Konsep Daur Ulang pada Material Bekas sebagai Elemen Interior Kafe di Medan (Studi Kasus: Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, dan Hungry Tummy)
KONSEP DAUR ULANG PADA MATERIAL BEKAS SEBAGAI ELEMEN INTERIOR KAFE DI MEDAN
(Studi Kasus: Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, dan Hungry Tummy)
SKRIPSI
OLEH
DIAN SUCI WULANDARI NINGRUM 110406013
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
(3)
KONSEP DAUR ULANG PADA MATERIAL BEKAS SEBAGAI ELEMEN INTERIOR KAFE DI MEDAN
(Studi Kasus: Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, dan Hungry Tummy)
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Dalam Departemen Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
DIAN SUCI WULANDARI NINGRUM 110406013
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(4)
(5)
PERNYATAAN
KONSEP DAUR ULANG PADA MATERIAL BEKAS SEBAGAI ELEMEN INTERIOR KAFE DI MEDAN
(Studi Kasus : Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, dan Hungry Tummy
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2015 Penulis,
(6)
(7)
Judul Skripsi : Konsep Daur Ulang pada Material Bekas sebagai Elemen Interior Kafe di Medan (Studi Kasus: Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, dan Hungry Tummy)
Nama Mahasiswa : Dian Suci Wulandari Ningrum Nomor Pokok : 110406013
Departemen : Arsitektur
Menyetujui
Dosen Pembimbing
(Yulesta Putra, ST, M.Sc)
Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,
(Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc) (Ir. N. Vinky Rahman, MT)
(8)
(9)
Telah diuji pada
Tanggal :08 Juli 2015
Panitia Penguji Skripsi
Ketua Komisi Penguji : Ir. Basaria Talarosha, MT
(10)
(11)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat
dan anugerah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan
judul:
“Konsep Daur Ulang pada Material Bekas sebagai Elemen Interior Kafe di Medan (Studi Kasus: Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House,
dan Hungry Tummy)”
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas
dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Yulesta Putra, ST, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, bimbingan, saran, dukungan serta meluangkan waktu
dalam proses penulisan untuk menyusun skripsi ini.
2. Ibu Ir. Basaria Talarosha, MT , Bapak Devin Defriza, ST, MT dan Bapak
Agus Jhonson, ST, MT selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik
dan saran kepada penulis terhadap skripsi ini.
3. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT selaku Ketua Program Studi Departemen
Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA selaku Sekretaris Program
Studi Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
5. Kepada keluarga penulis yang tercinta atas bantuan doa dan dukungannya
(12)
6. Semua teman-teman stambuk 2011 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang sama-sama berjuang menyelesaikan studi
serta seluruh rekan penulis yang sudah ikut membantu.
7. Bapak Wawan selaku manager Resep Nenek Moyangku, Bapak Andre selaku
manager Lekker Urban Food House, Bapak Dian dan Ibu Ika selaku owner Hungry Tummy yang telah memberikan bantuan informasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Semoga karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi penulis terutama
dalam penyempurnaannya ke depan. Pada semua pihak yang telah banyak
membantu untuk kesempurnaan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih.
Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, serta
memberikan kemudahan bagi kita semua. Amin.
Medan, 14 Juli 2015 Penulis
Dian Suci Wulandari Ningrum 110406013
(13)
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh proyek pembangunan yang menghasilkan limbah konstruksi sehingga berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan. Jumlah pemakaian sumber daya yang begitu besar pada lingkungan memicu adanya penerapan daur ulang yang memiliki potensi besar di dunia arsitektur. Kegiatan daur ulang mencakup recycle (pengolahan material kembali) dan reuse (penggunaan material kembali). Salah satu contoh bangunan yang menerapkan material bekas sebagai elemen desain adalah kafe. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi material bekas dari sudut pandang desain bangunan sebagai elemen interior dan menganalisa potensi daur ulang pada material bekas sebagai konsep perancangan pada elemen interior kafe. Teori utama yang digunakan adalah teori hierarkial daur ulang. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif-deskriptif dengan tujuan untuk menggali dan mengidentifikasikan penerapan material bekas dengan konsep daur ulang (reuse dan recycle) sebagai elemen interior kafe pada tiga studi kasus penelitian, diantaranya: Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, dan Hungry Tummy. Konsep daur ulang material bekas pada desain kafe studi penelitian menambah nilai estetika, berpengaruh terhadap penghematan biaya konstruksi dan sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan lingkungan akibat kerusakan limbah konstruksi.
Kata Kunci: konsep daur ulang, material bekas, elemen interior, kafe
ABSTRACT
The background of this research is development projects that produce construction waste therefore contributes to environmental damage. So many total consumption of resources on the environment triggers the implementation of recycling that has great potential in the world of architecture. The activity of recycling take in two ways, recycle and reuse. One example of the building which applied waste material as a design concept is the cafe. The goal of this research is identifying the waste materials of building design as interior elements and analyzing the potential of recycling the waste materials as an element of interior design concepts at the cafe. The main theory used is The Theory of Hierarchical Recycling. The method used is descriptive-qualitative research methods to explore and identify the application of waste materials with the concept of recycling (reuse and recycle) as an element of the interior cafe on three case studies, that is Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, and Hungry Tummy. Recycling waste materials concept in the design of research studies give an aesthetic value, affect the construction cost savings and as an effort to save the environment as a result of damage to constriction waste.
(14)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah... 3
1.3. Tujuan Penelitian... 3
1.4. Manfaat Penelitian... 3
1.5. Kerangka Berfikir ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Ekologi Material Bangunan ... 6
2.1.1. Sustainable Development ... 6
2.1.2. Klasifikasi Material Bangunan secara Ekologis ... 12
2.1.3. Siklus Material Bangunan ... 32
2.2 Daur Ulang ... 33
2.2.1. Pengertian Daur Ulang ... 33
2.2.2. Pengolahan Material Daur Ulang ... 39
2.2.3. Penerapan Material Daur Ulang pada Bangunan ... 45
2.3 Terminologi Kafe ... 51
2.3.1. Definisi Kafe ... 51
2.3.2. Perkembangan Kafe di Kota Medan ... 52
2.3.3. Prosedur dalam Membuka Usaha Kafe ... 53
2.3.4. Tinjauan Arsitektur pada Kafe ... 56
2.3.4.1.Elemen Pembentuk Ruang ... 56
2.3.4.2. Perabot Kafe ... 59
2.3.4.3.Sistem Utilitas ... 65
2.3.4.4. Sistem Sirkulasi Kafe ... 67
2.3.4.5. Pembagian Ruang Kafe ... 71
2.3.4.6. Kajian Teori Warna ... 72
2.3.5. Penerapan Material Daur Ulang pada Kafe ... 74
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 81
3.1. Jenis Penelitian ... 81
3.2. Variabel Penelitian ... 81
3.3. Sampel ... 83
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 84
3.5. Kawasan Penelitian ... 84
3.6. Metode Analisa Data ... 86
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 87
4.1. Penerapan Material Bekas pada Interior Kafe... 87
4.1.1. Resep Nenek Moyangku ... 87 4.1.1.1. Tinjauan Elemen Interior Kafe
(15)
Resep Nenek Moyangku ... 93
4.1.1.2 Konsep Daur Ulang ... 107
4.1.2. Lekker Urban Food House ... 112
4.1.2.1. Tinjauan Elemen Interior Kafe Lekker Urban Food House ... 118
4.1.2.2. Konsep Daur Ulang ... 135
4.1.3. Hungry Tummy ... 142
4.1.3.1. Tinjauan Elemen Interior Kafe Hungry Tummy ... 147
4.1.3.2. Konsep Daur Ulang ... 156
4.2. Studi Komparasi Konsep Daur Ulang pada Kafe Penelitian.... 160
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 165
5.1. Kesimpulan ... 165
5.2. Saran ... 166
DAFTAR PUSTAKA ... 167
(16)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Kriteria material bangunan dalam pembangunan berkelanjutan 9
Tabel 2.2. Kelas kayu menurut keawetannya ... 14
Tabel 2.3. Kelas kayu menurut kekuatannya ... 14
Tabel 2.4. Material alami Indonesia ... 21
Tabel 2.5. Sumber dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi... 24
Tabel 2.6. Jenis sampah asal kegiatan pembangunan dan cara pengelolaannya ... 25
Tabel 2.7. Komparasi sistem pasokan barang bekas ... 44
Tabel 2.8. Komparasi pembelian di kios barang bekas dengan toko bangunan ... 44
Tabel 3.1. Analisa teori untuk menetapkan variabel ... 82
Tabel 4.1. Analisa penerapan material sebagai elemen interior Resep Nenek Moyangku ... 108
Tabel 4.2. Analisa penerapan material sebagai elemen interior Lekker Urban Food House ... 137
Tabel 4.3. Analisa penerapan material sebagai elemen interior Hungry Tummy ... 157
Tabel 4.4. Komparasi konsep daur ulang pada kafe penelitian ... 161
Tabel 4.5. Jenis material bekas pada kafe penelitian dan potensi manfaatnya ... 161
(17)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Pintu kayu bekas ... 27
Gambar 2.2. Kaca patri bekas ... 28
Gambar 2.3. Kitchen sink bekas dapur hotel ... 29
Gambar 2.4. Meja makan yang memanfaatkan keramik bekas ... 30
Gambar 2.5. Tirai / sekat ruangan dari limbah botol kaca ... 31
Gambar 2.6. Siklus hidup material bangunan ... 32
Gambar 2.7. Mekanisme pengadaan bahan baku dalam proses daur ulang ... 39
Gambar 2.8. Bengkel kerja “Rempah” ... 46
Gambar 2.9. Dinding dari botol ... 46
Gambar 2.10. Rumah Heinz Frick ... 48
Gambar 2.11. Pagar teras dari kayu bekas dan dinding pecahan keramik bekas ... 48
Gambar 2.12. Plafon dari papan akustik bekas ... 49
Gambar 2.13. Plafon dari kayu peti kemas bekas ... 50
Gambar 2.14. Tangga dari bahan tiang listrik bekas ... 50
Gambar 2.15. Dimensi tubuh manusia saat duduk ... 60
Gambar 2.16. Dimensi standar untuk aktivitas makan ... 61
Gambar 2.17. Pengaturan meja secara paralel ... 63
Gambar 2.18. Pengaturan meja secara diagonal ... 63
