D. Lapisan Tanah Dasar Subgrade Yaitu lapisan tanah setebal 50 – 100 cm yang terletak di bawah lapis pondasi
bawah. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, atau tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau
tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya.
II. 3. Penyebab Kerusakan Jalan
Perkerasan jalan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari segi kondisi
kerusakan struktural dan kerusakan fungsional[22]. Kerusakan struktural adalah kerusakan yang mencakup kegagalan perkerasan
dari satu atau lebih komponen perkerasan yang mengakibatkan perkerasan tidak dapat lagi memikul beban lalu lintas. Kerusakan struktural dapat disebabkan oleh kondisi
lapisan tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh kondisi lingkungan disekitarnya.
Sementara kerusakan fungsional adalah suatu kondisi kerusakan dimana kenyamanan dan keamanan dari pengguna jalan terganggu dan biaya operasi
kendaraan meningkat. Kerusakan fungsional ini dapat berdiri sendiri dan dapat pula diiukuti dengan kerusakan struktural.
Selama ini, kelebihan muatan kendaran dituding sebagai penyebab utama kerusakan jalan. Namun kelebihan muatan bukanlah satu-satunya penyebab kerusakan
jalan, masih ada faktor-faktor lainnya yang juga dapat memicu timbulnya kerusakan jalan, seperti adanya genangan air, bencana alam atau faktor teknis lain di lapangan.
Dari data penelitian transportasi Departemen Perhubungan [Suara Merdeka, 26 Februari 2008], 40 penyebab kerusakan jalan adalah karena air, 30 akibat
Universitas Sumatera Utara
kelebihan muatan dan sisanya adalah akibat bencana alam. Bencana alam yang dimaksud disini dapat berrupa terjadinya tanah longsor, banjir dan sebagainya.
Disamping itu, faktor teknis di lapangan seperti kesalahan perencanaan maupun pelaksanaan juga dapat menyebabkan jalan mengalami kerusakan dini[2].
II. 3. 1. Faktor Kelebihan Muatan
Prinsip dasar perencanaan perkerasan jalan adalah untuk mengakomodasi beban lalu lintas sesuai standar dengan meningkatkan kemampuan tanah dasar melalui
lapis-lapis konstruksi perkerasan[2]. Perencanaan konstruksi jalan dibuat berdasarkan prakiraan terhadap beban lalu lintas yang akan melewatinya dengan
mengkonversikannya menjadi beban sumbu standar untuk memudahkan perhitungan. Beban sumbu standar merupakan beban dimana setiap satu kali lintasan sumbu
standar akan memberikan daya rusak damage factor terhadap perkerasan sebesar satu[12].
Muatan standar truk untuk perencanaan perkerasan yang dimaksud adalah sebesar 8,16 ton dibulatkan menjadi 8,2 ton, muatan ini mengacu kepada ketentuan
yang dikeluarkan AASHTO[1] yang menetapkan beban sumbu standar standard axle load sebesar 18.000 lbs atau setara dengan 8,16 ton, dengan asumsi dimana setiap
lintasan truk as tunggal dengan beban sumbu sebesar 8,16 ton akan memberikan faktor perusak terhadap perkerasan sama dengan satu. Sementara untuk semua
kendaraan lain dengan beban sumbu yang berbeda, diekivalenkan terhadap beban sumbu standar dengan menggunakan angka ekivalen sumbu E.
Dinas Bina Marga memberikan rumus untuk menentukan angka ekivalen beban sumbu sebagai berikut[14]:
Universitas Sumatera Utara
[Pers. 2. 1]
[Pers. 2. 2]
Dengan asumsi tidak ada kendaraan yang kelebihan muatan muatan sumbu terberat melebihi beban sumbu standar, maka umur rencana jalan dapat ditentukan
dengan memperkirakan lamanya periode yang diperlukan sampai tercapainya jumlah lintasan beban standar yang direncanakan.
Permasalahan terjadi ketika pada tahap perencanaan, beban yang diperhitungkan merupakan beban standar, namun kenyataan yang terjadi di lapangan
banyak dijumpai truk-truk dengan muatan sumbu terberat melebihi beban sumbu standar kelebihan muatan. Dalam hal ini, akibat adanya faktor pangkat empat yang
digunakan untuk menghitung angka ekivalen beban standar, maka untuk setiap penambahan beban tiap roda kendaraan akan mengakibatkan penambahan daya rusak
kendaraan damage factor terhadap perkerasan sebesar pangkat empat dari rasio antara beban nyata yang bekerja dengan beban standar. Sehingga penambahan beban
pada truk yang kelebihan muatan akan memberikan peningkatan yang sangat signifikan pada angka ekivalen kendaraan.
Sementara langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kelebihan muatan tersebut adalah dengan menerapkan batasan berat yang diizinkan untuk setiap
jenis kendaraan yang akan melintas di jalan raya. Namun permasalahan yang terjadi selanjutnya adalah terjadinya pemisahan wewenang antara instansi terkait yang
bertanggung jawab melakukan perencanaan perkerasan jalan dengan instansi yang
Universitas Sumatera Utara
bertanggung jawab melakukan kontrol terhadap muatan kendaraan yang akan melintasi jalan raya.
Disatu sisi, perencanaan perkerasan dilakukan tanpa memperhitungkan adanya beban berlebih, sementara disisi lain dinas perhubungan memberlakukan batasan Jenis
Berat yang diizinkan JBI untuk truk tunggal sebesar 15 ton, truk ganda 21 ton dan truk tiga sumbu 29 ton. Berat yang jauh lebih besar dari beban standar yang
direncanakan sebesar 8 ton untuk truk tunggal, 15 ton untuk truk ganda dan 20 ton untuk truk tiga sumbu. Hal ini juga masih belum sepenuhnya diikuti karena masih
adanya toleransi yang mengizinkan kendaraan untuk tetap melintas dengan kelebihan beban. Bahkan pada saat awal diberlakukannya, toleransi yang diberikan mencapai
90 dari JBI baru kemudian berangsur-angsur diturunkan sampai menjadi 50 yang mulai diterapkan sejak 1 Februari 2008 oleh DLLAJ delapan propinsi se-sumatera dan
jawa[26]. Hal ini juga tidak sepenuhnya menjamin tidak adanya lagi truk yang melewati
batasan toleransi yang diberikan karena masih adanya anggapan bahwa tujuan adanya jembatan timbang adalah untuk memperoleh retribusi atau pendapatan denda
pelanggaran, sementara tujuannya sebagai alat untuk mengontrol kelebihan muatan kendaraan menjadi kabur. Sehingga sampai saat ini masih banyak dijumpai truk-truk
yang kelebihan muatan. Penelitian yang dilakukan oleh Zarkasi[26] di jalur Pantura menemukan bahwa
kurang lebih 51 turk as tunggal melebihi beban 8,2 ton dan 42 truk as ganda melebihi beban 15 ton. Sehingga dapat dipahami kenapa kondisi perkerasan jalan pada
umumnya cepat rusak mengalami kerusakan dini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 1. Nilai VDF Dan ADT Jalur Pantura[24]
II. 3. 2. Faktor Desain