraomohadi. 1987. Kota dan Masalah Lingkungan Hidup dalam Diskusi Penjabaran Pembangunan Berlanjut untuk Kabupaten Situbondo, Kerjasama Tim Teknis Tata Lingkungan KLH, Fakultas Kehutanan IPB, Pemda Tingkat 1 Jawa Timur, dan Pemda Tingkat II Situbondo. Situbondo. Salim, E. 1985. Lingkungan Hidup dan Lingkungan. Mutia Sumber Widya. Jakarta. Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. RinekaCipta. Jakarta. Septriana, D. 2005. Perencanaan Pengembangan Hutan Kota di Kota Padang, Sumatra Barat [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Smith, W.H. 1981. Air Pollution and Forest. Interaction Between Air Contaminants and Forest Ecosystems. Springer-Verlag. New York. 379 _________. 1985. Forest and Air Quality. J. Forestry. New York. 84-92 p. Soekotjo, W. 1976. Silvika. Proyek PeningkatanPengembangan Perguruan Tinggi. IPB. Bogor. Soeriaatmaja, R.E. 1977. Ilmu Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Soerjanegara, I., Indrawan, A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor Stasiun Meteorologi Sukabitet. 2002. Data-Data Klimatologi Kabupaten Belu. Supriadi, M., L. D. Sri, W. Handari W, dan Ichsan,. 1991. Kemungkinan pendekatan hayati dalam pembangunan hutan kota untuk menanggulangi dampak hujan asam di DKI Jakarta. Lingkungan dan Pembangunan. Jurnal Pusat Studi Lingkungan Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia. Jakarta. Suwardi, H. 1987. Berbagai Manfaat Hutan Kota. Harian Umum Sinar Harapan. Jakarta. Lasasmita. 1989. Masalah Pemukiman dan Ekosistemnya dalam Edisi Khusus Publikasi Lembaga Studi Hukum Kanaka. Bandung. Wisesa, S.P.C. 1988. Studi Pengembangan Hutan Kota di Wilayah Kotamadya Bogor [Tesis]. Fakultas Kehutanan 1PB. Bogor.