Gambar 2.19. Dimensi optimum permukaan meja makan ... 64
Gambar 2.20. Jarak bersih sirkulasi ... 68
Gambar 2.21. Pengarahan jalan ... 68
Gambar 2.22. Zona jarak ... 70
Gambar 2.23. Sirkulasi berdasarkan penempatan pintu ... 70
Gambar 2.24. Junkyard Cafe and Bar ... 75
Gambar 2.25. Gajetto: Geek Cafe Resto ... 76
Gambar 2.26. Parlour Cafe ... 76
Gambar 2.27. Layout Kafe Hummingbird Eatery ... 77
Gambar 2.28. Tegel bertekstur pada lantai ... 78
Gambar 2.29. Dining set pada ruang makan bagian belakang ... 79
Gambar 2.30. Potongan sisa kayu sebagai hiasan top table ... 79
Gambar 2.31. Box bekas sebagai tempat duduk ... 80
Gambar 3.1. Peta lokasi Indonesia dan Kota Medan ... 85
Gambar 3.2. Peta lokasi Resep Nenek Moyangku ... 85
Gambar 3.3. Peta lokasi Lekker Urban Food House ... 85
Gambar 3.4. Peta lokasi Hungry Tummy ... 85
Gambar 4.1. Denah lokasi Resep Nenek Moyangku ... 87
Gambar 4.2. Kawasan sekitar Kafe Resep Nenek Moyangku ... 88
Gambar 4.3. Tampak depan Resep Nenek Moyangku ... 89
Gambar 4.4. Tampak kanan Resep Nenek Moyangku ... 89
Gambar 4.5. Layout eksisting Kafe Resep Nenek Moyangku ... 90
Gambar 4.6. Interior lantai dasar Kafe Resep Nenek Moyangku ... 92 Gambar 4.7. Interior lantai atas (non smokingroom) Resep Nenek
(18)
Moyangku ... 92
Gambar 4.8. Interior lantai atas (smoking room) Resep Nenek Moyangku ... 92
Gambar 4.9. Material kayu bekas pada lantai dasar ... 93
Gambar 4.10. Lantai dengan material keramik pada lantai dua ... 94
Gambar 4.11. Pecahan keramik bekas sebagai lantai kamar mandi .... 95
Gambar 4.12. Papan kayu bekas sebagai plafon lantai dasar ... 95
Gambar 4.13. Multipleks bekas sebagai plafon smoking room ... 96
Gambar 4.14. Panel kayu dari jendela bekas sebagai elemen dinding pada kafe ... 97
Gambar 4.15. Dinding bekas salon yang masih dipertahankan ... 97
Gambar 4.16. Kaleng bekas sebagai elemen dinding pada kafe ... 98
Gambar 4.17. Pintu kaca pada entrance bekas bangunan salon ... 99
Gambar 4.18. Pintu kayu merbau menuju ruang kantor ... 100
Gambar 4.19. Pintu kayu kamper menuju area smoking room ... 100
Gambar 4.20. Jenis jendela Resep Nenek Moyangku ... 101
Gambar 4.21. Tangga bekas bangunan lama ... 102
Gambar 4.22. Perabot bekas pada lantai dasar ... 103
Gambar 4.23. Pemanfaatan kembali kursi lama milik owner ... 104
Gambar 4.24. Perabot bekas pada lantai dua ... 105
Gambar 4.25. Benda pelengkap fungsional ... 106
Gambar 4.26. Benda pelengkap dekoratif ... 106
Gambar 4.27. Denah lokasi Lekker Urban Food House ... 112
Gambar 4.28. Kawasan sekitar Kafe Lekker Urban Food House ... 113
Gambar 4.29. Suasana di sekitar gerbang Komplek Putri Hijau Driving Golf ... 114
Gambar 4.30. Fasad Lekker Urban Food House ... 114
Gambar 4.31. Layout eksisting Lekker Urban Food House ... 115
Gambar 4.32. Area indoor Lekker Urban Food House ... 117
Gambar 4.33. Area indoor menuju outdoor Lekker Urban Food House ... 117
Gambar 4.34. Area outdoor Lekker Urban Food House ... 117
Gambar 4.35. Jenis keramik pada Lekker Urban Food House ... 118
Gambar 4.36. Keramik motif catur pada area di sekitar toilet ... 119
Gambar 4.37 Elemen penutup lantai menuju area outdoor ... 119
Gambar 4.38. Tripleks dan ekspos plumbing sebagai plafon ... 120
Gambar 4.39. Kayu jati sebagia elemen horizontal atas pada sebagian indoor-outdoor ... 120
Gambar 4.40. Kaca sebagai elemen horizontal atas pada sebagian indoor-outdoor ... 121
Gambar 4.41. Kaca sebagai elemen vertikal bagian depan kafe ... 122
Gambar 4.42. Kaca sebagai elemen vertikal bagian kanan kafe ... 122
Gambar 4.43. Kaca sebagai elemen vertikal area indoor menuju outdoor ... 122
Gambar 4.44. Recycle limbah kayu sebagai ornamen pada dinding ... 123
(19)
Gambar 4.46. Wall painting dengan airbrush ... 124
Gambar 4.47. Pagar pembatas memanfaatkan kayu bekas dan sepeda bekas ... 124
Gambar 4.48. Jenis pintu kayu akses keluar-masuknya kafe ... 125
Gambar 4.49. Jenis pintu kayu pada ruang servis ... 125
Gambar 4.50. Recycle kaleng bekas menjadi bangku ... 127
Gambar 4.51. Recycle sofa bekas dengan kain perca ... 127
Gambar 4.52. Recycle bangku kayu yang sudah rusak ... 128
Gambar 4.53. Recycle kursi dari bathtub bekas ... 128
Gambar 4.54. Recycle kursi dari vespa yang sudah rusak ... 129
Gambar 4.55. Recycle kursi dari kayu jati dengan sandaran unik ... 129
Gambar 4.56. Recycle kursi tong bekas dengan modifikasi yang beraneka ragam ... 130
Gambar 4.57. Reuse sofa bekas pada interior kafe ... 130
Gambar 4.58. Perabot dari kayu jati belanda ... 131
Gambar 4.59. Dekorasi lampu gantung ... 132
Gambar 4.60. Urinoir dari recycle tabung gas 12 kg ... 133
Gambar 4.61. Pemanfaatan batu dan tong bekas sebagai washtafel ... 133
Gambar 4.62. Benda pelengkap dekoratif Lekker Urban Food House 134 Gambar 4.63. Recycle perahu bekas sebagai hiasan dinding ... 135
Gambar 4.64. Denah lokasi Kafe Hungry Tummy ... 142
Gambar 4.65. Kawasan sekitar Kafe Hungry Tummy ... 143
Gambar 4.66. Perspektif bangunan Kafe Hungry Tummy ... 144
Gambar 4.67. Tampak depan Hungry Tummy ... 144
Gambar 4.68. Tampak kiri Hungry Tummy ... 145
Gambar 4.69. Layout Kafe Hungry Tummy ... 145
Gambar 4.70. Area indoor Hungry Tummy ... 146
Gambar 4.71. Area outdoor hungry Tummy ... 147
Gambar 4.72. Keramik reject sebagai material lantai ... 148
Gambar 4.73. Plafon gypsum area indoor ... 148
Gambar 4.74. Plafon seng area outdoor ... 149
Gambar 4.75. Kaca pembatas area indoor dan outdoor ... 149
Gambar 4.76. Seng pembatas area makan dan dapur ... 150
Gambar 4.77. Sofa jeans produk recycle ... 151
Gambar 4.78. Sofa letter L produk recycle ... 151
Gambar 4.79. Set kursi recycle di area outdoor ... 152
Gambar 4.80. Kursi diperoleh dari toko perabot bekas ... 152
Gambar 4.81. Satu set kursi kayu produk recycle ... 153
Gambar 4.82. Meja recycle dari kayu jati dan kaki meja bekas ... 153
Gambar 4.83. Meja recycle dari tong bekas bahan bakar untuk mobil 154 Gambar 4.84. Washtafel dari tong bekas dan ban mobil bekas ... 154
Gambar 4.85. Jam dinding dari wajan bekas ... 155
(20)
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh proyek pembangunan yang menghasilkan limbah konstruksi sehingga berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan. Jumlah pemakaian sumber daya yang begitu besar pada lingkungan memicu adanya penerapan daur ulang yang memiliki potensi besar di dunia arsitektur. Kegiatan daur ulang mencakup recycle (pengolahan material kembali) dan reuse (penggunaan material kembali). Salah satu contoh bangunan yang menerapkan material bekas sebagai elemen desain adalah kafe. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi material bekas dari sudut pandang desain bangunan sebagai elemen interior dan menganalisa potensi daur ulang pada material bekas sebagai konsep perancangan pada elemen interior kafe. Teori utama yang digunakan adalah teori hierarkial daur ulang. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif-deskriptif dengan tujuan untuk menggali dan mengidentifikasikan penerapan material bekas dengan konsep daur ulang (reuse dan recycle) sebagai elemen interior kafe pada tiga studi kasus penelitian, diantaranya: Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, dan Hungry Tummy. Konsep daur ulang material bekas pada desain kafe studi penelitian menambah nilai estetika, berpengaruh terhadap penghematan biaya konstruksi dan sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan lingkungan akibat kerusakan limbah konstruksi.
Kata Kunci: konsep daur ulang, material bekas, elemen interior, kafe
ABSTRACT
The background of this research is development projects that produce construction waste therefore contributes to environmental damage. So many total consumption of resources on the environment triggers the implementation of recycling that has great potential in the world of architecture. The activity of recycling take in two ways, recycle and reuse. One example of the building which applied waste material as a design concept is the cafe. The goal of this research is identifying the waste materials of building design as interior elements and analyzing the potential of recycling the waste materials as an element of interior design concepts at the cafe. The main theory used is The Theory of Hierarchical Recycling. The method used is descriptive-qualitative research methods to explore and identify the application of waste materials with the concept of recycling (reuse and recycle) as an element of the interior cafe on three case studies, that is Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food House, and Hungry Tummy. Recycling waste materials concept in the design of research studies give an aesthetic value, affect the construction cost savings and as an effort to save the environment as a result of damage to constriction waste.
(21)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Setiap material bangunan mempunyai siklus hidup, dimulai dari
pengambilan bahan baku di tempat asal dan berakhir di tempat pembuangan.
Namun, pemanfaatan berbagai jenis material bangunan dalam proses konstruksi
telah menyisakan material dalam jumlah yang relatif besar. Fakta bahwa
pembangunan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa
penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh meningkatnya volume
limbah yang dihasilkan oleh aktivitas konstruksi. Salah satu penyebab timbulnya
limbah konstruksi adalah penggunaan sumberdaya yang melebihi apa yang
diperlukan untuk proses konstruksi (Ervianto, 2012).
Pengetahuan bahan bangunan ditinjau dari sisi ekologis sangatlah penting.
Penggunaan material pada bangunan harus disadari memiliki dampak yang begitu
jauh terhadap lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan material harus dilakukan
secara optimal. Artinya material tersebut harus dapat dimanfaatkan terus menerus
dengan semaksimal mungkin. Dengan demikian permintaan terhadap material
baru dapat dikurangi. Penggunaan material baru menandakan adanya konsumsi
terhadap sumber daya alam dalam jumlah besar dan menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan yang begitu besar pula. Terkadang nilai dari material bekas
pakai lebih tinggi jika dibandingkan dengan material baru. Penggunaan material
bekas merupakan salah satu gerakan sustainable karena memanfaatkan kembali barang bekas merupakan upaya untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan.
(22)
Adapun yang dimaksud dengan sustainable adalah pembangunan yang memperhatikan aspek keberlanjutan, yaitu penggunaan sumber daya alam yang
memperhatikan daya dukung lingkungan untuk menghindari terjadinya penurunan
kualitas lingkungan.
Daur ulang dapat menjadi salah satu solusi yang sangat baik dalam
menghadapi permasalahan kerusakan lingkungan akibat limbah konstruksi dan
sebagai upaya optimalisasi penggunaan bahan material bangunan. Dengan jumlah
pemakaian sumber daya yang begitu besar pada bangunan, penerapan daur ulang
semestinya memiliki potensi yang sangat besar pada dunia arsitektur. Dalam
lingkup bangunan, kegiatan daur ulang mencakup recycle (pengolahan material kembali) dan reuse (penggunaan material kembali). Reuse merupakan tingkatan tertinggi dalam sistem daur ulang karena tidak memerlukan energi untuk merubah
bentuknya atau mengolahnya menjadi bahan layak pakai, proses nya tidak
membutuhkan energi, dapat dilakukan dalam skala kecil ataupun besar, tidak
membutuhkan pabrikasi, membutuhkan modal yang sangat kecil, proses tidak
melibatkan proses fisika dan kimia, serta tidak mengalami perubahan bentuk
produk. Sementara recycle membutuhkan energi dan modal yang relatif besar, bahan mengalami perubahan wujud fisik, membutuhkan teknologi yang relatif
tinggi, biasanya dilakukan secara massal/bersifat pabrikasi, dan melibatkan proses
fisika dan kimia sehingga biaya yang diperlukan relatif lebih besar. Namun proses
ini tetap akan lebih baik secara ekologis apabila dilihat dari sudut pandang
konservasi sumber daya alam, hal ini disebabkan bahan mentah dalam konsep
(23)
Pada beberapa kasus tertentu, reuse material dibutuhkan untuk memberikan dampak yang positif terhadap perancangan sebuah bangunan, baik dari segi
ekologis dalam upaya menyelamatkan lingkungan, maupun segi penghematan
biaya konstruksi.
Salah satu contoh bangunan yang menerapkan material bekas sebagai
elemen desain adalah kafe. Saat ini banyak bermunculan kafe-kafe yang tidak
hanya menyajikan hidangan, tetapi juga menjual desain interior serta menyajikan
view yang beraneka ragam. Maraknya pertumbuhan kafe di kota Medan saat ini
menandakan bahwa peran masyarakat sebagai konsumen kafe cukup tinggi dan
hal ini membuat para pengusaha tertarik untuk terjun memulai berbisnis pada
bidang ini dan mengusung konsep yang berbeda dari kafe pada umumnya. Ishak
(2003) menambahkan bahwa perkembangan bisnis kafe yang marak di Medan
saat ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di kota ini semakin baik
dan maju. Adapun konsep daur ulang material bekas pada desain interior
bangunan kafe mampu menjadi daya tarik bagi pengunjung sehingga memberikan
nilai jual lebih dibandingkan dengan desain interior kafe yang lain.
Beberapa kafe di kota Medan telah memanfaatkan material bekas sebagai
elemen interior, diantaranya kafe Resep Nenek Moyangku, Lekker Urban Food
House, dan Hungry Tummy. Ketiga kafe tersebut mengusung konsep daur ulang
yang hemat energi dan peduli lingkungan, terbukti pada penerapan material bekas
pada elemen interior yang di desain sedemikian rupa sehingga memberikan
suasana berbeda dan kesan yang unik bagi pengunjungnya. Selain aksen material
(24)
material bekas pada interior kafe juga berpengaruh terhadap penghematan biaya
konstruksi dan sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan alam akibat
kerusakan limbah konstruksi.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan material bekas dari sudut pandang desain
bangunan sebagai elemen interior?
2. Mengapa konsep daur ulang pada material bekas layak dipilih sebagai
konsep perancangan pada elemen interior kafe?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi material bekas dari sudut pandang desain bangunan
sebagai elemen interior.
2. Menganalisa potensi daur ulang pada material bekas sebagai konsep
perancangan pada elemen interior kafe.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memahami seberapa pentingnya metode membangun yang
memperhatikan lingkungan dan dampaknya terhadap alam.
2. Membuka wawasan akan potensi yang terdapat dalam konsep daur
(25)
1.5. Kerangka Berfikir
JUDUL PENELITIAN
Analisis Material Bekas dengan Konsep Daur Ulang sebagai Elemen Interior Kafe
LATAR BELAKANG
Material bekas atau material sisa konstruksi dapat dimanfaatkan sebagai upaya pelestarian lingkungan. Daur ulang merupakan langkah yang tepat dalam
penerapan material bekas pada bangunan. Kafe merupakan salah satu bangunan yang memanfaatkan material bekas sebagai elemen interior.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penerapan material bekas dari sudut pandang desain bangunan sebagai elemen interior?
2. Mengapa konsep daur ulang pada material bekas layak dipilih sebagai konsep perancangan pada elemen interior kafe?
TUJUAN PENELITIAN
1. Mengidentifikasi material bekas dari sudut pandang desain bangunan sebagai elemen interior.
2. Menganalisa potensi daur ulang pada material bekas sebagai konsep perancangan pada elemen interior kafe.
MANFAAT PENELITIAN
1. Memahami seberapa pentingnya metode membangun yang memperhatikan lingkungan dan dampaknya terhadap alam.
2. Membuka wawasan akan potensi yang terdapat dalam konsep daur ulang material bekas dari sudut pandang desain bangunan.
TINJAUAN PUSTAKA PENGUMPULAN DATA HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN OBSERVASI LANGSUNG PENCARIAN DATA SEKUNDER
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Material Bangunan
2.1.1. Sustainable Development
Istilah sustainable development pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980 yang mendeskripsikan suatu usaha pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan sosial dan disaat bersamaan juga berusaha meminimalkan dampak
negatif yang ditimbulkan pembangunan pada lingkungan. Namun, definisi yang
paling banyak dipakai adalah yang dirumuskan oleh Gro Harlem Brundlant pada
tahun 1986 dalam bukunya “Our Common Future”. Ia menyatakan bahwa,
”Sustainable development is development which meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs” Sustainable development yang dalam bahasa Indonesia berarti pembangunan yang berkelanjutan dapat dikatakan sebagai suatu konsep pembangunan yang
menekankan pada keberlanjutan hidup manusia. Berdasarkan pengertian yang
telah disebutkan sebelumnya dapat diidentifikasi adanya tiga unsur utama yang
menjadi sangat penting dalam pembangunan yang berkelanjutan, yakni
pemenuhan kebutuhan manusia, kelestarian lingkungan hidup dan masa yang akan
datang (Graham, 2003).
Populasi dunia bertambah dari 1,5 milyar pada tahun 1900, menjadi 6
milyar pada tahun 2000 (Muller, 2002). Bertambahnya populasi manusia berarti
juga bertambahnya jumlah kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Manusia
(27)
mengkonsumsi sumber daya yang ada di alam. Namun, pola konsumsi yang tidak
seimbang telah diterapkan oleh manusia selama beberapa dekade. Tidak
seimbangnya antara konsumsi sumber daya dengan kemampuan lingkungan untuk
memenuhinya, menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan ancaman krisis
sumber daya alam bagi generasi manusia di masa yang akan datang.
Bangunan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Pertumbuhan
jumlah penduduk yang begitu besar juga akan mempengaruhi jumlah permintaan
terhadap kebutuhan akan bangunan. Tiap-tiap bangunan akan mengkonsumsi
jumlah sumber daya alam yang sangat banyak dalam konstruksinya. Sebuah
bangunan akan bersentuhan langsung dengan lingkungan alam. Keberadaan
bangunan itu sendiri secara langsung akan memberi dampak pada lingkungan
alam yang ada di sekitarnya. Dampak ini seringkali diabaikan karena memang
tidak langsung jelas terlihat. Namun pada kenyataanya ada banyak sekali dampak
yang ada. ” There are more impacts than we could possibly know. Building projects may impact on natural environments that are far removed from the site andmay be accumulative and long-term” (Graham, 2003).Terdapat lebih banyak dampak dari yang mungkin kita bayangkan. Suatu proyek bangunan dapat
memberi dampak pada lingkungan hidup yang berada jauh dari tapak dan dampak
tersebut bersifat akumulatif dan dalam jangka panjang.
Salah satu isu penting dalam pembangunan yang berkelanjutan adalah
pertambahan volume sampah/limbah lingkungan. Pertambahan sampah sangat
erat hubungannya dengan pola konsumsi. Pola konsumsi yang baik adalah
(28)
Dengan pola konsumsi yang efisien maka akan terdapat lebih sedikit
sampah/limbah yang dihasilkan pada skala kerja dan konsumsi sumber daya yang
sama.
Berdasarkan buku Building Ecology (2003) oleh Peter Graham, dalam
mendukung sustainable development diperlukan pengetahuan tentang daur hidup bahan. Life Cycle Assesment (nilai daur hidup) atau yang sering disingkat dengan LCA merupakan suatu pendekatan evaluasi yang bertujuan untuk memahami daur
hidup lingkung bangun dan dampaknya terhadap lingkungan melalui aplikasi
material pada bangunan. Adapun kriteria yang menjadi perhitungan dalam LCA
diantaranya:
1. Pengambilan, proses, dan transportasi material mentah;
2. Produksi, transportasi, dan distribusi dari produk yang dihasilkan;
3. Penggunaan, penggunaan kembali dan perawatan;
4. Daur ulang dan pembuangan akhir.
Tujuan dari penerapanLCAadalah:
1. Mengevaluasi beban lingkungan berkaitan dengan produk, proses, atau
aktivitas, mengidentifikasi dan memperhitungkan penggunaan energi,
material, dan jumlah sampah / limbah yang dilepaskan ke lingkungan;
2. Mengetahui dampak penggunaan sumber daya dan pembuangan limbah
serta dampak terhadap lingkungan;
3. Melakukan evaluasi dan menerapkannya memberikan kemungkinan untuk
(29)
Froschle (1999) dalam artikel “Environmental Assessment and Specification of Green Building Materials” mengklasifikasikan kriteria material bangunan dalam pembangunan berkelanjutan, diantaranya:
Tabel 2.1. Kriteria material bangunan dalam pembangunan berkelanjutan
No. Kriteria / Variabel Deskripsi
1. Kadar racun rendah Bahan dengan tingkat toksisitas atau konsentrasi racun rendah
2. Emisi minimal
Bahan tanpa emisi kimia atau emisi kimia rendah (VOC / volatile organic compounds dan CFC / chlorofluorocarbons)
3. Konsentrasi VOCs rendah
Bahan yang dapat mengurangi jumlah kontaminan udara dalam ruangan
4. Kandungan hasil daur ulang
Produk dengan identifikasi konten daur ulang
5. Sumber daya yang efisien
Produk yang diproduksi dengan konsumsi energy dan limbah yang sedikit
6. Bahan daur ulang Bahan yang dapat didaur ulang di akhir masa pakainya
7.
Komponen yang dapat digunakan kembali
Komponen bangunan yang dapat digunakan kembali atau
diselamatkan
8. Sumber berkelanjutan
Bahan-bahan alami terbarukan yang dibuat menggunakan sumber yang berkelanjutan
9. Bahan tahan lama
Bahan yang sebanding bahan tradisional dengan harapan hidup yang panjang
10. Tahan kelembaban
Produk yang tahan terhadap kelembaban atau menghambat pertumbuhan kontaminan
11. Hemat energi Bahan yang membantu mengurangi konsumsi energi pada bangunan
12. Pelestarian air
Produk dan sistem yang dapat membantu mengurangi konsumsi air
(30)
13. Meningkatkan IAQ (Indoor Air Quality)
Sistem atau peralatan yang menghasilkan IAQ yang sehat
14. Pemeliharaan yang sehat
Bahan yang memerlukan
pembersihan sederhana dan tidak beracun
15. Produk lokal
Bahan lokal sehingga menghemat energi untuk transportasi ke lokasi proyek
16. Bahan terjangkau
Biaya pembuatan bangunan sebanding pembuatan dengan bahan konvensional
Sumber: Environmental Assessment and Specification of Green Building Materials (Froschle, 1999)
- Material yang dapat digunakan kembali dan memperhatikan sampah
bangunan pada saat pemakaian
Pemanfaatan kembali material dari bangunan lama menjadi lebih
ekonomis dibandingkan dengan biaya pembuangan yang semakin tinggi,
peraturan yang semakin ketat, dan harga material yang semakin tinggi.
- Material daur ulang
Memilih material bangunan yang dapat didaur ulang lebih diutamakan
karena memberikan keuntungan yang sangat besar terhadap alam. Kemampuan
material untuk diolah kembali dapat dilihat pada saat setelah material digunakan
atau setelah material dihasilkan.
- Keaslian material
Apakah material tersebut datang dari sumber daya alam yang dapat
diperbaharui? Perkiraan jarak dari sumber dan produk ke lokasi pembangunan
juga harus diperhatikan. Memakai kayu dari sumber yang jauh lebih dekat ke
lokasi bangunan akan mengurangi biaya dan pengaruh pengangkutan pada
(31)
- Energi yang diwujudkan
Metode yang memperhitungkan seluruh energi dan biaya yang tidak
terlihat namun dibutuhkan pada saat memproduksi material. Energi tersebut
dihitung mulai dari produksi awal material, yaitu pengambilan material utama dan
fabrikasi yang diperlukan, pengepakan material, transportasi ke site, sampai ke
pemasangan bangunan.
- Material yang mengandung racun
Bangunan dengan material yang mengeluarkan zat beracun secara lambat
dengan campuran lem, resin, dan campuran minyak dalam cat serta kandungan
bahan organik dalam udara yang dipakai sebagai campuran dalam material
bangunan. Perancang sebaiknya menghindari pemakaian bahan yang dapat
menghasilkan formaldehyde, larutan organik, kandungan bahan kimia dalam
udara, klorofuorkarbon. Kandungan bahan kimia dalam udara dapat
mengakibatkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan, sakit kepala dan iritasi
dermatologis dan beberapa penyakit lain.
- Memprioritaskan material alami
Material alami seperti batu, kayu, dan tanah umumnya menggunakan
energi yang sedikit untuk diproduksi, menghasilkan racun dan polusi yang lebih
sedikit terhadap lingkungan.
- Mempertimbangkan durabilitas dan umur produk
Material yang berkelanjutan termasuk material yang tidak membutuhkan
(32)
Dari prinsip-prinsip tersebut terlihat bahwa perhatian terhadap kebijakan
penggunaan material sangat erat hubungannya dengan keberlanjutan lingkungan
hidup. Untuk memahami hubungan ini secara baik dibutuhkan pengetahuan yang
lebih dari sekedar kegiatan mengambil material, menggunakan, dan
membuangnya, namun harus memahami segala proses dan daur yang terjadi pada
sumber daya alam yang dikonsumsi sehingga prediksi terhadap dampak yang
dihasilkan dapat diketahui secara lebih terperinci. Oleh karena itu, dampak yang
ditimbulkan adalah cerminan dari hubungan yang dimiliki manusia dengan
lingkungannya. Hubungan yang baik tidak akan menyebabkan kerusakan pada
lingkungan melainkan keberlanjutan lingkungan yang mampu mendukung
kualitas kehidupan yang baik bagi manusia hingga ke masa yang akan datang.
2.1.2. Klasifikasi Material Bangunan secara Ekologis
Heinz Frick (1998) di dalam bukunya Ilmu Bahan Bangunan,
mengklasifikasikan material bangunan berdasarkan penggunaan bahan mentah
dan tingkat transformasi (perubahan wujud fisik) yang terjadi dalam daurnya.
Berikut adalah klasifikasi tersebut:
1. Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali (regeneratif)
Bahan bangunan organik nabati dan hewani yang dapat diaplikasikan
langsung, tanpa transformasi adalah jenis bahan bangunan ini. Contoh: kayu,
rotan, rumba, alang-alang, kulit binatang, dll. Bahan bangunan ini memiliki daur
hidup alami (kemampuan budidaya), oleh karena itu daurnya bersifat tertutup.
Sehingga relatif tidak memiliki dampak negatif secara ekologis. Dalam
(33)
sifatnya regeneratif namun penggunaannya tetap harus dijaga agar tidak melebihi
kemampuannya beregenerasi secara alami.
Sebagai contoh bahan bangunan ini adalah kayu. Berikut jenis-jenis kayu
berdasarkan buku Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 1999):
- Kayu jati (Tectona grandis)
Tempat tumbuh: Jawa, Sulawesi Selatan, NTB, Maluku, Lampung, dan
Madura.
Tinggi mencapai 45 m, panjang bebas cabang 15-20 m. Gemang batang
mencapai 2,20 m
Warna: Kayu teras cokelat kekuning-kuningan, cokelat kelabu sampai
cokelat tua atau merah cokelat.
- Kayu Kamper (Dryobalanops spp)
Tempat tumbuh: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan
Kalimantan
Tinggi 35-45 m dan dapat mencapai 60 m, panjang batang bebas 25-30 m.
Gemang batang 80-100 cm, bentuk batang sangat baik.
Warna: Kayu teras merah cokelat, merah kelabu, merah. Kayu gubal
hampir putih sampai cokelat kuning muda.
- Kayu Mahoni (Swietania Mahagoni spp) Tempat tumbuh: Jawa
Tinggi 35 m, bentuk silindris, tajuk bulat
Warna: Kayu teras cokelat muda kemerah-merahan atau
(34)
Tabel 2.2. Kelas kayu menurut keawetannya Kelas (tingkat)
keawetan kayu I II III IV V
Selalu berhubungan dengan
tanah lembap 8 tahun 5 tahun 3 tahun
Sangat pendek
Sangat pendek Tidak terlindung, tetapi
dilindungi dari pemasukan air 20 tahun 15 tahun 10 tahun Beberapa tahun Sangat pendek Tidak berhubungan dengan
tanah lembap, di bawah atap dan dilindungi dari kelemasan beban Tak terbatas Tak terbatas Sangat lama Beberapa
tahun Pendek
Seperti diatas tetapi selalu dipelihara Tak terbatas Tak terbatas Tak terbatas 20 tahun 20 tahun Serangan rayap
Tidak Jarang Agak cepat
Sangat cepat
Sangat cepat Serangan bubuk kayu kering
dan sebagainya Tidak Tidak
Hampir tidak Tak seberapa Sangat cepat Sumber: Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 1999)
Tabel 2.3. Kelas kayu menurut kekuatannya Kelas kuat Berat jenis kering
udara (kg/dm3)
Keteguhan lentur mutlak ((kg/dm3)
Keteguhan tekan mutlak (kg/cm3)
I >0.90 >1‟100 >650
II 0.90 - 0.60 1‟000 - 725 650 - 425
III 0.60 - 0.40 725 - 500 425 - 300
IV 0.40 - 0.30 500 - 360 300 - 215
V <0.30 <360 <215
Sumber: Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 1999)
Seperti yang dijelaskan dalam buku Ilmu Bahan Bangunan, terdapat pula
bahan perkayuan seperti vinir dan kayu lapis (tripleks dan multipleks). Vinir
adalah lembaran kayu tipis yang diperoleh dengan cara mengupas atau mengiris
dari dolok kayu jenis tertentu. Kayu yang biasa untuk membuat vinir dari jenis
kayu yang lunak, ringan, kelas kuat dan kelas awetnya sekitar II – 1V dan bila dikupas tidak mudah pecah / retak.
(35)
Kayu lapis adalah papan / panel buatan yang terdiri dari susunan beberapa
lapisan vinil yang mempunyai arah serat bersilangan tegak lurus dengan diikat
oleh perekat tertentu, serta jumlah lapisan harus ganjil. Penggunaan kayu lapis
pada bangunan misalnya bekisting, daun pintu, dinding penyekat, plafon, lapisan
dasar lantai parket. Selain itu dapat diaplikasikan sebagai perabot rumah tangga
seperti lemari, tempat tidur, meja dan kursi.
2. Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali
Bahan organik bukan nabati atau hewani yang dapat langsung
diaplikasikan pada bangunan adalah jenis klasifikasi bahan bangunan ini, seperti:
tanah liat, pasir, batu alam, dll. Bahan bangunan ini sifatnya terbarukan, namun
dapat dipergunakan berulang kali dengan proses sederhana.
3. Bahan bangunan buatan yang dapat digunakan kembali
Klasifikasi bahan bangunan ini adalah bahan bangunan yang didapat
sebagai limbah, potongan, sampah, ampas, dan sebagainya dari perusahaan
industri dalam bentuk bahan bungkusan, mobil bekas, ban mobil bekas, serbuk
kayu, potongan bahan sintetis, kaca, seng, atau bermacam-macam kain.
Kaleng aluminium bekas memiliki ketinggian sekitar 130 mm, hampir
sama dengan ketebalan dinding batu-bata. Berdasarkan buku Ilmu Bahan
Bangunan (Frick, 1999) dikatakan bahwa kaleng aluminium bekas dapat
dimanfaatkan untuk dinding bangunan. Penyusunan kaleng bekas dilakukan
secara teratur sehingga sisinya dengan bukaan kaleng akan dapat diplester. Oleh
karena aluminium akan beroksidasi bila terkena adukan/plesteran semen, maka
(36)
4. Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana
Klasifikasi bahan bangunan ini adalah material yang bahan mentahnya
berasal dari alam, kemudian mengalami pengolahan yang mengakibatkan
perubahan pada wujud (transformasi) bahan. Contoh: batu bata dari tanah liat,
genteng dari tanah liat, keramik, logam dari bijih logam, seng, kaca dari pasir
kuarsa, dll. Bahan mentah yang digunakan sifatnya tidak terbarukan, namun
bahan bangunan dapat digunakan kembali dengan perlakuan tertentu.
Salah satu contoh bahan bangunan ini adalah keramik. Bahan keramik
sebagai ubin keramik adalah unsur bangunan yang dipergunakan untuk melapisi
lantai ataupun dinding, biasanya berbentuk pelat persegi dan tipis yang dibuat dari
tanah liat atau campuran tanah liat dan bahan mentah keramik laninnya, dibakar
sampai suhu sedemikian tinggi, sehingga mempunyai sifat-sifat fisik khusus.
(Frick, 1999). Pada dasarnya hanya ada 2 jenis keramik yaitu:
a. Keramik yang mempunyai lapisan glazur (glazed)
Jenis keramik yang paling banyak di pasaran untuk aplikasi lantai maupun
dinding. Lapisan glazur di aplikasikan dengan temperature tinggi sehingga
menyatu dengan badan keramik. Lapisan ini lah yang membuat motif
desain dan tekstur keramik. Lapisan glazur membuat keramik tahan air,
tahan api dan mudah dibersihkan karena sangat padat dan tidak berpori.
b. Keramik homogenious tanpa lapisan glazur (unglazed)
Jenis keramik ini sekarang semakin trend dengan bermacam macam
desain. Tidak ada lapisan apapun yang di aplikasikan pada keramik.
(37)
sebelum pembentukan body sehingga ada kesatuan warna antara bagian
permukaan dan belakang. Permukaan keramik mengkilat dengan cara di
polish. Keramik jenis ini biasanya lebih tebal, keras dan lebih tinggi
kekuatannya dari pada glazed ceramic.
Dikutip dari Rumah Ide (Online), ada beberapa jenis permukaan keramik
baik yang memakai lapisan glazur ataupun tidak, diantaranya:
a. Mengkilat dan licin. Biasa dipakai untuk keramik dinding ataupun keramik
lantai dalam ruangan. Tidak cocok untuk lantai yang sering terkena air
atau area servis dengan loading yang tinggi karena biasanya tidak tahan
goresan.
b. Doff / Matte. Cocok untuk berbagai macam aplikasi hanya tidak licin dan
mengkilat. Biasa dipakai di rumah dengan desain minimalis. Lebih tahan
terhadap goresan.
c. Bertekstur kasar. Cocok dipakai untuk lantai kamar mandi, carport atau
ruang terbuka yang sering terkena panas dan hujan. Jenis keramik ini tidak
licin walaupun terkena air.
d. Cutting edge. Permukaan keramik yang sangat siku pada keempat sisinya.
Keramik jenis ini dipotong setelah proses pembakaran. Dari segi harga
pasti lebih mahal dari pada keramik yang bukan cutting.
Contoh lain dari bahan bangunan alam yang mengalami perubahan
transformasi sederhana adalah seng. Seng adalah jenis logam yang biasa
digunakan untuk melindungi terhadap terjadinya korosi dengan menggunakan
(38)
masih sering digunakan karena harganya agak murah untuk atap yang awalnya
kedap air hujan dan tahan lama dengan pengecualian pada daerah yang mengalami
udara tercemar sulfur (dekat gunung api, dsb).
Kaca merupakan salah satu bahan bangunan alam yang mengalami
perubahan transformasi sederhana. Material kaca dibedakan menjadi beberapa
jenis, antara lain:
a. Kaca Tempered. Jenis kaca yang telah melalui suatu proses pemanasan hingga pada tingkat suhu tertentu dan kemudian didinginkan seketika,
sehingga menghasilkan kaca yang mempunyai kekuatan dan kelenturan
yang baik terhadap tekanan pada kedua sisi pemrukaan kaca. Jenis ini
biasa digunakan sebagai pintu shower, railing tangga/balkon, dinding kaca ruangan, skylight.
b. Kaca Laminated. Lembaran kaca yang terdiri dari 2 lapisan kaca yang direkatkan, sehingga dapat berfungsi untuk mencegah kemungkinan jatuh
atau hancurnya kaca akibat benturan pada salah satu sisinya. Kaca
laminated juga dapat digunakan sebagai skylight karena sifatnya yang dapat meredam sinar UV dan juga digunakan untuk partisi dinding kaca
suatu ruangan.
c. Kaca Polos dan Rayban. Kaca polos atau juga disebut kaca bening biasa
yang kemudian biasa dikembangkan menjadi kaca tempered, kaca
laminated, kaca double, dll. Kaca rayban adalah kaca gelap namun masih
(39)
d. Kaca Double Glass. Kaca yang dibentuk / digabung oleh 2 panel kaca dengan terciptanya ruang antara panel yang memiliki ketebalan beberapa
milimeter. Ruang antara panel bersifat kedap udara dan memiliki
kelembapan yang rendah, sehingga pemasangan kaca double glassing pada sebuah ruangan menyebabkan ruangan tersebut kedap suara dan suhu
ruangan dapat terjaga dengan baik / stabil.
e. Kaca Reflective. Kaca yang hanya memiliki daya tembus pandang satu arah saja sehingga dari bagian luar tidak dapat melihat bagian dalam suatu
ruangan. Kaca reflective biasa digunakan untuk eksterior gedung.
f. Kaca Bevel. Kaca yang sisinya memiliki tepi miring. Teknik bevel kaca
digunakan untuk menambah gaya dekoratif kaca karena dapat
meningkatkan dampak visual pada kaca.
5. Bahan bangunan yang mengalami beberapa tingkat perubahan
transformasi
Bahan bangunan jenis ini adalah material yang menggunakan bahan
mentah fosil (minyak bumi, arang, gas). Material yang dihasilkan berupa material
sintetis seperti: plastik, epoksi, polikarbonat, pvc, dll. Bahan sintetis merupakan
bahan yang dinilai tidak baik secara ekologis, karena; 1. Sulit di daur ulang,
membutuhkan energi dan biaya yang besar; 2. Pengolahan harus melalui beberapa
proses yang tidak dapat dibalik (irreversible); 3. Menggunakan bahan baku yang tidak dapat diperbaharui (bahan mentah fosil).
Material bangunan merupakan salah satu sumberdaya proyek yang cukup
(40)
digunakan pada bangunan sama pentingnya dengan rancangan bangunan itu
sendiri. Penggunaan material yang tepat akan meningkatkan aspek estetika pada
bangunan. Sebaliknya, penggunaan material yang kurang atau tidak tepat
kemungkinan besar akan menurunkan rancangan yang dihasilkan secara
keseluruhan (Ervianto, 2012).
Di samping aspek estetika, pemilihan material yang dapat mendorong
penghematan penggunaan energi sebaiknya terus dikembangkan. Menurut
Mediastika (2013) kegiatan konstruksi ternyata berandil besar dalam hal polusi
gas buang yang secara tidak langsung juga menunjukkan besarnya pemanfaatan
energi pada kegiatan ini. Penggunaan energi pada bangunan dapat dihitung sejak
awal penyediaan material bangunan, proses pembangunan, sampai saat bangunan
ditempati. Penghematan energi pada tahap awal pemilihan material dapat
dilakukan dengan penggunaan material yang tersedia secara lokal. Selain dari sisi
konsumen, aspek penghematan juga ditinjau dari sisi penjual dan produsen.
Penghematan dari sisi penjual dan produsen terjadi manakala toko material juga
mendapatkan pasokan material dari daerah sekitarnya.
Mediastika (2013) mengklasifikasikan material bangunan berdasarkan
aspek hemat energi dan ramah lingkungan terdiri atas material alami lokal khas
Indonesia dan material bekas. Penerapan material alami lokal akan mendukung
tumbuhnya ekonomi masyarakat, menghemat biaya dan tenaga angkut.
Penghematan dan pelestarian alam pun semakin meningkat manakala digunakan
(41)
a. Material Alami Lokal Khas Indonesia
Sebagai negara tropis yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia
memiliki beragam material mentah untuk diolah menjadi bahan bangunan yang
berkualitas. Namun, tanpa pertimbangan yang bijaksana, penggunaan material
alami justru dapat menyebabkan kepunahan dan terjadinya bencana alam. Sumber
daya alam lokal yang sering dimanfaatkan sebagai material bangunan adalah
kayu. Permintaan yang tinggi akan kayu-kayu berkualitas telah menyebabkan
penebangan hutan secara serampangan. Beberapa jenis pohon yang menghasilkan
kayu berkualitas kini telah dilindungi dan dilarang ditebang. Begitupun dengan
permintaan yang tinggi akan batu alam yang telah menyebabkan terjadinya
penambangan batu alam ilegal di beberapa tempat (Mediastika, 2013).
Tabel 2.4. Material alami Indonesia
Bahan Mentah / Asal Material Bangunan Daerah Penghasil Pohon bambu Batang bambu Merata di beberapa daerah di
Indonesia
Pohon jati Kayu jati Jepara, Cepu, Bojonegoro
Tanah liat Genteng Kebumen, Karang Pilang
(Surabaya) Pohon kelapa Kayu kelapa
(gelugu) Pantai Sulawesi dan Kalimantan
Batu, koral, pasir Pasir
Merata di beberapa tepian hulu sungai, hilir/muara, pantai, dan pegunungan, seperti Lumajang, Cilacap, dan Gunung Merapi Tanah liat Batu bata merah Merata di beberapa daerah di
Indonesia
Pasir, semen Batako Merata di beberapa daerah di Indonesia
Batu marmer Lantai/dinding
marmer Tulungagung, Jawa Timur
Berbagai jenis batu alam
Batu alam: batu templek,
salagedang, palimanan, batu
(42)
paras, batu andesit, batu candi, batu kora;/telur
Penutup atap Ijuk, rumbia,
alang-alang Berbagai daerah di Indonesia Sumber: Mediastika (2013)
Secara umum dapat dipaparkan empat kelebihan penggunaan material
alami atau buatan lokal, yaitu:
1. Menghemat biaya angkut;
2. Lebih sesuai dengan iklim/keadaan setempat;
3. Material lokal dapat menambah nilai estetika bangunan melalui ide-ide
kreatif;
4. Memberikan dukungan bagi pertumbuhan industri setempat.
Adapun kelemahan material lokal yakni kualitasnya mungkin kurang
memadai.
b. Material Bekas
Selain penggunaan material lokal yang akan menghemat banyak energi
dan penggunaan material yang menjaga kelestarian alam, penggunaan material
bekas atau material daur ulang akan sekaligus memenuhi aspek hemat dan lestari.
Menurut Ervianto (2012) material bekas merupakan sisa material konstruksi dan
sampah lain yang bersumber dari aktivitas konstruksi, pembongkaran, dan
pembersihan lahan di awal pelaksanaan proyek. Efek jangka pendek dari material
bekas dapat menghemat biaya pembangunan, sementara efek jangka panjang
yakni dapat membantu program pelestarian lingkungan yang hemat energi.
Beberapa pakar Sustainable Construction di Indonesia, seperti Ahmad Tardiyana, Adi Purnomo, dan Eko Prawoto menyatakan bahwa penggunaan material bekas
(43)
merupakan salah satu gerakan sustainable karena memanfaatkan kembali barang bekas merupakan upaya untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan.
Menurut Skoyles (1976) dalam Asnuddin (2012) material bekas
merupakan bagian dari limbah konstruksi. Berdasarkan penyebabnya, limbah
konstruksi dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu indirect waste dan direct waste. Indirect waste adalah sisa material yang terjadi dalam bentuk pemborosan (moneter loss) akibat kelebihan pemakaian volume material dari yang direncanakan dan tidak terlihat sebagai limbah di lapangan. Sedangkan
direct waste adalah sisa material yang timbul di proyek konstruksi karena rusak dan tidak dapat diperbaiki dan digunakan kembali selama proses konstruksi.
Menurut Tchobanoglous dkk(1976) dalam Devia dkk (2010), sisa material
konstruksi yang timbul selama pelaksanaan konstruksi dapat dikategorikan
menjadi dua bagian yaitu:
1. Demolition waste adalah sisa material yang timbul dari hasil pembongkaran atau penghancuran bangunan lama.
2. Construction waste adalah sisa material konstruksi yang berasal dari pembangunan atau renovasi bangunan milik pribadi, komersil dan struktur
lainnya. Sisa material tersebut berupa sampah yang terdiri dari beton, batu
bata, plesteran, kayu, sirap, pipa dan komponen listrik.
Sehubungan dengan pembagian kategori sisa material bekas oleh
Tchobanoglous dkk terjadinya sisa material konstruksi dapat disebabkan oleh satu
(44)
dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi menurut Gavilan dan Bemold
(1994) dalam Devia dkk (2010):
Tabel 2.5. Sumber dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi
Sumber Penyebab
Desain
Kesalahan dalam dokumen kontrak
Ketidaklengkapan dokumen kontrak
Perubahan desain
Memilih spesifikasi produk
Memilih produk yang berkualitas rendah
Kurang memperhatikan ukuran dari produk yang digunakan
Desainer tidak mengenal dengan baik jenis-jenis produk yang lain
Pendetailan gambar yang rumit
Informasi gambar yang kurang
Kurang berkoordinasi dengan kontraktor & kurang berpengetahuan tentang konstruksi
Pengadaan
Kesalahan pemesanan, kelebihan, kekurangan, dsb.
Pesanan tidak dapat dilakukan dalam jumlah kecil
Pembelian material yang tidak sesuai dengan spesifikasi
Pemasok mengirim barang tidak sesuai dengan spesifikasi
Kemasan kurang baik, menyebabkan terjadi kerusakan dalam perjalanan
Penanganan
Material yang tidak dikemas dengan baik
Material yang terkirim dalam keadaan tidak padat/kurang
Membuang atau melempar material
Penanganan material yang tidak hati-hati pada saat pembongkaran untuk dimasukkan ke dalam gudang
Penyimpanan material yang tidak benar menyebabkan kerusakan
Kerusakan material akibat transportasi ke/di lokasi proyek
Pelaksanaan
Kesalahan yang diakibatkan oleh tenaga kerja
Peralatan yang tidak berfungsi dengan baik
Cuaca yang buruk
Kecelakaan pekerja di lapangan
Penggunaan material yang salah sehingga perlu diganti
Metode untuk menempatkan pondasi
Jumlah material yang dibutuhkan tidak diketahui karena perencanaan yang tidak sempurna
(45)
Informasi tipe dan ukuran material yang akan digunakan terlambat disampaikan kepada kontraktor
Kecerobohan dalam mencampur, mengolah, dan kesalahan dalam penggunaan material sehingga perlu diganti
Pengukuran di lapangan tidak akurat sehingga terjadi kelebihan volume
Residual
Sisa pemotongan material tidak dapat dipakai lagi
Kesalahan pada saat memotong material
Kesalahan pesanan barang, karena tidak menguasai spesifikasi
Kemasan
Sisa material karena proses pemakaian Lain-lain
Kehilangan akibat pencurian
Buruknya pengontrolan material di proyek dan perencanaan manajemen terhadap sisa material
Sumber: Jurnal Rekayasa Sipil. Vol.4, No.3, ISSN 1978-5658 (2010): 195-203. Tabel 2.6. Jenis sampah asal kegiatan pembangunan dan cara pengelolaannya Sampah yang
berasal dari kegiatan pembangunan
Diolah kembali Didaur ulang Digunakan kembali
Bahan organik: Kayu
Dibakar dan abunya diserap kembali oleh akar tumbuhan
Konstruksi atap kayu menjadi kusen dsb.
Kusen, jendela, dan pintu yang masih dalam keadaan baik
Kayu lapis Dibakar dan
abunya diserap kembali oleh akar tumbuhan
(mengandung fenol
formaldehide, senyawa kimia berbahaya)
Bekisting beton kayu lapis dapat menjadi pelat untuk langit-langit
Bambu Dibakar dan
abunya diserap kembali oleh akar tumbuhan
Kertas/kardus Dikumpulkan dan diproses ulang menjadi kertas kembali
(menghemat
Pembungkus barang-barang Tabel 2.5, sambungan
(46)
±50% energi) Bahan anorganik:
Tanah galian
Tanah timbunan
Tanah liat Dicetak dan
dibakar menjadi batu bata, genteng tanah liat, dsb.
Dicetak batu tanah liat
Pasir/kerikil Dicampur semen menjadi beton
Lapisan kersik untuk jalan
Ubin/genteng beton
Digiling menjadi pasir
Lapisan pecahan batu untuk jalan Batu bata, genteng
tanah liat
Digiling menjadi semen merah
Kaca Dilebur menjadi
kaca baru
Dipasang pada jendela yang lain Logam (besi, baja,
kaleng, dsb)
Dilebur menjadi logam baru
Dipotong/dilas dan dibentuk baru
Digunakan
sebagai tulangan dalam beton Bahan sintetis:
Pipa plastik, dsb
Diproses lagi menjadi bahan sintesis
berkualitas rendah
Dipotong/dilem disambung pipa
Cat sintetik Sisa digunakan
pada tempat lain Sumber: Ilmu Bahan Bangunan (Frick, 2010)
Berikut dijelaskan Yoppy (2008) dalam Permana (2008) mengenai
material-material bekas yang umum didapati dari bongkaran bangunan beserta
karakteristiknya:
a. Kayu
Material kayu adalah jenis material yang paling banyak diperoleh dari
bongkaran bangunan terutama rumah tinggal. Diantaranya berupa kusen yang
masih lengkap, rangka atap, parket lantai, maupun elemen lainnya. Kayu
merupakan elemen yang rentan terhadap air. Pada material bekas seringkali kayu
mengalami kondisi yang lapuk sebagian. Penanganannya dapat dilakukan dengan
mempernis ulang atau mengecatnya sesuai keperluan. Tabel 2.6, sambungan
(47)
Gambar 2.1. Pintu kayu bekas Sumber: www.homeworkshop.com
Material bekas dari kayu yang sering diburu ialah kusen dan rangka
bangunan. Rangka bangunan bisa berupa tiang, kuda-kuda atap, maupun
gabungan keduanya. Tiang dan kuda-kuda bangunan zaman dahulu biasanya
memiliki teknik pengerjaan tradisional dan susunan yang unik. Demikian juga
terdapat ukiran pada batang-batang kayu yang digunakan. Pada bagian kusen yang
cukup sering diburu ialah gebyok, yaitu pintu dengan bingkainya yang bercirikan
etnik tertentu. Selain itu ada pula kusen dengan kaca patri yang kini diburu karena
keindahannya. Kusen jenis ini biasanya diperoleh dari bongkaran bangunan tua
zaman belanda. Dikarenakan makin tingginya kesadaran masyarakat untuk
mempertahankan bangunan-bangunan tua terutama di daerah perkotaan, maka
kusen seperti ini sulit didapat. Kalaupun ada berasal dari pembongkaran
rumah-rumah zaman belanda yang berada di daerah pedesaan dan sangat jarang dijumpai.
Setiap kusen bekas bongkaran sebenarnya dapat dimanfaatkan kembali,
(48)
estetika. Bukan tidak mungkin dengan menggunakan kusen bekas dalam
bangunan baru, kusen yang tadinya biasa-biasa saja bisa tampil lebih indah
bersama elemen lain.
Gambar 2.2. Kaca patri bekas
Sumber: Falk, Bob and Guy, Brad. Unbuilding: Salvaging the Architectural Treasures of Unwanted Houses. (Canada: Taunton, 2007)
b. Metal
Beberapa jenis dari material logam ini dapat dijumpai di bongkaran rumah
tinggal, pabrik atau gudang sebagai perangkat-perangkat yang fungsional mulai
kerangka furnitur, pagar, railing (susuran tangga), teralis jendela, bahkan rangka atap. Baja dan baja ringan bisa diperoleh dalam wujud rangka atap dan genteng.
Besi untuk kerangka pengikat beton, pintu aluminium, bingkai jendela atau atap
seng. Stainless steel bisa diperoleh dalam wujud kitchen sink dan tandon air yang masih bisa dimanfaatkan.
Umumnya logam merupakan material yang rentan terhadap karat dan
korosi. Cara mengatasi masalah karat dan korosi adalah dengan memberi
(49)
biasanya penanganan yang harus dilakukan ialah melapis ulang metal tersebut.
Adapun pengecatan merupakan metode yang paling umum.
Pemanfaatan rangka baja cukup tepat untuk perancangan bangunan yang
berkesan ringan dan modern. Kesan rapi dan bersih mudah diperoleh dari
penggunaan rangka baja. Rangka baja juga memungkinkan bentangan atap yang
lebar jika dibutuhkan ruang yang lega di dalam bangunan. Sementara itu,
pemanfaatan kitchen sink dan tandon air bekas lebih mengejar segi fungsional dan efisiensi biaya. Kitchen sink bekas berbahan stainless steel harganya tidak terpaut jauh dari kitchen sink aluminium baru, akan tetapi kualitas yang didapat lebih tinggi, karena stainless steel jauh lebih tahan karat dan penyok dibanding aluminium.
Gambar 2.3. Kitchen sink bekas dapur hotel Sumber: www.dannyseo.typepad.com c. Keramik
Dilihat dari segi fungsi, material keramik mencakup semua tegel beton dan
(50)
satu dan lainnya adalah bahan, tampilan, dan kualitas. Ubin keramik dapat dibagi
atas beberapa kategori utama: keramik lantai (dalam ruang dan luar ruang),
biasanya ukuran luasannya per lembar lebih besar, keramik dinding kamar mandi
(KM/WC), keramik lantai KM/WC, keramik dapur dan keramik dinding luar.
Tentu saja setiap kategori keramik memiliki karakter yang berlainan.
Keramik lantai dalam ruang, misalnya, permukaannya bisa licin mengilap ataupun
dof (mat), sedangkan keramik luar ruang (garasi, carport, taman, atau tempat cuci/ jemuran) memiliki permukaan yang kasar. Kualitas keramik (terutama)
untuk pemasangan di area KM/WC mutlak diutamakan karena keramik di area ini
akan sangat sering berkontaminasi dengan zat pembersih kimiawi yang dapat
mengikis lapisan glasur pada permukaan keramik. Untuk material bekas berkesan
antik yang sering diburu ialah tegel PC, karena antik sulit diperoleh dan
produsennya tinggal sedikit serta harga baru yang tentu lebih mahal.
Gambar 2.4. Meja makan yang memanfaatkan keramik bekas Sumber: www.vemale.com
(51)
d. Kaca
Material bekas lainnya yang banyak ditemui pada sebuah rumah tinggal
adalah kaca. Material kaca dengan tampilan berbagai bentuk, memberikan
kreativitas yang tinggi pada desain-desain rumah modern. Seiring berkembangnya
zaman, kini material kaca juga hadir dalam aneka bentuk dan kegunaan, seperti
glassblock, aksesori tata ruang, dan lampu-lampu elegan. Selain itu, kaca dengan berbagai macam teknik penggarapan juga banyak diminati oleh pemburu material
bekas, seperti kaca patri,sandblast, grafir, bevel, atau lukis (painting). Bahkan ada pula kaca berlaminasi (sejenis dengan kaca mobil) yang pecahannya sulit
beterbangan ke mana-mana jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya
gempa bumi. Kaca sangat sulit dimodifikasi saat merancang, kecuali hanya
memotong untuk memperkecil ukuran. Maka dari itu, pemilihan kaca bekas harus
teliti agar sesuai dengan desain yang diinginkan.
Gambar 2.5 Tirai / sekat ruangan dari limbah botol kaca Sumber: www.ecoyouthtoyota.com
(52)
2.1.3. Siklus Material Bangunan
Pada prinsipnya, setiap material bangunan mempunyai siklus hidup,
dimulai dari pengambilan bahan baku di tempat asal dan berakhir di tempat
pembuangan (Ervianto, 2012) Dalam konsep bangunan yang ramah lingkungan,
siklus hidup material tidak boleh berakhir di tempat pembuangan begitu saja,
namun material tersebut sedapat mungkin dimanfaatkan kembali dengan cara
digunakan kembali (reuse), diolah kembali (recycling), dan apabila memang tidak dapat untuk kedua hal tersebut diatas maka harus dibuang dengan cara yang
ramah lingkungan. Adapun siklus hidup material bangunan ialah sebagai berikut:
Gambar 2.6. Siklus hidup material bangunan
(53)
2.2. Daur Ulang
2.2.1. Pengertian Daur Ulang
Daur ulang merupakan tindakan mengembalikan sesuatu yang telah
digunakan kepada suatu siklus atau daurnya sehingga pada akhirnya sesuatu itu
dapat digunakan kembali (David, 1992). Menurut pengertian tersebut, suatu
kegiatan dapat didefinisikan sebagai kegiatan daur ulang jika mencakup tiga jenis
proses, yaitu:
Collection, yakni kegiatan mengumpulkan material-material yang tidak digunakan lagi.
Manufacturing, yakni kegiatan produksi dengan menggunakan material bekas sebagai bahan mentah untuk menghasilkan produk baru.
Consumption, yakni kegiatan memakai produk baru yang diolah dari material bekas.
Menurut Berge (2000) dalam bukunya The Ecology of Building Materials,
ada tiga tingkatan hierarkial daur ulang sesuai dengan manfaat yang diperoleh,
yaitu:
1. Re-use
Re-use atau penggunaan kembali ialah tingkatan tertinggi dalam daur ulang, yaitu menggunakan kembali barang yang sudah dipakai namun
masih memiliki sisa umur. Ia merupakan tingkatan tertinggi karena tidak
memerlukan energi untuk merubah bentuknya atau mengolahnya menjadi
(54)
memindahkan material tersebut. Material yang di re-use adalah material yang siap pakai namun tidak lagi dipakai oleh pengguna sebelumnya.
2. Recycling
Recycling adalah proses daur ulang yang memerlukan energi dan proses untuk menjadikan material bekas pakai menjadi material yang layak pakai.
Energi yang digunakan dalam proses pengubahan ini haruslah sebanding
dengan fungsi yang bisa diembannya kelak. Adakalanya material layak
pakai hasil daur ulang tidak tahan lama saat digunakan dan terkesan
menyia-nyiakan energi yang sudah dikeluarkan saat proses recycling. Pada material tertentu, recycling menghasilkan material dengan mutu lebih rendah, seperti PVC menjadi pot bunga, balok beton menjadi agregat atau
campuran adukan semen untuk lantai, dsb.
3. Energy recovery
Energy recovery merupakan jenjang terendah dalam daur ulang. Semua material yang sudah tidak mungkin dipakai dibakar untuk memperoleh
energi potensial yang masih terdapat dalam material melalui proses
pembakarannya. Contoh yang paling umum yaitu membakar kayu bekas
untuk penghangat pada perapian atau memasak. Dalam hal ini, material
bekas tidak lagi dapat dipertahankan fungsinya ataupun sudah habis masa
pakainya.
Inti dari tujuan daur ulang ialah untuk memperpanjang usia guna suatu
benda atau material. Pada saat produksi bahan bangunan dan pada saat dilakukan
(55)
masa penggunaan bahan dan bagian bangunan atau kemungkinan untuk
digunakan kembali, semakin kecil pula kemungkinan bahan bangunan tersebut
menimbulkan sampah dan puing yang mencemari lingkungan.
Proses daur ulang dengan metode reuse (penggunaan kembali) memiliki karakteristik sebagai berikut:
Tidak mengalami perubahan bentuk produk
Proses tidak membutuhkan teknologi
Relatif tidak membutuhkan energi
Dapat dilakukan dalam skala kecil ataupun besar, namun tidak membutuhkan pabrikasi
Membutuhkan modal yang sangat kecil
Proses tidak melibatkan proses fisika maupun kimia
Proses ini dapat dianggap sebagai proses yang paling baik secara ekologis
(Smith, 2007). Proses relatif tidak membutuhkan energi, dapat dengan mudah
dilakukan. Produk dari proses ini langsung dapat digunakan. Proses ini hanya
dapat dilakukan pada material yang masih memiliki kualitas yang layak pakai
baik secara fisik maupun materi. Selain itu proses ini tidak memberikan
fleksibilitas dalam desain karena keterbatasan bentuk yang diberikan oleh material
lama.
Re-use dapat dibedakan menjadi tiga: (a) building reuse, (b) component reuse, (c) material reuse (Saleh T.M., 2009). Reuse sebuah bangunan dapat terjadi
manakala seluruh bangunan dapat diselamatkan tanpa proses penghancuran
(56)
berurusan dengan perencanaan dan desain yang kompleks untuk mendapatkan
manfaat maksimal dari aspek lingkungan dan ekonomi. Hal ini dapat menghemat
pemakaian sumberdaya alam termasuk didalamnya bahan baku, energi, dan air.
Selain itu, reuse bangunan mampu mencegah tirnbulnya polusi yang disebabkan
oleh pengambilan material, produksi, transportasi dan mencegah timbulnya
limbah padat yang berakhir di tempat pembuangan (Saleh T.M., 2009).
Re-use komponen bangunan diutamakan untuk bagian interior non struktur, seperti dinding interior, pintu, lantai, plafon yang akan digunakan untuk
hal yang sama atau untuk hal lain sampai habis umur pakai komponen tersebut.
Agar komponen dapat digunakan kernbali perencana dan arsitek ikut berperan
untuk menciptakan desain inovatif yang memungkinkan untuk dipasang dan
dibongkar tmpa mengalami kerusakan agar dapat dipasang pada bangunan lain
(McGraw-Hill Construction dalam Wulfram, I.E., Biemo, W.S., Muhamad, A.,
dan Surjamanto, 2012). Reuse material hasil dekonstruksi struktur bangunan
dalam bangunan baru sangat dianjurkan guna mempertahankan nilai ekonomis,
mengurangi energi yang dibutuhkan dalam proses daur ulang, dan rneminimalkan
kebutuhan cetakan dan sumberdarya alam terutama pengurangan terjadinya CO2.
Menggunakan material sampai habis umur pakainya menjadi prioritas utama bagi
arsitek dan perencana dalam memillih jenis material yang akan digunakan. (Chini,
A. R., dalam Wulfram, I.E., Biemo, W.S., Muhamad, A., dan Surjamanto, 2012).
Re-use adalah menggunakan kembali berbagai material dengan cara:
Dekonstruksi, material digunakan kembali dalam bentuk yang sama
(57)
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menggunakan kembali
berbagai material konstruksi adalah: (a) identifikasi material yang masih baru,
material yang dapat dipindahkan/dipisahkan tanpa terjadi kerusakan untuk
digunakan kembali; (b) rencanakan untuk berbagai material yang masih dapat
digunakan dalam hal: perlindungan material, penanganan material, penyimpanan
material, dan pemindahan material; (c) diskusikan ide-ide untuk menggunakan
kembali berbagai jenis material kepada pemilik proyek dan kontraktor; (d)
komunikasikan kepada subkontraktor untuk menggunakan kembali sisa material.
Sementara proses daur ulang dengan metode recycle memiiki karakteristik sebagai berikut:
Dalam proses daur ulang bahan mengalami perubahan wujud fisik
Proses daur ulang membutuhkan teknologi yang relatif tinggi
Membutuhkan energi yang relatif besar
Biasanya dilakukan secara massal / bersifat pabrikasi
Membutuhkan modal yang besar
Proses melibatkan proses fisika dan / atau kimia
Salah satu kekurangan dari proses ini adalah besarnya jumlah energi yang
dibutuhkan dalam proses daur ulang. Selain energi yang dipakai dalam proses
daur ulang energi kandungan bahan (embodied energy) juga relatif tinggi. Hal ini disebabkan proses recycle ini memiliki output berupa bahan yang belum siap pakai, masih harus melalui beberapa proses lagi di dalam daur bahannya sebelum
benar-benar bisa diaplikasikan pada bangunan. Proses ini paling tidak efisien
(58)
Oleh karena itu, proses ini dapat dikatakan baik secara ekologis apabila
total energi yang digunakan dalam proses daur ulang tidak lebih besar apabila
dibandingkan dengan total energi yang digunakan dalam ekstraksi sumber daya
alam mentah menjadi material bangunan tersebut. Namun proses ini tetap akan
lebih baik secara ekologis apabila dilihat dari sudut pandang konservasi sumber
daya alam terutama sumber daya alam yang tak terbarukan. Hal ini disebabkan
bahan mentah dalam proses daur ulang tidak lagi diambil dari alam melainkan
dengan memanfaatkan sampah.
Proses ini biasanya diterapkan pada material-material bekas yang secara
fisik tidak memadai lagi, namun secara materi material-material ini masih
memiliki nilai. Misalnya baja yang sudah berkarat, kayu yang sudah lapuk, kaca
yang telah pecah, dll. Dalam daur bahan proses ini dapat mengembalikan material
(dalam bentuk produk) kepada bentuk dasarnya.
Salah satu contoh penerapan recycle adalah pada proses daur ulang bahan kaca jendela. Dalam proses pengolahan kembali kaca mengalami perubahan
wujud dari padat menjadi cair dalam proses peleburan. Peleburan ini akan
dilakukan dengan melakukan pemanasan pada kaca dengan suhu yang sangat
tinggi. Energi yang besar dibutuhkan dalam proses peleburan ini. Proses daur
ulang dengan recycle ini membutuhkan teknik-teknik tertentu yang menyebabkan proses ini tidak dapat dilakukan secara mudah.
Dalam melakukan proses daur ulang pada bangunan dibutuhkan ketelitian
dalam melihat potensi yang terdapat pada material-material bekas / sisa dan juga
(1)
-Lekker Urban Food House
Recycle: potongan batang kayu pohon, building reuse dengan memanfaatkan kembali bangunan lama melalui proses renovasi.
4. Elemen pelengkap pembentuk ruang: -Resep Nenek Moyangku:
Reuse: kayu (kursi dan meja), kaca (hiasan botol), aluminium (hiasan kaleng minuman), kain (sofa dan bantalan), dan barang antik lainnya. -Lekker Urban Food House
Reuse: kain (sofa)
Recycle: kayu (kursi, meja, dan hiasan perahu), aluminium (kursi kaleng, vespa, bathtub,dan hiasan lampu), batu (washtafel), fiber (patung gajah dan hiu), barang antik lainnya.
-Resep Nenek Moyangku
Reuse: kain (sofa), aluminium (tong bahan bakar), karet (ban)
Recycle: kayu (kursi dan meja), aluminium (tong bahan bakar dan wajan untuk jam dinding).
Melalui ketiga studi kasus penelitian yang telah dianalisa, dapat timbul pemahaman bahwa reuse dan recycle material bekas merupakan langkah yang layak dipilih dalam merancang dan mendirikan bangunan. Namun, tidak semua material bekas memberikan dampak positif terhadap bangunan, seperti material sintetis yang mengandung efek racun dan berbahaya lainnya. Maka dari itu, material alami seperti kayu, batu, dan keramik lebih diutamakan dalam pemilihan jenis material bekas sebagai konsep daur ulang pada kafe. Kemampuan material
(2)
untuk diolah kembali dengan konsep daur ulang reuse dan recycle dapat dilihat setelah material digunakan atau setelah material dihasilkan. Akan tetapi, tidak semua material bekas memberikan dampak positif terhadap bangunan kafe penelitian, seperti material sintetis (logam, aluminium, fiber) yang mengandung efek racun dan berbahaya lainnya.
Produk hasil reuse pada kafe penelitian masih memiliki kualitas yang layak pakai baik secara fisik maupun materi, seperti reuse pada bangunan (reuse building) yang tetap mempertahankan bangunan lama dan reuse perabotan seperti sofa bekas, kursi dan meja kayu. Pemanfaatan kembali material bekas dan renovasi bangunan lama dengan reuse building sangat mempengaruhi biaya konstruksi pembangunan yang lebih terjangkau. Sementara konsep daur ulang dengan recycle lebih membutuhkan energi dalam proses daur ulang dan membutuhkan modal yang besar untuk menghasilkan produknya, seperti kursi yang direcylce dari bathtub, vespa, dan tong bekas bahan bakar. Namun dengan recycled material memberikan fleksibilitas dalam desain karena tidak adanya keterbatasan bentuk yang diberikan oleh material lama.
Konsep daur ulang pada elemen bangunan dapat diterapkan dalam upaya menciptakan pola konsumsi yang optimal dan efisien. Penggunaan bahan mentah dari alam dan jumlah sampah dapat dikurangi, begitu juga dengan penggunaan energi untuk pembuatan material. Dampak negatif penggunaan material terhadap lingkungan dapat dikurangi, bahkan dapat menghemat biaya pembangunan. Dengan demikian, konsep daur ulang pada ketiga kafe penelitian ini merupakan salah satu strategi yang tepat dalam mewujudkan tujuan sustainable development.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Konsumsi dalam jumlah besar pada konstruksi bangunan sangat berpotensi untuk menghasilkan sampah dalam jumlah yang besar pula apabila tidak memiliki pola konsumsi yang optimal dan efisien. Jumlah yang besar ini semakin mengkhawatirkan mengingat jumlah permintaan terhadap kebutuhan bangunan terus meningkat seiring pertambahan populasi manusia yang sangat pesat. Sementara itu, alam sebagai penyedia sumber daya mengalami penyusutan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran akan pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang.
Kekhawatiran akan masa datang tersebut merupakan dasar dari pemikiran sustainable development. Adapun sustainable development didefinisikan sebagai suatu konsep pembangunan yang menekankan pada keberlanjutan hidup manusia, yaitu penggunaan sumberdaya alam yang memperhatikan daya dukung lingkungan untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Terkait dengan terjadinya keterbatasan kuantitas sumberdaya alam maka perlu dilakukan usaha untuk menghemat sumberdaya alam dan bila perlu menggunakan material bekas yang masih layak digunakan tanpa mengurangi aspek kekuatan bangunan.
Daur ulang dapat menjadi salah satu solusi yang sangat baik dalam menghadapi permasalahan kerusakan lingkungan akibat limbah konstruksi dan sebagai upaya optimalisasi penggunaan bahan material bangunan. Kegiatan daur
(4)
ulang mencakup recycle (pengolahan material kembali) dan reuse (penggunaan material kembali). Salah satu contoh bangunan yang menerapkan material bekas sebagai elemen desain adalah kafe.
Ketiga kafe penelitian mengusung konsep daur ulang dengan menerapkan material bekas sebagai elemen interior. Selain aksen material bekas dapat menambah nilai estetika pada bangunan, memanfaatkan kembali material bekas pada interior kafe juga mengurangi konsumsi bahan agregat baru yang diambil dari alam, serta sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan alam akibat kerusakan limbah konstruksi. Dengan demikian, konsep daur ulang baik reuse maupun recycle yang diterapkan pada bangunan merupakan salah satu strategi yang tepat dalam mewujudkan tujuan sustainable development.
4.2. Saran
Berdasarkan pada sustainable development, mendesain bangunan kafe hendaknya didasarkan pada efisiensi bahan, hemat energi, dan memilih material bangunan yang berdampak paling rendah pada lingkungan. Adapun desain interior hendaknya berpedoman pada konsep yang dipilih dan kriteria dari konsep tersebut sehingga memiliki tujuan yang jelas. Pemilihan material bekas juga harus lebih diperhatikan berdasarkan kriteria material yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Material bekas yang digunakan sebagai perabot, misalnya kursi, sebaiknya diperhatikan dan pertahankan kualitasnya karena intensitas pemakaiannya cukup tinggi dan dikarenakan barang bekas kemungkinan akan cepat rusak bila tidak dilakukan perawatannya secara rutin.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Agvirafani, R dkk, (2014), Tinjauan Pencahayaan dan Penggunaan Material pada Desain Interior Cafe Hummingbird Eatery Jalan Progo Bandung, Jurnal Rekajiva, Vol.1, No.2, ISSN 2338-1892.
Akmal, I. (2005). Rumah Mungil yang Sehat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Asnuddin, A, (2012), Pengendalian Sisa Material Konstruksi pada Pembangunan Rumah Tinggal, Majalah Ilmiah Mektek, 12(3), hlm.162-165.
Baraban, R & Durochaer, J. (2010). Successful Restaurant Design. New York: John Wiley and Sons.
Berge, B. (2000). The Ecology of Building Materials. Oxford: Architectural Press. Ching, F. D. K. (1996). Ilustrasi Desain Interior. Jakarta: Erlangga.
David, M. P. (1992). The Recycler’s for Business, Government, and The Environmental Community. New York: Van Nostrand Reinhold.
Devia, Y, (2010), Identifikasi Sisa Material Konstruksi Dalam Upaya Memenuhi Bangunan Berkelanjutan, Jurnal Rekayasa Sipil, Vol.4, No.3, ISSN 1978-5658.
Ervianto, W dkk, (2012), Kajian Reuse Material Bangunan dalam Konsep Sustainable Construction di Indonesia, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 12, No.1. Ervianto, W. (2012). Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta:
(6)
Froeschle, L. M. (1999). Environmental Assessment and Spesification of Green Building Materials (Ed), (hlm.53-57). Canada: Natural Resources Canada and CANMET Energy Technology Centre.
Graham, P. (2003). Building Ecology. Oxford: Blackwell Science.
Marsum. (1991). Restoran dan Segala Permasalahannya. Yogyakarta: Andi Offset.
Mediastika, C. (2013). Hemat Energi & Lestari Lingkungan Melalui Banguna n. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Neufert, E. (2002). Data Arsitek. Jakarta: Erlangga
Ottong, A.S dkk, (2015), Penerapan Konsep Sustainable pada Rumah Tinggal dari Segi Material, Jurnal Dimensi Pratama Teknik Sipil, Vol.4, No.1.
Panero & Zelnik. (2003). Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Jakarta:Erlangga. Siagian, I. S, (2005), Bahan Bangunan yang Ramah Lingkungan, e-USU
Respository.
Smith, P. (2004). Eco-Refurbishment: A Guide to Saving and Producing Energy in Home. Amsetrdam: Architectural Press.
Soekresno, 2001. Manajemen Food and Beverage Service Hotel. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Suptandar, P. (1982). Interior Design II. Jakarta: Erlangga
Suptandar, P. (1999). Pengantar Merencana Interior untuk Mahasiswa Disain dan Arsitektur. Jakarta: Djambatan.
Suptandar, P. (1995). Perancangan Tata Ruang Dalam. Jakarta: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Trisakti.